Anda di halaman 1dari 3

PAROTITIS PADA ANAK

Parotitis epidemika atau yang sering disebut gondongan merupakan penyakit infeksi akut
yang disebabkan oleh virus dengan predileksi pada jaringan kelenjar dan saraf. Parotitis bersifat
self limiting disease, yang banyak ditemukan pada anak-anak usia sekolah. Setelah
ditemukannya vaksin untuk parotitis, kejadian penyakit ini mulai menurun. Parotitis menyebar
melalui kontak langsung dengan air liur yang terinfeksi maupun menghirup virus yang telah
dibatukkan atau dibersinkan ke udara oleh seseorang yang dapat menularkan penyakit.
Gejala Klinis
Lama masa inkubasi dari parotitis epidemika adalah 14-24 hari. Pada awalnya, muncul
gejala prodromal seperti perasaan lesu, nyeri otot, sakit kepala, nafsu makan menurun, demam,
dan adanya pembesaran yang cepat satu/ dua kelenjar parotis maupun kelenjar submaksilaris dan
sublingual. Anak kemudian akan mengeluh adanya sakit telinga dan sakit rahang, yang
diperberat jika mengunyah makanan. Dalam beberapa hari, kelenjar parotis mengalami
pembesaran yang cepat dengan ukuran maksimal dalam 1-3 hari. Hal ini menyebabkan aurikula
akan terangkat dan terdorong ke lateral. Terdapat rasa nyeri yang hebat selama masa pembesaran
kelenjar. Setelah mencapai ukuran maksimum, rasa nyeri akan berkurang. Daerah yang
membengkak tampak kemerahan, teraba lunak dan nyeri tekan. Pembengkakan akan menghilang
dalam 3-7 hari. Kadang ditemukan adanya edema laring dan palatum mole sehingga tonsil
terdorong ke tengah.
Pembengkakan pada kelenjar submaksilaris memiliki intensitas nyeri yang lebih ringan
namun menghilang lebih lambat. Pembesaran pada kelenjar sublingual paling jarang terjadi,
biasanya bilateral dan pembengkakan mulai dari regio submental dan dasar mulut.
Orkitis-epididimis merupakan gejala yang cukup sering terjadi pada laki-laki yang telah
pubertas. Pembengkakan biasanya muncul pada minggu pertama.Orkitis didahului dengan
demam tinggi, menggigil, sakit kepala, mual, muntah, dan nyeri perut bagian bawah. Testis
mengalami pembengkakan yang cepat, hingga 4 kali dari ukuran normal. Terasa nyeri pada testis
yang diserang, dengan kulit disekitarnya tampak edema dan merah. Komplikasi yang jarang
terjadi adalah impotensi hingga sterilitas. Pada anak perempuan yang mengeluh nyeri perut
bagian bawah pertimbangkan adanya oovoritis.
Bila terjadi meningoensefalitis maka timbul gejala berupa sakit kepala, demam, kaku
kuduk, mual, muntah, gangguan kesadaran, screaming attack, kejang, dan kadang disertai
dengan kelainan neurologis.
Diagnosis
Diagnosis parotitis epidemika dapat ditegakkan berdasarkan gejala klinis yang
didapatkan. Faktor-faktor yang harus diperhatikan dalam menegakkan diagnosis yaitu adanya
riwayat kontak dengan penderita parotitis 2-3 minggu sebelum onset penyakit, adanya parotitis
dan keterlibatan kelenjar yang lain, serta tanda meningitis aseptik.
Pemeriksaan laboratorium yang dapat dilakukan untuk menunjang diagnosis yaitu:
Pemeriksaan laboratorium darah rutin, terdapat leukopenia dengan limfositosis relatif

