SNNT

Anda mungkin juga menyukai

Anda di halaman 1dari 30

1

BAB I

PENDAHULUAN

Struma nodosa atau struma adenomatosa terutama di temukan di daerah

pegunungan karena defisiensi iodium. Struma endemik ini dapat dicegah

dengan substitusi iodium. Di luar daerah endemik, struma nodosa ditemukan

secara insidental atau pada keluarga tertentu. Etiologinya umumnya

multifaktorial. Biasanya tiroid sudah membesar sejak usia muda dan

berkembang menjadi multinodular pada saat dewasa.

Struma multinodosa biasanya ditemukan pada wanita berusia lanjut, dan

perubahan yang terdapat pada kelenjar berupa hiperplasia sampai bentuk

involusi. Kebanyakan struma multinodosa dapat dihambat oleh tiroksin.

Penderita struma nodosa biasanya tidak mengalami keluhan karena tidak ada

hipotiroidisme atau hipertiroidisme. Nodul mungkin tunggal, tetapi

kebanyakan berkembang menjadi multinoduler yang tidak berfungsi.

Degenerasi jaringan menyebabkan kista atau adenoma. Karena

pertumbuhannya yang sering berangsur-angsur, struma dapat menjadi besar

tanpa gejala kecuali benjolan di leher. Sebagian penderita dengan struma

nodosa dapat hidup dengan strumanya tanpa gangguan.


2

Survey epidemiologi untuk struma endemik sering ditemukan di daerah

pegunungan seperti pegunungan Alpen, Himalaya, Bukit Barisan dan daerah

pegunungan lainnya. Untuk struma toksika prevalensinya 10 kali lebih sering

pada wanita dibanding pria. Pada wanita ditemukan 20-27 kasus dari 1.000

wanita, sedangkan pria 1-5 dari 1.000 pria.


3

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 DEFINISI

Struma adalah pembesaran pada kelenjar tiroid yang biasanya terjadi karena

folikel-folikel terisi koloid secara berlebihan. Setelah bertahun-tahun sebagian

folikel tumbuh semakin besar dengan membentuk kista dan kelenjar tersebut

menjadi noduler. Struma nodosa non toksik adalah pembesaran kelenjar tyroid

yang secara klinik teraba nodul satu atau lebih tanpa disertai tanda-tanda

hipertiroidisme.

2.2 EMBRIOLOGI

Glandula thyroidea mula-mula berkembang dari penonjolan endodermal pada

garis tengah dasar pharynx, diantara tuberculum impar dan copula. Nantinya

penebalan ini berubah menjadi divertikulum yang disebut ductus

thyroglossalis. Dengan berlanjutnya perkembangan, duktus ini memanjang

dan ujung distalnya menjadi berlobus dua. Duktus ini merubah menjadi tali

padat dan bermigrasi menuruni leher, berjalan di sebelah anterior, atau

posterior terhadap os hyoideum yang sedang berkembang. Pada minggu ke

tujuh, tiba pada posisi akhirnya di dekat larynx dan trachea. Sementara itu tali

padat yang menghubungkan glandula thyroidea dengan lidah, terputus dan

lenyap. Tempat asal ductus tyroglossalis pada lidah menetap sebagai suatu
4

sumur yang disebut foramen caecum linquae. Kemudian, dua lobus pada

ujung terminal ductus thyroglossalis akan membesar sebagai akibat proliferasi

epitel dan membentuk glandula thyroidea.

2.3 ANATOMI

Glandula thyroidea terdiri atas lobus kiri dan kanan yang dihubungkan oleh

isthmus yang sempit. Setiap lobus berbentuk buah avokad, dengan puncaknya

ke atas sampai linea oblique cartilaginis thyroidea dan basisnya terdapat

dibawah, setinggi cincin trachea ke-4 atau ke-5. Glandula thyroidea

merupakan organ yang sangat vascular, dibungkus oleh selubung yang berasal

dari lamina pretrachealis. Selubung ini melekatkan kelenjar ini ke larynx dan

trachea, juga sering didapatkan lobus piramidalis, yang menjalar ke atas dari

isthmus, biasanya ke kiri garis tengah.

Lobus ini merupakan sisa jaringan embryonic thyroid yang ketinggalan pada

waktu migrasi jaringan ini ke bagian anterior di hipofaring. Bagian atas dari
5

lobus ini dikenal sebagai pole atas dari kelenjar tiroid, dan bagian bawah

disebut sebagai pole bawah. Suatu pita fibrosa atau muscular sering

menghubungkan lobus piramidalis dengan os hyoideum; jika ia muscular

disebut sebagai m. levator glandulae thyroidea.

Berat tiroid pada orang dewasa normal adalah 10-30 gram tergantung kepada

ukuran tubuh dan suplai Iodium. Lebar dan panjang dari isthmus sekitar 20

mm, dan ketebalannya 2-6 mm. Ukuran lobus lateral dari pole superior ke

inferior sekitar 4 cm. Lebarnya 15-20 mm, dan ketebalan 20-39 mm.

