Anda di halaman 1dari 63

BAB I

PENDAHULUAN

Pada bab ini akan dijelakan mengenai latar belakang masalah, rumusan

masalah dan pokok bahasan, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan

sistematika penelitian.

A. Latar belakang masalah


Pada hakekatnya anak-anak dilahirkan untuk mendapat kasih sayang,

perlindungan dan pendidikan dari orang tuanya atau orang dewasa lainnya

yang ada di sekeliling mereka. Namun sampai saat ini masih banyak anak-

anak yang ditelantarkan atau bahkan dieksploitasi oleh orang tuanya sendiri

untuk turun kejalanan dengan alasan membantu orang tua mengais rekjeki

karena berada dalam taraf ekonomi kurang.


Tidak jarang anak-anak dari keluarga mampu pun juga sering dipaksa

untuk secepatnya menjadi dewasa dengan beban tanggung jawab ekonomi

kelurga secara berlebihan. Sehingga masa kanak-kanak yang semestinya

dihiasi dengan keceriaan dan kemanjaan, terpaksa harus berjuang sendiri

mempertahankan hidup. Fisik dan jiwa mereka yang masih rentan, secara

terpaksa harus berhadapan dengan dunia yang keras dan kejam, yaitu dunia

jalanan. Padahal anak-anak itu seharusnya diberi ruang yang luas untuk

1
tumbuh dan berkembang sesuai dengan masa pertumbuhannya menuju

kematangan dan kemandirian.


Masalah anak jalanan sendiri dewasa ini sering dikaitkan dengan masalah

atau krisis ekonomi secara makri yang terjadi di Indonesia sejak pertengahan

tahun1997. Jumlah anak jalanan terus bertambah dan meluas hampir

diseluruh wilayah Indonesia. Krisis ekonomi yang berkepanjangan tersebut

menimbulkan dampak yang besar terhadap kemampuan kelurga atau orang

tua untuk memenuhi kebutuhan dan hak anak secara wajar. Akibatnya banyak

anak yang mengalami putus sekolah, terlantar, bekerja serta berkeliaran di

tempat-tempat umum sebagai anak jalanan. Keberadaan anak jalanan bagi

mereka dianggap sebagai alternatif untuk menambah penghasilan keluarga

seta memenuhi kebutuhan mereka.


Kondisi kehidupan di jalanan yang ditandai oleh kebiasaan anak jalanan

serta berbagai tekanan lingkungan yang mereka hadapi memberikan dampak

terhadap munculnya masalah-masalah psikososial. Masalah psikososial

adalah masalah personal dan interpersonal yang dihadapi anak jalanan yang

bersumber dari tekanan-tekanan psikologis dan tekanan-tekanan dari

lingkungan sosial (Depsos, 2001:3).


Namun bagaimanapun anak jalanan telah menjadi fenomena yang

menuntut perhatian kita semua. Secara psikologis anak-anak jalanan adalah

anak-anak yang pada taraf tertentu belum mempunyai bentukan mental

emosional yang kokoh, sementara itu anak jalanan harus bergelut dengan

dunia jalanan yang keras dan cenderung berpengaruh negatif bagi

perkembangan dan pembentukan kepribadiannya. Aspek psikologis ini

berdampak kuat pada aspek sosial. Dimana labilitas emosi dan mental anak

2
jalanan yang ditunjang dengan penampilan yang kumuh, melahirkan

pencitraan negatif oleh sebagian besar masyarakat terhadap anak jalanan yang

diidentifikasikan dengan pembuat onar, anak-anak kumuh, suka mencuri, juga

sampah masyarakat yang harus diasingkan.


Hasil pendampingan anak-anak jalanan di jakarta yang di lakukan oleh

Jakarta Center for Street Children (JCSC) menunjukkan bahwa sebagian

besar anak-anak jalanan mendapatkan perlakuan tindak kekerasan yang

dilakukan aparat Polisi Pamong Praja ketika melakukan operasi penertiban,

pemerasaan, perampasan, pemukulan, pelecehan seksual, pemerkosaan,

bahkan penganiayaan hingga meninggal dunia.


Selain itu persoalan nyata yang anak-anak jalanan hadapi adalah adanya

eksploitasi dalam kehidupan mereka, seperti seks, pekerjaan dan kehidupan

yang lebih luas. Sodomi, pergaulan dengan WTS, kumpul kebo, merupakan

eksploitasi bersifat seksual. Eksploitasi lainnya anak-anak jalanan yang

tinggal bersama preman dan menjadi anak asuhnya, wajib melayaninya

termasuk sodomi. Laporan anak jalanan di terminal Pulo Gadung juga

mengatakan hampir setiap malam mereka didatangi kamu pedofilia,

begitupun dengan laporan pendamping anak jalanan di tempat-tempat lain di

Jakarta ini. Ada dua kekhawatiran anak-anak jalanan terhadap orang baru

yang mendekati mereka. Pertama takut diajak homo, kedua takut dijual.

Akibatnya, mereka selalu curiga kepada orang yang baru dikenalnya.


Pelaku pedofilia di Indonesia, seperti di negara-negara Asia yang sedang

berkembang lainnya biasanya mengiming-imingi sejumlah uang rata-rata Rp

50.000 Rp 80.000 kepada anak-anak miskin yang sedang membutuhkan

uang. Mereka menggunakan kuasa ekonomis untuk membujuk korban agar

3
bersedia meladeni nafsu bejat pedofil. Tercatat sejak tahun 1994 anak-anak

miskin Indonesia telah menjadi korban dari pedofil-pedofil asing. Jakarta

Centre for Street Children (JCSC) menduga masih banyak warga asing yang

menderita gangguan seksila ini berada di Indonesia dan masih melakukan

praktek pedofilianya terhadap anak-anak miskin, khususnya anak-anak

jalanan. Namun, hingga kini pedofilia baik yang dilakukan oleh warga negara

asing maupun warga negara Indonesia belum mendapatkan perhatian serius

dari negara dan Pemerintahan Indonesia. Padahal, para korban sangat berisiko

mengulangi yang telah mereka alami dulu.


Kekerasan seksual sendiri merupakan perlakuan yang terjadi ketika

seseorang menggunakan kekuasaan, kekuatan, paksaan atau otoritas yang

memanfaatkan anak atau seseorang yang dianggap lemah untuk memperoleh

kepuasan seksual baik fisik maupun non fisik. Kekerasan seksual terjadi

ketika korban dipaksa untuk menerima perlakuan kasar korban, atau

dimanipulasi bahwa tindakan pelaku adalah bagian dari rasa sayangnya

terhadap korban.
Kenyataan ini sangat menyedihkan karena semakin banyak saja anak-

anak jalanan yang menjadi korban kekerasan seksual, hal ini dikarenakan

anak-anak jalanan tidak memiliki perlindungan yang seharusnya didapatkan,

sehingga memungkinkan orang lain untuk melakukan berbagai macam tindak

kekerasan.
Hidup di jalan tentu tidak ingin dialami siapa pun, namun itulah

kenyataan yang harus dihadapi anak-anak jalanan melawan kerasnya

kehidupan. Keberadaan anak-anak jalanan di dorong oleh ketidakmampuan

orang tua menyediakan kebutuhan dasar, ditolak orang tua, salah perawatan

4
atau kekerasan di rumah, sulit berhubungan dengan keluarga atau tetangga,

terpisah dengan orang tua, maupun sikap yang salah terhadap anak.
Adanya jurang pemisah dan komunikasi yang kurang baik antar orang

tua dan anak juga merupakan awal terjadinya tindak kekerasan di lingkungan

keluarga yang membuat anak memilih berada di jalanan. Selain itu faktor

psikologis seperti belum matangnya emosi anak juga menjadi salah satu

penyebab yang membuat anak-anak turun ke jalanan. Semua itu terjadi karena

anak-anak tidak mendapat pendidikan yang baik terutama pendidikan

emosional yang berperan bagi kehidupan anak. Sebab, dengan pendidikan

emosional yang baik mengajarkan kecerdasan emosional adalah agar

seseorang lebih cakap dalam menangani ketegangan emosi. Dimana

ketegangan emosilah yang sering memicu anak lari dari rumah dan memilih

hidup sebagai anak jalanan.


Emosi sendiri menurut Santrock (2002:205) adalah sebagai perasaan atau

afeksi yang melibatkan suatu campuran antara gejolak fisiologis (denyut

jantung yang cepat) dan perilaku yang tampak (senyuman atau tangisan).
Apabila berfikir tentangemosi anak-anak, beberapa perasaan dramatis

seperti marah, takut, dan suka cita yang meriah seringkali muncul. Tetapi

emosi dapat begitu jelas dan dapat dibedakan. Pannebaker (Santrock,

2005:205) mengatakan para psikolo telah mengklasifikasikan emosi dengan

banyak cara yang berbeda, tetapi satu karakteristik dari hampir semua

klasifikasi ialah apakah emosi itu positif atau negatif. Afektifitas positif

(positive affectivity, PA) mengacu kepada derajat emosi yang positif, dari

energi yang tinggi, antusiasme, dan kegembiraan hingga perasaan sabar,

tenang, dan menarik diri. Suka cita, kegembiraan, dan tertawa termasuk

5
perasaan yang positif. Afektifitas negatif (negative affectivity, NA) mengacu

kepada emosi yang sifatnya negatif, seperti kecemasan, kemarahan, perasaan

bersalah, dan kesedihan.


Karena emosi memainkan peran yang sedemikian penting dalam

kehidupan, maka penting diketahui bagaimana perkembangan dan pengaruh

emosi terhadap penyesuaian pribadi dan sosial. Berbagai bukti menunjukkan

bahwa kondisi lingkungan juga ikut berpengaruh dalam perkembangan emosi.

Anak-anak yang dibesarkan di dalam lingkungan yang ribut dan penuh

tekanan terus menerus untuk menyesuaikan diri dengan tuntutan orang tua

yang terlalu tinggi, dapat mengakibatkan anak-anak menjadi orang yang

tegang, gugup, dan tinggi emosionalitasnya.


Cara mendidik anak yang otoriter mendorong perkembangan rasa cemas

dan takut, sedangkan mendidik anak yang serba membolehkan (permisif) atau

demokratis mendorong berkembangnya semangat dan rasa kasih sayang.

Anak-anak dari keluarga berstatus sosial ekonomi rendah cenderung lebih

mengembangkan rasa takut dan cemas dibandingkan dengan anak-anak yang

berasal dari keluarga berstatus sosial ekonomi tinggi.


Shields (santrock, 2002:365) mengatakan bahwa stereotip utama tentang

gender dan emosi adalah perempuan emosional sedangkan laki-laki tidak

emosional. Stereotip ini merupakan suatu citra yang kuat dan berakar dalam

kebudayaan kita. Namun mengingat kompleksitas dan luasnya wilayah emosi,

kita seharusnya tidak heran bahwa stereotip ini didukung ketika pengalaman-

pengalaman emosional aktual diuji.


Bila kita bergerak ke luar dari stereotip utama dan mempertimbangkan

beberapa pengalama dan konteks emosional yang spesifik dimana emosi

6
diperlihatkan, gender benar-benar merupakan persoalan dalam memahami

emosi. Menurut Brown (Santrock 2002:365) perbedaan perempuan dan laki-

laki dalam emosi lebih cenderung terjadi dalam konteks yang menyoroti

peran dan relasi sosial. Misalnya dibandingkan dengan laki-laki, perempuan

lebih cenderung mengkspresikan perilaku emosinya dalam hal-hal yang

melibatkan relasi interpersonal. Perempuan juga lebih cenderung

mengekspresikan ketakutan dan kesedihan dibandingan dengan laki-laki,

khususnya ketika berkomunikasi dengan teman-teman dan kelurga mereka.


Pengalaman emosional yang sesuai pada tiap tahap merupakan dasar

perkembangan kemampuan kognitif, sosial, emosional, bahasa, keterampilan

dan konsep dirinya di kemudian hari. Tahapan tersebut saling

berkesinambungan, tahapan yang lebih awal akan mempersiapkan tahapan

selanjutnya. Anak-anak yang diasuhnya dengan kehangatan dan tidak

mengalami gangguan perkembangan biasanya akan mencapai tahapan

terakhir secara otomatis pada usia 4-5 tahun.


Emosional dapat diidentifikasikan pengaruhnya ke dalam berbagai

kecenderungan bentuk perilaku seperti sikap-sikapnya untuk menolak-

menerima, mendekati-menjauh, berbuat-tidak berbuat (diam), menghargai-

tidak menghargai, mempercayai-tidak mempercayai, bahkan lebih dalam lagi

menyakiti-tidak menyakiti terhadap objek-objek (termasuk dirinya sendiri)

baik bersifat material maupun non material atau manusiawi dan non

manusiawi.
Sehingga tidak dapat dipungkiri kekerasan seksual pada anak jalanan

sangat berpengaruh kuat terhadap perkembangan emosi mereka. Kekerasan

seksual pada masa anak-anak akan menimbulkan trauma pada diri anak yang

7
bersangkutan. Trauma itu akan menutup diri dan sulit bergaul dengan teman-

temannya, terutama dengan lawan jenisnya. Selain itu, korban kekerasan

seksual yang tidak mendapatkan penanganan yang segera dana manusiawi,

membuat anak-anak ini kemungkinan besar akan mengalami gangguan dalam

perkembangan seksualnya dan tidaklah mustahil dan megherankan jika pada

suatu saat anak tersebut menjadi pelaku kekerasan seksual atau pemerkosaan

terhadap anak lainnya.


Komisi Nasional Anak merilis, sepanjang tahun 2007 telah terjadi

sebanyak 573 kasus kekerasan seksual terhadap anak Indonesia. Komnas

anak juga menyampaikan bahwa sepanjang tahun ini anak-anak Indonesia

yang mengalami eksploitasi seksual oleh orang dewasa mencapai 745.817.

sementara itu 2 juta anak Indonesia juga terpaksa harus bekerja, baik untuk

memenuhi kebutuhan hidupnya sendiri atau harus membantu perekonomian

keluarga. Menurut ketua Komnas Anak Seto Mulyadi, anak-anak Indonesia

yang masih menjalani kehidupan jalanan mencapai 155.965.


Itulah kehidupan anak jalanan, siapa yang ingin menjadi anak jalanan?

