Anda di halaman 1dari 19

MAKALAH

BELAJAR DAN PEMBELAJARAN

TEORI BELAJAR KONSTRUKTIVISME

DISUSUN OLEH:

KELOMPOK : II (DUA)

NAMA : SITI NURHASANAH

NIM : 06101281520062

PROGRAM STUDI : PENDIDIKAN KIMIA

DOSEN PEMBIMBING : ARIEF RACHMAN

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN


UNIVERSITAS SRIWIJAYA
2016
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa dan atas karunia-Nya juga
kami dapat menyelesaikan Makalah ini sebagaimana mestinya.
Adapun maksud dari Makalah yang berjudul Teori Belajar Behavioristik, ini
adalah syarat untuk memenuhi tugas dalam mata kuliah Belajar dan Pembelajaran. Oleh
karena itu, penyusunan Makalah ini bertujuan untuk menambah wawasan dan pengetahuan
para pembaca tentang beberapa hal yang dibahas dalam Makalah ini.
Kami mengucapkan terima kasih kepada dosen pembimbing yang selalu memberi
banyak masukan sehingga Makalah ini dapat terselesaikan dengan baik dan juga kepada
teman teman yang telah membantu dalam penyusunan Makalah ini, meskipun namanya
tidak dapat disebutkan oleh kami satu persatu. Kami sangat berharap semoga Makalah ini
dapat bermanfaat bagi para pembaca.

Palembang, 9 November 2016

Penulis

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ...................................................................................... ii

DAFTAR ISI .................................................................................................... iii

BAB I PENDAHULUAN ................................................................................. 1


1.1 Latar Belakang ......................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah ................................................................................... 2
1.3 Tujuan Penulisan ..................................................................................... 2
1.4 Manfaat Penulisan ................................................................................... 3

BAB II PEMBAHASAN ................................................................................. 4


2.1 Pengertian Teori Konstruktivisme .......................................................... 4
2.2 Ciri-ciri Pembelajaran Konstruktivisme ................................................. 5
2.3 Prinsip-Prinsip Konstruktivisme ............................................................. 6
2.4 Pembelajaran Menurut Konstruktivisme ................................................. 9
2.5 Lingkungan Pembelajaran Konstruktivistik ............................................ 11
2.6 Kelebihan dan Kekurangan Teori Belajar Konstruktivistik .................... 12

BAB III PENUTUP .......................................................................................... 14


3.1 Kesimpulan ............................................................................................. 14
3.2 Saran ........................................................................................................ 14

DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................... 15

iii
iv
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Seiring berjalannya waktu dan semakin pesatnya tingkat intelektualitas serta
kualitas kehidupan, maka pendidikan pun menjadi lebih kompleks. Oleh karena itu, tentu
saja hal ini membutuhkan sebuah desain pendidikan yang tepat dan sesuai dengan
kondisinya. Sehingga berbagai teori, metode dan desain pembelajaran serta pengajaran pun
dibuat dan diciptakan untuk mengapresiasikan semakin beragamnya tingkat kebutuhan dan
kerumitan permasalahan pendidikan. Jadi memang itulah yang menjadi esensi pendidikan
itu sendiri, yakni bagaimana menciptakan sebuah kehidupan lebih baik yang tercipta dari
proses pendidikan yang kontekstual dan mampu menyerap aspirasi zaman dengan tepat
dan sesuai.
Guru di dalam melaksanakan pembelajaran, juga harus bisa memilih maupun
menetapkan suatu pendekatan pembelajaran yang tepat di kelas sehingga hasil
pembelajaran lebih optimal, selayaknya seseorang dalam menjalankan kehidupannya
sehari-hari yang harus mampu menetapkan sasaran yang hendak dicapai. Guru pun
demikian, harus bisa menetapkan pendekatan pembelajaran yang tepat.
Masing masing individu akan memilih cara dan gayanya sendiri untuk belajar dan
mengajar, namun setidak-tidaknya ada karakteristik tertentu dalam pendekatan
pembelajaran tertentu yang khas dibandingkan dengan pendekatan lain. Salah satu contoh
pendekatan pembelajaran adalah pendekatan konstruktivisme. Martin. Et. Al (dalam
Gerson Ratumanan, 2002) mengemukakan bahwa konstruktivisme menekankan
pentingnya setiap siswa aktif mengkonstruksikan pengetahuan melalui hubungan saling
mempengaruhi dari belajar sebelumnya dengan belajar baru. Hubungan tersebut
dikonstruksikan oleh siswa untuk kepentingan mereka sendiri. Elemen kuncinya adalah
bahwa orang belajar secara aktif mengkonstruksikan pengetahuan mereka sendiri,
membandingkan informasi baru dengan pemahaman sebelumnya dan menggunakannya
untuk menghasilkan pemahaman baru. Untuk itu, setiap pelajaran di sekolah perlu
diarahkan untuk selalu mendidik siswa agar mengkonstruksikan pengetahuannya.
Konstruktivistik merupakan salah satu landasan berpikir pendekatan pengajaran
dan pembelajaran kontekstual atau contextual teaching and learning (CTL), yaitu
pengetahuan yang dibangun oleh siswa sedikit demi sedikit, yang hasilnya diperluas
melalui konteks yang terbatas (sempit). Pengetahuan bukanlah seperangkat fakta-fakta,
konsep atau kaidah yang siap untuk diambil dan diingat. Manusia harus mengkonstruksi

