Disusun oleh:
Agnia Rahmani
1507101030015
Pembimbing:
dr. Syafruddin Haris, Sp.A (K)
1
BAB I
PENDAHULUAN
Gagal ginjal akut (GGA) atau dikenal sebagai Acute Kidney Injury (AKI)
adalah penurunan fungsi ginjal mendadak dengan akibat hilangnya kemampuan
ginjal untuk mempertahankan homeostasis tubuh. Adapula yang mendefinisikan
gagal ginjal akut sebagai nsuatu sindrom yang ditandai dengan penurunan fungsi
ginjal yang mendadak dengan akibat terjadinya penimbunan hasil metabolit
persenyawaan nitrogen seperti ureum dan kreatinin. Gagal ginjal akut pada anak
dihubungkan dengan terjadinya hipoksia/iskemia seperti pada glomerulonefritis
akut dan penyebab lainnya yang menimbulkan gejala oliguria atau anuria
(produksi urin < 500 ml/24 jam pada anak yang lebih besar atau produksi urin < 1
ml/24 jam pada anak balita dan bayi).
Gagal ginjal akut merupakan sindroma klinis yang lazim, terjadi sekitar
5% pasien yang dirawat inap dan sebanyak 30% pasien yang dirawat di unit
perawatan intensif. Berlawanan dengan gagal ginjal kronik, sebagian besar pasien
gagal ginjal akut biasanya memiliki fungsi ginjal yang sebelumnya normal dan
keadaan ini umumnya dapat pulih kembali. Dengan terjadinya penurunan fungsi
ginjal yang cepat,untuk itu dibutuhkan diagnosis dini yang akurat untuk
mengetahui penyebab gagal ginjal akut dan pengenalan proses yang reversible dan
pemberian terapi yang tepat.
2
Pengobatan pada pasien GGA bertujuan untuk menghambat atau
memperlambat progesivitas penyakit serta mencegah terjadinya komplikasi.
Selain terhadap penyebabnya, pengobatan dilakukan juga untuk mengatasi
manifestasi klinis. Pencegahan dan deteksi dini merupakan hal yang sangat
penting, karena dengan deteksi dini progesivitas penyakit dapat dikendalikan.
3
BAB II
LAPORAN KASUS
2.3 Anamnesis
Alloanamnesis
Keluhan Utama :
Sesak napas
Keluhan Tambahan :
Urin sedikit, muntah
4
dialami pasien 2 minggu yang lalu dan pasien telah di rawat di rumah sakit
Tangse selama 4 hari dan keluhan sesak nafas membaik. Namun 2 hari
kemudian keluhan sesak kembali di keluhkan pasien, sehingga pasien
kembali dirawat dan dirujuk ke RSUDZA. Keluhan sesak dirasakan tiba-
tiba. Tidak dipengaruhi oleh aktivitas maupun cuaca. Pasien juga
mengeluhkan mual dan muntah yang dialami selama 3 hari. Muntah
dirasakan lebih dari 5x sehari dengan volume sedikit. Muntah berisi cair dan
makanan. Perut terasa kembung dan tidak nyeri. Menurut keluarga pasien,
dalam 1 bulan terakhir BAK pasien berjumlah sedikit, yaitu 800 cc per
hari. Tidak terdapat perubahan warna ataupun bau pada urin.BAB tidak ada
keluhan. Riwayat demam (+) dialami pasien 1 minggu yang lalu, namun
saat dilakukan pemeriksaan pasien telah bebas demam selama 3 hari. Batuk
tidak dikeluhkan.
Prenatal
5
Selama hamil ibu melakukan ANC teratur pada bidan di Puskesmas
kurang lebih sebanyak 6 kali selama kehamilan. Selama kehamilan tidak ada
gangguan dan penyakit yang dialami ibu. Ibu tidak memiliki riwayat hipertensi
dan kelainan metabolik lainnya.
Natal
Pasien merupakan anak kelima dari enam bersaudara. Pasien lahir cukup
bulan dibidan secara pervaginam dengan berat badan lahir 3100 gram. Bayi
menangis spontan setelah dilahirkan dan tidak terdapat kelainan pada saat bayi
lahir.
Postnatal
Riwayat imunisasi : Pasien diimunisasi sebanyak tiga kali yaitu Hb-0, BCG dan
Polio.
