DISUSUN OLEH:
KELOMPOK : II (DUA)
NIM : 06101281520062
Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa dan atas karunia-Nya juga
kami dapat menyelesaikan Makalah ini sebagaimana mestinya.
Adapun maksud dari Makalah yang berjudul Teori Belajar Behavioristik, ini
adalah syarat untuk memenuhi tugas dalam mata kuliah Belajar dan Pembelajaran. Oleh
karena itu, penyusunan Makalah ini bertujuan untuk menambah wawasan dan pengetahuan
para pembaca tentang beberapa hal yang dibahas dalam Makalah ini.
Kami mengucapkan terima kasih kepada dosen pembimbing yang selalu memberi
banyak masukan sehingga Makalah ini dapat terselesaikan dengan baik dan juga kepada
teman teman yang telah membantu dalam penyusunan Makalah ini, meskipun namanya
tidak dapat disebutkan oleh kami satu persatu. Kami sangat berharap semoga Makalah ini
dapat bermanfaat bagi para pembaca.
Penulis
ii
DAFTAR ISI
iii
iv
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Seiring berjalannya waktu dan semakin pesatnya tingkat intelektualitas serta
kualitas kehidupan, maka pendidikan pun menjadi lebih kompleks. Oleh karena itu, tentu
saja hal ini membutuhkan sebuah desain pendidikan yang tepat dan sesuai dengan
kondisinya. Sehingga berbagai teori, metode dan desain pembelajaran serta pengajaran pun
dibuat dan diciptakan untuk mengapresiasikan semakin beragamnya tingkat kebutuhan dan
kerumitan permasalahan pendidikan. Jadi memang itulah yang menjadi esensi pendidikan
itu sendiri, yakni bagaimana menciptakan sebuah kehidupan lebih baik yang tercipta dari
proses pendidikan yang kontekstual dan mampu menyerap aspirasi zaman dengan tepat
dan sesuai.
Guru di dalam melaksanakan pembelajaran, juga harus bisa memilih maupun
menetapkan suatu pendekatan pembelajaran yang tepat di kelas sehingga hasil
pembelajaran lebih optimal, selayaknya seseorang dalam menjalankan kehidupannya
sehari-hari yang harus mampu menetapkan sasaran yang hendak dicapai. Guru pun
demikian, harus bisa menetapkan pendekatan pembelajaran yang tepat.
Masing masing individu akan memilih cara dan gayanya sendiri untuk belajar dan
mengajar, namun setidak-tidaknya ada karakteristik tertentu dalam pendekatan
pembelajaran tertentu yang khas dibandingkan dengan pendekatan lain. Salah satu contoh
pendekatan pembelajaran adalah pendekatan konstruktivisme. Martin. Et. Al (dalam
Gerson Ratumanan, 2002) mengemukakan bahwa konstruktivisme menekankan
pentingnya setiap siswa aktif mengkonstruksikan pengetahuan melalui hubungan saling
mempengaruhi dari belajar sebelumnya dengan belajar baru. Hubungan tersebut
dikonstruksikan oleh siswa untuk kepentingan mereka sendiri. Elemen kuncinya adalah
bahwa orang belajar secara aktif mengkonstruksikan pengetahuan mereka sendiri,
membandingkan informasi baru dengan pemahaman sebelumnya dan menggunakannya
untuk menghasilkan pemahaman baru. Untuk itu, setiap pelajaran di sekolah perlu
diarahkan untuk selalu mendidik siswa agar mengkonstruksikan pengetahuannya.
Konstruktivistik merupakan salah satu landasan berpikir pendekatan pengajaran
dan pembelajaran kontekstual atau contextual teaching and learning (CTL), yaitu
pengetahuan yang dibangun oleh siswa sedikit demi sedikit, yang hasilnya diperluas
melalui konteks yang terbatas (sempit). Pengetahuan bukanlah seperangkat fakta-fakta,
konsep atau kaidah yang siap untuk diambil dan diingat. Manusia harus mengkonstruksi
1
pengetahuan itu, memberi makna melalui pengetahuan itu, kemudian memberi makna
melalui pengalaman nyata. Esensi dari teori konstruktivistik adalah ide bahwa siswa harus
menemukan dan mentranformasikan situasi kompleks ke situasi lain dan apabila
dikehendaki, informasi itu menjadi milik mereka sendiri.