Kelenjar tiroid terletak antara fascia colli media dan fascia prevertebralis. Di

dalam ruangan yang sama terdapat trakea, esophagus, pembuluh darah besar,

dan saraf. Kelenjar tiroid melekat pada trakea dan fascia pretrachealis dan

melingkari duapertiga bahkan sampai tigaperempat lingkaran. A. carotis

communis, v. jugularis interna, dan n. vagus terletak bersama di dalam suatu

ruang tertutup di laterodorsal tiroid. N. recurrens terletak di dorsal sebelum

masuk ke laring. N. phrenicus dan truncus symphaticus tidak masuk ke dalam

ruang antara fascia media dan prevertebralis.

Limfe dari kelenjar tiroid terutama dicurahkan ke lateral, ke dalam nl.

cervicales profundi. Beberapa pembuluh limfe berjalan turun ke nl.

paratracheales.
6

Seluruh cincin tiroid dibungkus oleh suatu lapisan jaringan yang dinamakan

true capsule. Sedangkan extension dari lapisan tengah fascia servicalis

profundus yang mengelilingi tiroid dinamakan false capsule atau surgical

capsule. Seluruh arteri dan vena, plexus limphaticus dan kelenjar paratiroid

terletak antara kedua kapsul tersebut. Ligamentum Berry menjadi penghubung

di bagian posterior antara kedua kapsul tersebut. Ligamentum Berry menjadi

penghubung di bagian posterior antara kedua lobus tiroid.

Aa. carotis superior dextra et sinistra, dan kedua aa. thyroidea inferior dextra

et sinistra memberikan vaskularisasi untuk tiroid. Kadang kala dijumpai a.

ima, cabang truncus brachiocephalica. Sistem vena berjalan bersama

arterinya, persarafan diatur oleh n. recurrens dan cabang dari n. laryngeus

superior, sedangkan sistem limfatik yang penting menerima aliran limfe tiroid

terdiri dari pembuluh limfe superior yang menerima cairan limfe dari pinggir

atas isthmus, sebagian besar permukaan medial lobus lateral, dan permukaan

ventral dan dorsal bagian atas lobus lateral dan pembuluh limfe inferior yang

menerima cairan limfe dari sebagian besar isthmus dan bagian bawah lobus

lateral.

Pada pembedahan tiroid penting memperhatikan jalan arteri pada pool atas

kanan dan kiri, karena ligasi tinggi pada arteri tersebut dapat mencederai n.

laryngeus superior, kerusakan nervus ini dapat mengakibatkan perubahan

suara menjadi parau yang bersifat sementara namun dapat pula permanen.
7

2.4 FISIOLOGI

Kelenjar tiroid menghasilkan hormone tiroid utama yaitu tiroksin (T4) yang

kemudian berubah menjadi bentuk aktifnya yaitu triyodotironin (T3). Iodium

nonorganic yang diserap dari saluran cerna merupakan bahan baku hormone

tiroid. Zat ini dipekatkan kadarnya menjadi 30-40 kali sehingga mempunyai

afinitas yang sangat tinggi di dalam jaringan tiroid. Sebagian besar T4

kemudian akan dilepaskan ke sirkulasi sedangkan sisanya tetap didalam

kelenjar yang kemudian mengalami daur ulang. Di sirkulasi, hormone tiroid

akan terikat dengan protein yaitu globulin pengikat tiroid (thyroid binding

globulin, TBG) atau prealbumin pengikat albumin (thyroxine binding

prealbumine, TBPA). Hormon stimulator tiroid (thyroid stimulatimg hormone,

TSH) memegang peranan penting untuk mengatur sekresi dari kelenjar tiroid.

TSH dihasilkan oleh lobus anterior kelenjar hipofisis. Proses yang dikenal

sebagai negative feedback sangat penting dalam pengeluaran hormone tiroid

ke sirkulasi. Pada pemeriksaan akan terlihat adanya sel parafolikuler yang


8

menghasilkan kalsitonin yang berfungsi untuk mengatur metabolism kalsium,

yaitu menurunkan kadar kalsium serum terhadap tulang.

2.5 HISTOLOGI

Kelenjar tiroid terdiri dari nodula-nodula yang tersusun dari folikel-folikel

kecil yang dipisahkan satu dengan yang lainnya dengan jaringan ikat. Folikel-

folikel tiroid dibatasi oleh epitel kubus dan lumennya terisi oleh koloid.

Kelenjar tiroid mengandung 2 tipe sel utama yaitu thyroid follicular cells dan

C cells (parafollicular cells). Sel folikular menggunakan iodine dari darah

untuk membuat hormone, yang membantu meregulasi metabolisme tubuh. Sel

parafolikular membuat calcitonin, suatu hormone yang membantu

meregulasikan bagaimana tubuh menggunakan kalsium.