Data Antropometri
Berat badan : 25 kg
Panjang badan : 137 cm
BMI : 13 kg/m2
BBI : 45 kg
6
PBI : 158 cm
BB/U : 55 %
PB/U : 85 %
BB/TB : 78 % (gizi kurang)
Status gizi : Gizi Kurang
4
= 40,5 51,3 gr protein/ hari
7
Status General
Kepala : Normocephali
Rambut : hitam sukar dicabut
Mata : jarak mata lebar, konj. palp. inf pucat (+/+), sklera ikterik (-/-),
mata cekung (-/-), pupil isokor (+), RCL (+/+), RTCL (+/+)
Telinga: Normotia, tidak tampak deformitas
Hidung : tidak tampak deformitas, NCH (-), sekret (-)
Mulut : Mukosa lembab (+), lidah tampak normal
Leher : Pembesaran KGB (-), tidak ada pembesaran tiroid.
Toraks : Simetris, vesikuler (+/+), rhonki (+/+), wheezing (-/-),stridor (-/-),
retraksi (-)
Jantung : BJ I > BJ II, reguler (+), bising (-)
Abdomen : Soepel, distensi(-), organomegali (-),
nyeri tekan (-), timpani, peristaltik (+).
Genitalia : Laki-laki, tidak ada kelainan.
Anus : Tidak ada kelainan
Ekstremitas
Superior Inferior
Penilaian
Kanan Kiri Kanan Kiri
Pucat Pucat Pucat Pucat Pucat
Sianosis Negatif Negatif Negatif Negatif
Edema Negatif Negatif Positif Positif
Tonus otot Normal Normal Normal Normal
Atrofi Negatif Negatif Negatif Negatif
Status neurologis
GCS : E4M6V5 = 15
Mata : bulat isokor
TRM : kaku kuduk (-)
Refleks fisiologis : normal
Refleks patologis : tidak ada
Sensorik/Otonom : dalam batas normal
8
2.5 Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan laboratorium
Jenis
31/5/2016 6/6/2016 Nilai Normal
Pemeriksaan
Darah
Hemoglobin 8,5 10,6 12,014,5(g/dl)
Rutin
Hematokrit 29 33 45-55 (%)
MCV 88 80 80-100 Fl
MCH 26 26 27-31 pg
MCHC 30 32 32-36 %
Basofil 0 1 0-2 %
Limfosit 18 36 20-40 %
Monosit 5 14 2-8 %
Elektrolit Na 133 141 135-145 mmol/L
Pemeriksaan urinalisa
9
Jenis Pemeriksaan 3/6/2016 Nilai Normal
Eritrosit 40 50 02
Epitel 2- 4 0-2
Ginjal kanan: ukuran normal, intensitas echo parenkim meningkat, batas cortex
dan medulla tampak jelas, tampak ectasis ringan system pelviocaliceal, tak
tampak batu/kista/massa
Ginjal kiri: ukuran normal, intensitas echo parenkim meningkat, batas cortex dan
medulla tampak jelas, tampak ectasis ringan system pelviocaliceal, tak tampak
batu/kista/massa
2.6 Diagnosis
Acute Kidney Injury ec Glomerulonefritis akut + Hipertensi
2.7 Penatalaksanaan
O2 2-4 L/ menit
IVFD Dext. 5% 10 gtt/i (mikro)
10
Inj. Ceftriakson 1 gr/12 jam
Inj furosemide 20 mg/8 jam
Lisinopril 1x2,5mg
Valsartan 1x12 mg
2.8 Prognosis
Quo et vitam : dubia
Quo et functionam : dubia
Quo et sanactionam : dubia
11
Ass/ AKI+ Hipertensi gr/12 jam
P/ Inj furosemide 20
mg/8 jam
Lisinopril 1x2,5mg
Valsartan 1x12 mg
04/06/2016 S/ BAK merah Th/
BB: 25 kg O/ GCS :15
TB: 137 cm HR: 92x/i TD : 110/70 mmHg IVFD Dext. 5% 10
RR: 22 x/i T : 36,8 0 c gtt/i (mikro)
Ass/ AKI+ Hipertensi Inj. Ceftriakson 1
P/ gr/12 jam
Inj furosemide 20
mg/8 jam
Lisinopril 1x2,5mg
Valsartan 1x12 mg
05/05/2016 S/ Pucat (-) Th/
BB: 25 kg O/ GCS :15
TB: 137 cm HR: 92 x/i TD : 110/80 mmHg IVFD Dext. 5% 10
RR: 20 x/i T : 37,1 0 c gtt/i (mikro)
Ass/ AKI+ Hipertensi Inj. Ceftriakson 1
P/ gr/12 jam
Inj furosemide 20
mg/8 jam
Lisinopril 1x2,5mg
Valsartan 1x12 mg
12
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
Gagal ginjal akut (GGA) merupakan suatu sindrom klinik akibat adanya
gangguan fungsi ginjal yang terjadi secara mendadak (dalam beberapa jam sampai
beberapa hari) yang menyebabkan retensi sisa metabolisme nitrogen
(urea/creatinin) dan untuk nitrogen, dengan atau tanpa disertai oligouri.Tergantung
dari keparahan dan lamanya gangguan fungsi ginjal, retensi sisa metabolisme
tersebut dapat disertai dengan gangguan metabolic lainnya seperti asidosis dan
hiperkalemia, gangguan kesimbangan cairan, serta dampak terhadap berbagai
organ tubuh lainnya.
