PENDAHULUAN
Fibrilasi atrial (FA) merupakan aritmia yang paling sering di jumpai dalam praktek
sehari-hari dan paling sering menjadi penyebab seorang harus menjalani perawatan di rumah
sakit. Walaupun bukan merupakan keadaan yang mengancam jiwa secara langsung, tetapi FA
berhubungan dengan peningkatan angka morbiditas dan mortalitas.1
Data dari studi observasional pada populasi urban di Jakarta menemukan angka kejadian
FA sebesar 0,2% dengan rasio laki-laki dan permpuan 3:2. Selain itu, karena terjadi peningkatan
signifikan populasi usia lanjut di Indonesia yaitu 7,74% ( pada tahun 2000-2005) menjadi
28,68% ( estimasi WHO tahun 2045-2050 ), maka angka kejadian FA juga akan meningkat
secara signifikan. Dalam skala yang lebih kecil, hal ini juga tercemin pada data di Rumah Sakit
Jantung dan Pembuluh Darah Harapan Kita yang menunjukkan setiap tahunnya, yaitu 7,1% pada
tahun 2010, meningkta menjadi 9,0% ( 2011 ), 9,3% (2012) dan 9,8% (2013)2
TINJAUAN PUSTAKA
A. DEFINISI
FA merupakan suatu kondisi aritmia yang berbahaya karena : (1) ventrikel rate
yang cepat dapat mengganggu cardiac output dan berefek terhadap hipotensi dan
kongesti paru khususnya pada pasien dengan hipertiroid dan kekakuan ventrikel kiri
dimana kontraksi atrial yang normal dapat secara signifikan menurunkan pengisiian kiri
dan stroke volume, (2) Hilangnya kontraksi atrial yang menyebabkan stasis darah pada
atrium dan dapat meningkatkan resiko thrombus, khususnya pada atrium kiri3
B. ETIOLOGI
C. EPIDEMIOLOGI
Di Amerika Serikat diperkirakan terdapat 2,2 juta pasien FA dan setiap tahun
ditemukan 160.000 kasus baru. Pada populasi umum prevalensi FA terdapat + 1-2% dan
meningkat dengan bertambahnya umur. Pada umur di bawah 50 tahun prevalensi FA
kurang dari 1 % dan meningkat menjadi lebih dari 9% pada usia 80 tahun. Lebih banyak
dijumpai pada laki-laki dibandingkan wanita, walaupun terdapat kepustakaan yang
mengatakan tidak terdapat perbedaan jenis kelamin.1 Data dari studi observasional pada
populasi urban di Jakarta menemukan angka kejadian FA sebesar 0,2% dengan rasio laki-
laki dan perempuan 3:2.
D. PATOFISIOLOGI
a. Mekanisme fokal
Mekanisme fokal adalah mekanisme FA dengan pemicu dari daerah-
daerah tertentu, yakni 72% di VP dan sisanya bervariasi. Mekanisme
seluler dari aktivitas fokal mungkin melinatkan mekanisme triggered
activity dan reentri. Vena pulmoner memiliki potensi yang kuat untuk
memulai dan melanggengkan takiaritmia atrium.2
E. KLASIFIKASI
Secara klinis FA dapat dibedakan menjadi lima jenis menurut waktu presentasi
dan durasinya, yaitu :
1. FA yang pertama kali terdiagnosis
Jenis ini berlaku untuk pasien yang pperama kali datang dengan
manifestasi klinis FA, tanpa memandang durasi atau berat ringannta gejala
yang muncul
2. FA paroksimal
Adalah FA yang mengalami terminasi spontan dalam 48 jam, namun dapat
berlanjut hingga 7 hari
3. FA persisten
FA dengan episode menetap hingga lebih dari 7 hari atau memerlukan
kardioversi dengan obat
4. FA persisten lama
FA yang bertahan hingga > 1 tahun, dan strategi kendali irama masih akan
diterapkan
5. FA permanen
Merupakan FA yang ditetapkan sebagai permanen
F. MANIFESTASI KLINIS
G. PEMERIKSAAN FISIK
Pada pemeriksaan fisik pada FA dapat ditemukan nadi yang irregular dan cepat,
pulsasi vena jugularis yang tidak teratur. irama gallop S3 pada auskultasi jantung. Pada
pemeriksaan fisik dapat juga dihubungkan dengan terjadinya penyakit katup jantung atau
myocardial abnormal.8 Pasien dengan hipoterima atau dengan toksisitas obat jantung
dapat mengalami bradikardia
Pada auskultasi paru dapat ditemukan ronki yang menunjukkan kemungkinan
terdapatnya gagal jantung. Irama gallop S3 pada auskultasi jantung menunjukkan
kemungkinan terdapat gagal jantung kongestif.1
Pada bagian abdomen dapat ditemukan asites, hepatomegaly atau kapsul hepar
yang teraba mengencang dapat mengindikasikan gagal jantun kanan atau penyakit hati
intrinsik.2
H. Diagnosis
1. Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium ditujukan untuk mencari gangguan / penyakit yang
tersembunyi, terutama apabila laju ventrikel sulit dikontrol.