Dengan dasar tersebut, pembelajaran harus dikemas menjadi proses
mengkonstruk bukan menerima pengetahuan. Dalam proses pembelajaran siswa
membangun sendiri pengetahuan mereka melalui keterlibatan aktif dalam proses belajar
mengajar. Siswa menjadi pusat kegiatan, bukan guru.
Konstruktivistik menekankan pada prinsip belajar yang berpusat pada siswa
(student center). Siswa harus menjadikan informasi itu sebagai miliknya sendiri. Dalam hal
ini guru tidak dapat hanya semata-mata memberikan pengetahuan kepada siswa, melainkan
siswalah yang harus membangun pengetahuan di dalam benaknya.
2
1.4 MANFAAT PENULISAN
Adapun manfaat dari penulisan makalah ini adalah :
1. Memberikan informasi mengenai pembelajaran konstruktivisme.
2. Memberikan informasi dan pemahaman kepada pendidik bahwa peserta didik itu
sebenarnya bukanlah seperti kertas putih yang kosong di mana guru bisa secara bebas
membentuk pengetahuan siswa, tapi siswa adalah merupakan manusia yang sudah
mempunyai pengetahuan yang mereka peroleh dari pengalaman lingkungan mereka
sehari-hari.
3. Memberikan informasi dan pemahaman kepada peserta didik bahwa yang sebenarnya
peserta didik tersebut sudah memiliki pengetahuan awal dari pengalaman lingkungan
mereka, bukan dibentuk baru oleh pendidik.
3
BAB II
PEMBAHASAN
4
menemukan keterampilan-keterampilan dasar yang dibutuhkan. Misalnya, ketika siswa
diminta untuk menulis kalimat-kalimat, kemudian dia akan belajar untuk membaca, belajar
tentang tata bahasa kalimat-kalimat tersebut, dan kemudian bagaimana menulis titik dan
komanya.
Bagi aliran konstruktivisme, guru tidak lagi menduduki tempat sebagai pemberi
ilmu. Tidak lagi sebagai satu-satunya sumber belajar. Namun guru lebih diposisikan
sebagai fasilitator yang memfasilitasi siswa untuk dapat belajar dan mengkonstruksi
pengetahuannya sendiri. Aliran ini lebih menekankan bagaimana siswa belajar bukan
bagaimana guru mengajar.
Sebagai fasilitator guru bertanggung jawab terhadap kegiatan pembelajaran di kelas.
Diantara tanggung jawab guru dalam pembelajaran adalah menstimulasi dan memotivasi
siswa. Mendiagnosis dan mengatasi kesulitan siswa serta menyediakan pengalaman untuk
menumbuhkan pemahaman siswa. Oleh karena itu, guru harus menyediakan dan
memberikan kesempatan sebanyak mungkin kepada siswa untuk belajar secara aktif.
Sedemikian rupa sehingga para siswa dapat menciptakan, membangun, mendiskusikan,
membandingkan, bekerja sama, dan melakukan eksperimentasi dalam kegiatan belajarnya.
Berdasarkan konstruktivisme, akibatnya orientasi pembelajaran bergeser dari berpusat
pada guru mengajar ke pembelajaran berpusat pada siswa (student centered instruction).
5
d. Pengetahuan tumbuh karena adanya perundingan (negosiasi) makna melalui berbagai
informasi atau menyepakati suatu pandangan dalam berinteraksi atau bekerja sama
dengan orang lain.