3.2 Epidemiologi
Acute Kidney Injury atau gangguan ginjal akut yang dikenal sebagai gagal
ginjal akut (GGA). GGA sering dijumpai sebagai komplikasi pasien rawat inap di
rumah sakit, dan diketahui merupakan kondisi yang berhubungan dengan
peningkatan risiko morbiditas dan mortalitas. GGA cenderung meningkatkan
lama rawat di pediatricintensivecare unit (PICU) maupun di rumah sakit, dan
dilaporkan memiliki angka kematian sampai 46% pada anak dalam kondisi sakit
13
kritis, atau 4-5 kali memiliki risiko yang lebih tinggi dalam menyebabkan
kematian dibanding pasien non-GGA.
Pada suatu penelitian pasien dewas, insiden dari GGA sekitar
209/1.000.000 populasi, dan penyebab utama dari GGA yaitu pre-renal sekitar
21% dari pasien dan nekrosis tubular akut sekitar 45%. Pada penelitian di pusat
kesehatan tersier, 227 anak mendapat dialisis selama interval 8 tahun dengan
insiden sekitar 0,8/100.000 total populasi. Angka kejadian GGA pada anak yang
terlihat meningkat itu juga mengalami pergeseran etiologi dari yang sebelumnya
penyakit ginjal primer sebagai penyebab, saat ini lebih banyak disebabkan
berbagai penyakit lain di luar ginjal - misalnya sepsis, serta dapat pula timbul
sebagai komplikasi tindakan - misalnya pada pasien operasi bypass kardio
pulmonal.
Fungsi ginjal yang baik dipengaruhi oleh beberapa hal, yaitu aliran darah
ke ginjal yang adekuat, integritas parenkim ginjal dan patensi saluran kemih.
Berdasarkan 3 faktor tersebut maka pembagian GGA yaitu prerenal, renal, dan
postrenal masih relevan digunakan untuk klasifikasi GGA saat ini.
14
Beberapa penelitian menunjukkan, faktor lingkungan dan faktor genetic
berperan dalam berkembangnya GGA neonatus dan anak. Gen polimprfi sebagian
dihubungkan dengan terjadinya GGA. Gen polimorfi dari Angiotensi
Concervating Enzym (ACE) atau Angiotensin Reseptor Gene, berpengaruh
terhadap system rennin angiotensisn, yang sedikit berperan dalam berkembangnya
terjadinya GGA.
GGA prerenal terjadi bila aliran darah ke ginjal berkurang. Pada kondisi
ini ginjal sebenarnya dalam keadaan normal, sehingga fungsi ginjal akan segera
membaik bila aliran darah diperbaiki. GGA prerenal yang berkelanjutan akan
dapat mengakibatkan hipoksia/iskemiatubular akut pada ginjal. Pada gangguan
prerenal, tubulus menunjukkan respon yang baik terhadap penurunan perfusi
ginjal dengan cara mempertahankan natrium dan air, sehingga osmolalitas urin
meningkat di atas 400-500 mosmol/L, natrium urin kurang dari 10-20 mEq/L dan
fraksi ekskresi natrium <1%. Karakteristik ini terjadi dengan syarat fungsi tubulus
sebelum GGA baik. Sebaliknya tubulus yang telah mengalami gangguan, yaitu
pada GnGArenal atau intrinsik, tidak dapat menahan natrium dan air secara
adekuat, akibatnya adalah osmolalitas urin menjadi <350 mosmol/L, natrium
urin>30-40 mEq/L, dan fraksi ekskresi natrium >2%. GnGArenal atau intrinsik
dapat dibagi berdasarkan lokasi kelainan, yaitu glomerulus, tubulus, interstisial,
dan vaskular, sedangkan GGA pasca renal disebabkan oleh obstruksi aliran urin.