9

2.6 KLASIFIKASI

2.6.1 Berdasarkan Fisiologisnya


Berdasakan fisiologisnya struma dapat diklasifikasikan sebagai berikut:
a. Eutiroidisme
Eutiroidisme adalah suatu keadaan hipertrofi pada kelenjar tiroid
yang disebabkan stimulasi kelenjar tiroid yang berada di bawah
normal sedangkan kelenjar hipofisis menghasilkan TSH dalam
jumlah yang meningkat. Goiter atau struma semacam ini biasanya
tidak menimbulkan gejala kecuali pembesaran pada leher yang jika
terjadi secara berlebihan dapat mengakibatkan kompresi trakea.

b. Hipotiroidisme
Hipotiroidisme adalah kelainan struktural atau fungsional kelenjar
tiroid sehingga sintesis dari hormon tiroid menjadi berkurang.
Kegagalan dari kelenjar untuk mempertahankan kadar plasma yang
cukup dari hormon. Beberapa pasien hipotiroidisme mempunyai
kelenjar yang mengalami atrofi atau tidak mempunyai kelenjar
tiroid akibat pembedahan/ablasi radioisotop atau akibat destruksi
oleh antibodi autoimun yang beredar dalam sirkulasi.
Gejala hipotiroidisme adalah penambahan berat badan, sensitif
terhadap udara dingin, dementia, sulit berkonsentrasi, gerakan
lamban, konstipasi, kulit kasar, rambut rontok, mensturasi
berlebihan, pendengaran terganggu dan penurunan kemampuan
bicara.
10

Gambar penderita hipotiroidisme dapat terlihat di bawah ini.

Gambar 1. Hipotiroidisme

c. Hipertiroidisme
Dikenal juga sebagai tirotoksikosis atau Graves yang dapat
didefenisikan sebagai respon jaringan-jaringan tubuh terhadap
pengaruh metabolik hormon tiroid yang berlebihan.

Keadaan ini dapat timbul spontan atau adanya sejenis antibodi


dalam darah yang merangsang kelenjar tiroid, sehingga tidak hanya
produksi hormon yang berlebihan tetapi ukuran kelenjar tiroid
menjadi besar. Gejala hipertiroidisme berupa berat badan menurun,
nafsu makan meningkat, keringat berlebihan, kelelahan, leboh suka
udara dingin, sesak napas. Selain itu juga terdapat gejala jantung
berdebar-debar, tremor pada tungkai bagian atas, mata melotot
(eksoftalamus), diare, haid tidak teratur, rambut rontok, dan atrofi
otot.
11

Gambar 2. Hipertiroidisme

2.6.2 Berdasarkan pemeriksaan klinis


Secara klinis pemeriksaan klinis struma toksik dapat dibedakan
menjadi sebagai berikut :
a. Struma Toksik
Struma toksik dapat dibedakan atas dua yaitu struma diffusa toksik
dan struma nodusa toksik. Istilah diffusa dan nodusa lebih
mengarah kepada perubahan bentuk anatomi dimana struma
diffusa toksik akan menyebar luas ke jaringan lain. Jika tidak
diberikan tindakan medis sementara nodusa akan memperlihatkan
benjolan yang secara klinik teraba satu atau lebih benjolan (struma
mult inoduler toksik). Struma diffusa toksik (tiroktosikosis)
merupakan hipermetabolisme karena jaringan tubuh dipengaruhi
oleh hormon tiroid yang berlebihan dalam darah. Penyebab
tersering adalah penyakit Grave (gondok eksoftalmik/exophtalmic
goiter), bentuk tiroktosikosis yang paling banyak ditemukan
diantara hipertiroidisme lainnya. Perjalanan penyakitnya tidak
disadari oleh pasien meskipun telah diiidap selama berbulan-bulan.
Antibodi yang berbentuk reseptor TSH beredar dalam sirkulasi
darah, mengaktifkan reseptor tersebut dan menyebabkan kelenjar
tiroid hiperaktif. Meningkatnya kadar hormon tiroid cenderung
12

menyebabkan peningkatan pembentukan antibodi sedangkan


turunnya konsentrasi hormon tersebut sebagai hasil pengobatan
penyakit ini cenderung untuk menurunkan antibodi tetapi bukan
mencegah pembentukyna. Apabila gejala gejala hipertiroidisme
bertambah berat dan mengancam jiwa penderita maka akan terjadi
krisis tirotoksik. Gejala klinik adanya rasa khawatir yang berat,
mual, muntah, kulit dingin, pucat, sulit berbicara dan menelan,
koma dan dapat meninggal.

