PENDAHULUAN
-1-
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Definisi
Kolesistitis (radang kandung empedu) adalah reaksi inflamasi dinding
kandung empedu yang disertai keluhan nyeri perut kanan atas, nyeri tekan dan
demam. Hingga kini patogenesis penyakit yang cukup sering dijumpai ini masih
belum jelas (Isselbacher, K.J, et al, 2009).
-2-
sebagian besar anion anorganik, klorida dan bikarbonat, diikuti oleh difusi air
sehingga terjadi penurunan pH intrasistik (Sudoyo W. Aru, et al, 2009).
-3-
kolesistokinin diantaranya (1) kontraksi kandung empedu (2) penurunan resistensi
sfingster Oddi (3) peningkatan sekresi empedu hati (4) meningkatkan aliran cairan
empedu ke duodenum (Isselbacher, K.J, et al, 2009).
Asam empedu primer yang telah sekresikan ke duodenum akan
direabsorpsi kembali di ileum terminalis kemudian memasuki aliran darah portal
dan diambil cepat oleh hepatosit, dikonjugasi ulang dan disekresi ulang ke dalam
empedu (sirkulasi enterohepatik). Sekitar 20% empedu intestinal tidak
direabsorpsi di ileum, yang kemudian dikonjugasi oleh bakteri kolon menjadi
asam empedu sekunder yakni deoksikolat dan litokolat dan 50% akan
direabsorpsi kembali (Isselbacher, K.J, et al, 2009).
Epidemiologi:
Sejauh ini belum ada data epidemiologis penduduk, insidensi kolesistitis di negara
kita relative lebih rendah di banding negara-negara barat. Kolesistitis kalkulus
lebih banyak ditemukan pada wanita, usia > 40 tahun dan pada wanita hamil atau
yang mengkonsumsi obat hormonal, walaupun pada kenyataannya tidak selalu
seperti itu. Pasien pasien yang menerima nutrisi parenteral total (TPN) beresiko
menderita kolesistitis akut akalkulus, sama halnya pada pasien dengan riwayat
DM & demam tyfoid.
Etiologi
Faktor yang mempengaruhi timbulnya serangan kolesistitis akut adalah
stasis cairan empedu, infeksi kuman dan iskemia dinding kandung empedu.
Penyebab utama kolesistitis akut adalah batu kandung empedu (90%) sedangkan
sebagian kecil kasus (10%) timbul tanpa adanya batu empedu (kolesistitis akut
akalkulus) (Huffman JL, et al, 2009).
Batu biasanya menyumbat duktus sistikus yang menyebabkan stasis cairan
empedu dan terjadi distensi kandung empedu. Distensi kandung empedu
menyebabkan aliran darah dan limfe menjadi terganggu sehingga terjadi iskemia
dan nekrosis dinding kandung empedu (Gambar 2). Meskipun begitu, mekanisme
pasti bagaimana stasis di duktus sistikus dapat menyebabkan kolesistitis akut,
sampai saat ini masih belum jelas. Diperkirakan banyak faktor yang dapat
-4-
mencetuskan respon peradangan pada kolesistitis, seperti kepekatan cairan
empedu, kolesterol, lisolesitin dan prostaglandin yang merusak lapisan mukosa
dinding kandung empedu yang diikuti oleh reaksi inflamasi dan supurasi.
(Donovan JM, 2009).
Peradangan yang disebabkan oleh bakteri mungkin berperan pada 50
sampai 85 persen pasien kolesistitis akut. Organisme yang paling sering dibiak
dari kandung empedu para pasien ini adalah E. Coli, spesies Klebsiella,
Streptococcus grup D, spesies Staphylococcus dan spesies Clostridium. Endotoxin
yang dihasilkan oleh organisme organisme tersebut dapat menyebabkan
hilangnya lapisan mukosa, perdarahan, perlekatan fibrin, yang akhirnya
menyebabkan iskemia dan selanjutnya nekrosis dinding kandung empedu (Cullen
JJ, et al, 2009)
BAB III
KESIMPULAN
-5-
pula massa di kuadran kanan atas perut. Pemeriksaan penunjang sering
menunjukkan leukositosis, peningkatan serum aminotransferasi, alkali fosfatase,
serum bilirubin dan serum amilase. Pemeriksaan USG dapat merupakan
pemeriksaan penunjang yang banyak dilakukan karena kesensitifitasannya sampai
95%. Terapi dibagi menjadi dua yakni terapi konvensional berupa perbaikan
kondisi umum pasien, antibiotik sesuai dengan pola kuman, analgesik dan anti-
emetik dan terapi pembedahan bila terdapat inidikasi, dimana saat ini lebih sering
dilakukan laparaskopik kolesistektomi dikarenakan dapat memberi keuntungan
pada pasien yakni rasa nyeri pasca operasi minimal, memperpendek masa
perawatan dan memperbaiki kualitas hidup pasien lebih cepat.
-6-
DAFTAR PUSTAKA
-7-