1
pengetahuan itu, memberi makna melalui pengetahuan itu, kemudian memberi makna
melalui pengalaman nyata. Esensi dari teori konstruktivistik adalah ide bahwa siswa harus
menemukan dan mentranformasikan situasi kompleks ke situasi lain dan apabila
dikehendaki, informasi itu menjadi milik mereka sendiri.
Dengan dasar tersebut, pembelajaran harus dikemas menjadi proses
mengkonstruk bukan menerima pengetahuan. Dalam proses pembelajaran siswa
membangun sendiri pengetahuan mereka melalui keterlibatan aktif dalam proses belajar
mengajar. Siswa menjadi pusat kegiatan, bukan guru.
Konstruktivistik menekankan pada prinsip belajar yang berpusat pada siswa
(student center). Siswa harus menjadikan informasi itu sebagai miliknya sendiri. Dalam hal
ini guru tidak dapat hanya semata-mata memberikan pengetahuan kepada siswa, melainkan
siswalah yang harus membangun pengetahuan di dalam benaknya.

1.2 RUMUSAN MASALAH


Berdasarkan latar belakang diatas, maka dapat dibuat rumusan masalah sebagai berikut :
1. Apa yang dimaksud dengan konstruktivisme ?
2. Apa ciri-ciri pembelajaran konstruktivisme ?
3. Apa prinsip-prinsip dari konstruktivisme?
4. Bagaimana pembelajaran menurut konstruktivisme ?
5. Bagaimana lingkungan pembelajaran konstruktivistik?
6. Apa saja kelebihan dan kelemahan dalam penerapan pembelajaran menurut
konstruktivisme ?

1.3 TUJUAN PENULISAN


Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah sebagai berikut :
1. Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan konstruktivisme.
2. Untuk mengetahui ciri-ciri pembelajaran konstruktivisme.
3. Untuk mengetahui prinsip-prinsip dari konstruktivisme.
4. Untuk mengetahui bagaimana pembelajaran menurut konstruktivisme.
5. Untuk mengetahui bagaimana lingkungan pembelajaran konstruktivistik.
6. Untuk mengetahui kelebihan dan kelemahan dalam penerapan pembelajaran menurut
konstruktivisme.

2
1.4 MANFAAT PENULISAN
Adapun manfaat dari penulisan makalah ini adalah :
1. Memberikan informasi mengenai pembelajaran konstruktivisme.
2. Memberikan informasi dan pemahaman kepada pendidik bahwa peserta didik itu
sebenarnya bukanlah seperti kertas putih yang kosong di mana guru bisa secara bebas
membentuk pengetahuan siswa, tapi siswa adalah merupakan manusia yang sudah
mempunyai pengetahuan yang mereka peroleh dari pengalaman lingkungan mereka
sehari-hari.
3. Memberikan informasi dan pemahaman kepada peserta didik bahwa yang sebenarnya
peserta didik tersebut sudah memiliki pengetahuan awal dari pengalaman lingkungan
mereka, bukan dibentuk baru oleh pendidik.