Dari semua itu hanya ada satu prinsip yang paling penting adalah guru tidak boleh
hanya semata-mata memberikan pengetahuan kepada siswa . Siswa harus membangun
pengetahuan didalam benaknya sendiri. Seorang guru dapat membantu proses ini dengan
cara-cara mengajar yang membuat informasi menjadi sangat bermakna dan sangat relevan
bagi siswa, dengan memberikan kesempatan kepada siswa untuk menemukan atau
menerapkan sendiri ide-ide dan dengan mengajak siswa agar menyadari dan menggunakan
strategi-strategi mereka sendiri untuk belajar. Guru dapat memberikan tangga kepada siswa
yang mana tangga itu nantinya dimaksudkan dapat membantu mereka mencapai tingkat
pemahaman yang lebih tinggi , tetapi harus diupayakan agar siswa itu sendiri yang
memanjatnya.
Pencetusan Ide Supaya murid dan guru sadar Awali, perbincangan dalam
II tentang idea terdahulu kumpulan kecil, pemetaan
konset dan laporan
Pengubahsuaian, pemgembangan
atau penukaran idea
7
2.3.2 Proses pembelajaran konstuktivisme
Konseptual proses belajar jika dilihat dari pendekatan kognitif, bukan sebagai perolehan
informasi yang masuk dalam satu arah dari luar ke dalam pengalaman siswa melalui proses
asimilasi dan akomodasi yang bermuara besar struktur kognitif. Lebih kegiatan belajar
dalam hal proses daripada dalam hal memperoleh pengetahuan tentang fakta-fakta yang
penting-off. Proses belajar dari pandangan contructivistic dan dari aspek-aspek penelitian,
peran guru, sarana belajar, dan evaluasi pembelajaran (Budiningsih, 2008:58).
1. Peran siswa.
2. Peran guru.
Dalam pendekatan ini peran guru atau pendidik membantu untuk membuat proses
membangun pengetahuan oleh siswa berjalan lancar. Guru tidak mentransfer pengetahuan
yang sudah memiliki, tetapi untuk membantu siswa untuk membentuk pengetahuannya
sendiri.
3. Belajar alat.
Pendekatan ini menekankan bahwa peranan utama dalam belajar siswa adalah aktivitas
membangun pengetahuannya sendiri. Semuanya seperti bahan, media, peralatan,
lingkungan, dan fasilitas lainnya disediakan untuk membantu pembentukan tersebut.
4. Evaluasi
8
berbagai pandangan dan interpretasi realitas, konstruksi pengetahuan, serta kegiatan lain
yang didasarkan pada pengalaman.Model pembelajaran konstruktivis biasanya paling tepat
bila diterapkan pada pelajaran sains, salah satunya adalah matematika. Ambil contoh yang
paling mudah, yaitu dengan adanya matematika dikenal sebagai teorema Pythagoras.
Mungkin teorema Pythagoras tidak asing bagi kita, dan bahkan mungkin sudah sering
menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari. Di antara teorema ada banyak matematika,
teorema ini merupakan salah satu teorema yang cukup terkenal. Bahan ini sudah dikenal
sejak siswa SMP mereka sekolah tinggi bahkan mungkin SD. Dengan model pembelajaran
konstruktivistik, siswa diharapkan dapat membangun pemahaman baru tentang
pemahaman yang sebelumnya telah dimiliki. Misalnya, dengan mencari asal-usul formula
ini didapat. Dalam pendekatan konstruktivis siswa juga dituntut mampu menciptakan sub-
sub pertanyaan baru sebagai langkah-langkah dalam menyelesaikan masalah yang
berhubungan dengan subjek teorema Pythagoras, sehingga siswa tidak akan bingung dan
mengalami kesulitan dalam menyelesaikannya. Jika pendekatan konstruktivis dapat
dikuasai studi luar negeri siswa hasil siswa dalam matematika dapat ditingkatkan.
9
memanfaatkan pengetahuan awal yang telah dimilikinya. Oleh karena itu pembelajaran
harus memperhatikan pengetahuan awal siswa dan memanfaatkan teknik-teknik untuk
mendorong agar terjadi perubahan konsepsi pada diri siswa.
