PENDAHULUAN
Bale daja merupakan salah satu bangunan tradisional bali yang banyak
dijumpai di bali.Bangunan bale daja terbagi menjadi 2 bagian dengan fungsi yang
berbeda, bale daja bagian kiri memiliki fungsi untuk tempat tidur orang tua atau
kepala keluarga, sedangkan bale daja sebelah kanan berfungsi untuk ruang suci
tempat sembahyang dan tempat menyimpan alat-alat upacara. Bale daja memiliki
tipologi tri angga yaitu kepala, badan , dan kaki serta memiliki 12 tiang (saka).
Bale daja memiliki 2 balai-balai yang terletak di sebelah kiri dan kanan.
Bentuk bangunan bale daja adalah segi empat ataupun persegi panjang. Atapnya
berbentuk limas an dengan struktur atap bali, sedangkan bagian bawahnya berupa
bebaturan yang terbuat dari batu dan biasanya dihiasi dengan ornament tradisional
bali seperti ukiran tumbuhan. Posisi lantai bale daja cukup tinggi dari tanah halaman
sehingga biasanya dilengkapi dengan tangga untuk akses pencapaian.
Saat ini cukup sulit menemukan bangunan bale daja dengan saka roras yang
asli, faktanya telah banyak terjadi perkembangan dan perubahan pada bangunan bale
daja misalnya digunakan sebagai lobby resort. Dari sini timbulah keinginan penulis
untuk mencoba menjadikan bangunan bale daja sebagai bangunan yang bersifat
publik dan memiliki fungsi selain sebagai tempat tinggal dan menyimpan alat
upacara. Dengan menganalogikan bentuk bale daja sendiri dan dengan penerapan
salah satu konsep arsitektur tradisional bali, yaitu tri angga yang merupakan tiga
bagian dari bangunan yang terdiri dari kaki, badan dan kepala.
TINJAUAN PUSTAKA
Rwa Bhineda
Konsep perpaduan antara dua kekuatan di sekitar manusia. Hal ini yang
mendasari terjadinya pembagian menjadi dua, seperti : baik & buruk, laki-laki &
perempuan, siang & malam, dan sebagainya. Menciptakan keselarasan dengan cara
menyatukan antara unsur purusha (akasa) dan pradhana (pertiwi) dapat mewujudkan
bibit kehidupan. Dalam kaitannya dengan wujud arsitektur adalah tercapainya suatu
wujud bawa (benda) maurip (hidup).
Tri Hita Karana
Tri Hita Karana memiliki makna tiga unsur sebagai penyebab kebaikan yang
terdiri dari atma (roh/jiwa), prana (tenaga) dan angga (jasad/fisik). Konsepsi Tri Hita
Karana melandasi terwujudnya susunan kosmos yang besar (bhuana agung) sampai
yang paling kecil (bhuana alit). Dalam alam semesta jiwa adalah Paramaatma
(Tuhan Yang Maha Esa), tenaga adalah kekuatan alam dan jasad adalah Panca Maha
bhuta. Dalam lingkup permukiman desa, jiwa adalah parahyangan (pura desa),
tenaga adalah pawongan (warga desa) dan jasad adalah palemahan (wilayah teritorial
desa). Pada rumah tinggal, jiwa adalah sanggah/pamerajan (area suci/pura keluarga),
tenaga adalah penghuni (anggota keluarga) dan jasad adalah pekarangan, sedangkan
dalam konteks manusia, jiwa adalah atman, tenaga adalah sabda bayu idep dan jasad
adalah stula sarira (tubuh manusia).
Tri Angga memiliki arti tiga bagian dalam tubuh manusia yang terdiri dari
utama angga (kepala), madya angga (badan) dan nista angga (kaki). Konsep Tri
Angga dalam Bhuana Agung disebut dengan Tri Loka atau Tri Mandala. Konsepsi
Tri Angga berlaku dari yang besar (makro) sampai yang terkecil (mikro). Bila
dianggap secara vertikal, maka aplikasi konsep tersebut terdiri dari utama berada
pada posisi teratas / sakral, madya posisi tengah dan nista pada posisi terendah/kotor.
