Anda di halaman 1dari 7

Nama : Puteri Yolanda

No BP : 1741012258

KASUS
Di Indonesia berdasarkan hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2007, menunjukkan;
prevalensi nasional ISPA: 25,5% (16 provinsi di atas angka nasional), angka kesakitan
(morbiditas) pneumonia pada Bayi: 2.2 %, Balita: 3%, angka kematian (mortalitas) pada bayi
23,8%, dan Balita 15,5% .Penyakit ISPA merupakan penyakit yang sering terjadi pada anak.
Episode penyakit batuk-pilek pada Balita di Indonesia diperkirakan 3-6 kali per tahun, ini berarti
seorang Balita rata-rata mendapat serangan batuk pilek sebanyak 3 sampai 6 kali setahun.
Penyakit ISPA merupakan penyakit infeksi yang sangat banyak ditemukan di Indonesia.
Instruksi:
a. Carilah data terkait penyakit ini (prevalensi, insidens,dan lain-lain)
b. Identifikasilah kasus di atas dengan menggunakan diagram tulang ikan atau pohon
masalah
c. Jelaskan determinan kesehatan untuk kasus ini
d. Jelaskan perilaku penderita dalam kepatuhan penggunaan obat untuk penyakit ini
menurut teori Green

KEYWORDS
1. Penyakit Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) adalah infeksi akut yang menyerang
salah satu bagian/lebih dari saluran napas mulai hidung sampai alveoli termasuk
adneksanya (sinus, rongga telinga tengah, pleura), biasanya menular, yang dapat
menimbulkan berbagai spektrum penyakit yang berkisar dari penyakit tanpa gejala atau
infeksi ringan sampai penyakit yang parah dan mematikan, tergantung pada patogen
penyebabnya, faktor lingkungan

2. Prevalensi adalah bagian dari studi epidemiologi yang membawa pengertian jumlah
orang dalam populasi yang mengalami penyakit, gangguan atau kondisi tertentu pada
suatu tempoh waktu dihubungkan dengan besar populasi dari mana kasus itu berasal.
Prevalensi memberitahukan tentang derajat penyakit yang berlangsung dalam populasi
pada satu titik waktu (Timmereck, 2001).
3. Insidensi merupakan jumlah kasus baru suatu penyakit yang muncul dalam satu periode
waktu dibandingkan dengan unit populasi tertentu dalam periode tertentu. Insidensi
memberitahukan tentang kejadian kasus baru (Timmereck, 2001).
4. Determinan Kesehatan adalah faktor-faktor yang menentukan dan mempengaruhi
(membentuk) status kesehatan dari individu atau masyarakat. (Ircham Machfoedz dan
Eko Suryani.2008. Pendidikan Kesehatan Bagian Dari Promosi Kesehatan.
Fitramaya.Yogyakarta)

a. Prevalensi dan insidensi penyakit infeksi saluran pernafasan akut (ISPA)


ISPA lebih banyak terjadi di negara berkembang dibandingkan negara maju dengan
persentase masing-masing sebesar 25%-30% dan 10%-15%. Kematian balita akibat ISPA di
Asia Tenggara sebanyak 2,1 juta balita pada tahun 2004. India, Bangladesh, Indonesia dan
Myanmar merupakan negara dengan kasus kematian balita terbanyak akibat ISPA.