Etiologi GnGA berdasarkan jenis gangguan dapat dilihat pada tabel.
3.4 Diagnosis
15
akut, edema, hematuria makroskopis, termasuk gejala yang mengarah pada
kelainan sistemik yang sering melibatkan ginjal seperti purpura, ruam malar, nyeri
sendi. 3) Penyakit kritis dengan predisposisi ke arah gagal organ multipel: sepsis,
post operasi bypass kardiopulmonal, kondisi imunokompromais atau netropenia
pada pasien onkologi. dalam kemoterapi atau tansplantasi sumsum tulang. 4)
Bayi baru lahir (kurang dari 72 jam) yang mengalami oliguria atau anuria,
etiologinya dapat kelainan ginjal di parenkim maupun vascular.
Manifestasi klinis yang dapat terjadi pada penderita GGA seperti: tampak
sangat lemas dan letargi disertai mual, muntah, diare, pucat (anemia), dan
16
hipertensi. Dapat juga terjadi Nokturia (buang air kecil di malam hari),
pembengkakan tungkai, kaki atau pergelangan kaki, pembengkakan yang
menyeluruh (karena terjadi penimbunan cairan), berkurangnya rasa, terutama di
tangan atau kaki, tremor tangan, kulit dari membran mukosa kering akibat
dehidrasi, nafas dapat berbau urin (foto uremik), dan kadang-kadang dapat
dijumpai adanya pneumonia uremik. Manisfestasi lain dapat terjadi di sistem saraf
(lemah, sakit kepala, penurunan kesadaran, dan kejang). Manifestasi yang
tersering adalah perubahan pengeluaran produksi urine, peningkatan konsentrasi
serum ureum, kadar kreatinin, dan laju endap darah (LED).
3.6 Klasifikasi
Pada tahun 2007, Acute Kidney Injury Network (AKIN) membuat suatu
kriteria untuk menyempurnakan kriteria RIFLE dengan mempertimbangkan jika
terdapat peningkatan serum kreatinin (>0,3 mg/dL) ternyata sangat bermakna
dampaknya terhadap mortalitas pasien sehingga pasien tersebut digolongkan
sebagai AKI. Pada tahun yang sama dilakukan modifikasi kriteria RIFLE untuk
dipakai pada anak yang disebut pediatric RIFLE (pRIFLE). Pada Tabel dapat
dilihat perbandingan kriteria berdasarkan pRIFLE dan AKIN. Dalam seluruh
kriteria GGA yang ada, kreatinin serum merupakan salah satu indikator penilaian
untuk menentukan diagnosis GGA. Sampai saat ini berbagai bukti telah
menunjukkan bahwa kreatinin merupakan parameter yang tidak sensitif untuk
penyakit GGA, karena itu beberapa tahun terakhir berbagai penelitian diarahkan
17
untuk mencari biomarker baru untuk mengganti kreatinin yang diharapkan dapat
mendiagnosis GGA lebih dini sehingga terapi dapat lebih cepat diberikan dan
efektif mencegah progresifitas penurunan fungsi ginjal. Akan tetapi sampai saat
ini belum ada biomarker baru yang diaplikasikan untuk praktik klinis.
3.7 Tatalaksana
18
A. Keseimbangan cairan
19
Hiperkalemia merupakan kondisi mengancam jiwa yang sering didapatkan
pada pasien GGA. Terapi hiperkalemia diberikan bila kalium lebih dari 6-7mEq/L
dengan memberikan natrium bikarbonat 0,5 1 mEq/kg/dosis, insulin intravena
atau inhalasi dengan beta-2 agonis yaitu albuterol/salbutamol dapat diberikan
untuk membuat kalium masuk ke dalam sel. Kalsium glukonas 10% 0,5 mL/kgbb
intravena dalam 10-15 menit dapat pula diberikan dengan tujuan meningkatkan
ambang eksitasi sel miokard dan mencegah efek depolarisasi akibat
hiperkalemia.14 Asidosis metabolik dapat dikoreksi dengan natium bikarbonat
dengan rumus berat badan x ekses basa x 0,3 (mEq) intravena maupun oral.
Landasan terapi didapatkan dari hasil pemeriksaan analisis gas darah, dan bila
pemeriksaan ini tidak dapat dilakukan maka natrium bikarbonat diberikan 2-3
mEq/kgbb.14 Hiperfosfatemia ditatalaksana dengan restriksi fosfat dari diet dan
pemberian pengikat fosfat, yaitu kalsium karbonat (CaCO3) 50 mg/kgbb/hari
yang diberikan bersamaan dengan saat makan. Hipokalsemia harus segera
dikoreksi bila terdapat tetani, yaitu dengan kalsium glukonas 10% 0,5
mL/kgbbintravena dalam 5-10 menit, dilanjutkan dengan dosis rumatan 1-4
gram/hari.