3
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Konstruktivisme


Konstruktivisme berasal dari kata konstruktiv dan isme. Konstruktiv berarti bersifat
membina, memperbaiki, dan membangun. Sedangkan Isme dalam kamus Bahasa Inonesia
berarti paham atau aliran. Konstruktivisme merupakan aliran filsafat pengetahuan yang
menekankan bahwa pengetahuan kita merupakan hasil konstruksi kita sendiri. Pandangan
konstruktivis dalam pembelajaran mengatakan bahwa anak-anak diberi kesempatan agar
menggunakan strateginya sendiri dalam belajar secara sadar, sedangkan guru yang
membimbing siswa ke tingkat pengetahuan yang lebih tinggi. Tran Vui juga mengatakan
bahwa teori konstruktivisme adalah sebuah teori yang memberikan kebebasan terhadap
manusia yang ingin belajar atau mencari kebutuhannya dengan kemampuan untuk
menemukan keinginan atau kebutuhannya tersebut dengan bantuan fasilitasi orang lain.
Sedangkan menurut Martin. Et. Al mengemukakan bahwa konstruktivisme menekankan
pentingnya setiap siswa aktif mengkonstruksikan pengetahuan melalui hubungan saling
mempengaruhi dari belajar sebelumnya dengan belajar baru.
Teori belajar konstruktivistik bermula dari gagasan Piaget dan Vigotsky, Piaget dan
Vigotsky berpendapat bahwa perubahan kognitif hanya terjadi jika konsepsi-konsepsi yang
telah dipahami sebelumnya diolah melalui suatu proses ketidakseimbangan dalam upaya
memahami informasi-informasi baru. Keduanya menekankan adanya hakekat sosial dari
belajar. Pembelajaran kooperatif, berbasis kegiatan dan penemuan merupakan pilihan yang
sesuai untuk pembelajaran. Hakekat dari teori konstruktivistik adalah bahwa siswa harus
secara individu menemukan dan menerapkan informasi-informasi kompleks ke dalam
situasi lain apabila mereka harus menjadikan informasi itu miliknya sendiri. Siswa
berperan aktif dalam pembelajaran, sedangkan guru adalah membantu membuat kondisi
yang memungkinkan siswa untuk secara mandiri menemukan fakta, konsep atau prinsip.
Jadi dapat disimpulkan bahwa sebagai landasan paradigma pembelajaran,
konstruktivisme menyerukan perlunya partisipasi aktif siswa dalam proses pembelajaran,
perlunya pengembangan siswa belajar mandiri, dan perlunya siswa memiliki kemampuan
untuk mengembangkan pengetahuannya sendiri.
Dalam hal tahap-tahap pembelajaran, pendekatan konstruktivisme lebih menekankan
pada pembelajaran top-down processing, yaitu siswa belajar dimulai dari masalah yang
kompleks untuk dipecahkan (dengan bantuan guru), kemudian menghasilkan atau

4
menemukan keterampilan-keterampilan dasar yang dibutuhkan. Misalnya, ketika siswa
diminta untuk menulis kalimat-kalimat, kemudian dia akan belajar untuk membaca, belajar
tentang tata bahasa kalimat-kalimat tersebut, dan kemudian bagaimana menulis titik dan
komanya.
Bagi aliran konstruktivisme, guru tidak lagi menduduki tempat sebagai pemberi
ilmu. Tidak lagi sebagai satu-satunya sumber belajar. Namun guru lebih diposisikan
sebagai fasilitator yang memfasilitasi siswa untuk dapat belajar dan mengkonstruksi
pengetahuannya sendiri. Aliran ini lebih menekankan bagaimana siswa belajar bukan
bagaimana guru mengajar.
Sebagai fasilitator guru bertanggung jawab terhadap kegiatan pembelajaran di kelas.
Diantara tanggung jawab guru dalam pembelajaran adalah menstimulasi dan memotivasi
siswa. Mendiagnosis dan mengatasi kesulitan siswa serta menyediakan pengalaman untuk
menumbuhkan pemahaman siswa. Oleh karena itu, guru harus menyediakan dan
memberikan kesempatan sebanyak mungkin kepada siswa untuk belajar secara aktif.
Sedemikian rupa sehingga para siswa dapat menciptakan, membangun, mendiskusikan,
membandingkan, bekerja sama, dan melakukan eksperimentasi dalam kegiatan belajarnya.
Berdasarkan konstruktivisme, akibatnya orientasi pembelajaran bergeser dari berpusat
pada guru mengajar ke pembelajaran berpusat pada siswa (student centered instruction).

