Anda di halaman 1dari 3

Telaah Etika Bisnis Islami Menurut Rafiq Issa Bewkun

Muhammad Shiddiq Al Jawi

www.e-Syariah.ORG

Pendahuluan

Tulisan ini bertujuan menguraikan 2 (dua) hal : pertama, deskripsi pemikiran Rafik Issa
Beekun tentang sistem etika Islam (The Islamic Ethical System) dalam bisnis, seperti yang
terdapat dalam buku Islamic Business Ethics karya Rafik Issa Beekun (1997).[1]

Kedua, pandangan dan analisis penulis terhadap topik yang diuraikan oleh Beekun. Beekun
(1997) memulai uraiannya dengan menjelaskan berbagai penyimpangan etika bisnis dalam
masyarakat Barat, seperti diskriminasi rekrutmen dan promosi pegawai (1997:1). Kemudian,
Beekun menjelaskan 4 (empat) pokok pemikirannya yang berkaitan dengan sistem etika
Islam dalam dunia bisnis, yaitu : (1) definisi etika dan etika bisnis serta keterkaitannya
dengan aspek normatif Islam, (2) faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku etika individu
dalam Islam, (3) sistem etika Islam, yang berisi studi perbandingan berbagai sistem etika dan
uraian aksioma-aksioma filsafat etika Islam, dan (4) tingkatan-tingkatan perilaku sah dan
tidak sah dalam Islam.

Adapun pandangan dan analisis penulis, akan menyentuh beberapa topik permasalahan,
yaitu : (1) keterbatasan definisi etika bisnis Beekun, (2) hubungan istilah etika dengan aspek
normatif Islam, (3) etika bisnis tentang format perusahaan Islami (syirkah Islamiyah), (4) kritik
terhadap sistem etika sekuler dan sistem etika agama lain, (5) aksioma filsafat-filsafat etika
Islam, (6) integrasi etika dan fiqih.

Penyimpangan Etika Bisnis

Beekun (1997) mengawali bukunya dengan suatu uraian deskriptif mengenai berbagai
penyimpangan etika bisnis dalam masyarakat Barat. Misalnya : (1) penyalahgunaan alkohol
dan obat-obatan terlarang, (2) pencurian oleh karyawan, (3) konflik kepentingan, (4) isu-isu
pengawasan kualitas (quality control), (5) diskriminasi rekrutmen dan promosi karyawan, (6)
penyalahgunaan informasi yang menjadi milik perusahaan, (7) penyalahgunaan anggaran
perusahaan, dan sebagainya.[2]

Dalam situasi yang demikian, Beekun (1997) menekankan bahwa justru sangat urgen bagi
bisnisman muslim untuk tetap berpegang pada etika Islam, bukan malah larut dan
terpengaruh oleh situasi kontemporer yang penuh dengan penyimpangan etika dalam
berbisnis. Hal itu disebabkan Islam telah mengatur segala aspek kehidupan dan dalam
segala situasi dan kondisi. Bahkan tanpa menjelaskan konteks situasionalnya, Allah SWT
menjelaskan bahwa muslim yang sukses adalah muslim yang tetap komit dengan nilai
kebaikan (khayr atau maruf) seperti yang dikehendaki Allah.[3]

Definisi Etika

2012 Etik UMB


1 Ir. Anik Herminingsih, M.Si
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
Beekun (1997) secara ringkas menjelaskan bahwa etika adalah The set of moral principles
that distinguish what is right from what is wrong. (Sekumpulan prinsip-prinsip moral yang
digunakan untuk membedakan perilaku yang benar dengan perilaku yang salah).[4]

Sedangkan nilai-nilai personal, berkaitan dengan penekanan atau intensitas nilai tertentu
yang mungkin berbeda antara satu individu dengan individu lainnya. Orang yang
mementingkan nilai kejujuran, akan berbeda perilaku etikanya dengan orang yang tidak
mementingkan nilai kejujuran. Pengaruh keluarga juga menjadi satu faktor dalam faktor-
faktor individual. Sebab standar moral individu pada awalnya sangatlah dipengaruhi oleh
keluarganya. Anak-anak yang tumbuh dalam keluarga yang menjunjung moral, akan
mempunyai standar etika yang tinggi. Sebaliknya anak-anak yang hidup dalam keluarga
yang bejat moral, cenderung mempunyai standar moral yang rendah pula.

Pengaruh teman pergaulan juga merupakan faktor yang mempengaruhi perilaku etika
individu. Pergaulan dengan teman di sekolah, atau teman di lingkungan rumah, dapat
memberikan pengaruh terhadap perilaku etika seseorang.

Adapun pengalaman hidup, yang dimaksud adalah suatu peristiwa yang sangat berkesan
bagi seseorang sehingga mempengaruhi hidupnya di kemudian hari. Beekun mencontohkan
pengalaman Malcolm X dalam melaksanakan ibadah haji, yang kemudian berpengaruh
besar dalam perilaku keislamannya dalam kehidupannya.

Sedangkan faktor situasional, adalah kondisi-kondisi tertentu yang membuat seseorang


berperilaku tidak etis, sebagai jalan keluar dari problem yang dihadapinya. Misalnya, seorang
manajer penjualan yang mencatatkan transaksi penjualan fiktif untuk menutupi kerugian yang
dialami.