Tidak satu pun dari anak-anak itu yang menginginkan dirinya menjadi anak

jalanan. Mereka pun seringkali bertanya, mengapa dilahirkan sebagai orang

miskin? Mereka menuntut keadilan, keadilan dari Tuhan, keadilan dari

pemerintah, dan keadilan dari masyarakat. Tapi siapa yang mau peduli

terhadap suara dan nasib mereka? Nyaris tidak ada. Konon katanya sesuai

UUD 1945 Pasal 34 fakir Miskin dan anak-anak terlantar dipelihara oleh

negara. Tetapi kenyataannya anak jalanan tetap harus berjuang sendirian.

Sebuah perjuangan yang hanya sekedar untuk bisa bertahan hidup, tidak lebih

8
B. Rumusan Masalah dan Pokok Bahasan
1. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian di atas, maka dapat dirumuskan permasalahannya

sebagai berikut:
a. Bagaimana latar belakang anak menjadi anak jalanan?
b. Apa faktor penyebab dan bagaimana proses terjadinya kekerasan

seksual pada anak jalanan?


c. Bagaimana dampak kekerasan seksual terhadap perkembangan emosi

pada anak jalanan?

2. Pokok Bahasan
Dalam penelitian ini, yang menjadi pokok bahasan adalah:
a. Anak jalanan
Anak jalanan adalah anak dibawah umur 16 tahun yang sebagian besar

menghabiskan waktunya untuk mencari nafkah atau berkeliaran di

jalanan atau tempat-tempat umum lainnya.


b. Kekerasan Seksual
Kekerasan seksual merupakan perlakuan yang terjadi ketika seseorang

menggunakan kekuasaan, kekuatan, paksaan atau otoritas yang

memanfaatkan anak atau seseorang yang dianggap lemah untuk

memperoleh kepuasan seksual baik fisik maupun non fisik.


c. Perkembangan Emosi
Tahapan perkembangan yang sesuai, yang pada tiap tahap merupakan

dasar perkembangan kemampuan kognitif, sosial, emosional, bahasa,

keterampilan dan konsep dirinya di kemudian hari.

C. Tujuan Penelitian

9
Tujuan penelitian ini adalah:

1. Untuk mengetahui latar belakang anak menjadi anak jalanan.


2. Untuk mengetahui faktor penyebab dan proses terjadinya kekerasan

seksual pada anak jalanan.


3. Untuk mengetahui dampak kekerasan seksual terhadap perkembangan

emosi pada anak jalanan.

D. Manfaat Penelitian
Adapun manfaat dari penelitian ini adalah:
1. Manfaat teoritis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pada

ilmu pengetahuan khususnya psikologi perkembangan dan psikologi

sosial. Serta diharapkan dapat menjadi acuan bagi penelitian

selanjutnya mengenai kekerasan seksual dan perkembangan emosi

anak-anak jalanan.
2. Manfaat Praktis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan bagi

siapapun yang memerlukan mengenai gambaran kekerasan seksual

dan perkembangan emosi pada anak-anak jalanan untuk dapat

digunkan sebagai dasar pemberian bantuan yang tepat dan efektif bagi

mereka yang memerlukannya. Selain itu hasil penelitian ini juga

diharapkan dapat meningkatkan kepedulian kita terhadap

kesejahteraan anak-anak jalanan.

E. Sistematika Penelitian
Pada bab ini akan dipaparkan mengenai bentuk sistematika penulisan

dari sripsi, yaitu:

10
BAB I Pendahuluan, berisi tentang latar belakang masalah, rumusan

masalah, pokok bahasan, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan

sistematika penelitian.

BAB II Tinjauan Pustaka, berisi teori-teori mengenai kekerasan seksual,

perkembangan emosi serta anak-anak jalanan.

BAB III Metodologi Penelitian, berisi tentang pendekatan kualitatif tipe

studi kasus, prosedur penentuan sampel, tehnik pengumpulan data, tehnik

analisis data, kredibilitas penelitian, alat bantu pengumpulan data dan

prosedur penelitian.

BAB IV Laporan Hasil Penelitian, berisikan tentang hasil observasi,

wawancara, dan data-data yang diperoleh dengan menggunakan wawancara

mendalam yang dilakukan pada anak jalanan yang mengalami kekerasan

seksual.

BAB V Analisa dan Pembahasan, berisikan tentang analisis kualitatif

deskriptif dalam kasus per kasus dan pembahasannya. Yang didahului

dengan gambaran umum masing-masing kasus dan pembahasannya, dan

diakhiri dengan perjodohan pola antara temuan empiris dari data kasus

dengan kerangka teori.

BAB VI Kesimpulan dan Saran, berisikan tentang kesimpulan dan saran-

saran pada hasil penelitian, dengan mengacu kepada hasil wawancara dan

observasi.

11
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Pada bab ini akan dijelaskan mengenai anak-anak jalanan, kekerasan

seksual, perkembangan emosi, dan kerangka berfikir.

A. Anak-anak jalanan
1. Definisi Anak Jalanan
Anak jalanan telah menjadi suatu fenomena yang melambangkan

permasalahan masyarakat urban di negara-negara berkembang. Keberadaan

12
mereka merupakan suatu indikator dari perkembangan ekonomi rendah,

kesenjangan sosial, dan suatu bentuk penyia-nyiaan dari potensi sumber daya

manusia.
Untuk memahami anak jalanan, terlebih dahulu perlu ditelusuri

definisinya. Menurut Depsos RI (2001:20) anak jalanan adalah anak yang

sebagian besar menghabiskan waktunya untuk mencari nafkah atau

berkeliaran di jalanan atau tempat-tempat umum lainnya.


Sementara itu menurut (Soedijar, 1989) dalam studinya menyatakan

bahwa anak jalanan adalah anak usia antara 7 sampai 15 tahun yang bekerja

di jalanan dan tempat umum lainnya yang dapat mengganggu ketentraman

dan keselamatan orang lain serta membahyakan keselamatan dirinya.


Faktor usia anak pada kelompok anak jalanan berkisar 6 sampai 18

tahun. Rentang usia itu dianggap rawan karena belum mampu berdiri sendiri,

labil, mudah terpengaruh, dan belum mempunyai bekal pengetahuan dan

keterampilan yang cukup untuk hidup di jalanan, yang berarti masih

membutuhkan pendampingan dari orang lain (Depsos RI, 2001:20).


Jadi berdasarkan beberapa definisi yang telah disebutkan di atas, dapat

disimpulkan bahwa anak jalanan adalah anak yang berusia 6 sampai 18 tahun,

yang bekerja di jalan atau pada persimpangan jalan, baik menjajakan barang

ataupun jasa, dan menghabiskan sebagian wakti mereka di jalanan.

2. Karakteristik Anak Jalanan


Beberapa ciri-ciri anak jalanan (Depsos, 2001:23) :
Tabel : Ciri-ciri fisik dan psikis anak jalanan

Ciri Fisik Ciri Psikis


Warna kulit kusam Mobilitas tinggi
Rambut kemerah-merahan Acuh tak acuh
Kebanyakan berbadan kurus Penuh curiga
Pakaian tidak terurus Sangat sensitif

13
Berwatak keras
Kreatif
Semangat hidup yang tinggi
Berani menanggung resiko
Mandiri
Indikator anak-anak jalanan, yaitu :
a. Usia berkisar antara 6 sampai 18 tahun.
b. Intensitas hubungan dengan keluarga :
1) Masih berhubungan secara teratur minimal bertemu skali setiap

hari.
2) Frekuensi berkomunikasi dengan keluarga sangat kurang.
3) Sama sekali tidak ada komunikasi dengan keluarga.
c. Waktu yang dihabiskan di jalanan lebih dari 4 jam setiap hari.
d. Tempat tinggal :
1) Tinggal bersama orang tua
2) Tinggal berkelompok dengan teman-temannya
3) Tidak mempunyai tempat tinggal
e. Tempat anak jalanan sering dijumpai :
1) Pasar
2) Terminal bus
3) Stasiun kereta api
4) Taman-taman kota
5) Daerah lokalisasi WTS
6) Perempatan jalan atau jalan raya
7) Pusat perbelanjaan atau mall
8) Kendaraan umum (pengamen)
9) Tempat pembuangan sampah

f. Aktivitas anak jalanan :


1) Menyemir sepatu
2) Mengasong
3) Menjadi calo
4) Menjajakan koran atau majalah
5) Mengelap mobil
6) Mencuci kendaraan
7) Menjadi pemulung
8) Mengamen
9) Menjadi kuli angkut
10) Menyewakan payung
11) Menjadi penghubung atau penjual jasa
g. Sumber dana dalam melakukan kegiatan :
1) Modal sendiri

14
2) Modal kelompok
3) Modal majikan atau patron
4) Stimulan atau bantuan
h. Permasalahan :
1) Korban eksploitasi seks
2) Rawan kecelakaan lalu-lintas
3) Ditangkap petugas
4) Konflik dengan anak lain
5) Terlibat tindakan kriminal
6) Ditolak masyarakat lingkungannya
i. Kebutuhan anak jalanan :
1) Aman dalam keluarga
2) Kasih sayang
3) Bantuan usaha
4) Pendidikan
5) Bimbingan keterampilan
6) Gizi dan kesehatan
7) Hubungan harmonis dengan orang tua, keluarga dan masyarakat

3. Penyebab dan Dampak Anak Jalanan


Beberapa faktor penyebab keberadaan anak jalanan (Depsos, 2001:25).

Secara umum ada tiga tingkatan sebab-sebab masalah anak jalanan yakni :
a. Tingkat mikro (immediate causes), yakni faktor yang berhubungan

dengan anak dan keluarganya.


b. Tingkat messo (underlying causes), yakni faktor yang ada di

masyarakat.
c. Tingkat makro (basic causes), yakni faktor yang berhubungan dengan

struktur makro.
Pada tingkatan mikro, sebab yang bisa diidentifikasi dari anak dan

keluarga yang berkaitan tetapi juga bisa berdiri sendiri, yakni :


a. Lari dari keluarga, disuruh bekerja baik karena masih sekolah atau

sudah putusm berpetualang, bermain-main atau di ajak teman.


b. Sebab dari keluarga adalah terlantar, ketidakmampuan orang tua

menyediakan kebutuhan dasar, ditolak oran tua, salah perawatan atau

kekerasan di rumah, kesulitan berhubungan dengan keluarga atau

15
tetangga, keterbatasan merawat anak yang mengakibatkan anak

menghadapi masalah fisik, psikologis dan sosial.


Pada tingkat masyarakat, sebab yang diitentifikasi meliputi ;
a. Pada masyarakat miskin, anak-anak diajarkan bekerja yang berakibat

drop out dari sekolah.


b. Pada masyarakat lain, urbanisasi menjadi kebiasaan dan anak-anak

mengikuti kebiasaan itu.


c. Penolakan masyarakat dan anggapan anak jalanan sebagai calon

kriminal.
Pada tingkat makro atau struktur masyarakat, sebab yang dapat

diidentifikasi adalah :
a. Ekonomi adalah adanya peluang pekerjaan sektor informal yang

terlalu membutuhkan modal keahlian, mereka harus lama di jalanan

dan meninggalkan bangku sekolah, ketimpangan desa dan kota yang

mendorong urbanisasi.
b. Pendidikan, adanya biaya sekolah yang tinggi, perilaku guru yang

diskriminatif, dan ketentuan-ketentuan teknis dan birokratis yang

mengalahkan kesempatan belajar.

4. Kategori Anak Jalanan


Secara umum anak jalanan dikategorikan menjadi (Depsos & YKAI,

1999) :
a. Anak-anak yang hidup atau tinggal di jalanan (Children of the street)
Anak-anak ini biasanya tidak lagi berhubungan dengan orang tuanya,

sudah putus sekolah, dan menghabiskan seluruh waktunya di jalan.

Mereka tinggal dan bekerja di jalan, tidak memiliki rimah (homeless),

16
dan umumnya berasal dari keluarga yang mengalami kekerasan,

penolakan, penyiksaan, konflik, perceraian dan lain sebagainya.


b. Anak yang bekerja di jalanan (Children on the street)
Biasanya mereka sudah putus sekolah dan berhubungan tidak teratur

dengan keluarganya, yakni pulang kerumah secara periodik, sebulan

atau dua bulan sekali, atau bila ada hiburan di kampungnya.

Umumnya mereka bekerja dari pagi sampai sore dengan

permasalahan utama adalah ekonomi keluarga dimana mereka harus

membantu orang tuanya sekaligus menghidupi diri mereka sendiri.

Dibanding dengan kategori pertama, kategori ini masih relatif baik,

masih lunak, dan tampaknya tidak terlalu sulit untuk diubah.


c. Anak yang rentan untuk menjadi anak jalanan (Vulnerable to be

street children)
d. Anak dalan kategori ini biasanya masih bersekolah (walaupun ada

yang sudah tidak sekolah lagi). Masih berhubungan secara teratur

bersama orang tuanya, beberapa jama di jalanan, kembali ke rumah,

dan berada di jalan sebelum atau sesudah pergi ke sekolah. Motivasi

ke jalan karena terbawa teman, belajar mandiri, membantu orang tua,

disuruh orang tua dan lain-lain. Pekerjaal mencolok adalah penjual

koran.

B. Kekerasan Seksual
1. Definisi Kekerasan seksual
Menurut Laela Alganis (2009:12) kekerasan seksual adalah berbagai

tindakan seksual untuk memenuhi kebutuhan yang berkuasa, termasuk

seksual eksploitasi dan pornografi. Sedangkan menurut Rubenstein

(Maharani, 2005:26) yang dimaksud dengan kekerasan seksual adalah

17
kekerasan yang terjadi karena adanya unsur kehendak seksual yang

dipaksakan dan mengakibatkan terjadinya kekerasan oleh pelaku dan tidak

diingikan oleh korban.


Mengenai hubungan korban dengan pelaku dalam kekerasan seksual,

lebih dijelaskan oleh Poerwandari (maharani, 2005:26) dalam pengertian

kekerasan seksual, yaitu setiap penyerangan bersifat seksual kepada

perempuan, baik telah terjadi persetubuhan ataupun tidak, dan tanpa

memperdulikan hubungan antara pelaku dengan korban.


