Anda di halaman 1dari 26

Laporan Kasus

Acute Kidney Injury

Diajukan sebagai Salah Satu Tugas dalam Menjalani


Kepaniteraan Klinik Senior pada Bagian / SMF Ilmu Kesehatan Anak
BLUD RSUD dr. Zainoel Abidin, Banda Aceh

Disusun oleh:
Agnia Rahmani
1507101030015

Pembimbing:
dr. Syafruddin Haris, Sp.A (K)

BAGIAN/SMF ILMU KESEHATAN ANAK


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SYIAH KUALA
BLUD RSUD Dr. ZAINOEL ABIDIN
BANDA ACEH
/2016

1
BAB I
PENDAHULUAN

Gagal ginjal akut (GGA) atau dikenal sebagai Acute Kidney Injury (AKI)
adalah penurunan fungsi ginjal mendadak dengan akibat hilangnya kemampuan
ginjal untuk mempertahankan homeostasis tubuh. Adapula yang mendefinisikan
gagal ginjal akut sebagai nsuatu sindrom yang ditandai dengan penurunan fungsi
ginjal yang mendadak dengan akibat terjadinya penimbunan hasil metabolit
persenyawaan nitrogen seperti ureum dan kreatinin. Gagal ginjal akut pada anak
dihubungkan dengan terjadinya hipoksia/iskemia seperti pada glomerulonefritis
akut dan penyebab lainnya yang menimbulkan gejala oliguria atau anuria
(produksi urin < 500 ml/24 jam pada anak yang lebih besar atau produksi urin < 1
ml/24 jam pada anak balita dan bayi).

Di bagian Ilmu Kesehatan Anak FKUI-RSCM Jakarta, dari 38 pasien


GGA dilaporkan 13 pasien (34,2%) disebabkan oleh intoksikasi jengkol, 11 (28%)
oleh sepsis, 5 (13,2%) oleh gastroenteritis berat, 2 (5,2%) oleh syok dan 2 (5,2%)
oleh bronkopneumonia berat. Glomerulonephritis akut hanya ditemukan pada 3
anak (7,9%). Pada penelitian di Negara barat telah dilaporkan prevalensi
terbanyak kasus GGA pada neonatus disebabkan oleh karena asfiksia perinatal
dan syok. Insidens GGA pada anak dengan umur lebih tua diperkirakan sekitar
4/100000 populasi. Pada anak pra-sekolah, diare yang diikuti sindrom hemolitik
uremik adalah penyebab terbanyak dari GGA instriksik/renal, terhitung 50% pada
semua kasus di kelompok ini. Glomerulonefritis adalah penyebab terbanyak GGA
pada usia sekolah.

Gagal ginjal akut merupakan sindroma klinis yang lazim, terjadi sekitar
5% pasien yang dirawat inap dan sebanyak 30% pasien yang dirawat di unit
perawatan intensif. Berlawanan dengan gagal ginjal kronik, sebagian besar pasien
gagal ginjal akut biasanya memiliki fungsi ginjal yang sebelumnya normal dan
keadaan ini umumnya dapat pulih kembali. Dengan terjadinya penurunan fungsi
ginjal yang cepat,untuk itu dibutuhkan diagnosis dini yang akurat untuk
mengetahui penyebab gagal ginjal akut dan pengenalan proses yang reversible dan
pemberian terapi yang tepat.

2
Pengobatan pada pasien GGA bertujuan untuk menghambat atau
memperlambat progesivitas penyakit serta mencegah terjadinya komplikasi.
Selain terhadap penyebabnya, pengobatan dilakukan juga untuk mengatasi
manifestasi klinis. Pencegahan dan deteksi dini merupakan hal yang sangat
penting, karena dengan deteksi dini progesivitas penyakit dapat dikendalikan.

Pasien dengan GGA perlu diterapi di pusat kesehatan dengan pelayanan


multidisiplin yang mencakup pelayanan medis, sosial, nutrisi, dan psikologi.
Pemantauan klinis dan laboratorium dilakukan secara teratur. Pemeriksaan darah
meliputi hemoglobin, ureum, kreatinin, albumin, elektrolit, dan alkalin fosfatase.
Secara umum tatalaksana GGA terdiri dari memperlambat perburukan fungsi
ginjal, mencegah dan mengobati komplikasi, serta mengganti fungsi ginjal dengan
dialisis dan transplantasi bila terindikasi.

3
BAB II
LAPORAN KASUS

2.1 Identitas Pasien


Nama : Zulfahmi
Tanggal Lahir : 01 Oktober 2006
Umur : 9 tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Suku : Aceh
Agama : Islam
Alamat : Beungga, Tangse, Pidie
No CM : 1092238
Tanggal Masuk : 31 Mei 2016
Tanggal Pemerriksaan : 02 Juni 2016

2.2 Identitas Keluarga


Nama Keluarga : Maulita
Umur : 24 tahun
Suku : Aceh
Agama : Islam
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : Mahasiswa
Alamat : Beungga, Tangse, Pidie

2.3 Anamnesis
Alloanamnesis
Keluhan Utama :
Sesak napas
Keluhan Tambahan :
Urin sedikit, muntah

Riwayat Penyakit Sekarang :


Pasien datang dengan keluhan sesak nafas sejak 2 minggu yang lalu, dan
memberat sejak 1 hari sebelum masuk rumah sakit. Sebelumnya sesak telah

4
dialami pasien 2 minggu yang lalu dan pasien telah di rawat di rumah sakit
Tangse selama 4 hari dan keluhan sesak nafas membaik. Namun 2 hari
kemudian keluhan sesak kembali di keluhkan pasien, sehingga pasien
kembali dirawat dan dirujuk ke RSUDZA. Keluhan sesak dirasakan tiba-
tiba. Tidak dipengaruhi oleh aktivitas maupun cuaca. Pasien juga
mengeluhkan mual dan muntah yang dialami selama 3 hari. Muntah
dirasakan lebih dari 5x sehari dengan volume sedikit. Muntah berisi cair dan
makanan. Perut terasa kembung dan tidak nyeri. Menurut keluarga pasien,
dalam 1 bulan terakhir BAK pasien berjumlah sedikit, yaitu 800 cc per
hari. Tidak terdapat perubahan warna ataupun bau pada urin.BAB tidak ada
keluhan. Riwayat demam (+) dialami pasien 1 minggu yang lalu, namun
saat dilakukan pemeriksaan pasien telah bebas demam selama 3 hari. Batuk
tidak dikeluhkan.

