PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Ejakulasi dini merupakan disfungsi seksual yang paling sering terjadi pada pria
dengan usia dibawah 40 tahun. Kebanyakan dokter yang menangani ejakulasi dini
mendefinisikan keadaan ini sebagai ejakulasi sebelum tercapainya kepuasan sexual yang
diharapkan dari kedua pasangan. Definisi yang luas ini kemudian tidak dapat menentukan
berapa lama durasi yang tepat untuk mencapai klimax, yang beragam dan bergantung dengan
faktor spesifik terhadap pasangan yang memiliki hubungan yang intim. Ejakulasi dini sekali-
sekali mungkin bukan merupakan suatu permasalahan, namun jika masalah ini terjadi lebih
50% dari hubungan sex yang dilakukan, suatu pola disfungsi telah terjadi dimana
membutuhkan penanganan yang tepat. Untuk mengklarifikasi, pria dapat mencapai klimaks
setelah 8 menit berhubungan seks, namun tidak dikatakan sebagai ejakulasi dini jika partner
sexnya sering mencapai klimax dalam 5 menit dan keduanya puas dengan durasi sex.
Beberapa pria dapat menunda ejakulasinya hingga 20 menit, namun ia masih
menganggapnya sebagai ejakulasi dini jika partnernya, bahkan setelah melakukan foreplay,
membutuhkan waktu 35 menit hingga mencapai klimaks. Jika hubungan seks merupakan
metode stimulasi sex untuk contoh yang kedua dan pria mencapai klimax setelah 20 menit,
kemudian kehilangan ereksinya, tidak mungkin pria ini dapat memuaskan pasangannya
(dengan penetrasi), yang membutuhkan waktu 35 menit untuk mencapai klimaks. Karena
banyak wanita tidak mampu mencapai klimaksnya dengan hubungan sex (berapa lamapun
durasinya), keadaan ini yang disebut sebagai orgasme tertunda pada pasangan perempuannya
bukan ejakulasi dini untuk pria; masalah ini dapat terjadi salah satunya atau keduanya,
tergantung dari sudut pandang masing-masing. Ini menekankan pentingnya untuk
memperoleh riwayat seks yang lengkap dari pasien (dan lebih baik lagi dari pasangan
tersebut).
Respon seksual pada manusia dapat dibagi atas 3 fase : hasrat (libido), terangsang
(arousal), dan orgasme. Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders, Fourth
Edition (DSM-IV) mengklasifikasi gangguan seks dalam 4 kategori, yaitu : (1) primer, (2)
akibat kondisi medis umum, (3) akibat zat tertentu, (4) yang tidak tergolongkan. Masing-
masing 4 kategori ini memiliki gangguan pada semua 3 fase seksual tersebut.
Ejakulasi dini dapat berupa gangguan primer atau sekunder. Primer terjadi jika
seseorang mengalami gangguan ini sejak fungsi seksual mereka mulai aktif (pubertas). ED
sekunder mengindikasikan kondisi ini terjadi pada seseorang yang sebelumnya dapat
mengendalikan ejakulasinya dan karena alas an yang tidak diketahui, ia mengalami ejakulasi
1
dini dimasa depan. Pada ED sekunder, masalahnya tidak berkaitan dengan gangguan
kesehatan secara umum, dan biasanya tidak berkaitan dengan suatu zat pemicu, walaupun,
hyperexcitabilitas mungkin berkaitan dengan pemakaian obat psikoterapi dan gejala
menghilang dengan dihentikannya obat. Ejakulasi dini cocok dengan kategori yang tidak
tergolongkan karena belum ada seorang pun yang mengetahui dengan pasti penyebabnya,
walaupun diduga faktor psikologis pada kebanyakan kasus.