Berdasarkan definisi di atas, maka tujuan penyerangan jelas dan spesifik,

yaitu yang memiliki konteks seksual. Aspek ketiadaan kehendak terhadap

perlakuan kekerasan yang dilakukan pada korban menjadi faktor penting.

Sebab pada akhirnya akan digunakan untuk membedakan apakah kekerasan

seksual tersebut merupakan kekerasan seksual atau bukan. Selain itu

kekerasan seksual dapat dilakukan tanpa unsur pemaksaan, misalnya dengan

tindakan membujuk atau tindakan lain yang mengakali korban, serta dapat

juga dilakukan dengan paksaan atau ancaman.

2. Bentuk-bentuk Kekerasan seksual


Menurut Hidayana (Maharani, 2005:26), kekerasan seksual memiliki

rentang yang sangat bervariasi mulai dari bentuknya sampai modus operandi

yang dilakukan pelaku. Bentuk-bentuk yang mengarah pada kekerasan

seksual, yang pada umumnya telah diketahui oleh masyarakat diantaranya :


a. Pelecehan seksual (sexual harassment), merupakan salah satu pemicu

dari tindakan kekerasan seksual yang lebih berat lagi. Pelecehan

dapat dimulai secara verbal seperti memberikan komentar, gurauan

18
berkonotasi seksual dan lain-lain yang tidak senonoh seperti

mencolek, meraba, mengelus, memeluk dan sebagainya.


b. Pornografi biasanya muncul melalui media, dapat tampil dalam

majalah, video, internet, telpon seks (party-line), serta alat-alat

seksual yang dijual di tempat-tempat tertentu, realitas yang disajikan

dalam pornografi pada umumnya merugikan perempuan. Antara lain

perilaku di hina, diikat, dipukuli, direndahkan, disakiti, diperkosa,

dan lain-lain. Sehingga pada akhirnya menimbulkan kesan bahwa

perempuan senang diperlakukan sebagai obyek pemuas dan bisa

diperlakukan seperti apa saja.


c. Perkosaan lebih memiliki arti spesifik daripada bentuk kekerasan

lainnya, sebab dijelaskan dalam KUHP pasal 285 Harkrisnowo

(Maharani, 2005:28) sebagai :


dengan kekerasan atau ancaman kekerasan memaksa perempuan

yang bukan istrinya bersetubuh dengan dia


Perkosaan, dijelaskan lebih lanjut oleh Hayati (Maharani, 2005:28) dapat

dilihat dari berbagai sudut, yaitu apabila ditinjau dari :


a. Cara melakukan perkosaan semata-mata dilakukan menggunakan

cara pemaksaan atau ancaman, tetapi bisa dengan menggunakan,

janji-janji (seperti janji diberikan uang atau dinikahi), serta

menggunakan obat bius.


b. Bentuk pelaku seksualnya juga bukan semata-mata penetrasi penis ke

dalam vagina, melainkan juga dapat berupa sodomi (penetrasi penis

ke dalam anus) dan juga oral seks.


c. Pelaku perkosaan dapat dilakukan oleh satu orang atau lebih (gang

rape), dapat dilakukan oleh orang yang dikenal atau tidak dikenal.

19
d. Korban perkosaan dapat menimpa anak-anak, remaja, orang dewasa,

maupun lanjut usia.

3. Motif Kekerasan Seksual


Adapun 7 motif perkosaan seperti yang dikemukakan oleh Sri Handayani

(2005:71), adalah sebagai berikut :


a. Dendam
Motif yang satu ini memang jarang terjadi, namun ada kasus yang terjadi

karena cinta ditolak atau putus hubungan asmaranya, seorang lelaki tega

merusak kehormatan si gadis.


b. Ada peluang dan kesempatan
Motif ini yang laing banyak melatarbelakangi terjadinya perkosaan.

Misalnya, saat malam telah larut ada seorang wanita yang berjalan sendirian

dan apalagi bila jumlah laki-laki di tempat itu ada beberapa orang, akan

sangat mungkin mereka melakukan perkosaan secara massal.


c. Ada niat/keinginan
Pelaku sudah merencanakan sebelumnya dan sudah memiliki target untuk

melakukan aksinya pada gadis tertentu yang dia incar.


Adapun waktu dan tempat terjadinya perkosaan seperti dikemukakan oleh Sri

Handayani (2005:65), adalah sebagai berikut :


a. Tempat sepi
Di tempat sepi ini mereka bebas melakukan aksinya tanpa diketahui orang

lain. Misalnya rumah kosong, gang-gang sempit, jalan-jalan yang jarang

dilalui orang, sawah, ladang atau bahkan hutan kecil tempat orang memilih

jalan pintas. Banyak sekali kasus perkosaan di tempat-tempat sepi.


b. Malam hari
Saat malam yang gelap pelaku bisa dengan leluasa melakukan perkosaan dan

dengan mudah pula melarikan diri bila terjadi sesuatu, misalnya di kejar

masa.
c. Daerah konflik

20
Kekerasan dan perkosaan yang terjadi biasanya dilakukan oleh musuh atau

bahkan tentara yang sedang ditugaskan di daerah itu.


d. Di rumah
Di rumah pun bisa terjadi perkosaan. Pelakunya bisa anggota keluarga,

teman, pacar, atau orang asing yang menyamar sebagai tamu. Motifnya juga

beragam, mulai dari kekerasan, kelainan jiwa, dorongan kuat akibat

menonoton blue film.


Banyak kejadian perkosaan yang dilakukan oleh anggota keluarga. Ayah

kandung maupun tiri, kakek, sepupu, atau bahkan saudara laki-laki. Hal itu

terjadi karena kondisi rumah yang memang sempit sehingga tidur tidak

dipisahkan antara laki dan perempuan.


Di rumah-rumah petak pinggir jalan, pemukiman kumuh dan orang-orang

yang ekonominya sulit, hal itu sering terjadi. Apalagi bekal agama yang

minim dari orang tua dan lingkungan sekitar.


e. Di tempat kerja
Umumnya dilakukan oleh teman atau atasan. Seorang pekerja wanita

memang sangat riskan menghadapi kondisi ini. Waktu yang digunakan

biasanya kantor telah sepi, karena masih pagi atau bisa juga karena lembur di

malam hari. Cara- cara yang digunakan biasanya juga berupa ancaman atau

intimidasi halus.
f. Di kendaraan umum
Perkosaan di kendaraan umum relatif lebih sedikit terjadi karena adanya

orang lain disana, biasanya yang terjadi di tempat ini adalah pelecehan

seksual. Pelaku biasanya awak angkutan umum itu, melarikan korban ke

tempat yang sepi.


g. Di tempat kost
Perkosaan di tempat kost saat ini sangat marak terjadi. Pelaku biasanya orang

yang sudah dikenal oleh korban, seperti kekasih/pacar atau teman.


h. Di tempat-tempat umum

21
Tempat-tempat umum yang sering digunakan oleh pelaku adalah penginapan,

baik berupa hotel, motel atau bahkan losmen. Beberapa kasus yang pernah

terjadi umumnya di lakukan oleh teman atau pacar.

4. Dampak Kekerasan Seksual


Dampak kekerasan seksual berdasarkan penggolongan secara fisik dan

psikologis :
Dampak fisik
Menurut Sampurna (Maharani, 2005:45), kekerasan seksual memiliki

dampak jangka pendek dan jangka panjang pada korban. Dampak jangka

pendek berupa cedera fisik seperti luka-luka, memar, patah tulang, kehilangan

fungsi alat tubuh seperti rusaknya alat reproduksi seksual atau keguguran.

Selain itu dapat timbul gejala-gejala psikosomatis seperti nyeri, demam,

berkeringat apabila korban dihadapkan pada situasi yang mirip kejadian

kekerasan yang dialaminya atau bila berhadapan dengan pelaku.


Dampak psikis
Menurut Sampurna (Maharani, 2005:45), kekerasan memiliki dampak

jangka pendek berupa gejala sisa dibidang kesehatan dan psikologis seperti

kecemasan, depresi, rape trauma syndrome, dan lain-lain. Sedangkan dampak

jangka panjangnya bisa berupa ketidakmampuan untuk membangun keluarga

atau memburunya hubungan interpersonal terutama pada individu yang

memiliki karakteristik yang hampir sama dengan pelaku kekerasan seksual

pada dirinya.
Para korban pelecehan seksual, pada umumnya merasa marah dan

dipermalukan. Terdapat pula perasaan bersalah karena membiarkan pelecehan

itu terjadi. Selain itu juga berkembang perasaan helplessness, sebab korban

merasa tidak dapat melakukan sesuatu terhadap perbuatan yang dialaminya.

22
Para korban perkosaan, pada dasamya memiliki dampak yang sama

dengan korban pelecehan, namun pada umumnya dengan intensitas yang

lebih berat. Korban sering merasa jijik dengan dirinya sendiri dan timbul rasa

tidak percaya kepada orang lain, dimana ia memiliki anggapan bahwa orang

lain mendekati dirinya untuk menyakitinya lagi. Beberapa dari korban

menjadi pecandu, baik alkohol maupun obat-obatan. Namun ada juga

sebagian korban yang mengalami perubahan pada perilaku seksual. Ada yang

menolak hubungan seksual, dan ada juga yang mencari hubungan seksual

pada setiap orang yang menjalin intimidasi dengannya, hal ini antara lain

antara untuk melihat apakah dirinya masih bisa menikmati seks sebagai

sesuatu yang menyenangkan setelah perkosaan (Maharani, 2005:47).

C. Perkembangan Emosi
1. Definisi Emosi
Menurut Santrock (2002:205) emosi adalah sebagai perasaan atau afeksi

yang melibatkan suatu campuran antara gejolak fisiologis (denyut jantung

yang cepat) dan perilaku yang tampak (senyuman atau tangisan). Sedangkan

menurut Syamsudin (2005:114) emosi adalah sebagai sesuatu suasana yang

kompleks (a complex feeling state) dan getaran jiwa (a strid up state) yang

menyertai atau munculnya sebelum dan sesudah tedadinya perilaku.


Emosi sendiri merupakan setiap keadaan pada diri seseorang yang

disertai warna afektif baik pada tingkat lemah maupun pada tingkat yang luas.

Warna afektif disini dapat diartikan sebagai perasaan-perasaan tertentu yang

dialami pada saat menghadapi atau menghayati suatu situasi tertentu,

contohnya gembira, bahagia, putus asa, terkejut, benci, tidak senang, takut,

ingin tahu, khawatir, dan sebagainya

23
Mendefinisikan emosi tenyata sangat sulit karena tidak mudah

mengetahui kapan seorang anak atau seorang dewasa berada di dalam suatu

keadaan emosional. Tubuh dan wajah memainkan peran yang penting dalam

memahami emosi anak-anak, walaupun para psikolog berdebat tentang

seberapa penting kedua hal itu dalam menentukan apakah seseorang berada di

dalam suatu keadaan emosional. Jadi emosi adalah pengalaman afektif yang

disertai penyesuaian dari dalam diri individu tentang keadaan mental dan fisik

dan berwujud suatu tingkah laku yang tampak.

2. Metode Belajar Yang Menunjang Perkembangan Emosi


Berikut ini Malah jenis kegiatan belajar yang turut menunjang pola

perkembangan emosi pada masa anak-anak menurut Harlock (1978:214):


a. Belajar secara coba dan ralat (trial and error learning)
Belajar secara coba dan ralat terutama melibatkan aspek reaksi. Anak

belajar secara coba-coba untuk mengekspresikan emosi dalam bentuk

perilaku yang memberikan pemuasan terbesar kepadanya dan menolak

perilaku yang memberikan pemuasaan sedikit atau tidak sama sekali.

Cara belajar ini lebih umum digunakan pada masa anak-anak awal

dibandingkan dengan sesudahnya, tetapi tidak pernah ditinggalkan sama

sekali.
b. Belajar dengan cara meniru (learning by imitation)
Belajar dengan cara meniru sekaligus mempengaruhi aspek rangsangan

dan aspek reaksi. Dengan cara mengamati hal-hal yang membangkitkan

emosi tertentu pada orang lain, anak-anak bereaksi dengan emosi dan

metode ekspresi yang sama dengan orang - orang yang diamati.


c. Belajar dengan cara mempersamakan diri (learning by identification)

Belajar dengan cara mempersamakan diri sama dengan belajar secara

24
menirukan, yaitu anak menirukan reaksi emosional orang lain dan

tergugah oleh rangsangan yang sama dengan rangsangan yang telah

membangkitkan emosi orang yang ditiru. Metode ini berbeda dari metode

menirukan dalam dua segi. Pertama, anak hanya menirukan orang yang

dikagurni dan mempunyai ikatan emosional yang kuat dengannya. Kedua

ialah, motivasi untuk menirukan orang yang dikagumi lebih kuat

dibandingkan dengan motivasi untuk menirukan sembarang orang.


d. Belajar melalui pengkondisian (conditioning).
Pengkondisian berarti belajar dengan cara asosiasi. Metode ini

berhubungan dengan aspek rangsangan. Pengkondisian terjadi dengan

mudah dan cepat pada tahun-tahun awal kehidupan karena anak kecil

kurang mampu menalar, kurang pengalaman untuk menilai situasi secara

kritis, dan kurang mengenal betapa tidak rasionalnya reaksi mereka.

Setelah lewatnya masa anak-anak awal, penggunaan metode

pengkondisian semakin terbatas pada perkembangan rasa suka dan tidak

suka.
e. Pelatihan (training)
Pelatihan atau belajar di bawah bimbingan dan pengawasan terbatas pada

aspek reaksi. Kepada anak diajarkan cara bereaksi yang dapat diterima

jika suatu emosi terangsang. Dengan pelatihan, anak-anak dirangsang

untuk bereaksi terhadap rangsangan yang biasanya membangkitkan

emosi yang menyenangkan dan dicegah agar tidak bereaksi secara

emosional terhadap rangsangan yang membangkitkan emosi yang tidak

menyenangkan. Hal ini dilakukan dengan cara mengendalikan linkungan

apabila memungkinkan.

25
3. Ciri Khas Emosi Anak
Karena pengaruh faktor pematangan dan faktor belajar terhadap

perkembangan emosi, maka dapat dipahami bahwa emosi anak kecil

seringkali sangat berbeda dari emosi anak yang lebih tua atau orang dewasa.