Riwayat Penyakit Dahulu :


Pasien sebelumnya tidak pernah mengalami keluhan sakit seperti yang
dikeluhkan sekarang. Riwayat hipertensi (-), riwayat DM (-) dan tidak ada
riwayat penyakit lainnya.

Riwayat Penyakit Keluarga :


Pada keluarga pasien tidak ada yang menderita penyakit yang sama. Di
lingkungan terdekat pasien juga tidak ada yang memiliki keluhan yang
sama. Ayah pasien memiliki riwayat hipertensi lama.

Riwayat Pemakaian Obat :


2 minggu yang lalu pasien pertama kali mengeluhkan sesak dan telah
dirawat, mendapatka pengobatan : ceftriaxone, furosemide dan captopril.

Riwayat kehamilan dan persalinan

Prenatal

5
Selama hamil ibu melakukan ANC teratur pada bidan di Puskesmas
kurang lebih sebanyak 6 kali selama kehamilan. Selama kehamilan tidak ada
gangguan dan penyakit yang dialami ibu. Ibu tidak memiliki riwayat hipertensi
dan kelainan metabolik lainnya.

Natal
Pasien merupakan anak kelima dari enam bersaudara. Pasien lahir cukup
bulan dibidan secara pervaginam dengan berat badan lahir 3100 gram. Bayi
menangis spontan setelah dilahirkan dan tidak terdapat kelainan pada saat bayi
lahir.

Postnatal
Riwayat imunisasi : Pasien diimunisasi sebanyak tiga kali yaitu Hb-0, BCG dan
Polio.

Riwayat pemberian makanan


0 3 bulan : ASI
3 bulan sampai dengan 18 bulan : ASI + MPASI
18 ulan sampai sekarang : Makanan keluarga

2.4 Pemeriksaan fisik


Tanda Vital
a. Status Present
Keadaan Umum : Pasien tampak lemas
Kesadaran : Compos mentis
Tekanan darah : 130/80 mmHg
Heart rate : 130 x / menit
Respiratory rate : 43 x / menit
Temperatur : 36,9 C

Data Antropometri
Berat badan : 25 kg
Panjang badan : 137 cm
BMI : 13 kg/m2
BBI : 45 kg

6
PBI : 158 cm

BB/U : 55 %
PB/U : 85 %
BB/TB : 78 % (gizi kurang)
Status gizi : Gizi Kurang

Kebutuhan cairan : (1000 x 10) + (50 x 10) + (20 x 5) ml/hari


= 1600 ml/ hari

Kebutuhan kalori = RDA (HA) x BB ideal


=(45-57) x 45
= 2,025 2.565 kkal/ hari

Kebutuhan protein = (45-57) x 0,08 x 45

4
= 40,5 51,3 gr protein/ hari

7
Status General
Kepala : Normocephali
Rambut : hitam sukar dicabut
Mata : jarak mata lebar, konj. palp. inf pucat (+/+), sklera ikterik (-/-),
mata cekung (-/-), pupil isokor (+), RCL (+/+), RTCL (+/+)
Telinga: Normotia, tidak tampak deformitas
Hidung : tidak tampak deformitas, NCH (-), sekret (-)
Mulut : Mukosa lembab (+), lidah tampak normal
Leher : Pembesaran KGB (-), tidak ada pembesaran tiroid.
Toraks : Simetris, vesikuler (+/+), rhonki (+/+), wheezing (-/-),stridor (-/-),
retraksi (-)
Jantung : BJ I > BJ II, reguler (+), bising (-)
Abdomen : Soepel, distensi(-), organomegali (-),
nyeri tekan (-), timpani, peristaltik (+).
Genitalia : Laki-laki, tidak ada kelainan.
Anus : Tidak ada kelainan
Ekstremitas
Superior Inferior
Penilaian
Kanan Kiri Kanan Kiri
Pucat Pucat Pucat Pucat Pucat
Sianosis Negatif Negatif Negatif Negatif
Edema Negatif Negatif Positif Positif
Tonus otot Normal Normal Normal Normal
Atrofi Negatif Negatif Negatif Negatif

Status neurologis
GCS : E4M6V5 = 15
Mata : bulat isokor
TRM : kaku kuduk (-)
Refleks fisiologis : normal
Refleks patologis : tidak ada
Sensorik/Otonom : dalam batas normal

8
2.5 Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan laboratorium
Jenis
31/5/2016 6/6/2016 Nilai Normal
Pemeriksaan
Darah
Hemoglobin 8,5 10,6 12,014,5(g/dl)
Rutin
Hematokrit 29 33 45-55 (%)

Eritrosit 3,3 4,1 4,7-6,1 (106/mm3)

Leukosit 31,8 8,3 4,5-10,5 (103/mm3)

Trombosit 446 294 150-450 (103 U/L)