1.2 Rumusan masalah
1. Apa definisi dari ejakulasi dini ?
2. Apa saja jenis jenis dari ejakulasi dini ?
3. Apa saja penyebab dari ejakulasi dini ?
4. Bagaimana proses ejakulasi?
5. Apa saja gejala yang muncul pada ejakulasi dini ?
6. Bagaimana penatalaksanaan dari ejakulasi dini ?
7. Apa saja dampak dari ejakulasi dini ?
8. Bagaimana cara mengatasi ejakulasi dini ?
1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui definisi dari ejakulasi dini
2. Untuk mengetahui jenis jenis dari ejakulasi dini
3. Untuk mengetahui penyebab dari ejakulasi dini
4. Untuk mengetahui proses ejakulasi
5. Untuk mengetahui gejala yang muncul pada ejakulasi dini
6. Untuk mengetahui penatalaksanaan dari ejakulasi dini
7. Untuk mengetahui dampak dari ejakulasi dini
8. Untuk mengetahui cara mengatasi ejakulasi dini
BAB II
PEMBAHASAN
3
d. Anxietas yaitu perasaan prihatin, takut, cemas, dan
ketidakpastian tanpa stimulus yang jelas bagi penderita ejakulasi dini
saat akanberhubungan seksual karena gagal menahan ejakulasi
e. Adanya konflik internal yang belum terselesaikan sehingga
mengganggu kondisi psikis seseorang.
f. Faktor-faktor organik (30%) seperti obat-obatan yang
digunakan.
g. Konsumsi beberapa jenis obat seperti pada pengobatan syaraf
dan
pembuluh darah, stroke, serta leukimia dapat mempengaruhi proses
ejakulasi pada pria.
h. Usia.
Pada usia muda kadar testosterone dalam tubuh sangat tinggi.
Testosterone akan meningkatkan libido yang dapat memacu hasrat
untuk berejakulasi lebih kuat. Hal ini akan semakin menyulitkan dalam
mengontrol ejakulasi. Kadar testosterone perlahan-lahan akan menurun
seiring bertambahnya usia.
i. Emosi yang tidak stabil.
j. Stamina atau kondisi tubuh y ang tidak baik.
k. Perilaku seksual yang tidak benar seperti kebiasaan mencapai
orgasme dan ejakulasi secara tergesa-gesa sebelumnya. Bahkan over
sensitivitas saat berhubungan akan memberikan sensasi yang hebat
sehingga mendorong keinginan untuk ejakulasi.
l. Kurang berfungsinya serotonin, suatu bahan neurotransmitter
yang berfungsi menghambat ejakulasi.
m. Gangguan kontrol saraf yang mengatur peristiwa ejakulasi.
n. Kurangnya pengalaman dan pengetahuan tentang seksualitas
2. Faktor biologis meliputi:
ketidaknormalan kadar hormon seks dan kadar neurotransmiter
ketidaknormalan aktivitas refl eks sistem ejakulasi
permasalahan tiroid tertentu
peradangan dan infeksi prostat atau saluran kemih, ciri (traits)
yang diwariskan, teori evolutionary, sensitivitas penis, reseptor dan
kadar neurotransmiter pusat, degree of arousability, kecepatan refl eks
ejakulasi. Riset terbaru menduga hipersensitivitas penis merupakan
salah satu penyebab yang mendasari ED.
3. Faktor lainnya yang dapat juga berperan, seperti: impotensi (disfungsi
ereksi), kerusakan sistem saraf akibat pembedahan atau trauma (luka),
ketergantungan narkotika dan obat (trifl uoperazin) yang digunakan untuk
mengobati cemas dan gangguan mental lainnya.Ejakulasi dini yang dimulai
4
setelah beberapa tahun dapat disebabkan oleh infeksi saluran kemih, konfl ik
antarpasangan, atau gangguan neurologis.