b. Struma Non Toksik


Struma non toksik sama halnya dengan struma toksik yang dibagi
menjadi struma diffusa non toksik dan struma nodusa non toksik.
Struma non toksik disebabkan oleh kekurangan yodium yang
kronik. Struma ini disebut sebagai simple goiter, struma endemik,
atau goiter koloid yang sering ditemukan di daerah yang air
minumya kurang sekali mengandung yodium dan goitrogen yang
menghambat sintesa hormon oleh zat kimia. Apabila dalam
pemeriksaan kelenjar tiroid teraba suatu nodul, maka pembesaran
ini disebut struma nodusa. Struma nodusa tanpa disertai tanda-
tanda hipertiroidisme dan hipotiroidisme disebut struma nodusa
non toksik. Biasanya tiroid sudah mulai membesar pada usia muda
dan berkembang menjadi multinodular pada saat dewasa.
Kebanyakan penderita tidak mengalami keluhan karena tidak ada
hipotiroidisme atau hipertiroidisme, penderita datang berobat
karena keluhan kosmetik atau ketakutan akan keganasan. Namun
sebagian pasien mengeluh adanya gejala mekanis yaitu penekanan
pada esofagus (disfagia) atau trakea (sesak napas), biasanya tidak
disertai rasa nyeri kecuali bila timbul perdarahan di dalam nodul.
Struma non toksik disebut juga dengan gondok endemik, berat
ringannya endemisitas dinilai dari prevalensi dan ekskresi yodium
urin. Dalam keadaan seimbang maka yodium yang masuk ke dalam
tubuh hampir sama dengan yang diekskresi lewat urin. Kriteria
13

daerah endemis gondok yang dipakai Depkes RI adalah endemis


ringan prevalensi gondok di atas 10 %-< 20 %, endemik sedang 20
% - 29 % dan endemik berat di atas 30 %.

2.7 STRUMA NODUSA NON TOKSIK

2.7.1 ETIOLOGI

Penyebab pasti pembesaran kelenjar tiroid pada struma nodosa tidak

diketahui, namun sebagian besar penderita menunjukkan gejala-gejala

tiroiditis ringan; oleh karena itu, diduga tiroiditis ini menyebabkan

hipotiroidisme ringan, yang selanjutnya menyebabkan peningkatan

sekresi TSH (thyroid stimulating hormone) dan pertumbuhan yang

progresif dari bagian kelenjar yang tidak meradang. Keadaan inilah

yang dapat menjelaskan mengapa kelenjar ini biasanya nodular, dengan

beberapa bagian kelenjar tumbuh namun bagian yang lain rusak akibat

tiroiditis.

Adanya gangguan fungsional dalam pembentukan hormon tyroid

merupakan faktor penyebab pembesaran kelenjar tyroid antara lain :

a. Defisiensi iodium

Pada umumnya, penderita penyakit struma sering terdapat di daerah

yang kondisi air minum dan tanahnya kurang mengandung iodium,

misalnya daerah pegunungan.

b. Kelainan metabolik kongenital yang menghambat sintesa hormon

tyroid.
14

c. Penghambatan sintesa hormon oleh zat kimia (seperti substansi dalam

kol, lobak, kacang kedelai).

Ada beberapa makanan yang mengandung substansi goitrogenik yakni

makanan yang mengandung sejenis propiltiourasil yang mempunyai

aktifitas antitiroid sehingga juga menyebabkan pembesaran kelenjar

tiroid akibat rangsangan TSH. Beberapa bahan goitrogenik ditemukan

pada beberapa varietas lobak dan kubis.

d. Penghambatan sintesa hormon oleh obat-obatan (misalnya:

thiocarbamide, sulfonylurea dan litium).

e. Hiperplasi dan involusi kelenjar tiroid.

Pada umumnya ditemui pada masa pertumbuhan, puberitas, menstruasi,

kehamilan, laktasi, menopause, infeksi dan stress lainnya. Dimana

menimbulkan nodularitas kelenjar tiroid serta kelainan arseitektur yang

dapat bekelanjutan dengan berkurangnya aliran darah didaerah tersebut.

2.7.2 PATOFISIOLOGI

Iodium merupakan semua bahan utama yang dibutuhkan tubuh untuk

pembentukan hormon tyroid. Bahan yang mengandung iodium diserap

usus, masuk ke dalam sirkulasi darah dan ditangkap paling banyak oleh

kelenjar tyroid..

Dalam kelenjar, iodium dioksida menjadi bentuk yang aktif yang

distimuler oleh Tiroid Stimulating Hormon (TSH) kemudian disatukan

menjadi molekul tiroksin yang terjadi pada fase sel koloid. Senyawa
15

yang terbentuk dalam molekul diyodotironin membentuk tiroksin (T4)

dan molekul yoditironin (T3).

Tiroksin (T4) menunjukkan pengaturan umpan balik negatif dari sekresi

TSH dan bekerja langsung pada tirotropihypofisis, sedang tyrodotironin

(T3) merupakan hormon metabolik tidak aktif. Beberapa obat dan

keadaan dapat mempengaruhi sintesis, pelepasan dan metabolisme

tyroid sekaligus menghambat sintesis tiroksin (T4) dan melalui

rangsangan umpan balik negatif meningkatkan pelepasan TSH oleh

kelenjar hypofisis. Keadaan ini menyebabkan pembesaran kelenjar

tyroid.