Pemeriksaan laboratorium yang dapat diperiksa antara lain:
1. Darah lengkap (anemia, infeksi)
2. Elektrolit, ureum, kreatinin serum (gangguan elektrolit atau gagal ginjal) Enzim
jantung seperti CKMB dan atau troponin (infark miokard sebagai pencetus FA)
3. Peptida natriuretik (BNP, N-terminal pro-BNP dan ANP) memiliki asosiasi
dengan FA. Level plasma dari peptida natriuretic tersebut meningkat pada pasien
dengan FA paroksismal maupun persisten
2. EKG
Temuan EKG biasanya dapat mengkonfirmasi diagnosis FA dan biasanya mencakup
laju ventrikel bersifat ireguler dan tidak terdapat gelombang P yang jelas, digantikan
oleh gelombang F yang ireguler dan acak, diikuti oleh kompleks QRS yang ireguler
pula. Manifestasi EKG lainnya yang dapat menyertai FA antara lain:
1. Laju jantung umumnya berkisar 110-140x/menit, tetapi jarang melebihi 160-
170x/menit.
2. Dapat ditemukan denyut dengan konduksi aberan (QRS lebar) setelah siklus
interval R-R panjang-pendek (fenomena Ashman)
3. Preeksitasi
4. Hipertrofi ventrikel kiri
5. Blok berkas cabang
6. Tanda infark akut/lama
Elektrokardiogram juga diperlukan untuk memonitor interval QT dan QRS dari
pasien yang mendapatkan terapi antiaritmia untuk FA
3. Ekokardiografi
Ekokardiografi transtorakal memilik sensitivitas yang rendah dalam mendeteksi
thrombus di atrium kiri, dan ekokardiografi transesofageal adalah modalitas terpilih
untuk tujuan ini.
Ekokardigrafi trantorakal bermanfaat untuk :
- Evaluasi penyakit jantung katup
- Evaluasi ukuran atrium, ventrikel dan dimensi dinding
- Estimasi fungsi ventrikel dan evaluasi thrombus ventrikel
- Estimasi tekanan sistolik paru
- Evaluasi penyakit pericardial
I. PENATALAKSANAAN FA
1. Kardioversi
Kardioversi dapat dilakukan secara elektrik atau farmakologis, namun
farmakologis kurang efektif.
a. Kardioversi farmakologis
Efektif bila dilakukan dalam 7 hari setelah terjadinya FA. Dalam
pemberian obat anti aritmia efek samping obat-obat tersebut harus
diperhatikan, salah satunya adalah pro-aritmia
b. Kardioversi elektrik
Pasien FA dengan hemodinamik yang tidak stabil akibat laju irama
ventrikel yang cepat disertai tanda iskemia, hipotensi, sinkop perlu segera
dilakukan kardioversi elektrik. Kardiversi elektrik dimulai dengan 200
joule. Keberhasilan tindakan ini pada FA persisten mencapai 80 90 %.