MCV 88 80 80-100 Fl

MCH 26 26 27-31 pg

MCHC 30 32 32-36 %

RDW 14,8 16 11,5-14,5 %

MPV 11,0 10,3 7,2-11,1 Fl

LED - 75 <20 mm/jam


Hitung Jenis Eosinofil 0 7 0-6 %

Basofil 0 1 0-2 %

Netrofil Batang 0 1 2-6 %

Netrofil Segmen 77 41 50-70 %

Limfosit 18 36 20-40 %

Monosit 5 14 2-8 %
Elektrolit Na 133 141 135-145 mmol/L

K 6,7 2,6 3,5-4,5 mmol/L

Cl 100 95 90-110 mmol/L


Kimia Klinik GDS 57 - <200 mg/dL

Ureum 131 34 13-43 mg/dL

Creatinin 1,97 0,55 0,67-1,17 mg/dL


Perhitungan
eCCl 38,2 137 menurun

GFR 23 82 89 165 mL/min/1,73m2

Pemeriksaan urinalisa

9
Jenis Pemeriksaan 3/6/2016 Nilai Normal

Makroskopik Berat jenis 1,010 1,003 1,030

pH 8,5 5,0 9,0

Leukosit negatif Negatif

Protein Positif (+2) Negatif

Glukosa Negatif Negatif

Keton Negatif Negatif

Nitrit Negatif Negatif

Urobilinogen Negatif Negatif

Bilirubin Negatif Negatif

Darah positif Negatif


Mikroskopik

Sedimen Urin Leukosit 8 - 10 05

Eritrosit 40 50 02

Epitel 2- 4 0-2

Pemeriksaan radiologi (2/6/2016)

USG ginjal kanan dan kiri:

Ginjal kanan: ukuran normal, intensitas echo parenkim meningkat, batas cortex
dan medulla tampak jelas, tampak ectasis ringan system pelviocaliceal, tak
tampak batu/kista/massa

Ginjal kiri: ukuran normal, intensitas echo parenkim meningkat, batas cortex dan
medulla tampak jelas, tampak ectasis ringan system pelviocaliceal, tak tampak
batu/kista/massa

Kesan : Parenchymal kidney disease (Glomerulonefritis akut)

Hidronefrosis ringan bilateral

2.6 Diagnosis
Acute Kidney Injury ec Glomerulonefritis akut + Hipertensi
2.7 Penatalaksanaan
O2 2-4 L/ menit
IVFD Dext. 5% 10 gtt/i (mikro)

10
Inj. Ceftriakson 1 gr/12 jam
Inj furosemide 20 mg/8 jam
Lisinopril 1x2,5mg
Valsartan 1x12 mg

2.8 Prognosis
Quo et vitam : dubia
Quo et functionam : dubia
Quo et sanactionam : dubia

2.8 Follow Up Harian


Tanggal Pemeriksaan fisik dan penunjang Terapi

31/05/2016 S/ Sesak (+), edema tungkai (+) Th/


BB: 25 kg O/ GCS :15 O2 2-4 L/ menit
TB: 137 cm HR: 98 x/i TD : 130/80 mmHg IVFD Dext. 5% 10
RR: 43x/i T : 36,9 0 c gtt/i (mikro)
Ass/ CKD + Hipertensi Inj. Ceftriakson 1
P/ cek DR, foto thorax, USG urologi, gr/12 jam
Rawat ruangan Seurunee Inj furosemide 20
mg/8 jam
Amlodipin 1x5mg
01/06/2016 S/ Sesak (+) berkurang, BAK Th/
BB: 25 kg berdarah
TB: 137 cm O/ GCS :15 O2 2-4 L/ menit
HR: 96 x/i TD : 120/70 mmHg IVFD Dext. 5% 10
RR: 32x/i T : 36,7 0 c gtt/i (mikro)
Ass/ CKD + Hipertensi Inj. Ceftriakson 1
P/ Urinalisa gr/12 jam
Inj furosemide 20
mg/8 jam
Amlodipin 1x5mg
02/06/2016 S/ BAK merah Th/
BB: 25 kg O/ GCS :15
TB: 137 cm HR: 88 x/i TD : 120/80 mmHg IVFD Dext. 5% 10
RR: 26 x/i T : 37,2 0 c gtt/i (mikro)
Ass/ CKD + Hipertensi Inj. Ceftriakson 1
P/ cek ulang DR gr/12 jam
Inj furosemide 20
mg/8 jam
Amlodipin1x5mg
Valsartan 1x12 mg
03/06/2016 S/ BAK merah Th/
BB: 25 kg O/ GCS :15
TB: 137 cm HR: 80 x/i TD : 120/80 mmHg IVFD Dext. 5% 10
RR: 24 x/i T : 37,2 0 c gtt/i (mikro)
Inj. Ceftriakson 1

11
Ass/ AKI+ Hipertensi gr/12 jam
P/ Inj furosemide 20
mg/8 jam
Lisinopril 1x2,5mg
Valsartan 1x12 mg
04/06/2016 S/ BAK merah Th/
BB: 25 kg O/ GCS :15
TB: 137 cm HR: 92x/i TD : 110/70 mmHg IVFD Dext. 5% 10
RR: 22 x/i T : 36,8 0 c gtt/i (mikro)
Ass/ AKI+ Hipertensi Inj. Ceftriakson 1
P/ gr/12 jam
Inj furosemide 20
mg/8 jam
Lisinopril 1x2,5mg
Valsartan 1x12 mg
05/05/2016 S/ Pucat (-) Th/
BB: 25 kg O/ GCS :15
TB: 137 cm HR: 92 x/i TD : 110/80 mmHg IVFD Dext. 5% 10
RR: 20 x/i T : 37,1 0 c gtt/i (mikro)
Ass/ AKI+ Hipertensi Inj. Ceftriakson 1
P/ gr/12 jam
Inj furosemide 20
mg/8 jam
Lisinopril 1x2,5mg
Valsartan 1x12 mg

12
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA

3.1 Definisi Acute Kidney Injury

Gagal ginjal akut (GGA) merupakan suatu sindrom klinik akibat adanya
gangguan fungsi ginjal yang terjadi secara mendadak (dalam beberapa jam sampai
beberapa hari) yang menyebabkan retensi sisa metabolisme nitrogen
(urea/creatinin) dan untuk nitrogen, dengan atau tanpa disertai oligouri.Tergantung
dari keparahan dan lamanya gangguan fungsi ginjal, retensi sisa metabolisme
tersebut dapat disertai dengan gangguan metabolic lainnya seperti asidosis dan
hiperkalemia, gangguan kesimbangan cairan, serta dampak terhadap berbagai
organ tubuh lainnya.