Penyakit ISPA merupakan salah satu dari banyak penyakit yang menginfeksi di negara maju
maupun negara berkembang. Hal ini diperkuat dengan tingginya angka kesakitan dan angka
kematian akibat ISPA khususnya pneumonia, terutama pada balita. Pneumonia di Amerika
menempati peringkat ke-26 dari semua penyebab kematian pada balita. Pneumonia di Spanyol
mencapai angka 25% sedangkan di Inggris dan Amerika sekitar 25-30 orang per 100.000
penduduk (Alsagaff, Hood & Mukty,2010). Negara dengan pendapatan perkapita rendah dan
menengah hampir empat juta orang meninggal akibat ISPA setiap tahun terutama pada bayi,
balita dan lanjut usia (Lindawaty, 2010).
Prevalensi ISPA di Indonesia pada tahun 2013 adalah 25,0% tidak jauh berbeda dengan
prevalensi pada tahun 2007 sebesar 25,5%. Prevalensi ISPA yang tertinggi terjadi pada
kelompok umur 1-4 tahun sebesar 25,8% dan <1 tahun sebesar 22,0%. Provinsi dengan ISPA
tertinggi di Indonesia adalah Nusa Tenggara Timur (41,7%), Papua (31,1%), Aceh (30,0%),
Nusa Tenggara Barat (28,3%), dan Jawa Timur (28,3%). Pada Riskesdas 2007, Nusa Tenggara
Timur juga merupakan provinsi tertinggi dengan ISPA.
Karakteristik penduduk dengan ISPA yang tertinggi terjadi pada kelompok umur 1-4 tahun yaitu
sebesar 25,8%. Pada tahun 2014 kasus ISPA pada balita tercatat sebesar 657.490 kasus
(29,47%). Di Provinsi Sumatera Barat tahun 2013 tercatat kasus ISPA pada balita sebanyak
11.326 kasus (22,94%), kemudian pada tahun 2014 kasus ISPA pada balita meningkat menjadi
13.384 (27,11%).Kabupaten Padang Pariaman menduduki peringkat ke 6 sebagai daerah
penderita ISPA balitaterbanyak dari seluruh Kabupaten/Kota yang ada di Sumatera Barat yaitu
sebanyak 15.123 kasus (40,9%)

b. Determinan kesehatan infeksi saluran pernafasan akut (ISPA)


1. Faktor agent (bibit penyakit)
Proses terjadinya penyakit disebabkan adanya interaksi antara agent atau faktor penyebab
penyakit, manusia sebagai pejamu atau host dan faktor lingkungan yang mendukung
(environment). Ketiga faktor tersebut dikenal sebagai trias penyebab penyakit. Berat
ringannya penyakit yang dialami amat ditentukan oleh sifat - sifat dari mikroorganisme
sebagai penyebab penyakit seperti : patogenitas, virulensi, antigenitas, dan infektivitas

Adenovirus. Gangguan pernapasan seperti pilek, bronkitis, dan pneumonia bisa


disebabkan oleh virus yang memiliki lebih dari 50 jenis ini.
Rhinovirus. Virus ini menyebabkan pilek. Tapi pada anak kecil dan orang dengan sistem
kekebalan yang lemah, pilek biasa bisa berubah menjadi ISPA pada tahap yang serius.
Pneumokokus. penyakit meningitis disebabkan oleh virus jenis ini. Bakteri ini juga bisa
memicu gangguan pernapasan lain, seperti halnya pneumonia.

2. Faktor host (penjamu)


Umur
Umur mempunyai pengaruh yang cukup besar untuk terjadinya ISPA. Oleh sebab
itu kejadian ISPA pada bayi dan anak balita akan lebih tinggi jika dibandingkan
dengan orang dewasa. ISPA pada bayi dan anak balita umumnya merupakan
kejadian infeksi pertama serta belum terbentuknya secara optimal proses
kekebalan secara alamiah. Sedangkan orang dewasa sudah banyak terjadi
kekebalan alamiah yang lebih optimal akibat pengalaman infeksi yang terjadi
sebelumnya
Jenis kelamin
Berdasarka hasil penelitian dari berbagai negara termsuk Indonesia dan berbagai
publikasi ilmiah, dilaporkan berbagai faktor risiko yang meningkatkan insiden
ISPA adalah anak dengan jenis kelamin laki- laki
Status kekebalan
Pemberian asi ekslusif yang rendah
Studi-studi yang mendukung bahwa ASI merupakan faktor protektif terhadap
kejadian ISPA telah banyak dilakukan seperti penelitian Lawrence tahun
2005yang menyatakan bahwa bayi yang mendapat ASI akan lebih terjaga dari
penyakit infeksi terutama ISPA dan diare. Di Provinsi Sumatera Barat cakupan
pemberian ASI Ekslusif pada bayi 0-6 bulan adalah sebesar 73,6%