Gambar 2. Tri Angga Pada Ruang Makro dan Mikro
Sumber : Robi Sularto
Konsep Sanga Mandala menjadi pertimbangan dalam tata letak bangunan dan alokasi
kegiatannya, seperti kegiatan utama yang memerlukan ketenangan diletakkan pada
daerah Utama ning Utama, kegiatan yang dianggap kotor diletakkan di daerah Nista
ning Nista, sedangkan kegiatan diantara ke-duanya diletakkan di tengah atau dikenal
dengan daerah Madya ning Madya.
Asta Kosala Kosali merupakan Fengshui-nya Bali, adalah sebuah tata cara, tataletak,
dan tata bangunan untuk bangunan tempat tinggal serta bangunan tempatsuci yang
ada di Bali yang sesuai dengan landasan Filosofis, Etis, dan Ritual
denganmemperhatikan konsepsi perwujudan, pemilihan lahan, hari baik
(dewasa)membangun rumah, serta pelaksanaan yadnya.Asta Kosala Kosali
merupakan sebuah cara penataan lahan untuk tempat tinggaldan bangunan suci.
penataan Bangunan yang dimana di dasarkan oleh anatomitubuh yang punya.
Pengukurannya pun lebih menggunakan ukuran dari Tubuh yangempunya rumah.
Mereka tidak menggunakan meter tetapi menggunakan seperti:
-- Musti (ukuran atau dimensi untuk ukuran tangan mengepal dengan ibu jari
yangmenghadap ke atas),
-- Depa (ukuran yang dipakai antara dua bentang tangan yang dilentangkan dari
kirike kanan)
2. Asta Bumi
Asta Bumi merupakan yang mengatur tentang luas halaman , pembagian ruang
halaman, dan jarak antar bangunan. Setiap ruang di Bali, terbagi menjadi 3 wilayah
ruang, yakni:
1. Wilayah Utama Mandala Utama mandala adalah bagian yang paling
sakral terletak paling hulu, menggunakan ukuran Asta Bumi. Di wilayah ini,
dibangun pelinggih-pelinggih (bangunan-bangunan Pura) utama. Tujuan dari
penataan pelinggih (baik tata ukuran-dan-jarak maupun ruang) di sini
dimaksudkan agar terpancar energi suci sehingga terbina hubungan yang
harmonis antara penyungsung (pemuja) dengan yang disungsung (dipuja).
Kokretnya hubungan yang harmonis antara manusia dengan penciptanya
yang dalam konsep Tri Hita Karana disebut Parahiyangan (ruang untuk
melakukan aktivitas hubungan antara manusia dengan penciptanya)
2. Wilayah Madya Mandala Madya Mandala adalah bagian tengah,
menggunakan ukuran Asta Bumi yang sama dengan Utama Mandala. Di
wilayah ini dibangun sarana-sarana penunjang misalnya bale gede, bale
dangin, bale dauh, paon(dapur suci).
3. Wilayah Nista Mandala Nista Mandala adalah bagian teben, boleh
menggunakan ukuran yang tidak sama dengan utama dan madya mandala
hanya saja lebar halaman tetap harus sama. Di wilayah ini di bangun pelinggih
yang disebut Lebuh. Tujuan dibuatnya lebuh di sini dimaksudkan agar
terpancar energi positive sehingga terbina hubungan yang harmonis antara
manusia dengan mahluk lainnya seperti buthakala dan alam bawah lainnya.
Biasanya pada nista mandala terdapat ternak babi, dan lain-lain.
3. hulu - Teben.
"Hulu" artinya arah yang utama, sedangkan "teben" artinya hilir atau arah berlawanan
dengan hulu. Ada dua patokan mengenai hulu yaitu
Tanah yang dipilih untuk lokasi membangun perumahan diusahakan tanah yang
miring ke timur atau miring ke utara, pelemahan datar (asah), pelemahan inang,
pelemahan marubu lalah(berbau pedas).