GGA didefinisikan sebagai penurunan fungsi ginjal yang mendadak dan


bersifat progresif dengan akibat terjadinya peningkatan metabolik persenyawaan
nitrogen seperti ureum dan kreatinin serta gangguan keseimbangan cairan,
elektrolit dan asam basa yang seharusnya dikeluarkan oleh ginjal. Secara obyektif
GGA ditandai oleh salah satu dari kriteria di bawah ini:

1. Peningkatan kreatinin serum 0.3 mg/dL dalam 48 jam, atau


2. Peningkatan kreatinin serum 1.5 kali dari data dasar yang diketahui atau
diduga peningkatan tersebut timbul dalam 7 hari; atau
3. Volume urin< 0.5 mL/kg/jam selama 6 jam

3.2 Epidemiologi

Acute Kidney Injury atau gangguan ginjal akut yang dikenal sebagai gagal
ginjal akut (GGA). GGA sering dijumpai sebagai komplikasi pasien rawat inap di
rumah sakit, dan diketahui merupakan kondisi yang berhubungan dengan
peningkatan risiko morbiditas dan mortalitas. GGA cenderung meningkatkan
lama rawat di pediatricintensivecare unit (PICU) maupun di rumah sakit, dan
dilaporkan memiliki angka kematian sampai 46% pada anak dalam kondisi sakit

13
kritis, atau 4-5 kali memiliki risiko yang lebih tinggi dalam menyebabkan
kematian dibanding pasien non-GGA.
Pada suatu penelitian pasien dewas, insiden dari GGA sekitar
209/1.000.000 populasi, dan penyebab utama dari GGA yaitu pre-renal sekitar
21% dari pasien dan nekrosis tubular akut sekitar 45%. Pada penelitian di pusat
kesehatan tersier, 227 anak mendapat dialisis selama interval 8 tahun dengan
insiden sekitar 0,8/100.000 total populasi. Angka kejadian GGA pada anak yang
terlihat meningkat itu juga mengalami pergeseran etiologi dari yang sebelumnya
penyakit ginjal primer sebagai penyebab, saat ini lebih banyak disebabkan
berbagai penyakit lain di luar ginjal - misalnya sepsis, serta dapat pula timbul
sebagai komplikasi tindakan - misalnya pada pasien operasi bypass kardio
pulmonal.

3.3 Etiologi dan Patofisiologi

Fungsi ginjal yang baik dipengaruhi oleh beberapa hal, yaitu aliran darah
ke ginjal yang adekuat, integritas parenkim ginjal dan patensi saluran kemih.
Berdasarkan 3 faktor tersebut maka pembagian GGA yaitu prerenal, renal, dan
postrenal masih relevan digunakan untuk klasifikasi GGA saat ini.

14
Beberapa penelitian menunjukkan, faktor lingkungan dan faktor genetic
berperan dalam berkembangnya GGA neonatus dan anak. Gen polimprfi sebagian
dihubungkan dengan terjadinya GGA. Gen polimorfi dari Angiotensi
Concervating Enzym (ACE) atau Angiotensin Reseptor Gene, berpengaruh
terhadap system rennin angiotensisn, yang sedikit berperan dalam berkembangnya
terjadinya GGA.

GGA prerenal terjadi bila aliran darah ke ginjal berkurang. Pada kondisi
ini ginjal sebenarnya dalam keadaan normal, sehingga fungsi ginjal akan segera
membaik bila aliran darah diperbaiki. GGA prerenal yang berkelanjutan akan
dapat mengakibatkan hipoksia/iskemiatubular akut pada ginjal. Pada gangguan
prerenal, tubulus menunjukkan respon yang baik terhadap penurunan perfusi
ginjal dengan cara mempertahankan natrium dan air, sehingga osmolalitas urin
meningkat di atas 400-500 mosmol/L, natrium urin kurang dari 10-20 mEq/L dan
fraksi ekskresi natrium <1%. Karakteristik ini terjadi dengan syarat fungsi tubulus
sebelum GGA baik. Sebaliknya tubulus yang telah mengalami gangguan, yaitu
pada GnGArenal atau intrinsik, tidak dapat menahan natrium dan air secara
adekuat, akibatnya adalah osmolalitas urin menjadi <350 mosmol/L, natrium
urin>30-40 mEq/L, dan fraksi ekskresi natrium >2%. GnGArenal atau intrinsik
dapat dibagi berdasarkan lokasi kelainan, yaitu glomerulus, tubulus, interstisial,
dan vaskular, sedangkan GGA pasca renal disebabkan oleh obstruksi aliran urin.
Etiologi GnGA berdasarkan jenis gangguan dapat dilihat pada tabel.