2.7.3 GAMBARAN KLINIS

Pada penyakit struma nodosa nontoksik tyroid membesar dengan

lambat. Awalnya kelenjar ini membesar secara difus dan permukaan

licin. Jika struma cukup besar, akan menekan area trakea yang dapat

mengakibatkan gangguan pada respirasi dan juga esofhagus tertekan

sehingga terjadi gangguan menelan. Klien tidak mempunyai keluhan

karena tidak ada hipo atau hipertirodisme, yang dirasakan hanyalah

adanya benjolan di leher.

Pada pemeriksaan status lokalis struma nodosa, dibedakan dalam hal :

a. Jumlah nodul; satu (soliter) atau lebih dari satu (multipel)

b. Konsistensi; lunak, kistik, keras atau sangat keras

c. Nyeri pada penekanan; ada atau tidak ada


16

d. Perlekatan dengan sekitarnya; ada atau tidak ada.

e. Pembesaran kelenjar getah bening di sekitar tiroid : ada atau tidak

ada.

2.7.4 DIAGNOSIS

Diagnosis struma nodosa non toksik ditegakkan berdasarkan anamnesis,

pemeriksaan fisik, penilaian resiko keganasan, dan pemeriksaan

penunjang. Pada umumnya struma nodosa non toksik tidak mengalami

keluhan karena tidak ada hipo- atau hipertiroidisme. Biasanya tiroid

mulai membesar pada usia muda dan berkembang menjadi multinodular

pada saat dewasa. Karena pertumbuhannya berangsur-angsur, struma

dapat menjadi besar tanpa gejala kecuali benjolan di leher. Sebagian

besar penderita dengan struma nodosa dapat hidup dengan strumanya

tanpa keluhan.

Walaupun sebagian struma nodosa tidak mengganggu pernafasan

karena menonjol ke depan, sebagian lain dapat menyebabkan

penyempitan trakea bila pembesarannya bilateral. Struma nodosa

unilateral dapat menyebabkan pendorongan sampai jauh ke arah kontra

lateral. Pendorongan demikian mungkin tidak mengakibatkan gangguan

pernafasan. Penyempitan yang berarti menyebabkan gangguan

pernafasan sampai akhirnya terjadi dispnea dengan stridor inspirator.


17

Keluhan yang ada ialah rasa berat di leher. Sewaktu menelan trakea

naik untuk menutup laring dan epiglotis sehingga terasa berat karena

terfiksasi pada trakea.

Pemeriksaan pasien dengan struma dilakukan dari belakang kepala

penderita sedikit fleksi sehingga muskulus sternokleidomastoidea

relaksasi, dengan demikan tiroid lebih mudah dievaluasi dengan

palpasi. Gunakan kedua tangan bersamaan dengan ibu jari posisi di

tengkuk penderita sedang keempat jari yang lain dari arah lateral

mengeveluasi tiroid serta mencari pole bawah kelenjar tiroid sewaktu

penderita disuruh menelan.

Pada struma yang besar dan masuk retrosternal tidak dapat di raba

trakea dan pole bawah tiroid. Kelenjar tiroid yang normal teraba

sebagai bentukan yang lunak dan ikut bergerak pada waktu menelan.

Biasanya struma masih bisa digerakkan ke arah lateral dan susah

digerakkan ke arah vertikal. Struma menjadi terfiksir apabila sangat

besar, keganasan yang sudah menembus kapsul, tiroiditis dan sudah ada

jaringan fibrosis setelah operasi.

Untuk memeriksa struma yang berasal dari satu lobus (misalnya lobus

kiri penderita), maka dilakukan dengan jari tangan kiri diletakkan di

mediall di bawah kartilago tiroid, lalu dorong benjolan tersebut ke

kanan. Kemudian ibu jari tangan kanan diletakkan di permukaan


18

anterior benjolan. Keempat jari lainnya diletakkan pada tepi belakang

muskulus sternokleidomastoideus untuk meraba tepi lateral kelenjar

tiroid tersebut.

Pada pemeriksaan fisik nodul harus dideskripsikan:

a. Lokasi: lobus kanan, lobos kiri, ismus

b. Ukuran: dalam sentimeter, diameter panjang

c. Jumlah nodul: satu (uninodosa) atau lebih dari satu (multinodosa)

d. Konsistensinya: kistik, lunak, kenyal, keras

e. Nyeri: ada nyeri atau tidak pada saat dilakukan palpasi

f. Mobilitas: ada atau tidak perlekatan terhadap trakea, m.

Sternokleidomastoidea

g. Pembesaran kelenjar getah bening di sekitar tiroid: ada atau tidak.