Berikut ini adalah ciri khas emosi anak menurut Harlock (1978:216) :
a. Emosi yang kuat
Anak kecil bereaksi dengan intensitas yang sama, baik terhadap situasi yang

remeh maupun yang serius. Anak praremaja bahkan bereaksi dengan emosi

yang kuat terhadap hal-hal yang tampaknya sepele bagi orang dewasa.
b. Emosi seringkali tampak
Anak-anak seringkali memperlihatkan emosi mereka meningkat dan mereka

menjumpai bahwa ledakan emosional seringkali mengakibatkan hukuman,

mereka belajar untuk menyesuaikan diri dengan situasi yang

membangkitkan emosi. Kemudian mereka mengekang ledakan emosi

mereka atau bereaksi dengan cara yang lebih dapat diterima.


c. Emosi bersifat sementara
Peralihan yang cepat pada anak-anak kecil dari tertawa kemudian menangis,

atau dari marah ke tersenyum, atau dari cemburu ke rasa sayang merupakan

akibat dari 3 faktor yaitu membersihkan sistem emosi yang terpendam

dengan emosi terus terang, kekurangsempurnaan pemahaman terhadap

situasi karena ketidakmatangan itelektual dan pengalaman yang terbatas,

dan rentang perhatian yang pendek sehingga perhatian itu mudah dialihkan.

Dengan meningkatnya usia anak, emosi mereka menjadi lebih menetap.


d. Reaksi mencerminkan idividualitas
Semua bayi yang baru lahir pola reaksinya sama. Secara bertahap, dengan

adanya pengaruh faktor belajar dan lingkungan, perilaku yang menyertai

berbagai macarn emosi semakin diindividualiskan. Seorang anak akan

26
berlari ke luar dari ruangan jika mereka ketakutan, sedangkan anak lainnya

mungkin menangis, dan anak lainnya lagi mungkin akan bersembunyi di

belakang kursi atau dibalik punggung seseorang.


e. Emosi berubah kekuatannya
Dengan meningkatnya usia anak, pada usia tertentu emosi yang sangat kuat

berkurang kekuatannya, sedangkan emosi lainnya yang tadinya lemah

berubah menjadi kuat. Variasi ini sebagian disebabkan oleh perubahan

dorongan, sebagian lagi oleh perkembangan intelektuai, dan sebagian

lainnya oleh perubahan minat dan nilai.


f. Emosi dapat diketahui melalui gejala perilaku
Anak-anak mungkin tidak memperlihatkan reaksi emosional mereka secara

langsung, tetapi mereka memperlihatkannya secara tidak langsung melalui

kegelisahan, melamun, menangis, kesukaran berbicara, dan tingkah yang

gugup seperti menggigit kuku dan menghisap jempol.


4. Pola Emosi Yang Umum
Beberapa pola emosi yang umum yaitu (Harlock, 1978:215 )
a. Rasa Takut
Usia dua sampai enam tahun merupakan masa puncak bagi rasa takut yang

khas di dalam pola perkembangan yang normal. Pada anak-anak yang lebih

tua, rasa takut terpusat pada bahaya yang fantastis, adikodrati (supernatural),

dan samar-samar. Merekapun mulai berfantasi dengan adanya hantu,

monster dan mahluk-mahluk yang menyeramkan lainnya. Selain itu juga

mereka mempunyai ketakutan yang berhubungan dengan diri atau status,

mereka takut gagal, takut dicemooh, dan takut "berbeda dari anak-anak

lain.
b. Rasa Malu
Rasa malu merupakan bentuk ketakutan yang ditandai oleh penarikan diri

dari hubungan dengan orang lain yang tidak dikenal atau tidak sering

27
berjumpa. Anak-anak yang lebih tua menunjukkan rasa malu dengan muka

memerah, menggagap, dengan berbicara sesedikit mungkin, dengan tingkah

yang gugup seperti menarik-narik telinga atau baju, dengan menolehkan

wajah ke arah lain dan kemudian mengangkatnya dengan tersipu-sipu untuk

menatap orang yang tidak dikenal itu.


c. Rasa Canggung
Rasa canggung merupakan keadaan khawatir yang menyangkut kesadaran

diri. Perasaan ini biasanya tidak akan muncul sebelum anak berusia lima

atau enam tahun.


d. Rasa Khawatir
Rasa khawatir biasanya dijelaskan sebagai "khayalan ketakutan" atau

"gelisah tanpa alasan". Rasa khawatir timbul karena membayangkan situasi

berbahaya yang mungkin akan meningkat. Hal ini tidak akan terjadi sampai

menjelang anak berusia tiga tahun.


e. Rasa Cemas
Rasa cemas ialah keadaan mental yang tidak enak berkenaan dengan sakit

yang mengancam atau yang dibayangkan. Kecemasan bergantung pada

kemampuan membayangkan sesuatu yang tidak tertampung di depan mata,

sehingga perasaan ini berkembang lebih dibandingkan dengan rasa takut.

Rasa cemas seringkali dijumpai pada masa sekolah awal dan cenderung

meningkat pada masa anak-anak, terutama dari kelas empat sampai kelas

enam sekolah dasar.


f. Rasa Marah
Rasa marah adalah ekspresi yang lebih Bering diungkapkan pada masa

anak - anak jika dibandingkan dengan rasa takut. Pada anak-anak mereka

marah biasanya karena adanya rintangan terhadap keinginan mereka,

gangguan terhadap aktivitas yang sedang dilaksanakan, selalu

28
dipersalahkan, digoda, "digurui", dan diperbandingkan secara tidak

menyenangkan dengan anak lainnya dapat menimbulkan kemarahan.

Mereka juga marah jika mereka atau teman mereka ditegur atau dihukum

secara tidak adil atau jika mereka diremehkan, dilalaikan, atau dicemooh

anak lainnya.
g. Rasa Cemburu
Rasa cemburu adalah reaksi normal terhadap kehilangan kasih sayang yang

nyata, dibayangkan, atau ancaman kehilangan kasih sayang. Reaksi

cemburu pada anak kecil bersifat langsung dan agresif sedangkan pada anak

yang lebih besar reaksinya lebih beraneka macam dan tidak langsung,

meskipun terkadang timbal sikap agresif Ada dua puncak frekuensi, pertama

pada usia 3 tahun dan kedua adalah menjelang puber, yaitu pada usia 11

tahun.
h. Dukacita
Dukacita adalah trauma psikis, suatu kesengsaraan emosional yang

disebabkan oleh hilangnya sesuatu yang dicintai. Dalam keadaan yang lebih

ringan keadaan ini dikenal sebagai kesusahan atau kesedihan. Ekspresi yang

tampak pada masa anak-anak adalah menangis. Jika mereka menafsirkan

kehilangan sebagai hukuman bagi perilaku mereka yang buruk, akan

memperkuat dukacita mereka. Sedangkan ekspresi dukacita yang ditekan,

ditandai oleh hilangnya selera makan, sukar tidur, mimpi buruk, dan

menolak untuk bermain. Dukacita yang berlarut-larut dapat mengakibatkan

kecemasan dengan akibat yang tidak menyenangkan.


i. Keingintahuan
Rangsangan yang menimbulkan keingintahuan pada anak-anak sangat

banyak. Anak-anak menaruh minat terhadap segala sesuatu di lingkunganya,

29
termasuk diri mereka sendiri. Mereka ingin mengetahui tubuh mereka, apa

yang ada di dalam tubuh mereka seperti di mana letak perut, jantung, paru-

paru dan sebagainya. Anak-anak juga ingin tahu tentang manusia dan

mengapa laki-laki berbeda dengan perempuan. Mereka ingin tahu tentang

obyek sehari-hari dan terutama mereka tertarik pads perubahan mendadak,

seperti jika ibu mengubah gaya rambutnya.

J. Kegembiraan, Keriangan, Kesenangan

Kegembiraan adalah emosi yang menyenangkan, yang juga dikenal dengan

keriangan, kesenangan, atau kebahagiaan. Rangsangan yang menimbulkan

emosi yang menyenangkan pada umur yang lebih muda masih tetap

memberikan kesenangan pada anak yang lebih tua. Diantaranya keadaan

fisik yang sehat, permainan-permainan kata, dan suara yang datangnya tiba-

tiba tetap mampu menimbulkan senyum dan tawa. Perasaan gembira ini

tentu saja muncul ketika anak merasa senang dengan sesuatu. Hal ini juga

dapat terjadi ketika anak diberi hadiah oleh orang tuanya atau ketika anak

dapat melakukan yang diperintahkan orang tuanya. Sebab yang paling

umum dari kegembiraan pada anak yang lebih tua adalah keberhasilan

mencapai tujuan yang telah mereka tetapkan untuk diri mereka sendiri.
k. Kasih Sayang
Kasih sayang adalah reaksi emosional terhadap seseorang, binatang, atau

benda. Hal ini menunjukkan perhatian yang hangat, dan mungkin terwujud

dalam bentuk fisik atau kata-kata (verbal). Anak-anak cenderung paling

suka kepada orang yang menyukai mereka dan anak-anak bersikap "ramah-

tamah" terhadap orang itu. Agar menjadi emosi yang menyenangkan dan

30
dapat menunjang penyesuaian yang baik, kasih sayang harus berbalas.

Harus ads tali penyambung antara anak-anak dengan orang-orang yang

berarti dalam kehidupan mereka.


l. Rasa Humor
Tertawa merupakan hal yang sangat universal. Anak lebih banyak tertawa di
bandingkan orang dewasa. Anak tertawa ketika melihat sesuatu yang lucu.
Pola-pola emosi yang umum di atas terdiri dari emosi negatif dan positif.

Rasa takut, malu, canggung, khawatir, cemas, rasa marah, rasa cemburu dan

dukacita merupakan sikap emosi yang negatif. Sedangkan keingintahuan,

kegembiraan, keriangan, kesenangan, kasih sayang, dan rasa humor

merupakan sikap emosi yang positif.


5. Tahapan Perkembangan Emosi Pada Anak
Berikut ini adalah tahapan-tahapan perkembangan anak menurut A Bell

& Howell (1995:48) :


a. Awal Usia Primer (5-6 tahun) :
Ciri-ciri emosi :
1) Rasa humor berlanjut
2) Belajar dari kesalahan
3) Pada 5 tahun mulai dapat mengendalikan emosi dan mampu

mengungkapkan keinginan dalam cara-cara yang diterima secara

sosial
4) Sering bertengkar namun tidak berlangsung lama
5) Pada 6 tahun, sering terjadi perubahan emosi dan anak tampak

bergejolak. Ketegangan muncul dengan bersekolah sepanjang hari.


6) Sifat pemarah dapat muncul.
1) 5 tahun, mulai mengembangkan hati nurani tapi tindakannya dilihat

sebagai semua yang baik dan buruk


2)Pada 6 tahun, mengembangkan peraturan penerimaan dan sering kaku

bila desakan harus mereka patuhi (setidaknya oleh orang lain)


3) Dapat membuka rahasia

b. Perkembangan Emosi Akhir Usia Primer (7-8 tahun)


Ciri-ciri emosi :
1) Kesulitan dalam memulai sesuatu tetapi akan bertahan hingga selesai

31
2) Kekhawatiran bahwa sekolah mungkin terlalu keras
3) Awal empati, melihat melalui sudut pandang orang lain
4) Rasa humor yang diungkapkan melalui teka teki dan lelucon praktis
5) Membedakan antara yang baik dan buruk, tetapi masih belum matang
6) Sensitif
7) Adanya rasa memiliki dan menjaga (membuat koleksi)

D. Kerangka Berfikir
Seperti yang telah disebutkan sebelumnya, seringnya anak jalanan berada

di jalan dapat menimbulkan berbagai permasalahan, yang paling utama

adalah terjadinya eksploitasi seksual (Depsos 2001:24). Kekerasan seksual ini

dapat dilakukan oleh siapa saja, baik orang yang dikenal anak jalanan

maupun tidak sama sekali. Ditambah lagi belum seragamnya unsur-unsur

pemerintah memandang anak jalanan antara sebagai kelompok yang

memerlukan perawatan (pendekatan kesejahteraan) dan pendekatan yang

menganggap anak jalanan sebagai trouble maker atau pembuat masalah

(security approach / pendekatan keamanan) (Depsos, 2001:26). Sehingga

membuat anak jalanan kurang mendapatkan perlindungan dari negara atau

aparat berwenang lainnya. Banyaknya masalah yang dihadapi anak jalanan

salah satunya adalah kekerasan seksual.


Sedangkan yang dimaksud dengan kekerasan seksual menurut

Rubenstein (Maharani, 2005:26) adalah kekerasan yang terjadi karena adanya

unsur kehendak seksual yang dipaksakan dan mengakibatkan terjadinya

kekerasan oleh pelaku dan tidak diinginkan oleo korban. Namun kekerasan

seksual dapat juga dilakukan tanpa unsur pemaksaan, misalnya dengan

32
tindakan membujuk atau tindakan lain yang mengakali korban, serta dapat

juga dilakukan dengan paksaan atau ancaman.


Segala macam bentuk kekerasan seksual yang dialami anak jalanan akan

berdampak pada perkembangan emosi anak yang bersangkutan. Anak-anak

akan trauma atas kejadian yang telah menimpanya. Sehingga dalam

perkembangan emosi anak dapat bersifat positif maupun negatif apabila

perkembangan emosi anak itu positif, maka dalam kebidupan sehari-harinya

anak cenderung kurang memiliki masalah dan anak mampu menyesuaikan

diri dengan lingkungan sekitamya. Namun sebaliknya apabila perkembangan

emosi anak negatif, maka anak cenderung memiliki banyak masalah dan anak

akan merasa malu, takut, cemas, khawatir yang berlebihan terhadap orang

disekitamya dan biasanya anak ini akan menarik diri dari lingkungannya.