Tanah yang patut dihindari sebagai tanah lokasi membangun perumahan adalah :
Tanah- tanah yang tidak baik (ala) tersebut di atas, dapat difungsikan sebagai lokasi
membangun perumahan jikalau disertai dengan upacara/ upakara agama yang
ditentukan, serta dibuatkan pelinggih yang dilengkapi dengan upacara/ upakara
pamarisuda.
Rumah Bertingkat.
Rumah Susun.
Untuk rumah Susun tinggi langit- langit setidak- tidaknya setinggi orang ditambah 12
jari. Tempat pemujaan berbentuk pelangkiran ditempatkan di bagian hulu ruangan.
Pekarangan rumah tidak boleh bersebelahan langsung ada disebelah Timur atau
Utara pura, bila tidak dibatasi dengan lorong atau pekarangan lain seperti: sawah,
ladang/sungai. Pantangan itu disebut: Ngeluanin Pura.
Pekarangan rumah tidak boleh Numbak Rurung, atau Tusuk Sate. Artinya jalan
lurus langsung bertemu dengan pekarangan rumah.
Pekarangan rumah tidak boleh diapit oleh pekarangan/rumah sebuah keluarga
lain. Pantangan ini dinamakan: Karang Kalingkuhan.
Pekarangan rumah tidak boleh dijatuhi oleh cucuran atap dari rumah orang lain.
Pantangan ini dinamakan: Karang Kalebon Amuk.
Pekarangan rumah sebuah keluarga tidak boleh berada sebelah- menyebelah jalan
umum dan berpapasan. Pantangan ini dinamakan: Karang Negen.
Pekarangan rumah yang sudut Barat Dayanya bertemu dengan sudut Timur
Lautnya pekarangan rumah keluarga itu juga berada sebelah-menyebelah jalan
umum, ini tidak boleh. Pantangan ini dinamakan: Celedu Nginyah.Dan lain
sebagainya.
Bale Meten terletak di bagian Utara ( dajan natah umah ) atau di sebelah barat
tempat suci / Sanggah. Bale Meten ini juga sering disebut dengan Bale Daja, karena
tempatnya di zona utara ( kaja ). Fasilitas desain interiornya adalah 2 buah bale yang
terletak di kiri dan kanan ruang. Bentuk bangunan Bale Meten adalah persegi
panjang, dapat menggunakan saka / tiang yang terbuat dari kayu yang berjumlah 8 (
sakutus ), dan 12 ( saka roras ). Fungsi Bale Meten adalah untuk tempat tidur orang
tua atau Kepala Keluarga di bale sebelah kiri. Sedangkan di bale sebelah kanan
difungsikan untuk ruang suci, tempat sembahyang dan tempat menyimpan alat alat
upacara. Sebagaimana dengan bangunan Bali lainnya, bangunan Bale Meten adalah
rumah tinggal yang memakai bebaturan dengan lantai yang cukup tinggi dari tanah
halaman ( 75-100 cm ). Bangunan ini adalah bangunan yang memiliki tempat
tertinggi pada seluruh bale dalam satu pekarangan disamping untuk menghindari
terjadinya resapan air tanah.
Sakaroras
Objek yang kita kaji ini merupaka jenis bale daja sakaroras atau saka 12. Sakaroras
merupakan bangunan utama untuk perumahan utama. Bahan bangunan, konstruksi
dan penyelesaiannya sesuai dengan peranannya. Bentuk bangunan berdenah bujur
sangkar dengan konstruksi atap limasan berpuncak satu. Petaka sebagai titik ikatan
konstruksi di puncak atap. Bangunan ini memiliki jumlah tiang 12 buah dengan
pembagian empat-empat sebanyak tiga deret dari luan ke teben. Dua bale-bale
masing-masing mengikat empat tiang dengan sunduk, waton, dan likah sebagai
stabilitas ikatan. Empat tiang sederet di teben dengan canggahwang sebagai stabilitas
konstruksinya.