Sekitar 5% struma nodosa mengalami keganasan. Di klinik perlu

dibedakan nodul tiroid jinak dan nodul ganas yang memiliki

karakteristik:

1. Konsistensi keras pada beberapa bagian atau menyeluruh pada nodul

dan sukar digerakkan, walaupun nodul ganas dapat mengalami

degenerasi kistik dan kemudian menjadi lunak.

2. Sebaliknya nodul dengan konsistensi lunak lebih sering jinak, walaupun

nodul yang mengalami kalsifikasi dapat dtemukan pada hiperplasia

adenomatosa yang sudah berlangsung lama.

3. Infiltrasi nodul ke jaringan sekitarnya merupakan tanda keganasan,

walaupun nodul ganas tidak selalu mengadakan infiltrasi. Jika


19

ditemukan ptosis, miosis dan enoftalmus (Horner syndrome)

merupakan tanda infiltrasi atau metastase ke jaringan sekitar.

4. 20% nodul soliter bersifat ganas sedangkan nodul multipel jarang yang

ganas, tetapi nodul multipel dapat ditemukan 40% pada keganasan

tiroid

5. Nodul yang muncul tiba-tiba atau cepat membesar perlu dicurgai ganas

terutama yang tidak disertai nyeri. Atau nodul lama yang tiba-tiba

membesar progresif.

6. Nodul dicurigai ganas bila disertai dengan pembesaran kelenjar getah

bening regional atau perubahan suara menjadi serak.

7. Pulsasi arteri karotis teraba dari arah tepi belakang muskulus

sternokleido mastoidea karena desakan pembesaran nodul (Berrys

sign)
20

Index Wayne digunakan untuk menentukan apakah pasien mengalami

eutiroid, hipotiroid atau hipertiroid

Gejala subjektif Angka Gejala objektif Ada Tidak

Dispneu d effort +1 Tiroid teraba +3 -3

Palpitasi +2 Bruit diatas systole +2 -2

Capai/lelah +2 Eksoftalmus +2 -

Suka panas -5 Lid retraksi +2 -

Suka dingin +5 Lid lag +1 -

Keringat banyak +3 Hiperkinesis +4 -2

Nervous +2 Tangan panas +2 -2

Tangan basah +1 Nadi

Tangan panas -1 <80x/m - -3

Nafsu makan +3 80-90x/m -

Nafsu makan -3 >90x/m +3

BB -3

< 11 eutiroid
BB +3
11-18 normal
Fibrilasi atrium +3 > 19 hipertiroid

Jumlah

Pemerikasaan laboratorium yang digunakan dalam diagnosa penyakit

tiroid terbagi atas:

1. Pemeriksaan untuk mengukur fungsi tiroid


21

Pemerikasaan hormon tiroid dan TSH paling sering menggunakan

radioimmuno-assay (RIA) dan cara enzyme-linked immuno-assay

(ELISA) dalam serum atau plasma darah. Pemeriksaan T4 total

dikerjakan pada semua penderita penyakit tiroid, kadar normal pada

orang dewasa 60-150 nmol/L atau 50-120 ng/dL; T3 sangat membantu

untuk hipertiroidisme, kadar normal pada orang dewasa antara 1,0-2,6

nmol/L atau 0,65-1,7 ng/dL; TSH sangat membantu untuk mengetahui

hipotiroidisme primer di mana basal TSH meningkat 6 mU/L. Kadang-

kadang meningkat sampai 3 kali normal.

2. Pemeriksaan untuk menunjukkan penyebab gangguan tiroid.

Antibodi terhadap macam-macam antigen tiroid ditemukan pada serum

penderita dengan penyakit tiroid autoimun.

a. antibodi tiroglobulin

b. antibodi mikrosomal

c. antibodi antigen koloid ke dua (CA2 antibodies)

d. antibodi permukaan sel (cell surface antibody)

e. thyroid stimulating hormone antibody (TSA)

Pemeriksaan radiologis dengan foto rontgen dapat memperjelas adanya

deviasi trakea, atau pembesaran struma retrosternal yang pada umumnya

secara klinis pun sudah bisa diduga, foto rontgen leher posisi AP dan

Lateral diperlukan untuk evaluasi kondisi jalan nafas sehubungan dengan

intubasi anastesinya, bahkan tidak jarang intuk konfirmasi diagnostik

tersebut sampai memelukan CT-scan leher.


22

USG bermanfaat pada pemeriksaan tiroid untuk:

1. Dapat menentukan jumlah nodul

2. Dapat membedakan antara lesi tiroid padat dan kistik,

3. Dapat mengukur volume dari nodul tiroid

4. Dapat mendeteksi adanya jaringan kanker tiroid residif yang tidak

menangkap iodium, yang tidak terlihat dengan sidik tiroid.

5. Pada kehamilan di mana pemeriksaan sidik tiroid tidak dapat

dilakukan, pemeriksaan USG sangat membantu mengetahui adanya

pembesaran tiroid.