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

Metodologi penelitian memiliki sifat khusus sesuai dengan kajian

masalah dan jenis pendekatan penelitian yang digunakan. Masalah yang

dikaji adalah kekerasan seksual pada anak jalanan serta bagaimana

dampaknya bagi perkembangan emosi anak, dimana dengan penelitian ini

akan memungkinkan untuk mempelajari secara mendalam dan mendetail

yang dirasakan individu mengenai topik yang diangkat. Berikut ini akan

diuraikan mengenai pendekatan kualitatif tipe studi kasus, prosedur

33
penentuan sampel, tehnik pengumpulan data, teknik analisis data, kredibilitas

penelitian, alai bantu pengumpulan data dan prosedur penelitian.

A. Pendekatan Kualitatif Tipe Studi Kasus


Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan penelitian kualitatif agar

dapat menggambarkan mengenai kekerasan seksual dan perkembangan emosi

anak-anak jalanan. Selain itu penelitian kualitatif dipilih karena fenomena

kekerasan seksual dan perkembangan emosi anak-anak sehubungan dengan

tahap perkembangannya adalah sesuatu yang unik dan individual. Kristi

Poerwandari (2005:34) menyatakan bahwa tujuan dari penelitian kualitatif

adalah diperolehnya pemahaman menyeluruh dan utuh tentang fenomena

yang diteliti.
Pada pendekatan kualitatif ini yang digunakan adalah metode studi kasus,

dimana peneliti mempelajari dan meneliti suatu masalah. Metode studi kasus

ini lebih melacak peristiwa-peristiwa kontemporer, sehingga peristiwa-

peristiwa yang relevan tidak dapat dimanipulasi. Oleh karena itu, studi kasus

ini mendasarkan diri Pada teknik-teknik yang sama dengan kelaziman yang

ada pada strategi historis, tetapi dengan menambah dua sumber bukti yaitu

observasi dan wawancara sistematik (Robert K Yin, 2006:12).


Maka dari itu, data yang dikumpulkan berupa kata-kata, gambar dan

bukan angka-angka. Hal ini disebabkan oleh adanya penerapan metode

kualitatif. Selain itu, semua yang dikumpulkan berkemungkinan menjadi

kunci terhadap apa yang sudah diteliti. Dengan demikian, laporan penelitian

akan berisi kutipan-kutipan data untuk memberi gambaran penyajian laporan

tersebut. Data tersebut mungkin berasal dari naskah wawancara, catatan

lapangan, foto, video tape, dokumen pribadi, catatan atau memo, dan

34
dokumen resmi lainnya. Pada penulisan laporan, peneliti menganalisis data

yang sangat kaya tersebut dan sejauh mungkin dalam bentuk aslinya menurut

Bodgan & Lincoln (Lexy J. Moleong, 2004:6).


Robert K Yin, (2006:46) dikatakan bahwa ada empat tipe desain dari

studi kasus, yaitu :


1. Desain studi kasus tunggal holistik, jika hanya berdasarkan sebuah kasus

dengan satu unit analisis.


2. Desain studi kasus tunggal terpancang, jika hanya berdasarkan sebuah

kasus dengan multi analisis.


3. Desain multi kasus holistik, jika berdasarkan multi kasus dengan satu

unit analisis.
4. Desain multi kasus terpancang, jika berdasarkan multi kasus dengan

multi analisis.
Sesuai dengan tujuan penelitian yaitu mendapatkan gambaran yang luas

dan utuh mengenai bagaimana latar belakang anak-anak bisa menjadi anak

jalanan, untuk mengetahui proses terjadinya kekerasan seksual yang dialami

dan perkembangan emosi anak jalanan tersebut setelah mengalami kekerasan

seksual.
B. Prosedur Penentuan Sampel
1. Teknik Pengambilan Sampel
Menurut Patton (Kristi Poerwandari, 2005:97) pengambilan sampel pada

penelitian kualitatif harus disesuaikan dengan masalah dan tujuan penelitian.

Berdasarkan masalah dan tujuan penelitian tentang perilaku pada anak-anak

jalanan korban kekerasan seksual serta perkembangan emosi anak

menggunakan kriteria tertentu dalam pengambilan sampelnya. Dasar dari

pendekatan ini adalah mempelajari semua kasus yang memenuhi kriteria

penting tertentu yang telah ditetapkan sebelumnya.

35
Teknik sampling atau pengambilan responden dalam penelitian ini adalah

secara purposive random sampling yang artinya peneliti menentukan terlebih

dahulu karakteristiknya. Setelah itu dari beberapa subyek yang diwawancarai,

peneliti hanya membatasi pada tiga responder yang memenuhi kriteria

sampel. Karena tujuan dari pengambilan sampel ini adalah untuk merinci

kekhususan, oleh karenanya tidak selamanya diperlukan sampel dalam jumlah

yang besar.
2. Karakteristik Subyek Penelitian
Prosedur penentuan subjek dalam penelitian kualitatif menurut

Sarantakos (Kristi Poerwandari, 2005:95), umumnya menunjukkan

karakteristik sebagai berikut


a. Diarahkan tidak pada jumlah sampel yang besar, melainkan pada kasus-

kasus tipikal sesuai kekhususan penelitian.


b. Tidak ditentukan secara kaku sejak awal, tetapi dapat berubah baik dalam

hal jumlah maupun karakteristik sampelnya, sesuai dengan pemahaman

konseptual yang berkembang dalam penelitian.


a. Tidak diarahkan pada keterwakilan (dalam and jumlah atau peristiwa

acak) melainkan pada kecocokan konteks.


Berdasarkan karakteristik yang disebutkan di atas, maka subyek dalam

penelitian ini adalah


a. Anak-anak jalanan dengan rentang usia antara 6-11 tahun.
Maka anak yang digunakan peneliti sebagai subyek penelitian ini adalah

anak jalanan usia sekolah atau anak yang berada pada masa pertengahan

dan akhir anak-anak sesuai dengan periode perkembangan Santrock

(2002:23) dengan rentang usia 6 hingga 11 tahun. Adapun Masa

Pertengahan dan Akbir Anak-anak (midddle and late child), ialah periode

perkembangan yang terentang dari usia kira-kira 6 hingga 11 tahun, yang

36
kira-kira setara dengan tahun-tahun sekolah dasar, periode ini kadang-

kadang disebut "tahun-tahun sekolah.


b. Pernah mengalami kekerasan seksual, dimana tindak kekerasan seksual

itu dengan sengaja dilakukan oleh seorang individu maupun kelompok

(seperti orangtua, preman, anak jalanan dewasa, anak jalanan lainnya,

dan sebagainya).
c. Subyek bekerja atau hidup di jalanan.

C. Tehnik Pengumpulan Data


1. Wawancara
Benister dkk (Kristi Poerwandari, 2005:127) wawancara adalah

percakapan dan tanyajawab yang diarahkan untuk mencapai tujuan tertentu.

Wawancara kualitatif dilakukan peneliti bermaksud untuk memperoleh

pengetahuan tentang makna-makna subyektif yang dipahami individu

berkenaan dengan topik yang diteliti, dan bermaksud melakukan eksplorasi

terhadap isu tersebut. Menurut Lexy J. Moleong (2004:135) yaitu wawancara

dilakukan oleh dua pihak, yaitu pewawancara (interviewer) yang mengajukan

pertanyaan dan yang diwawancarai (interviewee) yang memberikan jawaban

atas pertanyaan itu. Wawancara yang dilakukan dalam penelitian ini bukanlah

wawancara untuk memasukkan ide-ide tertentu kepada subyek penelitian,

melainkan untuk memperoleh informasi sebanyak mungkin sesuai tujuan

penelitian.
Patton (Kristi Poerwandari, 2005:127-128) tiga pendekatan dasar dalam

memperoleh data kualitatif melalui wawancara yaitu :


a. Wawancara informal
Proses wawancara didasarkan sepenuhnya pada berkembangannya

pertanyaan-pertanyaan yang timbul secara spontan dalam interaksi

alamiah. Dalam situasi ini, orang-orang yang diajak berbicara tidak

37
menyadari sedang diwawancarai. Dengan kata lain dapat dijabarkan

bahwa pada wawancara ini, tidak dipersiapkan secara khusus bahan-

bahan pertanyaan yang akan diajukan.


a. Wawancara dengan pedoman umum
Dalam proses wawancara ini, peneliti dilengkapi dengan pedoman

wawancara yang sangat umum, yang mencantumkan isu-isu yang harus

diliputi tanpa menentukan urutan pertanyaan, bahkan mungkin tanpa

bentuk pertanyaan eksplisit. Pedoman wawancara digunakan untuk

mengingatkan peneliti mengenai aspek-aspek yang harus dibahas,

sekaligus menjadi daftar pengeeek (checklist) apakah aspek-aspek

relevan tersebut telah dibahas atau ditanyakan.


b. Wawancara dengan pedoman terstandar yang terbuka
Dalam bentuk wawancara ini, pedoman wawancara ditulis secara rinci,

lengkap dengan set pertanyaan dan penjabarannya dalam kalimat.

Peneliti diharapkan dapat melaksanakan wawancara sesuai dengan

sekuensi yang tercantum serta menanyakan dengan cara yang sama

kepada responden-responden yang berbeda.


Dalam penelitian ini, teknik wawancara yang digunakan adalah

wawancara dengan pedoman umum. Namun sebelum wawancara dilakukan,

peneliti terlebih dahulu menyusun pedoman semacam kerangka yang

berkaitan dengan masalah yang diteliti. Pedoman ini bersifat fleksibel dan

peneliti berupaya menyesuaikan dengan keadaan subyek penelitian. Alur

wawancara mengalir secara fleksiblel dan alamiah. Tidak mengganggu privasi

subyek dan berupaya menyesuaikan dengan pemikiran, perasaan, dan

keadaan sewaktu wawancara berlangsung. Dengan demikian peneliti

diharapkan dapat memperoleh data yang diharapkan.

38
2. Observasi
Istilah observasi diturunkan dari bahasa latin yang berarti "melihat" dan

memperlihatkan". Istilah observasi diarahkan pada kegiatan memperhatikan

secara akurat, mencatat fenomena yang muncul, dan mempertimbangkan

hubungan antar aspek dalam fenomena tersebut. Observasi selalu menjadi

bagian dalam penelitian psikologis, dapat berlangsung dalam konteks

laboratorium (eksperimental) maupun dalam konteks alamiah (Kristi

Poerwandari, 2005:116).
Patton (Kristi Poerwandari, 2005:117) menegaskan bahwa observasi

merupakan metode pengumpulan data yang esensial dalam penelitian, apalagi

penelitian dengan pendekatan kualitatif. Pedoman observasi dilakukan

peneliti dengan melakukan pencatatan dan pemberian catatan pada setiap

tingkah laku atau ekspresi dari subyek penelitian sebelum dan sesudah

wawancara dilakukan.
Kristi Poerwandari (2005:118) tujuan observasi adalah mendeskripsikan

setting yang dipelajari, aktivitas-aktivitas yang berlangsung, orang-orang

yang terlibat dalam aktivitas, dan makna kejadian dilihat dari perspektif

mereka yang terlibat dalam kejadian yang diamati tersebut. Deskripsi harus

akurat, faktual sekaligus teliti tanpa harus dipenuhi berbagai catatan panjang

lebar yang tidak relevan. Data dari hasil observasi menjadi penting karena

memungkinkan peneliti memperoleh data tentang hal-hal yang karena

berbagai sebab tidak diungkapkan oleh subyek penelitian secara terbuka

dalam wawancara.
Dalam penelitian ini peneliti akan melakukan observasi partisipan atau

secara langsung, mengingat observasi dalam bentuk ini memungkinkan

39
peneliti untuk menjaring informasi dalam keadaan yang sebenamya dengan

lebih mendalam dibandingkan jika dilakukan secara non partisipan atau tidak

secara langsung. Selain dengan menggunakan panca indera, peneliti juga

menggunakan kamera untuk menangkap situasi, kondisi, serta keadaan yang

berhubungan dengan responden pada saat observasi berlangsung sehingga

hasilnya dapat dijadikan sebagai pendukung penelitian yang mengarah pada

gambaran yang jelas mengenai kekerasan seksual dan perkembangan emosi

anak-anak jalanan.
Hal ini akan diamati dalam penelitian ini diantaranya :
a. Gambaran fisik subyek
b. Perilaku subyek saat wawancara
c. Cara berbicara
d. Ekspresi emosi
e. Ekspresi wajah dan sikap tubuh subyek selama di jalanan
f. Sikap subyek selama di jalan dan ketika berinteraksi dengan orang lain

atau anak jalanan lainnya.

3. Triangulasi
Triangulasi adalah teknik pemeriksaan keabsahan data yang

memanfaatkan sesuatu yang lain di luar data itu untuk keperluan pengecekan

atau sebagai pembanding terhadap data yang sudah ada. Teknik triangulasi

yang paling banyak digunakan adalah pemeriksaan melalui sumber lainnya.

Demzin (Lexy J. Moleong, 2004:178) membedakan empat macam triangulasi

sebagai teknik pemeriksaan yang memanfaatkan. penggunaan sumber,

metode, penyidik dan teori.


Triangulasi dengan sumber berarti membandingkan dan mengecek batik

derajat kepercayaan suatu informasi yang diperoleh melalui waktu dan alat

yang berbeda dalam metode kualitatif Patton (Lexy J. Moleong, 2004:178).

Hal ini dapat dicapai dengan jalan:

40
a. Membandingkan data hasil pengamatan dengan data hasil wawancara.
b. Membandingkan apa yang dikatakan orang di depan umum dengan apa

yang dikatakannya secara pribadi.


c. Membandingkan apa yang dikatakan orang-orang tentang situasi

penelitian dengan apa yang dikatakannya sepanjang waktu.


d. Membandingkan keadaan dan perspektif seseorang dengan berbagai

pendapat dan pandangan orang seperti rakyat biasa, orang yang

berpendidikan menengah atau tinggi, orang berada, orang pemerintahan.


e. Membandingkan hasil wawancara dengan isi suatu dokumen yang

berkaitan.
Dalam hal ini, bukan kesamaan pandangan, pendapat atau pemikiran

yang dicari, melainkan didapatnya alasan-alasan apabila terjadi suatu

perbedaan. Triangulasi dengan penggunaan metode terdapat dua strategi,

yaitu pengecekan derajat kepercayaan penemuan hasil penelitian beberapa

teknik pengumpulan data dan pengecekan derajat kepercayaan beberapa

sumber data dengan metode yang sama.