D. Nutrisi
20
E. Pemberian obat
Dengan kemajuan mesin HD dan saat ini ditambah dengan pilihan CRRT,
maka penggunaan DP menurun kecuali pada bayi dan anak kecil yang akses
vaskularnya sulit. Namun pemilihan modalitas dialisis juga perlu
mempertimbangkan ketersediaan dan kemampuan pusat pelayanan kesehatan
dalam hal fasilitas maupun sumber daya manusia.
21
3.8 Prognosis
Prognosis GGA tergantung pada etiologi dan umur pasien, namun angka
kematian memang masih tinggi yaitu 40-70%. Anak dengan GGA yang memiliki
komponen kegagalan multisystem memiliki angka mortalitas lebih tinggi
dibandingkan dengan anak dengan penyakit renal instriksi. Anak dengan
nephrotoxic GGA dan hypoxic/ischemic GGA biasanya fungsi ginjal akan kembali
normal.. Untuk prognosis jangka panjang, sebelumnya dianggap bahwa pasien
yang sembuh dari GGA dan memiliki fungsi ginjal normal kembali memiliki
risiko morbiditas dan mortalitas yang sama dengan populasi umum. Belakangan
dilaporkan bahwa pada sekitar 10% anak pada kondisi yang disebutkan di atas
didapatkan hiperfiltrasi, hipertensi, dan mikroalbuminuria pada 6-12 bulan pasca
GGA. Hal ini tentu menjadikan populasi ini berisiko yang lebih tinggi untuk
mengalami penurunan fungsi ginjal yang progresif. Dari hal tersebut, maka anak
yang sembuh dari GGA perlu dipantau untuk dapat mendeteksi dini tanda
kerusakan ginjal sehingga dapat dilakukan intervensi dini pula. Pemberian obat
penghambat enzim konversi angiotensin (ACE inhibitor), penghambat reseptor
angiotensin atau terapi renoprotektor lain dapat diberikan dalam upaya mencagah
penurunan fungsi ginjal.
22
BAB IV
PEMBAHASAN
23
gastrointestinal seperti diare, keluhan ini sama halnya dengan gejala penurunan
kesadaran dimana ureum berperan penting dalam penyebab diare.
24
BAB V
KESIMPULAN
25
DAFTAR PUSTAKA
1. Guyton and Hall.1997. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Edisi 9. EGC. Jakarta
3. Curhan GC, Norris KC, Wish JB. Living well with chronic kidney disease.
American Kidney Fund 2004; (online), (http://www.kidneyfund.org.html,
diakses 2 Mei 2005).
4. Johnson CA, Levey AS, Coresh J, et al. Clinical practice guidelines for
chronic kidney disease in adult: part I. definition, disease stages, evaluation,
treatment, and risk factors. American Family Physician 2004; 7:869-876
5. Watnick, Suzanne dan Gail Morrison. Kidney dalam Current Medical
Diagnosis & Treatment, 45th Edition(e-book version). Editor : Tierney,
Lawrence. McGraw-Hill, USA. 2006; p 907-14
6. Guyton, Arthur C dan Jhon E Hall.Peran Ginjal yang Dominan dalam
Pengaturan Tekanan Arteri Jangka Panjang dan dalam Hipertensi: Sistem
Terpadu untuk Pengaturan Tekanan dalam Buku Ajar Fisiologi Kedokteran
Edisi 9. EGC, Jakarta. 1997; p 227-98.
7. Mansjoer Am, et al. Kapita Selekta Kedokteran Edisi 3. 1999. FKUI, Jakarta
8. Kennedy, David et al. Effect of Chronic Renal Failure on Cardiac Contractile
Function, Calcium Cycling, and Gene Expression of Proteins Important for
Calcium Homeostasis in the Rat. J Am Soc Nephrol. 2003; 14:90-97, 2003
9. Mubin, Halim. 2007. Panduan Praktis Ilmu Penyakit Dalam Diagnosis dan
Terapi Edisi 2. EGC. Jakarta.
10. Pranawa. Pengendalian Tekanan Darah dan Perlindungan Organ Target : Hasil
Uji Klinis. Dalam : Pendidikan Kedokteran Berkelanjutan Ilmu Penyakit
Dalam III. 2003. Banjarmasin.
26