2.2 Ciri-ciri Pembelajaran Konstruktivisme


Menurut Suparno (1997:49) secara garis besar prinsip-prinsip konstruktivisme yang
diambil adalah (1) pengetahuan dibangun oleh siswa sendiri, baik secara personal maupun
secara sosial; (2) pengetahuan tidak dipindahkan dari guru ke siswa, kecuali dengan
keaktifan siswa sendiri untuk bernalar; (3) siswa aktif mengkonstruksi secara terus
menerus, sehingga terjadi perubahan konsep menuju ke konsep yang lebih rinci, lengkap,
serta sesuai dengan konsep ilmiah; (4) guru berperan membantu menyediakan sarana dan
situasi agar proses konstruksi siswa berjalan mulus.
Berikut ini akan dikemukakan ciri-ciri pembelajaran yang konstruktivis menurut
beberapa literatur yaitu sebagai berikut.
a. Pengetahuan dibangun berdasarkan pengalaman atau pengetahuan yang telah ada
sebelumnya.
b. Belajar adalah merupakan penafsiran personal tentang dunia.
c. Belajar merupakan proses yang aktif dimana makna dikembangkan berdasarkan
pengalaman.

5
d. Pengetahuan tumbuh karena adanya perundingan (negosiasi) makna melalui berbagai
informasi atau menyepakati suatu pandangan dalam berinteraksi atau bekerja sama
dengan orang lain.

2.3 Prinsip-Prinsip Konstruktivisme


Secara garis besar, prinsip-prinsip konstruktivisme yang diterapkan dalam proses
belajar mengajar adalah sebagai berikut:
1. Pengetahuan dibangun oleh siswa sendiri.
2. Pengetahuan tidak dapat dipindahkan dari guru ke murid, kecuali hanya dengan
keaktifan murid sendiri untuk menalar.
3. Murid aktif megkonstruksi secara terus menerus, sehingga selalu terjadi perubahan
konsep ilmiah.
4. Guru sekedar membantu menyediakan saran dan situasi agar proses kontruksi berjalan
lancar.
5. Struktur pembelajaran seputar konsep diutamakan pada pentingnya sebuah pertanyaan.
6. Mencari dan menilai pendapat siswa.
7. Menyesuaikan bahan pengajaran untuk menanggapi anggapan siswa.

Dari semua itu hanya ada satu prinsip yang paling penting adalah guru tidak boleh
hanya semata-mata memberikan pengetahuan kepada siswa . Siswa harus membangun
pengetahuan didalam benaknya sendiri. Seorang guru dapat membantu proses ini dengan
cara-cara mengajar yang membuat informasi menjadi sangat bermakna dan sangat relevan
bagi siswa, dengan memberikan kesempatan kepada siswa untuk menemukan atau
menerapkan sendiri ide-ide dan dengan mengajak siswa agar menyadari dan menggunakan
strategi-strategi mereka sendiri untuk belajar. Guru dapat memberikan tangga kepada siswa
yang mana tangga itu nantinya dimaksudkan dapat membantu mereka mencapai tingkat
pemahaman yang lebih tinggi , tetapi harus diupayakan agar siswa itu sendiri yang
memanjatnya.