Teknik triangulasi yang ketiga, adalah dengan memanfaatkan peneliti

atau pengamat lain untuk pengecekan kembali derajat kepercayaan data,

dengan begitu dapat mengurangi kemelencengan dalam pengumpulan data,

atau dengan cara, membandingkan basil pekerjaan seorang analis dengan

analis lainnya.
Triangulasi dengan teori berangkat dari anggapan bahwa, fakta tertentu

tidak dapat diperiksa derajat kepercayaannya dengan satu atau lebih teori.

Kemudian hal itu dapat dilaksanakan dengan cara, penjelasan banding (rival

explanations). Adapun penjelasan pembanding ini dapat dilakukan dengan

cara induktif dan cara logika. Secara, induktif dilakukan dengan menyertakan

usaha pencarian cara lainnya untuk mengorganisasikan data yang barangkali

41
mengarahkan pada upaya penemuan penelitian lainnya. Secara logika

dilakukan dengan jalan memikirkan kemungkinan logis lainnya dan

kemudian melihat apakah kemungkinankemungkinan itu dapat ditunjang oleh

data (Lexy J. Moleong, 2004:178-179).

D. Tehnik Analisis Data


Setelah data yang dibutuhkan telah diperoleh, maka langkah yang

selanjutnya dilakukan adalah menganalisa data. Patton (Lexy J. Moleong,

2004:103) mendefinisikan analisis data adalah prosedur mengatur urutan data,

mengorganisasikan ke dalam suatu pola, kategorisasi, dan suatu uraian dasar.

Analisis data terdiri dari pengujian, pengkategorian, pentabulasian, ataupun

pengkombinasian kembali bukti-bukti untuk menunjukkan proposisi awal

suatu penelitian.
Berdasarkan definisi tersebut, menurut Lexy J. Moleong (2004:190), hal

yang pertama dilakukan adalah mengumpulkan dan menelaah seluruh data

yang ada, baik berupa tulisan, wawancara ataupun dokumen lainnya. Setelah

ditelaah, maka dilakukan pembuatan abstraksi, yaitu membuat rangkuman

dari data dengan mengambil inti dari penelitian, proses bedalannya

pengambilan data, hingga ke pengumpulan jawaban atas pertanyaan-

pertanyaan yang telah dilakukan.


Setelah hal tersebut dilakukan, selanjutnya penulis melakukan

perjodohan pola "pattern matching", yaitu membandingkan antar pola yang

diperoleh secara empirik dengan teori yang telah ada (Robert K Yin,

2006:140). Jika kedua pola tersebut memiliki kesamaan, maka akan

menguatkan validitas data yang ada. Dan tahap terakhir yang dilakukan

42
adalah menafsirkan data yang telah dianalisis hingga melahirkan suatu hasil

atau kesimpulan.
Dalam penelitian ini akan dilakukan analisis dengan cars sebagai berikut:
a. Mengubah hasil wawancara dan bentuk rekaman suara menjadi bentuk

tertulis secara verbatim


b. Membaca hasil verbatim beberapa kali untuk mendapatkan gambaran

mengenai subyek dan untuk lebih mengenal subyek


c. Memilih data-data yang relevan dengan topik pembahasan
d. Melakukan analisis dari hasil data-data yang relevan dengan topik

bahasan
e. Membuat bagan berdasarkan data-data yang diperoleh
f. Menarik kesimpulan dan saran berdasarkan hasil yang didapat

E. Kredibilitas Penelitian
Dalam penelitian kualitatif hal yang sering dipertanyakan adalah sejauh

mana kredibilitas dari penelitian tersebut. Kredibilitas menjadi istilah yang

paling banyak dipilih untuk mengganti konsep validitas, dimaksudkan untuk

merangkurn bahasan menyangkut kualitas penelitian kualitatif. Kredibilitas

studi kualitatif terletak pada keberhasilannya mencapai maksud

mengeksplorasi masalah atau mendeskripsikan latar belakang, proses,

kelompok sosial dan pola interaksi yang kornpleks,


Untuk meningkatkan kredibilitas penelitian kualitatif adalah dengan

melakukan triangulasi. Triangulasi mengacu pada upaya mengambil sumber-

sumber data yang berbeda, dengan cara berbeda untuk memperoleh kejelasan

mengenai sesuatu hal tertentu. Menurut Marshall dan Rossman (Kristi

Poerwandari, 2005:196), data dari berbagai sumber berbeda dapat digunakan

untuk mengelaborasi dan memperkaya penelitian, dan dengan memperoleh

data dari sumber berbeda, dengan teknik pengumpulan yang berbeda, kita

43
akan menguatkan derajat manfaat studi pada, setting-setting berbeda pula. Hal

ini pula berguna untuk mengecek kembali derajat kepercayaan data.


Selain hal-hal yang telah disebutkan diatas dalam penelitian ini peneliti

akan sebisa mungkin untuk mengambil data pada kondisi alamiah responden,

karena diharapkan data yang diperoleh sesuai dengan kondisi yang

sebenamya atau apa adanya. Sehingga kondisi yang nantinya di temui akan

menjadi konteks paling penting yang bersangkutan dengan kasus tersebut.

F. Alat Bantu Pengumpulan Data


1. Pedoman Wawancara
Pedoman wawancara adalah suatu daftar pertanyaan yang digunakan

selama wawancara berlangsung. Pedoman wawancara akan digunakan

sebagai pegangan bagi interviewer agar tidak menyimpang dari tujuan

penelitian dan menjadi daftar terhadap semua aspek yang telah ditentukan.

Pedoman wawancara ini juga berguna untuk menjamin tercapainya tujuan

dari wawancara dan untuk memastikan peneliti memperoleh semua informasi

yang dibutuhkan dan setiap subyek.


Pedoman wawancara ini akan dibuat secara umum, mencantumkan

aspek-pek yang perlu ditanyakan tanpa menentukan urutannya secara baku,

dan dapat berkembang pada saat wawancara berlangsung. Pertanyaan yang

akan diberikan kepada subyek akan berdasarkan kepada aspek-aspek berikut


a. Latar betakang subyek menjadi anak jalanan
b. Faktor penyebab dan proses tejadinya kekerasan seksual
c. Dampak kekerasan seksual terhadap perkembangan emosi subyek

2. Pedoman Observasi
Pedoman observasi berisi hal-hal yang harus peneliti amati pada setiap

subyek selama penelitian berlangsung. Pedoman observasi ini juga dapat

44
berfungsi sebagai pengecek apakah hat-hal yang harus diobservasi telah

diperhatikan oleh peneliti.

2. Alat Perekam
Alat perekam yang digunakan adalah tape recorder bertujuan agar dapat

merekam seluruh jawaban yang diberikan sehingga tidak ada data yang

terlewatkan. Tape recorder juga dapat membantu peneliti untuk mengecek

kekurangan yang bisa dilakukan oleh subyek ataupun peneliti sehingga bila

dimungkinkan bisa melakukan wawancara ulang.

4. Foto
Foto akhir-akhir ini banyak digunakan pada penelitian karena

menghasilkan data deskriptif yang cukup berharga dan sering digunakan

untuk menelaah segi-segi subjektif dan hasilnya sering dianalisis secara

induktif Dalam penelitian ini, foto akan diambil oleh peneliti sendiri dan

digunakan hanya untuk melengkapi sumber data yang berkenaan dengan

lingkungan sosial tempat subyek tumbuh besar dan bersosialisasi, tepatnya

lingkungan rumah dan sekitarnya.

G. Prosedur Penelitian
1. Tahap Persiapan
Tahap persiapan penelitian ini dimulai dengan mempersiapkan perizinan

terutama dari anak-anak jalanan yang akan dijadikan sampel penelitian. Perlu

ada kesepakatan-kesepakatan waktu, tenaga, dan terutama bagaimana

menjalin kontak yang baik dengan subyek penelitian. Persiapan lainnya yang

penting adalah mempersiapkan pedoman wawancara, pedoman obeservasi,

tape recorder, kamera, dan buku catatan. Persiapan ini penulis lakukan

45
dengan baik, sehingga waktu pelaksanaan pengumpulan data tidak ada

hambatan yang berarti.

2. Tahap Pelaksanaan
Tahap pelaksanaan pengumpulan data adalah tahapan yang sangat

penting untuk dilakukan. Tahapan pelaksanaan penelitian dilakukan sesuai

prosedur pelaksanaan penelitian kualitalif dengan pendekatan studi kasus.

Tahapan ini memerlukan kesabaran, kesungguhan, ketelitian, dan kemampuan

mendapatkan informasi secara detail dan mendalam dari subyek. Menjamin

kepercayaan dengan subyek penelitian adalah hal yang harus dilakukam Hal

ini dimaksudkan agar subyek merasa nyaman dalam menceritakan

pengalamannya.
Untuk memperoleh informasi yang lebih lengkap dan gambaran yang

lebih terperinci serta mendalam maka penulis tidak hanya mengambil data

dari subyek yang bersangkutan tetapi juga dari anggota keluarganya yang

lainnya, berikut kondisi lingkungan sosialnya.


Langkah-langkah yang dilakukan peneliti dalam proses wawancara

adalah sebagai berikut:


a. Datang ke tempat dimana wawancara akan berlangsung beberapa menit

lebih awal
b. Menemui subyek dan melakukan pembicaraan ringan untuk membangun

hubungan yang baik kepada subyek


c. Menjelaskan kembali kepada subyek mengenai penelitian dan bagaimana

wawancara akan dilakukan


d. Meminta sekali lagi kesediaan subyek untuk diwawancara
e. Meminta izin untuk merekam pembicaraan selama jalannya wawancara
f. Memulai wawancara
g. Mengakhiri wawancara dan mengucapkan terima kasih
h. Menanyakan kesediaannya untuk diwawancarai kembali Main hari

apabila diperlukan

46
3. Tahap Pengolahan Data
Dua orang telah dikumpulkan kemudian dilakukan analisa dan

interpretasi terhadap hasil sesuai dengan prosedur yang berlaku. Mengelola

data mentah yaitu dengan penulisan kembali hasil observasi dan wawancara.

Lalu dilakukan analisa data untuk memilih mana yang terpakai sesuai dengan

tujuan penelitian. Setelah dilakukan analisis perjodohan (pattern matching)

dengan menggunakan konsep dan teori yang digunakan dalam desain

penelitian.

4. Tahap Penulisan Laporan


Setelah semua tahapan penelitian dilaksanakan, maka peneliti akan

melaporkan hasil penelitian baik hasil wawancara, maupun observasi yang

didapatkan dalam penelitian. Data yang diperoleh akan dianalisa sesuai

dengan kategorisasi analisisnya untuk mendapatkan kesimpulan.

BAB IV

LAPORAN HASIL PENELITIAN

Dalam bab ini akan diuraikan hasil observasi, wawancara, dan data-data yang

diperoleh dengan menggunakan wawancara mendalam yang dilakukan pada tiga

anak jalanan yang mengalami kekerasan seksual. Untuk menjaga kerahasiaan

subyek, maka nama-nama yang digunakan pada setiap kasus berupa inisial saja.
Untuk mempermudah dan memperjelas setiap kasus, maka ketiga kasus

tersebut akan diuraikan secara sistematis sebagai berikut


A. Kasus I
1. Identitas Subyek

47
Nama :N
Jenis Kelamin : Perempuan
Tempat, tanggal Lahir : Bekasi, 10 November 2000
Urutan Kelahiran : Anak ke 2 dari 3 bersaudara
Alamat : Bekasi
Suku / Agama : Sunda / Islam
Pedidikan Sekarang : SD
Pekerjaan di jalanan : Pengamen
Nama Ayah :E
Pendidikan : SMP
Pekedaan : Pedangan Asongan
Suku / Agama : Sunda / Islam
Alamat : Bekasi
Nama Ibu :D
Pendidikan : SMA
Pekedaan : Kuli Nyuci
Suku / Agama : Sunda / Islam
Alamat : Bekasi

2. Pelaksanann Wawancara
Hari / Tanggal : Selasa, 26 juni 2012
Waktu : Pukul 16.30 s/d 19.00 WIB
Tempat : Rumah Makan Cepat Saji

3. Status Present
Subyek adalah seorang anak perempuan yang berusia 9 tahun. Memiliki

postur tubuh dengan tinggi sekitar 125 cm, dan berat sekitar 25 kg. N berkulit

sawo matang, berambut hitam pendek sebahu, selain itu N juga memiliki mata

yang bulat, berbulu mata lentik dengan bentuk wajah yang oval.
Saat pertama kali peneliti bertemu dengan N untuk mengadakan wawancara

yaitu pada hari Selasa, 26 juni 2012, N mengenakan baju kaus berwarna hijau

lengan panjang bermotif garis-garis dan celana pendek berwama hitam merah. N

membawa tas kecil berwama merah muds bergambar barbie yang sudah agak

lusung dan N memakai sandal jepit berwama ungu.


Saat pertama kali peneliti melihat N ketika N sedang mengamen di lampu

merah Grand Mall Bekasi. Peneliti mengetahui keberadaan N dari teman-teman N

yang memberi informasi. Pada saat peneliti menghampiri N, awalnya N sempat

48
curiga dan canggung terhadap peneliti. Namun setelah peneliti memberitahu

maksud dan tujuan peneliti, N bersedia membantu untuk berbagi cerita tentang

pengalamannya terhadap peneliti.

4. Latar Belakang Kehidupan Subyek


N adalah Anak ke dua dari tiga bersaudara. Saat ini N tinggal bersama kedua

orang tua dan saudaranya di sebuah rumah kontrakan di Bekasi. Hubungan N

dengan orang tua dan saudara-saudaranya terjalin dengan baik. Bahkan N

mengamen di jalanan karena N ingin membantu kedua orang tuanya dan untuk

menabung jika N ingin membelikan ibunya kado jika ibunya melahirkan kembali,

karena N ingin memiliki adik lagi.


N termasuk anak yang riang dan ceria, karena itu N memiliki banyak teman.

Kegiatan sehari-hari N selain mengamen N jugs masih bersekolah kelas empat di

SD dekat nunah N. N tidak merasa malu dengan teman-temannya di sekolah

karena N menjadi pengamen. Selain itu N termasuk anak yang berprestasi di

kelasnya karena N selalu masuk sepuluh besar. Namun sekarang semenjak

kekerasan seksual menimpa N prestasinya di sekolah menjadi menurun, meski

begitu orang tua N tetap memberi semangat dan dukungan untuk N agar terus

belajar.