2.4 Proses ejakulasi
Proses ejakulasi terdiri dari fase emission (pemancaran) dan expulsion
(pengeluaran) dua refl eks persarafan sequential yang jelas berbeda namun
dikoordinasi dan distimulasi oleh input saraf sensoris. Serabut saraf sensorik n.
pudendus di glans penis mengirim informasi menuju sacral cord dan bagian otak
korteks serebral sensoris.Refl eks ejakulasi dimodulasi oleh otak dan medula spinalis;
seseorang dapat berejakulasi dengan stimulasi getaran penis.Neurotransmiter 5-
hidroksitriptamin (5-HT, serotonin) terlibat pada pengendalian ejakulasi. Efek
perlambatan (retarding eff ect) 5-HT pada ejakulasi dikarenakan aktivasi sentral
(yaitu: spinal dan supraspinal) reseptor 5-HT1B dan 5-HT2C, sedangkan rangsangan
reseptor 5-HT1A menimbulkan ejakulasi.
5
harian SSRI (fl uoksetin atau sertralin), namun profi l efek sampingnya juga
meningkat.
Efek samping meliputi: bibir kering, sulit buang air besar, merasa berbeda,
mual, gangguan tidur, lelah/letih, sensasi berputar dan sensasi panas (hot fl
ashes).Obat antidepresan, seperti nefazodon, sitalopram, dan fl uvoksamin, tak
bermanfaat untuk mengobati ED.
4. Kalau ejakulasi dini diakibatkan oleh gangguan ereksi, maka dengan
memperbaiki fungsi ereksi, ejakulasi dapat diperlambat. Jadi obat disfungsi
ereksi bermanfaat kalau ejakulasi dini disebabkan oleh gangguan ereksi.
5. Cara pengobatan lainnya ialah dengan cara operasi terhadap saraf yang
mengontrol terjadinya peristiwa ejakulasi.
FARMAKOTERAPI
Tidak ada obat yang diakui oleh FDA sebagai terapi ejakulasi dini. Namun
beberapa penelitian menunjukkan bahwa, selective serotonin reuptake inhibitors
(SSRIs) dan obat dengan efek samping serupa dengan SSRI, aman dan efektif
digunakan untuk tujuan ini. SSRIs merupakan obat yang paling berhasil menunda
respon yang terlalu cepat pada pria dengan ejakulasi dini. Krim desensitasi yang
mengandung agen anastesi lokal dapat berguna pada beberapa pria, namun
diyakini tidak memiliki efektifitas yang baik.Ejakulasi dini yang berkaitan dengan
disfunsi ereksi (DE) dapat sembuh setelah DE dapat berhasil ditangani. Obat
untuk penanganan DE termasuk sildenafil (Viagra), vardenafil (Levitra), tadalafil
(Cialis), alprostadil (Caverject, Muse), dan, kemungkinan juga SSRI (jika DE
disebabkan oleh depresi).
Mekanisme kerjanya dihubungkan dengan hambatan terhadap uptake
neuronal dari serotonin pada sistem saraf pusat. Beberapa penelitian pada hewan
menunjukkan bahwa SSRI memiliki efek pada reuptake neuronal dopamine dan
norepinephrine. SSRIs telah diteliti memiliki efek samping sexual, yang paling
sering adalah penundaan klimaks pada pria dan wanita. Sertraline (Zoloft),
paroxetine (Paxil), dan fluoxetine (Prozac) merupakan contoh SSRI yang berhasil
menangani ejakulasi dini.Terapi optimal untuk ejakulasi dini belum diketahui,
namun dari pengalaman peneliti, dosis tunggal sebelum hubungan intim dilakukan
dapat bekerja dengan baik pada beberapa pria. Jika dosis tunggal berhasil maka
terapi jelas lebih mudah dilakukan dan memiliki efek samping lebih kecil. Pada
6
dosis multiple, dosis ditingkatkan secara bertahap hingga efek terapeutik atau
dosis maksmial harian telah tercapai.