Bangunan tertutup di dua sisi dan terbuka ke arah natah. Ke arah teben tertutup
dengan dinding setengah terbuka namun ada pula yang terbuka. Letak bangunan di
bagian Kangin atau Kelod dan terbuka ke arah natah. Fungsi bangunan sakaroras
sebagai Sumanggen untuk kegiatan adat dan bangunan serba guna memiliki luas
sekitar 6m x 6m, mendekati enam kali luas sakepat, atau tiga kali luas sakenem atau
satu setengah kali luas tiang sanga. Dalam tipologi bangunan perumahan tradisional
Bali, sakepat dengan bale-bale sisi panjang sepanjang tiang dan sisi lebar dua pertiga
panjang tiang merupakan modul dasar. Panjang tiang ditentukan oleh sisi-sisi
penampang tiang dan pengurip untuk masing-masing jenis kasta, peranan penghuni,
dan kecenderungan yang ingin dicapai.
Bangunan sakeroras juga disebut Bale Murdha bila hanya satu bale-bale mengikat
empat tiang dibagian tengah. Disebut Gunung Rata atau sakutus handling bila
difungsikan sebagai Bale Meten dengan dedeleg sebagai puncak atapnya. Letaknya di
bagian Kaja menghadap ke natah.
DATA ANALISA
The Natya Ubud Resort memiliki arah orientasi pintu masuk berada disebelah
timur laut dan berorientasi kearah tenggara. Sesuai dengan aturan orientasi dari Sanga
Mandala yang merupakan acuan mutlak dalam arsitektur tradisional Bali, dimana
pada bale meten yang berubah menjadi lobby bangunan Natya ubud ini yang
menganut sumbu natural yang mengacu pada gunung dan lembah. Hal ini merupakan
arah yang tepat juga bila mengacu pada potensi site yang bisa mendapatkan view ke
lembah diarah selatan.
Sumber : AUB3
Selain arah hadap (orientasi) bangunan yang benar, The Natya Ubud Resort
juga memiliki tata layout rumah yang tepat sesuai konsep tata nilai tradisional Bali,
Hal ini dapat dilihat bahwa sirkulasi The Natya Ubud Resort terdiri atas tiga pola
nilai yaitu, publikm semi publikm dan privat yang didasarkan pada Pola Tri Mandala
yang terdiri dari area nista, madya, dan utama.
Sumber : Dokumen Pribadi
Dari segi elemen pembentuk ruang ( lantai, dinding, dan plafond) ada
beberapa titik area yang dirancang sesuai dengan konsep elemen pembentuk
bangunan tradisional Bali.Pada bagian plafon (kepala), lobby ini mengaplikasikan
bentuk plafon sesuai dengan konsep bangunan tradisional Bali. Dimana pada lobby
bangunan berbentuk struktur ekspos dari atapnya yang tidak ditutupi.
3.3 Analogi Bale Kul- kul dan Implikasi pada Desain Banguan Perpustakaan
Metode yang akan digunakan dalam perancangan ini adalah metode analogi
matematis. Dengan menggunakan metode ini penulis lebih memperhitungkan
proporsi dari bangunan bale meten tersebut dan menafsirkannya pada proporsi
desain bangunan lobby yang akan didesain berdasarkan pengembangan desain
bale meten yang akan penulis buat. Konsep arsitektur tradisional Bali salah
satunya adalah Tri Angga yang terdapat pada setiap bangunan. Bale meten juga
memiliki konsep Tri Angga dalam bangunannya. Penerapan konsep tri angga
pada bale meten adalah, nista atau kaki merupakan pondasi dari bale meten,
madya atau badan merupakan badan dari bale meten yang merupakan tempat
untuk berlangsungnya aktivitas pengguna, dan yang terakhir adalah utama atau
kepala yang merupakan atap dari bale meten yang umumnya terbuat dari rangka
kayu dan jerami atau ijuk sebagai penutupnya.
Dengan menganalogikan bangunan sebagai manusia maka bangunan tersebut
akan dibagi menjadi tiga bagian yang proporsional. Begitu juga dengan desain
lobby pada Natya Resort Ubud. Kesamaan perletakan bangunan bale meten dan
lobby resort natya ubud menjadi salah satu pertimbangan dalam penggunaan
bale meten untuk menganalogikan bangunan lobby Natya Ubud Resort.