Sistem Etika Islam

Beekun menjelaskan bahwa sistem etika Islam (Islamic ethical system) berbeda dengan
sistem etika sekuler dan sistem etika agama lain. Sistem etika sekuler, misalnya, berbeda
dengan sistem etika Islam karena sistem etika sekuler memisahkan sistem etik dengan
agama. Sedang sistem etika Kristen, berbeda dengan sistem etika Islam, karena sistem etika
Kristen terlalu menekankan kehidupan kerahiban (monasticism) sehingga membuat orang
menarik diri dari kancah kehidupan keseharian.[9]

Selanjutnya, Beekun menerangkan dan mengkritik enam macam sistem etika dominan yang
sekarang, sebagai langkah pendahuluan untuk menerangkan beberapa aksioma filsafat etika
dalam Islam.

a. Sistem-Sistem Etika
Sistem etika yang dominan saat ini, menurut Beekun, ada 6 (enam) sistem etika, yaitu
Relativisme, Utilitarianisme, Universalisme, Rights (Hak-Hak), Keadilan Distributif
(Distributive Justice), dan Hukum Abadi (Eternal Law). Keenam sistem etika ini dibedakan
atas dasar kriteria yang digunakan untuk memutuskan salah benarnya suatu perilaku.[10]

Relativisme (self-interest) adalah paham bahwa baik buruknya perilaku manusia didasarkan
pada kepentingan atau kebutuhan pribadi (self-interest and needs). Dengan demikian, setiap
individu akan mempunyai kriteria moral yang berbeda dengan individu lainnya, atau akan
terjadi perbedaan kriteria moral dari satu kultur ke kultur lainnya. Relativisme bertentangan
dengan Islam, sebab Islam menegaskan bahwa perilaku etika individu wajib didasarkan pada
2012 Etik UMB
2 Ir. Anik Herminingsih, M.Si
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
kriteria Al-Qur`an dan As-Sunnah, bukan kriteria individu yang relatif. Di samping itu,
relativisme akan menimbulkan kemalasan dalam pembuatan keputusan, karena semuanya
toh dapat secara sederhana diputuskan menurut selera masing-masing. Islam mensyariatkan
hukum-hukum yang diwahyukan dalam sebuah kitab suci. Pembacaan yang ada bukanlah
memilih salah satu, apakah kitab suci atau alam semesta, tetapi haruslah berupa pembacaan
simultan antara keduanya, yaitu kitab suci (Al-Qur`an) dan alam semesta. Meski ada
kemiripan, etika Kristen tidak sama dengan etika Islam. Dalam agama Kristen, penarikan diri
dari kehidupan untuk beribadah, sangat berlebihan. Sementara Islam mengharuskan
manusia untuk terjun ke dalam kehidupan sehari-hari. Kristen menganggap hukum hanya
mengatur urusan ritual, sementara dalam Islam, hukum mengatur segala aspek kehidupan.

Setelah menjelaskan dan mengkritik keenam sistem etika yang ada, Beekun lalu
menjelaskan beberapa parameter kunci untuk sistem etika Islam[11], yaitu:

1. Perilaku dinilai etis bergantung pada niat baik masing-masing individu.


2. Niat yang baik harus diikuti oleh perbuatan yang baik. Niat baik tidak dapat mengubah
perbuatan haram menjadi halal.
3. Islam memberikan kebebasan individu untuk mempercayai sesuatu atau berbuat sesuatu,
selama tidak mengorbankan nilai tanggungjawab dan keadilan.
4. Harus ada kepercayaan bahwa Allah memberikan kepada individu pembebasan (freedom)
yang komplit, dari sesuatu atau siapa pun selain Allah.
5. Keputusan mengenai keuntungan mayoritas atau minoritas tidak diperlukan. Sebab etika
bukanlah permainan angka.
6. Islam menggunakan sistem pendekatan terbuka kepada etika, tidak tertutup, atau self-
oriented system. Tak ada egoisme dalam Islam.
7. Keputusan etis didasarkan pada pembacaan simultan antara Al-Qur`an dan alam semesta.
8. Islam mendorong tazkiyah (penyucian diri) di samping mendorong partisipasi aktif dalam
kehidupan.

b. Aksioma-Aksioma Filsafat Etika Islam

Beekun, kemudian mengajukan lima kunci aksioma filsafat etika Islam, yaitu : (1) kesatuan
(unity, tawhid), (2) keseimbangan (equalibrium, adl), (3) kehendak bebas (free will), (4)
tanggungjawab (responsibility, mas`uliyah), (5) kebajikan (benevolence, ihsan).[12]

Aksioma kesatuan, adalah dimensi vertikal dari Islam. Prinsip ini memandang bahwa aspek
politik, ekonomi, sosial, dan sebagainya, adalah satu kesatuan. Aplikasinya dalam bisnis,
misalnya : tidak dibenarkan ada diskriminasi dalam mengatur karyawan, penjual, pembeli,
dan seterusnya, baik atas dasar ras, jenis kelamin, atau agama.

Aksioma keseimbangan, adalah dimensi horizontal dalam Islam. Prinsip ini menganggap
bahwa berbagai aspek kehidupan manusia tersebut di atas, haruslah menghasilkan sistem
sosial yang terbaik. Aplikasinya dalam bisnis, misalnya, tidak boleh melakukan penimbangan
secara curang.

Kehendak bebas (free will) maksudnya adalah manusia mempunyai kemampuan berbuat
tanpa paksaan dari unsur eksternal, tetap dalam parameter penciptaan Allah dan adanya

2012 Etik UMB


3 Ir. Anik Herminingsih, M.Si
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id

Anda mungkin juga menyukai