5. Hasil Observasi
a. Observasi Secara Umum
N bersikap sangat kooperatif, santai dan terbuka dalam menceritakan

pengalamannya selama menjadi anak jalanan kepada peneliti. Walaupun

terkadang N terlihat malu-malu saat membicarakan mengenai kekerasan seksual

yang pemah menimpanya. Hal ini terlihat dari volume suara N yang tiba-tiba

mengecil saat menjawab pertanyaan peneliti mengenai kasus tersebut, selain itu N

49
sempat terlihat gugup dan terdiam seperti ingin menangis. Sehingga peneliti

berusaha menenangkan N agar tidak perlu takut ataupun malu. Setelah agak

tenang dan suasana kembali mencair N dapat menceritakan kejadian yang

menimpanya dengan sangat lancar. Seperti pads saat N menguraikan kronologi

saat pemerkosaan terjadi.


N menceritakan dan menjawab semua pertanyaan yang diajukan peneliti

dengan sikap jujur dan terbuka, sehingga peneliti tidak mempunyai kesulitan

dalam mengobservasi dan pengtunpulan data. N mengatakan bahwa N sempat

merasa terpukul dan tidak mau bertemu siapa-siapa. Namun kini N sudah dapat

menjalani hari-harinya seperti sedia kala meskipun jika merasa sendiri perasaan

itu kerap muncul.

b. Observasi Subyek Saat Wawancara


Selama wawancara berlangsung N duduk tidak bisa diam, karena N selalu

melihat-lihat sekeliling seperti mencari-cari sesuatu. Namun dalam menjawab

setiap pertanyaan yang diajukan oleh peneliti, N bersikap sangat kooperatif,

santai, dan terbuka. N menguraikan setiap pertanyaan menggunakan bahasa anak-

anak pada umumnya. Meskipun N sangat lancar menjawab pertanyaan yang

diajukan oleh peneliti, namun ada beberapa pertanyaan yang tidak N mengerti,

tetapi peneliti mencoba menjelaskan pertanyaan yang dimaksud kepada N.


Wawancara dilakukan sebanyak sekali, yaitu pada hari selasa. Setelah

wawancara selesai N tampak senang dan N mengucapkan terima kasih kepada

peneliti karena telah diajak makan. Peneliti pun mengucapkan terima kasih karena

N telah meluangkan waktunya untuk di wawancarai.

b.Observasi Kerabat Subyek Saat Wawancara

50
Salah satu kerabat yang peneliti temui adalah ibu N, yaitu D. Ibu N

dipercayakan N untuk menjadi narasumber peneliti. Peneliti pertama kali bertemu

dengan ibu N setelah membuat janji melalui N untuk mendatangi rumahnya di

daerah Bekasi. Meskipun sudah mengetahui tentang kedatangan peneliti

sebelumnya, ibu N sempat terkejut saat melihat peneliti datang. Tetapi dengan

sangat ramah dan sedikit sungkan ibu N mempersilahkan peneliti untuk masuk ke

dalam rumahnya yang terbilang kecil dan cukup berantakan karena memiliki bayi

kecil.
Pada saat pertama kali bertemu, ibu N mengenakan baju kaus. berwama biru

tua serta mengenakan celana pendek coklat. Peneliti kembali menjelaskan maksud

kedatangannya untuk menemui ibu N. lbu N terlihat mengerti dan bersedia untuk

menceritakan kejadian yang dialami putrinya. Namun ibu N meminta untuk

merahasiakan jati diri anaknya.


Sebelumnya ibu N telah diberitahu oleh anaknya N perihal kedatangan

penulis untuk mengkonfirmasi kebenaran cerita yang telah dialami oleh putrinya,

karena ibu N mengetahui tentang kejadian yang menimpa anaknya tersebut. Pada

saat penulis menanyakan kebenaran kejadian itu, ibu N membenarkan semua yang

N ceritakan dan beliau sempat menangis karena mengingat kembali kejadian yang

menimpa anaknya tersebut.

6. Hasil Wawancara
N adalah anak kedua dari tiga bersaudara dan berusia 9 tahun. N lahir di

Bekasi, namun orang tua N berasal dari Cisarua, Jawa Barat. N mempunyai cita-

cita ingin menjadi dokter. Kegiatan N selain mengamen di jalanan adalah

membantu ibunya seperti mencuci piring dan menjaga adiknya yang masih bayi.

N mulai bekerja di jalanan sejak kelas 1 SD tepatnya hampir tiga tahun yang lalu.

51
N mulai mengamen dari jam dua Siang sampai jam delapan malam, hal ini

dikarenakan N harus bersekolah pada pagi harinya. Namun hari minggu N dapat

mulai bekerja di jalanan pada pagi hari. N biasanya mengamen di angkutan umum

K O1 dari depan stasiun Bekasi, K 10, K 07, atau di lampu merah seperti lampu

merah Kranji, Grand Mall Bekasi.


Penghasilan sehari-hari N dari mengamen berkisar antara dua puluh sampai

dua puluh lima ribu rupiah. Uang itu N gunakan sebagian untuk membantu orang

tuanya dan sebagiannya lagi N tabung untuk membelikan ibunya kado jika ibunya

melahirkan kembali karena N ingin memiliki adik lagi. Alasan N menjadi

pengamen di jalanan karena N melihat teman-temannya mengamen, selain itu

mereka juga mempunyai penghasilan sendiri sehingga N tertarik juga ingin

mengamen seperti teman-temannya. N mengaku bahwa tidak ada seorang pun

yang memaksa maupun mengajaknya untuk mengamen di jalanan, semuanya

murni karena keinginan N sendiri.


N tinggal bersama kedua orang tua dan saudara-saudaranya di sebuah rumah

kontrakan di daerah Bekasi. Hubungan N dengan kedua orang tuanya baik-baik

saja, karena ayah dan ibu N menyayangi N, karena itu sebenamya mereka

melarang dan menasehati agar N belajar saja di rumah dari pada mengamen di

jalanan. Orang tua N juga memberi batasan pads N agar tidak pulang larut malam,

paling malam jam delapan sampai jam sembilan malam. Lingkungan tetangga di

tempat tinggal N juga baik. Mereka perhatian terhadap N, mereka juga menasehati

N bahwa lebih baik N menyelesaikan sekolahnya terlebih dahulu baru kemudian

bekerja.
Saat ini N masih bersekolah kelas 4 SD di SD dekat rumahnya. N tidak

merasa malu dengan teman-teman di sekolahnya karena N menjadi pengamen.

52
Selain itu N termasuk anak yang pintar karena N selalu masuk sepuluh besar di

kelasnya. Namun sekarang semenjak kekerasan seksual menimpa N prestasinya di

sekolah menjadi menurun, meski begitu orang tua N terus memberi semangat dan

dukungan untuk N agar terus belajar.


Ayah N bekerja sebagai pedagang asongan, sedangkan ibu N bekerja sebagai

kuli nyuci di rumah-rumah tetangga. Orang tua N tidak pemah melakukan

kekerasan terhadap N seperti memukul ketika N berbuat salah. Melainkan orang

tua menegur secara baik-baik, menasehati N agar kesalahannya tidak terulang

lagi. N tidak pemah terkena razia di jalanan karena N selalu mengumpat di

warung bersama teman-temamya jika para petugas datang.


N tidak pernah mengalami kekerasan di lingkungan keluarganya. Hal ini

karena keluarga N sangat sayang terhadapnya. Namun karena seringnya N berada

di jalanan untuk mengamen justru hal tersebut yang menimbulkan masalah bagi N

khususnya yang menyangkut dengan keselamatan dirinya, terutama kekerasan

seksual yang pemah menimpanya.


Seperti yang N ceritakan mengenai kekerasan sekmal yang pemah N alami.

Malam itu N sedang berjalan sendiri di dalam stasiun Bekasi. N merasa tenang-

tenang saja saat itu tidak ada perasaan khawatir sedikitpun, khususnya ketika

melewati pangkalan koasi yang ada di dalam stasiun tersebut. Sebab bukan sekali

ini saja N menelusuri jalanan itu. Namun pada hari itu sekitar jam 22.30 atau

23.30 N mengamen sampai malam, karena saat itu N sedang liburan sekolah dan

suasana di tempat itu terlihat sepi dan gelap hanya ada beberapa angkutan umum

di sana.
Ketika N diperkosa, saat itu N berusia sekitar 7 sampai 8 tahun. N

menceritakan bahwa pemerkosaan itu terjadi di pangkalan angkutan umum

53
tersebut. Saat itu N berniat untuk pulang ke rumah. Namun ketika N melewati

pangkalan angkutan itu ada seseorang yang memangilnya. Orang itu adalah supir

angkutan umum yang sedang mengetem malam itu. Supir itu meminta N untuk

mendekatinya dan mengimi-immginya dengan sejumlah uang. Pada saat itu N

menolaknya dan mengatakan akan pulang ke rumah. Namun, supir itu terus saja

membujuknya. Karena sudah tidak sabar lagi, supir itu langsung menarik N dan

membawanya ke mobil angkutanya. N takut dan berteriak minta tolong. Tetapi

supir tersebut semakin menjadi dan bahkan mengancam akan memukul N jika N

tidak diam dan mengikuti perintahnya. Karena takut N hanya bisa terdiam dan

menangis tangan supir itu mulai menggerayangi tubuh N dan memperkosanya.

Karena itu, N hanya bisa menangis menghadapi kejadian tersebut dan tidak ada

seorang pun yang menolongnya saat itu. Setelah supir itu puas menyalurkan nafsu

seksualnya terhadap N, supir itu langsung pergi bersama koasinya meninggalkan

N begitu saja yang masih tergolek lemah tidak berdaya dengan memberikan uang

kepada N sebesar sepuluh ribu rupiah.


Setelah mengalami perkosaan tersebut, N mengalami rasa sakit dan rasa tidak

enak pada alat kelaminnya. N merasa terpukul dan malu kepada teman-temannya,

takut kepada orang tuanya. N juga merasa takut terhadap orang-orang yang tidak

dikenalnya khususnya laki-laki. N juga takut melewati tempat pangkalan angkutan

umum itu lagi. Kedua orang tua N awalnya tidak mengetahui peristiwa perkosaan

yang N alami. Hal itu dikarenakan N merasa takut dimarahi jika orang tuanya

mengetahui kejadian tersebut. Namun akhirnya N bercerita kepada orang tuanya,

karena orang tua N curiga dengan perubahan sikap N yang menjadi pemurung.

Selain itu N yang selalu mengeluh sakit saat buang air kecil. Saat mendengar

54
cerita N, orang tua N sangat shock mengetahui kejadian yang terjadi pada anaknya

tersebut Ayah N sangat marah terhadap supir angkot tersebut, bahkan ayah N

mencari-cari supir angkot itu dari tempat mangkalnya di stasiun sampai ke

terminal, tetapi orang tersebut tidak ditemukan. Orang tua N hanya bisa pasrah

dan ibunya hanya bisa menangis. Orang tua N sempat melarang N mengamen

sementara semenjak mengetahui kejadian tersebut. Tetapi mereka tidak memarahi

N melainkan kedua orang tuanya terus memberi dukungan agar N dapat

melupakan kejadian tersebut. Selain itu orang tua N juga menasehati agar lebih

berhati-hati dengan orang-orang yang tidak dikenalnya, jangan pernah jalan-jalan

sendiri lagi atau berpisah dengan teman-temannya di jalan jika N tetap ingin

mengamen. N juga sempat menceritakan kejadian tersebut kepada temannya

sesama anak jalanan. Tetapi sikap teman N tidak berubah, bahkan mereka

menghibur N dan menjaga N ketika di jalan sehingga N tidak merasa sendiri dan

terkucilkan. Bahkan karena sikap bersahabat teman-temannya tersebut N menjadi

lebih kuat dan dengan cepat melupakan peristiwa yang merenggut masa kanak-

kanak. Sehingga kini N dapat beraktivitas seperti semula seperti sekolah,

mengamen, dan bermain bersama teman-temannya.


Ketika peneliti menanyakan N mengenai penampilan fisiknya setelah

pemerkosaan tersebut, N mengatakan bahwa saat ini N merasa biasa saja dengan

dirinya tidak ada yang berubah. Mungkin karena N masih terlalu kecil saat

mcngalami pemerkosaan sehingga belum mengerti perubahan yang terjadi. Yang

N tahu orang-orang disekelilingnya masih sayang terhadapnya, tidak ada yang

berubah sehingga N tidak memikirkan perubahan-perubahan fisik yang N alami.

55
N mengatakan bahwa N memiliki kebebasan untuk menyatakan pendapat di

rumahnya. N tidak merasa tertekan setelah N mengalami pemerkosaan, karena

dukungan dan semangat kedua orang tua juga teman-temannya yang tidak pernah

putus. Tetapi orang tua N terus meminta untuk tetap selalu waspada jika ada orang

baru yang tidak N kenal mendekatinya. Bila ada yang menasehati, N senang-

senang saja tidak keberatan ataupun marah, begitu pula jika ada orang yang

memberinya pujian.
Pada saat peneliti bertanya mengenai perasaan yang dirasakan oleh N, N

menjawab bahwa terkadang N merasa takut dan malu jika mengingat kejadian

tersebut N juga terkadang merasa khawatir jika jalan sendiri atau terpisah dengan

teman-temannya di jalanan. Namun perasaan itu datang bila N sedang merasa

sendiri. N tidak pemah merasa marah atau cemburu terhadap suatu hal sekalipun

bila orang tuanya N lebih memperhatikan adik bayinya. N merasa, senang jika N

mendapatkan nilai yang bagus, mendapat duit banyak, dan dapat membahagiakan

kedua orang tuanya. N juga selalu ingin tahu jika ada temannya yang tertangkap

petugas. Dan N suka bercanda dan tertawa bersama Leman-temannya sesama

anak jalanan maupun di sekolah.

DATA VERBATIM SUBYEK I

Pelaksanaan Wawancara

56
Iter : Selamat sore ade... maaf ya kakak minta waktunya sebentar...
Itee : lya kak, ngga pa pa koq...
Iter : Kakak mau tanya seputar kejadian kekerasan seksual yang waktu itu pernah

ade alami, boleh kan?