2.3.1 Lima Fasa Model Konstruktivisme

Fasa-fasa pengajaran berasaskan model konstruktivisme 5-fasa seperti berikut:-

Bil Fasa Tujuan/Kegunaan Kaedah

I Orientasi Menimbulkan minat dan Awali penyelesaikan masalah


6
menyediakan suasana sebentar, tunjuk cara oleh
guru, tayangan filem, video
dan keratan akhbar

Pencetusan Ide Supaya murid dan guru sadar Awali, perbincangan dalam
II tentang idea terdahulu kumpulan kecil, pemetaan
konset dan laporan

Penstrukturan Mewujudkan kesedaran tentang


semula idea idea alternatif yang berbentuk
Perbincangan dalam kumpulan
saintifik.
i. Pernjelasan kecil dan buat laporan
Menyedari bahawa idea-idea
dan pertukaran
sedia ada perlu diubahsuai,
diperkembangkan atau diganti
ii. Pendedahan
dengan idea yang lebih saintifik. Perbincangan, pembacaan,
kepada situasi
input guru.
konflik
Mengenalpasti idea-idea
III alternatif dan memeriksa secara Amali, kerja projek,
iii. Pembinaan
kritis idea-idea sedia ada sendiri eksperimen, tunjukcara guru
idea baru
Menguji kesahan idea-idea sedia
iv. Penilaian ada

Pengubahsuaian, pemgembangan
atau penukaran idea

Menguji kesahan untuk idea-idea


baru yang dibina

Penggunaan Pengukuhan kepada idea yang Penulisan sendiri kerja projek


IV idea telah dibina dalam situasi baru
dan biasa

Renungan Menyedari tentang perubahan Penulisan kendiri,


kembali idea murid. Murid dapat perbincangan kumpulan,
V membuat refleksi sejauh catatan peribadi dan lain-lain.
manakah idea asal mereka telah
berubah.

7
2.3.2 Proses pembelajaran konstuktivisme

Konseptual proses belajar jika dilihat dari pendekatan kognitif, bukan sebagai perolehan
informasi yang masuk dalam satu arah dari luar ke dalam pengalaman siswa melalui proses
asimilasi dan akomodasi yang bermuara besar struktur kognitif. Lebih kegiatan belajar
dalam hal proses daripada dalam hal memperoleh pengetahuan tentang fakta-fakta yang
penting-off. Proses belajar dari pandangan contructivistic dan dari aspek-aspek penelitian,
peran guru, sarana belajar, dan evaluasi pembelajaran (Budiningsih, 2008:58).

1. Peran siswa.

Menurut pandangan ini belajar merupakan proses pembentukan pengetahuan.


Pembentukan harus dilakukan oleh penelitian. Siswa harus secara aktif melakukan
kegiatan, berpikir aktif, penyusunan, dan memberi makna pada hal-hal yang sedang
dipelajari. Guru harus mengambil inisiatif untuk mengatur lingkungan yang optimal yang
memberikan kesempatan untuk penelitian. Tetapi pada akhirnya yang paling menentukan
adalah terwujudnya gejala belajar adalah niat belajar siswa itu sendiri.

2. Peran guru.

Dalam pendekatan ini peran guru atau pendidik membantu untuk membuat proses
membangun pengetahuan oleh siswa berjalan lancar. Guru tidak mentransfer pengetahuan
yang sudah memiliki, tetapi untuk membantu siswa untuk membentuk pengetahuannya
sendiri.

3. Belajar alat.

Pendekatan ini menekankan bahwa peranan utama dalam belajar siswa adalah aktivitas
membangun pengetahuannya sendiri. Semuanya seperti bahan, media, peralatan,
lingkungan, dan fasilitas lainnya disediakan untuk membantu pembentukan tersebut.