2.7 Dampak ejakulasi dini
Mau berat atau ringan, yang pasti ejakulasi dini mengakibatkan hubungan
seksual berlangsung tidak harmonis. Pada ejakulasi dini, ketidakharmonisan bahkan
disebabkan karena ketidakpuasan pada kedua belah pihak. Pria yang mengalami
ejakulasi dini merasa tidak puas karena hubungan seksual berlangsung sangat singkat
di luar kehendaknya. Pria yang mengalami ejakulasi dini sering mengalami stres,
tidak percaya diri, rendah diri, dan malu terhadap pasangannya. Dalam waktu lama
dapat terjadi disfungsi ereksi. Pasangannya tentu kecewa, tidak puas, jengkel, marah,
dan akhirnya mengalami disfungsi seksual seperti hilangnya gairah seksual.Lebih
jauh, reaksi yang muncul adalah perasaan takut atau khawatir setiap akan melakukan
hubungan seksual. Perasaan ini justru akan semakin memperburuk keadaan ejakulasi
dini. Kalau keadaan ini terus berlangsung, maka pada akhirnya pria itu dapat
mengalami disfungsi ereksi.
7
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Ejakulasi dini berarti ketidakmampuan mengontrol ejakulasi sehingga terjadi dalam
waktu singkat, yang tidak sesuai dengan keinginannya, sedangkan ejakulasi sendiri adalah
peristiwa penyemburan air mani ke luar secara mendadak yang menandai klimaks bagi pria.
Berdasarkan berat ringannya ada tiga jenis ejakulasi dini, yaitu :
1. Ejakulasi dini ringan
Berarti ejakulasi segera terjadi setelah hubungan seksual berlangsung
dalam beberapa kali gesekan yang singkat.
2. Ejakulasi dini sedang
Berarti ejakulasi langsung terjadi setelah penis masuk ke vagina.
3. Ejakulasi dini berat
Menunjukkan bahwa ejakulasi yang langsung terjadi begitu penis
menyentuh kelamin wanita bagian luar. Bahkan terkadang ejakulasi sudah
terjadi sebelum penis menyentuh kelamin wanita bagian luar.
Penyebab dari ejakulasi dini ada beberapa factor :
a. Faktor-faktor organik (30%) seperti obat-obatan yang
digunakan.
b. Konsumsi beberapa jenis obat seperti pada pengobatan syaraf
dan
pembuluh darah, stroke, serta leukimia dapat mempengaruhi proses
ejakulasi pada pria.
c. Usia.
Pada usia muda kadar testosterone dalam tubuh sangat tinggi.
Testosterone akan meningkatkan libido yang dapat memacu hasrat
8
untuk berejakulasi lebih kuat. Hal ini akan semakin menyulitkan dalam
mengontrol ejakulasi. Kadar testosterone perlahan-lahan akan menurun
seiring bertambahnya usia.
d. Emosi yang tidak stabil.
e. Stamina atau kondisi tubuh y ang tidak baik Dll.
3.2 Saran
Semoga dengan memahami makalah asuhan keperawatan pada gagal jantung ini. Kita
bisa menerapkan dan membagi ilmu dalam menyelesaikan masalah gangguan tidak nyaman
ini dalan kehidupan.
DAFTAR PUSTAKA
Ingram I.M., Timbury G.C., Mowbary, R.M. Kelainan Seks dan Reproduksi. In :
Anugerah Peter ed. Catatan Kuliah Psikiatri Edisi 6. Jakarta: Buku Kedokteran
EGC;1985.p.85
Maslim Rusdi. Pedoman Diagnostik dari PPDGJ III. In : Diagnosis Gangguan Jiwa
Rujukan Ringkas dari PPDGJ III. Jakarta: Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa FK
Unika Atmajaya;2001.p.97
Maramis Willy F. Sexualitas Normal dan Abnormal. In : Catatan Ilmu Kedokteran
Jiwa. Surabaya: Airlangga University Press;2004.p.313-4
Aaron Benson, MD; Chief Editor: Edward David Kim, MD, FACS.
Kaplan Harold I, Sadock Benjamin J., Grebb Jack A. Seksualitas Manusia. In : S.
Wiguna Made ed. Sinopsis Psikiatri Jilid Dua. Tangerang: Binarupa Aksara
Publisher;2010.p.159-60