3.4 Diagnosis

GGA merupakan komplikasi suatu penyakit yang bisa primernya terdapat


di ginjal, di luar ginjal, maupun dari tindakan medis. Etiologi GGA pada sebagian
besar pasien dapat diketahui melalui anamnesis dan pemeriksaan fisik yang baik.
Bahkan pada kelompok pasien tertentu harus dievaluasi GGA secara dini, yaitu
dengan kondisi seperti: 1) hipovolemia berat: muntah, diare, perdarahan, beberapa
kondisi poliuria misalnya ketoasidosisdiabetik, asidosis tubular renal dan
tubulopati kronik. 2) Gejala yang mengarah pada penyakit ginjal akut: oliguria

15
akut, edema, hematuria makroskopis, termasuk gejala yang mengarah pada
kelainan sistemik yang sering melibatkan ginjal seperti purpura, ruam malar, nyeri
sendi. 3) Penyakit kritis dengan predisposisi ke arah gagal organ multipel: sepsis,
post operasi bypass kardiopulmonal, kondisi imunokompromais atau netropenia
pada pasien onkologi. dalam kemoterapi atau tansplantasi sumsum tulang. 4)
Bayi baru lahir (kurang dari 72 jam) yang mengalami oliguria atau anuria,
etiologinya dapat kelainan ginjal di parenkim maupun vascular.

Saat ini oliguria merupakan satu-satunya tanda spesifik yang mengarahkan


klinisi pada diagnosis GGA, namun harus diingat bahwa ada GGA yang sifatnya
non-oligurik. Pada pemeriksaan fisik dapat ditemukan penurunan kesadaran
akibat ureum yang tinggi dan pernapasan yang cepat dan dalam akibat asidosis
metabolik. Pasien juga umumnya menunjukkan tanda ketidakseimbangan cairan,
baik berupa tanda hipovolemia maupun hipervolemi. Pemeriksaan penunjang
yang penting untuk diagnosis GGA adalah peningkatan ureum (atau nitrogen urea
darah/BUN) dan kreatinin. Setelah ditegakkan diagnosis GGA maka diperlukan
pemeriksaan penunjang untuk mengetahui komplikasi, yaitu pemeriksaan
elektrolit dan bikarbonat darah. Gangguan keseimbangan elektrolit yang dapat
timbul pada GnGA adalah hiperkalemia, hipokalsemia, dan hiperfosfatemia.
Hipo-maupun hipernatremia dapat pula dijumpai sebagai akibat dehidrasi atau
kelebihan cairan. Tanda- tanda dehidrasi perlu dicari karena merupakan penyebab
pre-renl injury. Bila pasien ditemukan oliguria, takikardia, mulut kering, hipotensi
ortostatik kemungkingan penyebab pre-renal injury. Pada pemeriksaan fisik perlu
dicari tanda-tanda penyakit sistemik multiorgan seperti lupus eritematosus
sistemik yaitu dengan memeriksa kulit, sendi, kelenjar getah bening. Retensi urin
dengan gejala kandung kemih yang teraba membesar menunjukkan adanya
sumbatan di bawah vesika urinaria yaitu katup uretra posterior.

3.5 Manifestasi Klinis

Manifestasi klinis yang dapat terjadi pada penderita GGA seperti: tampak
sangat lemas dan letargi disertai mual, muntah, diare, pucat (anemia), dan

16
hipertensi. Dapat juga terjadi Nokturia (buang air kecil di malam hari),
pembengkakan tungkai, kaki atau pergelangan kaki, pembengkakan yang
menyeluruh (karena terjadi penimbunan cairan), berkurangnya rasa, terutama di
tangan atau kaki, tremor tangan, kulit dari membran mukosa kering akibat
dehidrasi, nafas dapat berbau urin (foto uremik), dan kadang-kadang dapat
dijumpai adanya pneumonia uremik. Manisfestasi lain dapat terjadi di sistem saraf
(lemah, sakit kepala, penurunan kesadaran, dan kejang). Manifestasi yang
tersering adalah perubahan pengeluaran produksi urine, peningkatan konsentrasi
serum ureum, kadar kreatinin, dan laju endap darah (LED).

3.6 Klasifikasi

Dalam mendiagnosa penyakit GGA, terdapat kriteria yang digunakan.


Kriteria ini dikategorikan dalam 3 stadium disfungsi renal dengan dasar kadar
serum kreatinin yang merefleksikan penurunan laju filtrasi glomerulus (LFG)
disertai penurunan durasi produksi urin,kriteria tersebut yaitu risk, injury dan
failure, ditambah 2 variabel luar yaitu loss dan end-stage. Dengan kriteria RIFLE,
klinisi dapat menentukan apakah seorang pasien masuk ke stadium dimana
kerusakan ginjal masih dapat dicegah, atau terjadinya kerusakan ginjal ataupun
telah terjadi gagal ginjal.

Pada tahun 2007, Acute Kidney Injury Network (AKIN) membuat suatu
kriteria untuk menyempurnakan kriteria RIFLE dengan mempertimbangkan jika
terdapat peningkatan serum kreatinin (>0,3 mg/dL) ternyata sangat bermakna
dampaknya terhadap mortalitas pasien sehingga pasien tersebut digolongkan
sebagai AKI. Pada tahun yang sama dilakukan modifikasi kriteria RIFLE untuk
dipakai pada anak yang disebut pediatric RIFLE (pRIFLE). Pada Tabel dapat
dilihat perbandingan kriteria berdasarkan pRIFLE dan AKIN. Dalam seluruh
kriteria GGA yang ada, kreatinin serum merupakan salah satu indikator penilaian
untuk menentukan diagnosis GGA. Sampai saat ini berbagai bukti telah
menunjukkan bahwa kreatinin merupakan parameter yang tidak sensitif untuk
penyakit GGA, karena itu beberapa tahun terakhir berbagai penelitian diarahkan

17
untuk mencari biomarker baru untuk mengganti kreatinin yang diharapkan dapat
mendiagnosis GGA lebih dini sehingga terapi dapat lebih cepat diberikan dan
efektif mencegah progresifitas penurunan fungsi ginjal. Akan tetapi sampai saat
ini belum ada biomarker baru yang diaplikasikan untuk praktik klinis.