4. Evaluasi

Pandangan ini menunjukkan bahwa lingkungan belajar sangat mendukung munculnya

8
berbagai pandangan dan interpretasi realitas, konstruksi pengetahuan, serta kegiatan lain
yang didasarkan pada pengalaman.Model pembelajaran konstruktivis biasanya paling tepat
bila diterapkan pada pelajaran sains, salah satunya adalah matematika. Ambil contoh yang
paling mudah, yaitu dengan adanya matematika dikenal sebagai teorema Pythagoras.
Mungkin teorema Pythagoras tidak asing bagi kita, dan bahkan mungkin sudah sering
menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari. Di antara teorema ada banyak matematika,
teorema ini merupakan salah satu teorema yang cukup terkenal. Bahan ini sudah dikenal
sejak siswa SMP mereka sekolah tinggi bahkan mungkin SD. Dengan model pembelajaran
konstruktivistik, siswa diharapkan dapat membangun pemahaman baru tentang
pemahaman yang sebelumnya telah dimiliki. Misalnya, dengan mencari asal-usul formula
ini didapat. Dalam pendekatan konstruktivis siswa juga dituntut mampu menciptakan sub-
sub pertanyaan baru sebagai langkah-langkah dalam menyelesaikan masalah yang
berhubungan dengan subjek teorema Pythagoras, sehingga siswa tidak akan bingung dan
mengalami kesulitan dalam menyelesaikannya. Jika pendekatan konstruktivis dapat
dikuasai studi luar negeri siswa hasil siswa dalam matematika dapat ditingkatkan.

2.4 Pembelajaran Menurut Konstruktivisme


Kegiatan belajar adalah kegiatan yang aktif, dimana siswa membangun sendiri
pengetahuannya. Siswa mencari arti sendiri dari yang mereka pelajari, ini merupakan
proses menyesuaikan konsep-konsep dan ide-ide baru dengan kerangka berfikir yang telah
ada dalam pikiran mereka. Dalam hal ini siswa membentuk pengetahuan mereka sendiri
dan guru membantu sebagai mediator dalam proses pembentukan itu.
Proses perolehan pengetahuan akan terjadi apabila guru dapat menciptakan kondisi
pembelajaran yang ideal yang dimaksud disini adalah suatu proses belajar mengajar yang
sesuai dengan karakteristik IPA dan memperhatikan perspektif siswa sekolah dasar.
Pembelajaran yang dimaksud diatas adalah pembelajaran yang mengutamakan keaktifan
siswa, menerangkan pada kemampuan minds-on dan hands-on serta terjadi interaksi dan
mengakui adanya konsepsi awal yang dimiliki siswa melalui pengalaman sebelumnya.
Dalam pelaksanaan teori belajar konstruktivisme ada beberapa saran yang berkaitan
dengan rancangan pembelajaran yaitu sebagai berikut :

a. Memperhatikan dan memanfaatkan pengetahuan awal siswa


Kegiatan pembelajaran ditujukan untuk membantu siswa dalam mengkonstruksi
pengetahuan. Siswa didorong untuk mengkonstruksi pengetahuan baru dengan

9
memanfaatkan pengetahuan awal yang telah dimilikinya. Oleh karena itu pembelajaran
harus memperhatikan pengetahuan awal siswa dan memanfaatkan teknik-teknik untuk
mendorong agar terjadi perubahan konsepsi pada diri siswa.

b. Pengalaman belajar yang autentik dan bermakna


Segala kegiatan yang dilakukan di dalam pembelajaran dirancang sedemikian rupa
sehingga bermakna bagi siswa. Oleh karena itu minat, sikap, dan kebutuhan belajar siswa
benar-benar dijadikan bahan pertimbangan dalam merancang dan melakukan
pembelajaran. Hal ini dapat terlihat dari usaha-usaha untuk mengaitkan pelajaran dengan
kehidupan sehari-hari, penggunaan sumber daya dari kehidupan sehari-hari, dan juga
penerapan konsep.

c. Adanya lingkungan sosial yang kondusif,


Siswa diberi kesempatan untuk bisa berinteraksi secara produktif dengan sesama siswa
maupun dengan guru. Selain itu juga ada kesempatan bagi siswa untuk bekerja dalam
berbagai konteks sosial.

d. Adanya dorongan agar siswa bisa mandiri


Siswa didorong untuk bisa bertanggung jawab terhadap proses belajarnya. Oleh karena
itu siswa dilatih dan diberi kesempatan untuk melakukan refleksi dan mengatur kegiatan
belajarnya.

e. Adanya usaha untuk mengenalkan siswa tentang dunia ilmiah


Sains bukan hanya produk (fakta, konsep, prinsip, teori), namun juga mencakup proses
dan sikap. Oleh karena itu pembelajaran sains juga harus bisa melatih dan
memperkenalkan siswa tentang kehidupan ilmuwan. Pembelajaran kontruktuvisme
merupakan pembelajaran yang cukup baik dimana siswa dalam pembelajaran terjun
langsung tidak hanya menerima pelajaran yang pasti seperti pembelajaran bihavioristik.
Misalnya saja pada pelajaran pkn, tentang tolong menolong dan siswa di tugaskan untuk
terjun langsung dan terlibat mengamati suatu lingkungan bagaimana sikap tolong
menolong terbangun. Dan setelah itu guru memberi pengarahan yang lebih lanjut. Siswa
lebih mamahami makna ketimbang konsep.