Itee : boleh kak...
her : Tapi sebelumnya kita kenalan lagi yaa, namanya siapa?
Itee : Namanya N.
Iter : Anak keberapa dari berapa saudara?
Itee : Anak kedua dari tiga sodara.
Iter : Umurnya berapa?
Itee : Baru 9 tahun November kemaren...
Iter : Asal dari mana?
Itee : Proyek...
Iter : Maksud kakak kamu daerah asalnya dari mana, orang Bekasi asli apa orang

Jawa, Sunda, gitu?


Itee : Ooo... kalo saya lahirnya di Bekasi, tapi mama sama bapak saya orang

Cisarua.
Iter : Masih sekolah?
Itee : Masih sekolah, kelas 4 di SD X.
Iter : Cita-citanya mau jadi apa?
Itee : Mau jadi dokter.
Iter : Bagus dong...
Itee : Iyaa... (sambil tersenyum)
Iter : Kegiatannya apa aja selain di jalanan?
Itee : Eemm... Kegiatannya selain di jalanan sekolah abis itu bantuin mama,

kadang-kadang nyuci piring, kadang-kadang momong dede...


Iter : Kalo di jalanan kerjaannya ngapain?
Itee : Kalo di jalan itu... ngamen.
Iter : Biasanya dari jam berapa sampai jam berapa?
Itee : dari jam 2 sampe jam 8 malem... dulu dari jam 2 sampe tengah malem tapi

sekarang udah gak boleh pulang malem-malem lagi sama mama sama bapak.
Iter : Jadi ngamennya pulang sekolah?
Itee : Iya pulang sekolah.
Iter : Belajarnya gimana kalo ada PR?
Itee : Kalo ada PR dikerjain dulu abis itu baru ngamen, kan kalo udah balik

ngamen cape... jadinya langsung tidur.


Iter : Udah lama jadi anak jalanan?
Itee : Udah dari kelas 1.
Iter : Koq mau ngamen di jalanan kenapa?
Itee : Eeemmm... liat temennya jadi pengen ngamen.

57
Iter : Emang kenapa kalo ngamen?
Itee : Jadi kalo misalnya ada temennya yang ketangkep kantib misalnyakan nyari

tau semen-temennya siapa aja.


Iter : Emm... kalau dapet duit sendiri?
Itee : Iya kan punya duit sendiri juga jadinya mau ngamen...
Iter : Ada yang maksa jadi pengamen?
Itee : Nggak ada yang maksa, mau sendiri aja.
Iter : Biasanya duitnya buat apa?
Itee : Duitnya bakal ngebantu orang tua di rumah, terus sebagian lagi bakal mama,

jadi nanti kalo mama lahiran lagi mau ngasi kado ke mama.
Iter : Penghasilannya perhari dapet berapa?
Itee : Kadang-kadang dapet 20 kadang 25.
Iter : Ade tinggal sama siapa?
Itee : Tinggal sama Mama.
Iter : Sama orang tua?
Itee : Iya... sama orang tua.
Iter : Hubungan sama orang tuanya gimana?
Itee : Baik-baik aja.
Iter : Pernah dipukulin gak?
Itee : Nggak, gak pernah dipukulin.
Iter : Mama sama Bapak sayang yah?
Itee : Iya sayang jadi gak pernah mukulin.
Iter : Kalo misalnya ade salah, dikasih taunya gimana?
Itee : Dikasih taunya kalo salah "udah... (apa yah) emm... udah jangan begitu..."
Iter : Dinasehatin maksudnya?
Itee : Iya dinasehatin...
Iter : Mama sama Bapak gimana ngeliat ade jadi pengamen?
Itee : Biasa aja...
Iter : Gak marah?
Itee : Nggak...
Iter : Kalau hubungan sama saudara-saudara gimana?
Itee : Baik-baik aja...
Iter : Kalau lingkungan rumahnya gimana? Pandangan tetangga gitu?
Itee : Baik-baik aja...
Iter : Ada yang ngelarang gak jadi anak jalanan?
Itee : Ada...
Iter : Siapa?
Itee : Tetangga...
Iter : Tetangga? Apa katanya?
Itee : Emm... itu N jangan ngamen aja, lulus sekolah dulu baru kerja".
Iter : Ooo lulus sekolah baru kerja. Kalo orang tua ngelarang gak?
Itee : Ngelarang...
Iter : Apa katanya?
Itee : Udah N itu aja di rumah belajar, jangan ngamen"

58
Iter : Jangan ngamen di rumah aja...
Itee : Iyaa...
Iter : Dapet rengking gak di sekolah?
Itee : Dulu dapet rengking kadang-kadang rengking 8, kadang-kadang rengking

10.
Iter : Dulu? Emang kalo sekarang kenapa?
Itee : Kalo sekarang udah gak pemah lagi.
Iter : Kenapa?
Itee : Iya gak tau dari kelas 3 udah gak pernah dapet rengking lagi. Nilainya turun.
Iter : Loh koq bisa, diomelin gak sama orang tua?
Itee : Nggak tau... nggak, tapi dikasih tau terus biar rajin belajar sama mama sama

bapak.
Iter : Orang tuanya kerja?
Itee : Kerja...
Iter : Mamanya kerja apa?
Itee : Mama kuli nyuci.
Iter : Di mana?
Itee : Di... misalnya ada di... Proyek, di rumah misalnya ada cucian kotor di cuci.
Iter : Udah punya langganan yah?
Itee : Iya, ada langganan...
Iter : Kalo bapak?
Itee : Bapak jualan asongan.
Iter : Misalnya kerja ada yang ngebatesin gak?
Itee : Ada...
Iter : Siapa?
Itee : Mama...
Iter : Apa?
Itee : Katanya pulangnya jangan malem-malem batesnya paling sampe jam 8,

kadang-kadang sampe jam 9.


Iter : Pernah kena razia selama di jalanan?
Itee : Gak pernah kan kalo ada razia ngumpet di warung. Pura-pura jajan aja kan

tau kalo mau ada razia, jadinya ngumpet aja.


Iter : Pernah ngalamin kejadian di rumah yang bikin trauma?
Itee : Gak pernah...
Iter : Biasanya kalo ngamen di mana?
Itee : Kadang-kadang ngamen diangkot K 01 dari stasiun Bekasi, kadang angkot

10, 07, macem-macem... Kadang ngamen di lampu merah, kadang-kadang

lampu merah Kranji, kadang lampu merah Grand Mall mau-maunya aja, kalo

gak di stasiun tapi sekarang udah gak pernah.

59
Iter : Kalau di jalan suasananya gimana setiap harinya?
Itee : Baik-baik aja..
Iter : Suka kasih setoran gak sama orang?
Itee : Enggak...
Iter : Pernah ngalamin kekerasan seksual di rumah?
Itee : Di rumah nggak pernah...
Iter : Waktu kejadian "diperkosa" waktu itu ade lagi ngapain?
Itee : Kan ceritanya kan waktu itu udah malem, terus mau pulang terus lewat

stasiun gitu.
Iter : Stasiun mana?
Itee : Stasiun Bekasi...
Iter : Sama siapa waktu itu?
Itee : Sendirian, kan kepisah sama temen-temen.
Iter : Jam berapa memangnya ade lewat stasiun itu?
Itee : Lupa, tapi udah malem tau setengah sebelas apa setengah dua belas. Emang

udah malem banget ka, cuma biasanya gak papa. Lagian waktu itu libur,

makanya berani pulang malem.


Iter : Umur berapa waktu itu?
Itee : 7 tahun apa 8 tahun gitu, lupa kan waktu itu lagi liburan naek kelas 3...
Iter : Gak ada perasaan takut waktu jalan sendirian?
Itee : Nggak takut kan udah biasa, jadi tenang-tenang aja... soalnya sering lewat

situ juga tapi gak kenapa-kenapa.


Iter : Terus?
Itee : Iyaa terus ada yang manggil-manggil gitu, katanya "neng sini dah, sini

jangan takut nanti abang kasih uang" gitu...


Iter : Kamu samperin?
Itee : Nggak nyamperin, takut... jadinya jalan terns... lagian gak tau orangnya, gak

kenal... kan mau pulang udah malem, tapi orangnya manggil-manggil terus...

saya takut, saya lari aja...


Iter : Lalu orang itu?
Itee : Iya terus orang itu malah nyamperin, terus narik-narik saya suruh masuk ke

angkotnya. Saya gak mau, saya teriak -teriak tapi gak ada yang dateng, saya

takut banget, pengen lari tapi tangannya dipegangin, terus teriak-teriak minta

tolong, terus saya gigit tangannya... eh dia marah-marah katanya nanti

60
dipukul kalo berisik, saya nangis aja, bingung mau diapain... udah gitu terus

saya didekep terus digendong dibawa ke dalem angkot, terusnya digituin...


Iter : Kamu diperkosa maksudnya?
Itee : Iya...
Iter : Emang udah gak ada angkot sama sekali malem itu?
Itee : Ada tapi dikit, tapi gak tau orangnya mana abis teriak-teriak gak ada yang

dateng... di sana lagi sepi dah gitu gelap.


Iter : Reaksi kamu gimana saat itu?
Itee : Takut banget, terus nangis, soalnya bingung...
Iter : Setelah orang itu perkosa kamu (maaf yah), kamunya diapain?
Itee : Abis digituin orangnya langsung pergi, sayanya ditinggalin terus dilemparin

duit 10 ribu...
Iter : Apa yang kamu rasain setelah kejadian itu?
Itee : Abiz digituin kalo pipis suka sakit... itunya jadi perih ...terus malu kalo

ketemu temen, takut gak ditemenin lagi terus diledekin. Makanya jadi diem di

rumah aja gak mau kemana-mana... Terus dulu kalo ketemu orang yang gak

dikenal apalagi cowo takut, takut diapa-apain lagi... makanya gak berani

sendiri... Saya jugs takut kak, lewat pangkalan koasi disitu lagi.
Iter : Masih ada perasaan itu sampai saat ini?
Itee : Nggak, tapi kadang kalo lagi inget suka.
Iter : Suka inget emang?
Itee : Jarang, kalo inget maen aja lama temen-temen terus lupa deh.
Iter : Terus gimana kamu mandang diri kamu setelah kejadian itu?
Itee : Biasa aja...
Iter : Orang tua tau sama kejadian ini?
Itee : Tadinya enggak, saya takut, takut dimarahin...
Iter : Terus?
Itee : Iya mama nanya-nanya mulu, katanya kenapa koq jadi suka diem di rumah,

gak mau maen lagi, gak mau ngamen, suka nangis. Terus mama juga curiga

soalnya kalo pipis waktu itu suka kesakitan, jadinya nanya-nanya mulu.
Itee : Dan kamu cerita akhirnya? Reaksi orang tua gimana?
Iter : Cerita, terus mama nangis-nangis. Mama teriak-teriak manggil bapak terus

pada nangis semuanya. Bapak marah-marah terus nyari orangnya

61
kemana-mana. Ke stasiun, terminal tapi gak ketemu-ketemu jadinya

mamanya nangis-nagis.
Iter : Sikap orang tua setelah kamu cerita tentang kejadian itu gimana?
Itee : Dilarang ngamen, suruh di rumah aja belajar, sekolah, kata mama... Enggak

dimarahin, malah disuruh jangan sedih, terus disuruh maen sama temen-

temen, sama jangan nagis mulu...


Iter : Kamu sempet cerita kejadian ini ke teman-teman?
Itee : Pernah.
Iter : Siapa?
Itee : Temen saya, anak jalanan juga.
Iter : Reaksinya gimana, terus dia bilang apa?
Itee : Biasa aja, terus katanya jangan sedih, jangan nangis, suruh sabar. Terus

dijagain juga, biar gak sendirian, ditemenin terus, ketawa-ketawa makanya

seneng jadi lupa.


Iter : Sikap temannya berubah gak?
Itee : Enggak berubah.
Iter : Selain pemerkosaan itu, kamu pernah ngalamin kekerasan lain?
Itee : Enggak pernah...
Iter : Merasa ada yang berubah dan badannya?
Itee : Gak ada biasa aja.
Iter : Di rumah suka ngeluarin pendapat gak?
Itee : emm ... klo misalnya pendapat... emmm...
Iter : Maksud kakak, kaya misalnya kalo kamu gak suka sama suatu hal terus

kamu, bebas gak bilang sama orang tua kalo kamu gak suka atau sebaliknya

kaya kamu suka sama suatu hal, gimana bebas gak?


Itee : Oh iya, bebas-bebas aja.
Iter : Kamu suka merasa tertekan sama kejadian itu?
Itee : Iya dulu, tapi dah enggak lagi soalnya kata mama jangan diinget-inget. Dah

gitu banyak temen makanya lupa lama-lama.


Iter : Berarti dah gak tertekan yah?
Itee : Iya.
Iter : Suka merasa trauma gak?
Itee : Enggak, cuma kalo ada orang gak kenal ati-ati takutnya orang jahat.
Iter : Kalo ada yang ngasih pujian sama kamu reaksinya gimana?
Itee : Seneng.
Iter : Kalo ada yang nasehatin gimana, keberatan gak?
Itee : Seneng-seneng aja, gak pa-pa.
Iter : Suka ngerasa takut gak atau malu gitu?

62
Itee : Kadang-kadang takut kalo inget pernah digituin... iya malu, tapikan gak

inget-inget lagi. Kalo jalan sendirian juga suka takut, iya khawatirjuga.
Iter : Suka marah atau cemburu gak?
Itee : Nggak...
Iter : Kalo mama lebih sayang sama adik bayi gak cemburu?
Itee : Gak pa-pa koq.
Iter : Kalo ngerasa sengeng tu lagi ngapain?
Itee : Kalo dapet nilai bagus, terus dapet duit banyak, sama nyenening orang tua.
Iter : Suka merasa ingin tahu gak?
Itee : Iya kalo ada temen yang ketangkep kantib nyari tau siapa-siapa aja.
Iter : Suka bercanda gak sama temen-temen?
Itee : Suka.
Iter : Temen di jalan apa di sekolah?
Itee : dua-duanya.

63

Anda mungkin juga menyukai