6. Untuk mengetahui lokasi dengan tepat benjolan tiroid yang akan

dilakukan biopsi terarah

7. Dapat dipakai sebagai pengamatan lanjut hasil pengobatan.

Pemeriksaan tiroid dengan menggunakan radio-isotop dengan

memanfaatkan metabolisme iodium yang erat hubungannya dengan

kinerja tiroid bisa menggambarkan aktifitas kelenjar tiroid maupun bentuk

lesinya. Penilaian fungsi kelenjar tiroid dapat juga dilakukan karena

adanya sistem transport pada membran sel tiroid yang menangkap iodida

dan anion lain. Iodida selain mengalami proses trapping juga ikut dalam

proses organifikasi, sedangkan ion pertechnetate hanya ikut dalam proses

trapping. Uji tangkap tiroid ini berguna untuk menentukan fungsi dan

sekaligus membedakan berbagaii penyebab hipertiroidisme dan juga

menentukan dosis iodium radioaktif untuk pengobatan hipertiroidisme.


23

Uji tangkap tiroid tidak selalu sejalan dengan keadaan klinik dan kadar

hormon tiroid. Pemeriksaan dengan sidik tiroid sama dengan uji angkap

tiroid, yaitu dengan prinsip daerah dengan fungsi yang lebih aktif akan

menangkap radioaktivitas yang lebih tinggi.

Pemerikasaan histopatologis dengan biopsi jarum halus (fine needle

aspiration biopsy FNAB) akurasinya 80%. Hal ini perlu diingat agar

jangan sampai menentukan terapi definitif hanya berdasarkan hasil FNAB

saja.

Berikut ini penilaian FNAB untuk nodul tiroid.

1. Jinak (negatif)

Tiroid normal

Nodul koloid

Kista

Tiroiditis subakut

Tiroiditis Hashimoto

2. Curiga (indeterminate)

Neoplasma sel folikuler

Neoplasma Hurthle

Temuan kecurigaan keganasan tapi tidak pasti

3. Ganas (positif)

Karsinoma tiroid papiler

Karsinoma tiroid meduler

Karsinoma tiroid anaplastik


24

Pemeriksaan potong beku (VC = Vries coupe) pada operasi tiroidektomi

diperlukan untuk meyakinkan bahwa nodul yang dioperasi tersebut suatu

keganasan atau bukan. Lesi tiroid atau sisa tiroid yang dilakukan VC

dilakukan pemeriksaan patologi anatomis untuk memastika n proses ganas

atau jinak serta mengetahui jenis kelainan histopatologis dari nodul tiroid

dengan parafin block.

2.7.5 PENATALAKSANAAN

Pilihan terapi nodul tiroid:

a. Terapi supresi dengan hormon levotirosin

b. Pembedahan

c. Iodium radioaktif

d. Suntikan etanol

e. US Guided Laser Therapy

f. Observasi, bila yakin nodul tidak ganas.

Indikasi operasi pada struma adalah:

- Struma difus toksik yang gagal dengan terapi medikamentosa

- Struma uni atau multinodosa dengan kemungkinan keganasan

- Struma dengan gangguan tekanan

- Kosmetik.

Kontraindikassi operasi pada struma:

- Struma toksika yang belum dipersiapkan sebelumnya


25

- Struma dengan dekompensasi kordis dan penyakit sistemik yang

lain yang belum terkontrol

- Struma besar yang melekat erat ke jaringan leher sehingga sulit

digerakkan yang biasanya karena karsinoma. Karsinoma yang

demikian biasanya sering dari tipe anaplastik yang jelek

prognosanya. Perlekatan pada trakea ataupun laring dapat sekaligus

dilakukan reseksi trakea atau laringektomi, tetapi perlekatan

dengan jaringan lunak leher yang luas sulit dilakukan eksisi yang

baik.

- Struma yang disertai dengan sindrom vena kava superior. Biasanya

karena metastase luas ke mediastinum, sukar eksisinya biarpun

telah dilakukan sternotomi, dan bila dipaksakan akan memberikan

mortalitas yang tinggi dan sering hasilnya tidak radikal.

Pertama-tama dilakukan pemeriksaan klinis untuk menentukan apakah

nodul tiroid tersebut suspek maligna atau suspek benigna. Bila nodul

tersebut suspek maligna dibedakan atas apakah kasus tersebut

operabel atau inoperabel. Bila kasus yang dihadapi inoperabel maka

dilakukan tindakan biopsi insisi dengan pemeriksaan histopatologi

secara blok parafin. Dilanjutkan dengan tindakan debulking dan

radiasi eksterna atau khemoradioterapi. Bila nodul tiroid suspek

maligna tersebut operabel dilakukan tindakan isthmolobektomi dan

pemeriksaan potong beku (VC ).