3.7 Tatalaksana

Tujuan tatalaksana pada GGA adalah untuk mempertahankan homeostasis


sampai fungsi ginjal mengalami perbaikan. Tatalaksana ini terdiri dari skrining
mengenai penyebab GGA, mengatasi komplikasi, terapi nutrisi, dialisis atau terapi
pengganti ginjal bila diperlukan, dan koreksi kelainan primer.

Pemantauan yang perlu dilakukan adalah tanda-tanda vital ( tensi, nadi,


pernafasan, ritme jantung ), pemeriksaan darah ( Hb, HT, Trombosit ), Ureum dan
kreatinin, Elektrolit ( K, Na, CL, Ca ), analisa gas darah, dieresis.

18
A. Keseimbangan cairan

Pemberian cairan yang adekuat merupakan tatalaksana penting pada GGA,


jumlah tergantung pada etiologi GnGA dan ada atau tidaknya gejala dan tanda
ketidakseimbangan cairan, baik yang mengarah kepada kondisi hipovolemia
(misalnya riwayat muntah atau diare, perdarahan) ataupun hipervolemia (misalnya
edema). Bila dibutuhkan resusitasi, NaCl 0,9% dapat diberikan 10-20 mL/kg.
Pada anak dengan kondisi kelebihan cairan, maka dilakukan restriksi cairan dan
diusahakan mengeluarkan cairan dengan pemberian diuretik, bahkan bila perlu
dialisis. Pemberian diuretik dapat mengubah GGA oliguria menjadi non-oliguria,
tetapi tidak ada bukti bahwa perubahan ini dapat memperbaiki prognosis.
Pemberian furosemid dengan infus kontinyu lebih efektif dan lebih kecil
toksisitasnya dibandingkan dengan bolus.18 Target pengeluaran cairan adalah 0,5
1% berat badan perhari.

B. Keseimbangan elektrolit dan asam basa

Hiponatremia sering didapatkan pada GGA, dapat menyertai kondisi


dehidrasi maupun kelebihan cairan (efek dilusi). Jika memang diperlukan koreksi
dapat menggunakan NaCl 3% (konsentrasi 514 mEq/L).Bila natrium lebih dari
120 mEq/L, restriksi dan pengeluaran cairan dengan dialisis dapat memperbaiki
kadar natrium. Koreksi diberikan bila natrium kurang dari 120 mEq/L karena
kondisi ini meningkatkan risiko kejang. Kebutuhan natrium dapat dihitung dengan
rumus sebagai berikut:

Kecepatan pemberian natrium intravena adalah 0,5-1 mEq/L/jam sampai


gejala hiponatremia tidak ditemukan lagi. Biasanya gejala klinis akan menghilang
pada konsentrasi natrium plasma 125-130 mEq/L. Peningkatan pemberian NaCl
3% ini dapat diikuti dengan pemberian furosemid jika diperlukan natrium selama
koreksi tidak boleh lebih dari 10 mEq/L/hari

19
Hiperkalemia merupakan kondisi mengancam jiwa yang sering didapatkan
pada pasien GGA. Terapi hiperkalemia diberikan bila kalium lebih dari 6-7mEq/L
dengan memberikan natrium bikarbonat 0,5 1 mEq/kg/dosis, insulin intravena
atau inhalasi dengan beta-2 agonis yaitu albuterol/salbutamol dapat diberikan
untuk membuat kalium masuk ke dalam sel. Kalsium glukonas 10% 0,5 mL/kgbb
intravena dalam 10-15 menit dapat pula diberikan dengan tujuan meningkatkan
ambang eksitasi sel miokard dan mencegah efek depolarisasi akibat
hiperkalemia.14 Asidosis metabolik dapat dikoreksi dengan natium bikarbonat
dengan rumus berat badan x ekses basa x 0,3 (mEq) intravena maupun oral.
Landasan terapi didapatkan dari hasil pemeriksaan analisis gas darah, dan bila
pemeriksaan ini tidak dapat dilakukan maka natrium bikarbonat diberikan 2-3
mEq/kgbb.14 Hiperfosfatemia ditatalaksana dengan restriksi fosfat dari diet dan
pemberian pengikat fosfat, yaitu kalsium karbonat (CaCO3) 50 mg/kgbb/hari
yang diberikan bersamaan dengan saat makan. Hipokalsemia harus segera
dikoreksi bila terdapat tetani, yaitu dengan kalsium glukonas 10% 0,5
mL/kgbbintravena dalam 5-10 menit, dilanjutkan dengan dosis rumatan 1-4
gram/hari.

C. Gejala komplikasi lain

Gejala komplikasi GGA yang memerlukan penangan segera misalnya


krisis hipertensi, kejang atau anemia. Krisis hipertensi dapat diatasi dengan
pemberian nifedipinsublingual, klonidindrip, atau nikardipindrip. Pada kondisi
yang berhubungan dengan kelebihan cairan, maka diuretik merupakan pilihan
awal. Antihipertensi lain yang dianjurkan adalah golongan penghambat kalsium
(nifedipin atau amlodipin).

D. Nutrisi

GGA seringkali berhubungan dengan meningkatnya katabolisme yang


akan memperlambat perbaikan fungsi ginjal. Pemberian nutrisi yang adekuat
merupakan komponen penting dalam tata laksana GGA. Nutrisi parenteral
diberikan bila pasien tidak dapat menerima nutrisi enteral. Protein diberikan 0,8-2
g/kg/hari, jumlah yang besar dipertimbangkan pemberiannya pada pasien yang
dalam terapi dialysis atau pengganti ginjal.