10
2.5 Lingkungan Pembelajaran Konstruktivistik
Dalam konstruktivistik, terdapat lima unsur penting dalam lingkungan
pembelajarannya, yaitu:
11
2.6 Kelebihan dan Kekurangan Teori Belajar Konstruktivistik
Pada dasarnya tidak terdapat pendekatan, strategi, metode, gaya atau pola mengajar
yang paling baik untuk semua materi pelajaran, yang ada adalah sesuai atau tidak dengan
materi pelajaran pada waktu dan kondisi pelaksanaannya. Oleh karena itu guru diharapkan
menguasai berbagai macam pendekatan, strategi, metode, gaya atau pola mengajar sebab
setiap pendekatan, strategi, metode, gaya atau pola mengajar memiliki kelebihan dan
kekurangan.
1. Kelebihan
Adapun kelebihan dari pembelajaran berdasarkan konstruktivistik adalah sebagai
berikut:
a. Memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengungkapkan gagasan secara eksplisit
dengan menggunakan bahasa siswa sendiri, berbagi gagasan dengan temannya, dan
mendorong siswa memberikan penjelasan tentang gagasannya.
b. Memberi pengalaman yang berhubungan dengan gagasan yang telah dimiliki siswa
atau rancangan kegiatan disesuaikan dengan gagasan awal siswa agar siswa
memperluas pengetahuan mereka tentang fenomena dan memiliki kesempatan untuk
merangkai fenomena, sehingga siswa terdorong untuk membedakan dan memadukan
gagasan tentang fenomena yang menantang siswa.
c. Memberi siswa kesempatan untuk berpikir tentang pengalamannya. Ini dapat
mendorong siswa berpikir kreatif, imajinatif, mendorong refleksi tentang model dan
teori, mengenalkan gagasan-gagasan pada saat yang tepat.
d. Memberi kesempatan kepada siswa untuk mencoba gagasan baru agar siswa terdorong
untuk memperoleh kepercayaan diri dengan menggunakan berbagai konteks, baik
yang telah dikenal maupun yang baru dan akhirnya memotivasi siswa untuk
menggunakan berbagai strategi belajar.
e. Mendorong siswa untuk memikirkan perubahan gagasan mereka setelah menyadari
kemajuan mereka serta memberi kesempatan siswa untuk mengidentifikasi perubahan
gagasan mereka.
g. Memberikan lingkungan belajar yang kondusif yang mendukung siswa
mengungkapkan gagasan, saling menyimak, dan menghindari kesan selalu ada satu
jawaban yang benar.
12
2. Kekurangan
Adapun kekurangan dari pembelajaran berdasarkan konstruktivistik adalah sebagai
berikut:
a. Siswa mengkonstruksi pengetahuannya sendiri, tidak jarang bahwa hasil konstruksi
siswa tidak cocok dengan hasil konstruksi para ilmuan sehingga menyebabkan
miskonsepsi.
b. Konstruktivistik menanamkan agar siswa membangun pengetahuannya sendiri, hal ini
pasti membutuhkan waktu yang lama dan setiap siswa memerlukan penanganan yang
berbeda-beda.
c. Situasi dan kondisi tiap sekolah tidak sama, karena tidak semua sekolah memiliki
sarana prasarana yang dapat membantu keaktifan dan kreatifitas siswa.
d. Ketidaksiapan murida untuk merancang strategi, berfikir dan menilai sendiri
pengajaran berdasarkan pengalamannya sendiri. Tidak semua murid mempunyai
pengalaman yang sama, masalah ini kadang menyebabkan aktivitas pengajaran
menjadi tidak bermakna bagi siswa.
13
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
3.1 Saran
Kami menyadari kekurangan dari makalah ini. Sehingga kami manyarankan kepada
pembaca agar bisa memberikan kritik dan sarannya, agar makalah ini bisa jadi lebih baik.
Terima kasih.
14
DAFTAR PUSTAKA
15