26

Ada 5 kemungkinan hasil yang didapat :

1. Lesi jinak.

Maka tindakan operasi selesai dilanjutkan dengan observasi

2. Karsinoma papilare.

Dibedakan atas risiko tinggi dan risiko rendah berdasarkan klasifikasi

AMES.

a. Bila risiko rendah tindakan operasi selesai dilanjutkan dengan

observasi.

b. Bila risiko tinggi dilakukan tindakan tiroidektomi total.

3. Karsinoma folikulare.

Dilakukan tindakan tiroidektomi total

4. Karsinoma medulare.

Dilakukan tindakan tiroidektomi total

5. Karsinoma anaplastik.

a. Bila memungkinkan dilakukan tindakan tiroidektomi total.

b. Bila tidak memungkinkan, cukup dilakukan tindakan debulking

dilanjutkan dengan radiasi eksterna atau khemoradioterapi.

Bila nodul tiroid secara klinis suspek benigna dilakukan tindakan FNAB

(Biopsi Jarum Halus). Ada 2 kelompok hasil yang mungkin didapat yaitu
27

1. Hasil FNAB suspek maligna, foliculare Pattern dan Hurthle

Cell. Dilakukan tindakan isthmolobektomi dengan pemeriksaan

potong beku seperti diatas.

2. Hasil FNAB benigna.

Dilakukan terapi supresi TSH dengan tablet Thyrax selama 6

bulan kemudian dievaluasi, bila nodul tersebut mengecil diikuti

dengan tindakan observasi dan apabila nodul tersebut tidak ada

perubahan atau bertambah besar sebaiknya dilakukan tindakan

isthmolobektomi dengan pemeriksaan potong beku seperti diatas.


28

Bagan Penatalaksanaan Nodul Tiroid

Nodul Tiroid

Klinis

Suspek Maligna Suspek Benigna

Inoperabel Operabel
FNAB

Biopsi Insisi Isthmolobektomi

Lesi jinak VC Suspek maligna Benigna


Folikulare pattern
Hurthle cell

Papilare Folikulare Medulare Anaplastik


Supresi TSH
6 bulan

Risiko Risiko
Rendah Tinggi Membesar Mengecil
Tidak ada
Perubahan

Debulking

Observasi Tiroidektomi total Radiasi eksterna/


Khemotherapi
29

BAB III

KESIMPULAN

Struma adalah suatu penyakit yang sering kita jumpai sehari-hari. Sangat penting

untuk melakukan anamnesis dan pemeriksaan fisik yang teliti dan cermat untuk

mengetahui ada tidaknya tanda-tanda toksisitas yang disebabkan oleh perubahan

kadar hormon tiroid dalam tubuh. Begitu juga dengan tanda-tanda keganasan yang

dapat diketahui secara dini.

Selanjutnya adalah menentukan pemeriksaan penunjang yang tepat untuk

menentukan diagnosis pasti dari jenis struma yang ada. Dengan menegakkan

diagnosis pasti maka kita dapat mnentukkan tatalaksana yang tepat bagi struma

yang dialami oleh pasien. Apakah memerlukan tindakan pembedahan, atau cukup

diberi pengobatan dalam jangka waktu tertentu.


30

DAFTAR PUSTAKA

Andrzey Lewinski. (Accessed : 9 November 2015), the problem of goiter with


particular consideration of goiter resulting from iodine deficiency. Available
at:http://www.google.com ( last update: 2004).
Bliss, RD., Gauger, PG., Delbridge, LW. Surgeons approach to the thyroid gland :
surgical anatomy and the importance of technique. World Journal of
Surgery. 2000. 24; 8. 891 897.
Castro Regina M. (Accessed : 9 November 2015), goiter-diagnostic and treatment
. Available at: http://www.google.com (last update : 2004).
Guyton, A.C Hall, J.E, Textbook of medical physiology. W.B Saunders Company,
Philadelpia, Pennsylvania. (1996) ed. 9, pp. 1311-1312.
Grace., PA & Borley., N.R. Surgery at a glance. Edisi 3. Alih bahasa dr. Vidhia
Umami. Erlangga Medical Series. Jakarta. 2007.
Landenson w paul M.D. (Accessed : 9 November 2015), goiter and tiroid nodules.
Available at: http://www.knl.google.com (last update: 11 nov 2008).
Lang, BH. Minimally invasive thyroid and parathyroid operations : surgical
techniques and pearls. Journal of Advances in Surgery.2010. 44;1. 185
198
Liberty Kim H, Kelenjar Tiroid : Buku Teks Ilmu Bedah, Jilid Tiga, Penerbit
Binarupa Aksara, Jakarta, 2005.
Moore, KL & Agur, AMR. Essential Clinical Anatomy, Wiliams and Wilkins,
1996. pp. 156-161.
Widjosono, Garitno, Sistem Endokrin : Buku Ajar Ilmu Bedah. Editor
Syamsuhidayat R.Jong WB, Edisi 3, EGC, Jakarta, 2010 : 925-952.

Anda mungkin juga menyukai