20
E. Pemberian obat

Mekanisme eliminasi obat dan penyesuaian dosis perlu dipertimbangkan


dalam pemberian obat pada pasien GGA. Sedapat mungkin obat-obat yang
mengganggu fungsi ginjal dihindari, namun demikian harus dilakukan evaluasi
yang ketat. Perfusi ginjal yang tidak adekuat merupakan proses yang mendasari
GGA. Atas dasar hal tersebut dilakukan penelitian terhadap obat vasodilator untuk
menangani GGA, namun hasilnya kurang memuaskan. Pada penelitian di dewasa,
dopamin dosis rendah, atau disebut dosis renal ternyata tidak dapat mencegah
gagal ginjal (stadium failure dari RIFLE), atau menurunkan kebutuhan dialisis
dan mortalitas.

F. Terapi pengganti ginjal (dialisis)

Terapi pengganti ginjal bertujuan untuk mengeluarkan cairan dan toksin


baik endogen maupun eksogen, serta mempertahankan keseimbangan elektrolit
dan asam basa sampai fungsi ginjal kembali normal. Indikasi untuk melakukan
terapi ini adalah pada AKI tahap III atau tahap II yang gagal pada pengobatan
konservatif, yaitu bila: 1) Kadar ureum darah > 200 mg/dL, 2) Hiperkalemia> 7,5
mEq/L, 3) Bikarbonas serum < 12 mEq/L, 4) Adanya gejala overhidrasi: edema
paru, dekompensasi jantung, dan hipertensi yang tidak dapat diatasi dengan obat-
obatan.

Perburukan keadaan umum dengan gejala uremia berat: perdarahan,


kesadaran menurun sampai koma. Indikasi terapi pengganti ginjal yang dianjurkan
berdasarkan bukti penelitian terbaru adalah kelebihan cairan lebih dari 15%.20
Pilihan terapinya adalah dialisisperitoneal (DP), hemodialisis (HD) atau
continuous renal replacement therapy (CRRT).

Dengan kemajuan mesin HD dan saat ini ditambah dengan pilihan CRRT,
maka penggunaan DP menurun kecuali pada bayi dan anak kecil yang akses
vaskularnya sulit. Namun pemilihan modalitas dialisis juga perlu
mempertimbangkan ketersediaan dan kemampuan pusat pelayanan kesehatan
dalam hal fasilitas maupun sumber daya manusia.

21
3.8 Prognosis

Prognosis GGA tergantung pada etiologi dan umur pasien, namun angka
kematian memang masih tinggi yaitu 40-70%. Anak dengan GGA yang memiliki
komponen kegagalan multisystem memiliki angka mortalitas lebih tinggi
dibandingkan dengan anak dengan penyakit renal instriksi. Anak dengan
nephrotoxic GGA dan hypoxic/ischemic GGA biasanya fungsi ginjal akan kembali
normal.. Untuk prognosis jangka panjang, sebelumnya dianggap bahwa pasien
yang sembuh dari GGA dan memiliki fungsi ginjal normal kembali memiliki
risiko morbiditas dan mortalitas yang sama dengan populasi umum. Belakangan
dilaporkan bahwa pada sekitar 10% anak pada kondisi yang disebutkan di atas
didapatkan hiperfiltrasi, hipertensi, dan mikroalbuminuria pada 6-12 bulan pasca
GGA. Hal ini tentu menjadikan populasi ini berisiko yang lebih tinggi untuk
mengalami penurunan fungsi ginjal yang progresif. Dari hal tersebut, maka anak
yang sembuh dari GGA perlu dipantau untuk dapat mendeteksi dini tanda
kerusakan ginjal sehingga dapat dilakukan intervensi dini pula. Pemberian obat
penghambat enzim konversi angiotensin (ACE inhibitor), penghambat reseptor
angiotensin atau terapi renoprotektor lain dapat diberikan dalam upaya mencagah
penurunan fungsi ginjal.

22
BAB IV
PEMBAHASAN

Ginjal merupakan organ yang berfungsi untuk mengekskresikan zat-zat


metabolisme yang tidak dapat digunakan lagi seperti ureum dan kreatin melalui
urin. Ginjal juga merupakan organ yang berfungsi untuk mengatur keseimbangan
elektrolit. Zat-zat tersebut, seperti ureum, kreatinin akan menimbulkan gejala-
gejala spesifik di dalam tubuh juga tidak diekskresikan. Pada pasien ditemukan
riwayat tidak bisa buang air kecil selama 48 jam. Pada GGA dapat terjadi
penurunan filtrasi glumerulus yang akan menghasilkan urin, tidak hanya
penurunan filtrasi akan tetapi dapat terjadi gangguan fungsi ginjal yang akan
menyebabkan gagalnya filtrasi glomerulus yang pada akhirnya ginjal tidak
mampu memproduksi urin untuk mengekresi bahan-bahan tersebut. Kecepatan
filtrasi dari glumerulus untuk memproduksi urin dapat dinilai dengan menghitung
jumlah dari kreatinin. Pada pasien, nilai kreatinin intravaskular sangat tinggi dan
memiliki nilai glomerulus filtrationrate (GFR) mencapai 19. Pada GGA terjadi
penurunan GFR, dimana nilai normal GFR untuk usia 9 bulan mencapai 40-157.
Dari penilaian laboratorium terdapat penurunan nilai GFR secara signifikan dan
dapat juga dinilai dari klinis bahwa terjadi penurunan produksi urin dalam 48 jam
terakhir. Dalam kriteria Rifle bahwa keadaan anuria pada pasien yang terjadi
selama 12 jam telah dikategorikan pada GGA stadium Failure.

Kadar ureum yang tinggi pada intravaskular, dapat menimbulkan banyak


gejala spesifik tergantung dari organ mana yang terkena sifat toksik dari ureum.
Sebagai contoh seperti pada mata dapat terjadi foto uremik, yaitu penurunan
fungsi penglihatan yang disebabkan toksisita dari ureum, pada kulit dapat timbul
pruritus, pada paru dapat timbul pulmonaryuremic. Pada pasien didapati
penurunan kesadaran. Penurunan kesadaran pada pasien dapat di sebabkan banyak
hal, akan tetapi penyebab yang paling mungkin terjadi adalah uremi
encephalophaty, dimana uremic encephalophaty merupakan suatu kelainan otak
organik yang disebabkan tingginya kadar ureum yang dapat menurunkan kadar
neuro transmiter di otak. Pasien juga mengeluh tentang gejala pada saluran

23
gastrointestinal seperti diare, keluhan ini sama halnya dengan gejala penurunan
kesadaran dimana ureum berperan penting dalam penyebab diare.