10
2.5 Lingkungan Pembelajaran Konstruktivistik
Dalam konstruktivistik, terdapat lima unsur penting dalam lingkungan
pembelajarannya, yaitu:

1. Memperhatikan dan Memanfaatkan Pengetahuan Awal Siswa


Kegiatan pembelajaran ditujukan untuk membantu siswa dalam mengkonstrukti
pengetahuan. Siswa didorong untuk mengkonstruksi pengetahuan baru dengan
memanfaatkan pengetahuan awal yang telah dimilikinya. Oleh karena itu pembelajaran
harus memperhatikan pengetahuan awal siswa dan memanfaatkan teknik-teknik untuk
mendorong agar terjadi perubahan konsepsi pada diri siswa.

2. Pengalaman Belajar yang Bermakna


Segala kegiatan yang dilakukan di dalam pembelajaran dirancang sedemikian rupa
sehingga bermakna bagi siswa. Oleh karena itu minat, sikap, dan kebutuhan belajar siswa
benar-benar dijadikan bahan pertimbangan dalam merancang dan melakukan
pembelajaran. Hal ini dapat terlihat dari usaha-usaha untuk mengaitkan pelajaran dengan
kehidupan sehari-hari, penggunaan sumber daya dari kehidupan sehari-hari, dan juga
penerapan konsep.

3. Adanya Lingkungan Sosial yang Kondusif


Siswa diberi kesempatan untuk bisa berinteraksi secara produktif dengan sesama
siswa maupun dengan guru. Selain itu juga ada kesempatan bagi siswa untuk bekerja
dalam berbagai konteks sosial.

4. Adanya Dorongan Agar Siswa Bisa Mandiri


Siswa didorong untuk bisa bertanggung jawab terhadap proses belajarnya. Oleh
karena itu siswa dilatih dan diberi kesempatan untuk melakukan refleksi dan mengatur
kegiatan belajarnya.

5. Adanya Usaha Untuk Mengenalkan Siswa Tentang Dunia Ilmiah


Sains bukan hanya produk (fakta, konsep, prinsip, teori), namun juga mencakup
proses dan sikap. Oleh karena itu pembelajaran sains juga harus bisa melatih dan
memperkenalkan siswa tentang kehidupan ilmuwan.

11
2.6 Kelebihan dan Kekurangan Teori Belajar Konstruktivistik
Pada dasarnya tidak terdapat pendekatan, strategi, metode, gaya atau pola mengajar
yang paling baik untuk semua materi pelajaran, yang ada adalah sesuai atau tidak dengan
materi pelajaran pada waktu dan kondisi pelaksanaannya. Oleh karena itu guru diharapkan
menguasai berbagai macam pendekatan, strategi, metode, gaya atau pola mengajar sebab
setiap pendekatan, strategi, metode, gaya atau pola mengajar memiliki kelebihan dan
kekurangan.