1. Dabigatran Etexilate
Terdapat 2 jenis dosis dabigatran etexilate [110 mg b.i.d. (D110) atau 150 mg
b.i.d. (D150). Untuk primary efficacy endpoint berupa stroke dan emboli sistemik,
D150 lebih superior dari warfarin, tanpa perbedaan signifikan dalam hal primary
safety endpoint berupa perdarahan mayor Angka stroke hemoragik dan perdarahan
intrakranial lebih rendah pada kedua dosis dabigatran tetapi perdarahan
gastrointestinal meningkat bermakna dengan D150 keamanan dabigatran konsisten
pada seluruh strata skor CHADS2 dan sama efeknya baik pada bekas pemakai
maupun belum pernah memakai AVK.
2. Rivaroxaban
Tidak terdapat penurunan angka mortalitas atau stroke iskemik tetapi terdapat
penurunan bermakna stroke hemoragik dan perdarahan intrakranial. Tidak ada
perbedaan pada primary safety endpoint yaitu gabungan perdarahan mayor dan
perdarahan yang relevan secara klinis tetapi terdapat penurunan perdarahan fatal pada
kelompok rivaroxaban. Lebih sering terjadi diskontinuitas terapi pada rivaroxaban
(23,9%) dibanding warfarin (22,4%)
3. Apixaban
Pasien FA yang tidak cocok atau tidak ingin mendapat terapi AVK diberikan
apixaban [5 mg b.i.d. dengan penyesuaian dosis jadi 2,5 mg b.i.d. bila usia 80 tahun,
berat badan 60kg atau kreatinin serum 1,5 mg/dL (133mmol/L)] atau diberikan
aspirin (81-324 mg/hari, dengan 91% minum 162 mg/hari). Angka kejadian stroke
hemoragik dan perdarahan intrakranial lebih rendah secara bermakna pada kelompok
apixaban tetapi tidak demikian untuk stroke iskemik.
3. Penutupan Aurikel atrium Kiri
Aurikel atrium kiri merupakan tempat utama terbentuknya thrombus yang bila
lepas dapat menyebabkan stroke iskemik pada FA. Angka stroke yang rendah didapatkan
pada pasien yang dilakukan pemotongan AAK pada saat operasi jantung.
Saat ini ada dua jenis penutupan AAK yang dapat digunakan yaitu WATCHMAN
dan Amplatzer Cardia Plug. Pasien yang dipasang WATCHMAN diberikan juga warfarin
selama 45 hari pascaprosedur kemudian dilanjutkan dengan dual antiplatelet selama 6
bulan, lalu aspirin sebagai terapi jangka panjang.
1. Tromboemboli
Risiko seseorang untuk mengalamin komplikasi tergantung pada faktor
risiko kardiovaskular yang menyertai dan usia pasien. Trombus yang
terbentuk pada FA biasanya terletak di struktur tambahan yang terdapat di
atrium kiri ( left atrial appendage ). Selain terjadinya koagulasi dan stasis
darah di dalam LAA, terjadinya perubahan endothelial pro-trombogenik
sangat penting dalam perkembangan trommbi di atrium. Trias Virchow
akan terpenuhi dalam terjadinya trombi atrium pada FA
BAB III
KESIMPULAN
Di Amerika Serikat diperkirakan terdapat 2,2 juta pasien FA dan setiap tahun ditemukan
160.000 kasus baru. Pada populasi umum prevalensi FA terdapat + 1-2% dan meningkat dengan
bertambahnya umur. Pada umur di bawah 50 tahun prevalensi FA kurang dari 1 % dan
meningkat menjadi lebih dari 9% pada usia 80 tahun. Lebih banyak dijumpai pada laki-laki
dibandingkan wanita, walaupun terdapat kepustakaan yang mengatakan tidak terdapat perbedaan
jenis kelamin.
Fibrilasi atrial dapat simptomatik dapat pula asimptomatik. Pada 10%-25% penderita
diagnosis FA ditemukan tanpa gejala atau didiagnosis setelah terjadi komplikasi. Gejala FA
tergantung dari kecepatan laju irama ventrikel, lamanya FA, penyakit yang mendasari. FA adalah
mengembalikan ke irama sinus, mengontrol laju irama ventrikel dan pencegahan komplikasi
tromboemboli. Pada pasien yang masih dapat dikembalikan ke irama sinus perlu segera
dilakukan konversi, sedangkan pada FA permanen sedikit sekali kemungkinan atau tidak
mungkin dikembalikan ke irama sinus.
DAFTAR PUSTAKA