Kurang gizi
Imunisasi campak rendah
Status gizi
Salah satu faktor yang mempengaruhi status gizi anak adalah makanan dan
penyakit infeksi yang mungkin diderita oleh anak. Anak yang mendapat makanan
baik tetapi sering diserang penyakit infeksi dapat berpengaruh terhadap status
gizinya. Begitu juga sebaliknya anak yang makanannya tidak cukup baik, daya
tahan tubuhnya pasti lemah dan akhirnya mempengaruhi status gizinya. Gizi
kurang menghambat reaksi imunologis dan berhubungan dengan tingginya
prevalensi dan beratnya penyakit infeksi.
Berat Badan Lahir Rendah (BBLR)
BBLR membawa akibat bagi bayi berupa : daya tahan terhadap penyakit infeksi
rendah, pertumbuhan dan perkembangan tubuh lebih lamban, tingkat kematian
lebih tinggi dibanding bayi yang lahir dengan berat badan cukup. Bayi dengan
BBLR sering mengalami penyakit gangguan pernafasan, hal ini disebabkan oleh
pertumbuhan dan pengembangan paru yang belum sempurna dan otot pernafasan
yang masih lemah
3. Faktor lingkungan (environtmen)
Kepadatan hunian ruang tidur
Bangunan yang sempit dan tidak sesuai dengan jumlah penghuninya akan
mempunyai dampak kurangnya oksigen didalam ruangan sehingga daya tahan
penghuninya menurun, kemudian cepat timbulnya penyakit saluran pernafasan
seperti ISPA
Pengunaan obat nyamuk bakar
Penggunaan anti nyamuk dapat menyebabkan gangguan saluran pernafasan
karena menghasilkan asap dan bau tidak sedap. Adanya pencemaran udara di
lingkungan rumah akan merusak mekanisme pertahanan paru-paru sehingga
mempermudah timbulnya gangguan pernafasan

Bahan bakar untuk memasak


ISPA merupakan penyakit yang paling banyak di derita anak-anak. Salah satu
penyebab ISPA adalah pencemaran kualitas udara di dalam ruangan seperti
pembakaran bahan bakar yang digunakan untuk memasak dan asap rokok

Gejala ISPA
ISPA akan menimbulkan gejala yang terutama terjadi pada hidung dan paru-paru. Umunya,
gejala ini muncul sebagai respons terhadap racun yang dikeluarkan oleh virus atau bakteri yang
menempel di saluran pernapasan. Contoh-contoh gejala ISPA antara lain:

Sering bersin
Hidung tersumbat atau berair.
Para-paru terasa terhambat.
Batuk-batuk dan tenggorokan terasa sakit.
Kerap merasa kelelahan dan timbul demam.
Tubuh terasa sakit.

Apabila ISPA bertambah parah, gejala yang lebih serius akan muncul, seperti:

Pusing
Kesulitan bernapas.
Demam tinggi dan menggigil.
Tingkat oksigen dalam darah rendah.
Kesadaran menurun dan bahkan pingsan.

Gejala ISPA biasanya berlangsung antara satu hingga dua minggu, di mana hampir sebagian
besar penderita akan mengalami perbaikan gejala setelah minggu pertama. Untuk kasus sinusitis
akut, gejala biasanya akan berlangsung kurang dari satu bulan, sedangkan untuk infeksi akut di
paru-paru seperti bronkitis, gejalanya berlangsung kurang dari tiga minggu.
c. Identifikasi masalah berdasarkan diagram tulang

d. Perilaku penderita dalam pencegahan kekambuhan penyakit menurut teori green


1. Penyuluhan, dilakukan oleh tenaga kesehatan dimana kegiatan ini diharapkan dapat
mengubah sikap dan perilaku masyarakat terhadap hal-hal yang dapat meningkatkan
faktor resiko penyakit ISPA. Kegiatan penyuluhan ini dapat berupa penyuluhan penyakit
ISPA, penyuluhan ASI Eksklusif, penyuluhan imunisasi, penyuluhan gizi seimbang pada
ibu dan anak, penyuluhan kesehatan lingkungan, penyuluhan bahaya rokok.
2. Imunisasi, yang merupakan strategi spesifik untuk dapat mengurangi angka kesakitan
ISPA
3. Usaha di bidang gizi yaitu untuk mengurangi mal nutrisi.
4. Program KIA yang menangani kesehatan ibu dan bayi berat badan lahir rendah.
5. Program Penyehatan Lingkungan Pemukiman (PLP) yang menangani masalah polusi di
dalam maupun di luar rumah.
Daftar pustaka

Nor Endah, dkk. Penyakit ISPA hasil RISKESDAS di Indonesia. Puslitbang biomedis & farmasi.
Jakarta: But.penelit.kesehat.supplement,2009; 50-55

Direktorat jendral penegndalian penyakit & penyehatan lingkungan. 2011. Pedoman


pengendalian infeksi saluran pernafasan akut. Jakarta: kementrian kesehatan republik Indonesia

Anda mungkin juga menyukai