1. Kelebihan
Adapun kelebihan dari pembelajaran berdasarkan konstruktivistik adalah sebagai
berikut:
a. Memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengungkapkan gagasan secara eksplisit
dengan menggunakan bahasa siswa sendiri, berbagi gagasan dengan temannya, dan
mendorong siswa memberikan penjelasan tentang gagasannya.
b. Memberi pengalaman yang berhubungan dengan gagasan yang telah dimiliki siswa
atau rancangan kegiatan disesuaikan dengan gagasan awal siswa agar siswa
memperluas pengetahuan mereka tentang fenomena dan memiliki kesempatan untuk
merangkai fenomena, sehingga siswa terdorong untuk membedakan dan memadukan
gagasan tentang fenomena yang menantang siswa.
c. Memberi siswa kesempatan untuk berpikir tentang pengalamannya. Ini dapat
mendorong siswa berpikir kreatif, imajinatif, mendorong refleksi tentang model dan
teori, mengenalkan gagasan-gagasan pada saat yang tepat.
d. Memberi kesempatan kepada siswa untuk mencoba gagasan baru agar siswa terdorong
untuk memperoleh kepercayaan diri dengan menggunakan berbagai konteks, baik
yang telah dikenal maupun yang baru dan akhirnya memotivasi siswa untuk
menggunakan berbagai strategi belajar.
e. Mendorong siswa untuk memikirkan perubahan gagasan mereka setelah menyadari
kemajuan mereka serta memberi kesempatan siswa untuk mengidentifikasi perubahan
gagasan mereka.
g. Memberikan lingkungan belajar yang kondusif yang mendukung siswa
mengungkapkan gagasan, saling menyimak, dan menghindari kesan selalu ada satu
jawaban yang benar.

12
2. Kekurangan
Adapun kekurangan dari pembelajaran berdasarkan konstruktivistik adalah sebagai
berikut:
a. Siswa mengkonstruksi pengetahuannya sendiri, tidak jarang bahwa hasil konstruksi
siswa tidak cocok dengan hasil konstruksi para ilmuan sehingga menyebabkan
miskonsepsi.
b. Konstruktivistik menanamkan agar siswa membangun pengetahuannya sendiri, hal ini
pasti membutuhkan waktu yang lama dan setiap siswa memerlukan penanganan yang
berbeda-beda.
c. Situasi dan kondisi tiap sekolah tidak sama, karena tidak semua sekolah memiliki
sarana prasarana yang dapat membantu keaktifan dan kreatifitas siswa.
d. Ketidaksiapan murida untuk merancang strategi, berfikir dan menilai sendiri
pengajaran berdasarkan pengalamannya sendiri. Tidak semua murid mempunyai
pengalaman yang sama, masalah ini kadang menyebabkan aktivitas pengajaran
menjadi tidak bermakna bagi siswa.

13
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Konstruktivistik merupakan salah satu landasan berpikir pendekatan pengajaran


dan pembelajaran kontekstual atau contextual teaching and learning (CTL), yaitu
pengetahuan yang dibangun oleh siswa sedikit demi sedikit, yang hasilnya diperluas
melalui konteks yang terbatas (sempit). Konstruktivistik menekankan pada prinsip belajar
yang berpusat pada siswa (student center).
Prinsip yang paling penting diterapkan dalam pembelajaran konstruktivistik adalah
guru tidak boleh hanya semata-mata memberikan pengetahuan kepada siswa. Siswa harus
membangun pengetahuan di dalam benaknya sendiri. Guru sekedar membantu
menyediakan sarana dan situasi agar proses konstruksi pengetahuan siswa berjalan lancar.
Terdapat lima unsur penting dalam lingkungan pembelajaran konstruktivistik,
yaitu: (1) memperhatikan dan memanfaatkan pengetahuan awal siswa, (2) pengalaman
belajar yang bermakna, (3) adanya lingkungan sosial yang kondusif, (4) adanya dorongan
agar siswa bisa mandiri, dan (5) adanya usaha untuk mengenalkan siswa tentang dunia
ilmiah.

3.1 Saran
Kami menyadari kekurangan dari makalah ini. Sehingga kami manyarankan kepada
pembaca agar bisa memberikan kritik dan sarannya, agar makalah ini bisa jadi lebih baik.
Terima kasih.

14
DAFTAR PUSTAKA

Aunurrahman. 2009. Belajar dan Pembelajaran. Bandung: Alfa Beta.

Budiningsih, C.A. 2005. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta : Rineka Cipta.

Oxygen. 2012. Makalah Konstruktivistik. (online). http://oxygenmu.blogspot.co.id/2012/


01/makalah-konstruktivistik.html. (Diakses pada tanggal 09 November 2016).

Ratna, Dewi. 2015. Makalah Konstruktivisme. (online). http://doubleddodewii.blogspot.co.


id/2015/03/makalah-konstruktivisme.html. (Diakses pada tanggal 09 November
2016).

15

Anda mungkin juga menyukai