1
Peningkatan C-Reactive Protein (CRP)
Tes serologi, dimana terdapat kenaikan antibodi spesifik terhadap parotitis epidemika,
seperti complement fixation test, hemagglutination inhibition, enzyme linked
immunosorbent assay (ELISA). Kenaikan titer antobodi dalam serum sebanyak 4 kali
atau lebih membuktikan adanya infeksi.
Isolasi virus penyebab dari saliva dan urin selama masa akut penyakit
Peningkatan amilase serum, mencapai puncaknya pada minggu pertama dan menurun
pada minggu kedua dan ketiga
Reverse transcription-PCR digunakan untuk mendeteksi adanya virus dan memiliki
senstivitas yang tinggi
Tatalaksana
Parotitis epidemika merupakan penyakit yang dapat sembuh sendiri. Pengobatan yang
diberikan pada parotitis difokuskan pada menghilangkan gejala yang ada hingga system imun
tubuh yang melawan infeksi virusnnya. Terapi yang diberikan berupa istirahat yang cukup,
hidrasi adekuat dan asupan nutrisi yang cukup. Hindari minuman yang asam karena dapat
mengiritasi kelenjar parotis dan makan makanan yang tidak memerlukan banyak menguyah.
Dapat diberikan paracetamol untuk mengurangi rasa nyeri pada daerah pembengkakan kelenjar.
Untuk mempercepat proses penyembuhan, dapat dilakukan kompres hangat. Tidak ada antivirus
yang tepat digunakan untuk penyakit ini.
Komplikasi
Komplikasi dari parotitis epidemika jarang terjadi. Namun apabila telah terjadi
komplikasi maka dapat berakibat fatal. Berikut komplikasi dari parotitis, yaitu:
Ketulian yang disebabkan oleh neuritis pada saraf pendengaran. Ketulian bersifat
permanen, biasanya diawali dengan gejala tinnitus, ataxia, dan muntah.
Komplikasi pada neurologis yaitu mielitis dan neuritis saraf fasialis. Komplikasi yang
terjadi pasca ensefalitis adalah epilepsi, gangguan motorik, retardasi mental, iritabel,
emosi tidak stabil, dan hidrosefalus.
Diabetes mellitus.Patogenesis timbulnya diabetes hingga saat ini masih belum jelas.
Virus parotitis dapat merusak sel beta pankreas, namun kerusakan pankreas belum pernah
terdokumentasikan.
Miokarditis pernah dilaporkan namun sangat jarang. Pada EKG, terdapat depresi segmen
ST, perubahan gelombang T, dan pemanjangan interval PR. Gejala yang timbul berupa
bradikardia dan kelelahan.
Artritis sangat jarang ditemukan pada anak-anak, lebih banyak pada dewasa. Nyeri pada
lutut, pergelangan kaki dan tangan, serta bahu paling sering dikeluhkan. Gejala akan
hilang dalam beberapa hari hingga bulan.
Tiroiditis biasa ditemukan 1 minggu setelah onset parotitis. Ditandai adanya
pembengkakan pada kelenjar tiroid dan peningkatan antibodi antitiroid.

2
Prognosis
Secara umum, prognosis dari parotitis epidemika adalah baik karena dapat sembuh
sendiri.Terjadinya komplikasi seperti ketulian, sterilitas, dan adanya sekuele dari
meningoensefalitis jarang terjadi.
Pencegahan
Untuk mencegah terkena parotitis epidemika, maka dapat diberikan imunisasi aktif dari
virus hidup yang dilemahkan. Tersedia vaksin dalam bentuk monovalen maupun kombinasi
dengan vaksin campak dan rubella yang disebut MMR. Penggunaan vaksin kombinasi maupun
monovalen, menghasilkan respon imun yang sama.
Di Indonesia, diberikan vaksin MMR pada anak usia 12-18 bulan secara intramuskuler
dengan dosis 0.5 ml, dan diulang pada usia 4-6 tahun. Vaksin kedua ini dapat diberikan sebelum
usia 4 tahun, dan diberikan sekurang-kurangnya 28 hari setelah dosis pertama.Vaksin ini efektif
dalam meningkatkan kadar antibodi didalam tubuh dan memberikan perlindungan hingga 90%.

Pada penderita parotitis diharapkan tetap tinggal di rumah selama sembilan hari setelah
pembengkakan mulai untuk mencegah terjadinya penularan virus ke orang lain.10Pencegahan
lain yang dapat dilakukan yaitu rutin mencuci tangan serta menggunakan tissue untuk menutupi
mulut dan hidung ketika batuk maupun bersin

Daftar Pustaka

1. Soedarmo SSP, Garna H, Hadinegoro SRS, dkk. Buku ajar infeksi dan pediatri tropis.
Edisi ke-2. Jakarta: Badan Penerbit IDAI; 2008. h.195-203.
2. Pudjiadi MTS, Hadinegoro SRS. Orkitis pada infeksi parotitis epidemika. Sari
PediatriVol. 11 No. 1 [serial online] 2009 June [cited 2017 March 16]: 47-51. Available:
http://saripediatri.idai.or.id/
3. Centers for disease control and prevention. Mumps. CDC. 2015 May. Available:
https://www.cdc.gov/mumps/about/
4. Defendi GL. Mumps. Medscape. 2016 April. Available: http://reference.medscape.com/
5. White SJ, Boldt KL, Holditch SJ, dkk. Measles, Mumps, and Rubella. NCBI Clin Obstet
GynecolVol. 55 No. 2 [serial online] 2012 June [cited 2017 March 16]: 55059.
Available: https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/

Anda mungkin juga menyukai