Pada keadaan GGA, keadaan intravaskular harus selalu dokontrol dengan


cara pemeriksaan laboratorium. Pada pasien dilakukan pemeriksaan
Laboratorium darah rutin, fungsi ginjal, dan elektrolit guna memonitoring hal
tersebut dan didapatkan bahwa pasien mengalami Anemia, peningkatan kadar
ureum dan kreatinin dalam darah dan juga hiponatremi juga hiperkalemi. Pada
penderita GGA, pemeriksaan darah rutin bertujuan untuk menilai anemia yang
dikarenakan kerusakan ginjal, menilai leukosit yang dapat meningkat
dikarenakan terjadinya infeksi. Selain itu, pemeriksaan fungsi ginjal dilakukan
untuk menilai kadar kreatinin dan ureum intravaskular yang menggambarkan
seberapa parah dari kerusakan ginjal tersebut dan pemeriksaan elektrolit
dilakukan karena pada penderita GGA sering terjadi ketidakseimbangan
elektrolit.

Prinsip penatalaksanaan GGA adalah mempertahankan keadaan homeostasis


sampai keadaan fungsi ginjal membaik. Pada pasien diberikan diuretik dan
antibiotik yang bertujuan untuk membantu proses pengeluaran urin dan profilaksis
terhadap infeksi. GGA dapat disebabkan banyak faktor, yang terdiri dari prerenal
seperti hipovolumintra vaskular yang berkelanjutan, intra Arenal seperti
gluronefritis akut, post arenal seperti ureterolitiasis. Penanganan gejala yang di
timbulkan GGA sangat penting untuk di tangani seperti terjadinya anemia,
peningkatan ureum, kreatinin, dan ketidakseimbangan elektrolit. Pada pasien
dilakukan koreksi dari simptom tersebut dengan pemberian transfusi PRC,
pemberian KSR.

24
BAB V
KESIMPULAN

GGA adalah penurunan fungsi ginjal yang mendadak dan bersifat


progresif dengan akibat terjadinya peningkatan metabolit persenyawaan nitrogen
seperti ureum dan kreatinin serta gangguan keseimbangan cairan. Kondisi ini
merupakan kegawatdarutan medis yang perlu penangan segera karena
mortalitasnya yang tinggi, namun di sisi lain penanganan yang cepat dan tepat
pada GGA dapat membuat fungsi ginjal kembali normal. Karena itu kemampuan
mengenali GGA dan memberikan tatalaksana yang tepat sangat penting. Hal lain
yang perlu diperhatikan adalah keputusan untuk melakukan terapi pengganti
ginjal, anjuran yang berkembang saat ini lebih pada kondisi klinis kelebihan
cairan yang sulit teratasi dengan obat, karena terdapat bukti bahwa hal ini akan
memperbaiki prognosis. Pada acute kidney injury, angka kematian tergantung
kepada penyebabnya, usia penderita dan lua kerusakan ginjal yang terjadi. Pada
anak, penelitian tentang acute kidney injury terbatas sehingga saat ini, penanganan
GGA sering terlambat sehingga angka mortalitas menjadi tinggi.

25
DAFTAR PUSTAKA

1. Guyton and Hall.1997. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Edisi 9. EGC. Jakarta

2. Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia. 2006. Buku Ajar


IlmuPenyakit Dalam Jilid 1 Edisi 4. Balai Penerbitan Dep. IPP. FKUI. Jakarta

3. Curhan GC, Norris KC, Wish JB. Living well with chronic kidney disease.
American Kidney Fund 2004; (online), (http://www.kidneyfund.org.html,
diakses 2 Mei 2005).
4. Johnson CA, Levey AS, Coresh J, et al. Clinical practice guidelines for
chronic kidney disease in adult: part I. definition, disease stages, evaluation,
treatment, and risk factors. American Family Physician 2004; 7:869-876
5. Watnick, Suzanne dan Gail Morrison. Kidney dalam Current Medical
Diagnosis & Treatment, 45th Edition(e-book version). Editor : Tierney,
Lawrence. McGraw-Hill, USA. 2006; p 907-14
6. Guyton, Arthur C dan Jhon E Hall.Peran Ginjal yang Dominan dalam
Pengaturan Tekanan Arteri Jangka Panjang dan dalam Hipertensi: Sistem
Terpadu untuk Pengaturan Tekanan dalam Buku Ajar Fisiologi Kedokteran
Edisi 9. EGC, Jakarta. 1997; p 227-98.
7. Mansjoer Am, et al. Kapita Selekta Kedokteran Edisi 3. 1999. FKUI, Jakarta
8. Kennedy, David et al. Effect of Chronic Renal Failure on Cardiac Contractile
Function, Calcium Cycling, and Gene Expression of Proteins Important for
Calcium Homeostasis in the Rat. J Am Soc Nephrol. 2003; 14:90-97, 2003

9. Mubin, Halim. 2007. Panduan Praktis Ilmu Penyakit Dalam Diagnosis dan
Terapi Edisi 2. EGC. Jakarta.

10. Pranawa. Pengendalian Tekanan Darah dan Perlindungan Organ Target : Hasil
Uji Klinis. Dalam : Pendidikan Kedokteran Berkelanjutan Ilmu Penyakit
Dalam III. 2003. Banjarmasin.

26

Anda mungkin juga menyukai