Muhammad Ridwan
05031281520078
2017
BAB 1
PENDAHULUAN
1.2.Tujuan
Tujuan dari praktikum ini adalah untuk mengetahui pola respirasi pada buah-
buahan yang diukur berdasarkan jumlah CO2 yang diproduksi.
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.5. Etilen.
Hormone etilen terbentuk dari proses metabolisme tumbuhan, biasa
disebut juga gas etilen. Jenis gas etilen ini tidak mempunyai warna namun mudah
menguap dan umumnya ditemukan pada tanaman. Hormon etilen mempunyai
peran penting pada tanaman, terutama yang berkaitan dengan buah. Beda dengan
jenis hormone lainnya, hormone etilen berbentuk gas dan mempunyai struktur
yang sederhana. Sekarang ini hormone etilen banyak dijumpai dimana saja,
karena sudah diproduksi secara kimia dan penggunaannya sudah sangat luas.
Hormone etilen sudah sejak dari dulu dipercaya dapat membantu mempercepat
pematangan buah. Hormone etilen adalah jenis hormone yang bertugas terhadap
proses pematangan buah, sehingga jenis hormone ini lebih banyak ditemukan
pada buah yang sudah lebih tua (Imamah, 2016).
BAB 3
METODELOGI PRAKTIKUM
Imamah, Nurul. 2016. Model Arrhenius untuk Pendugaan Laju Respirasi Brokoli
Terolah Minimal. Jurnal Keteknikan Pertanian. Vol.4, No. 1 : 36 47.
Julianti, Elisa. 2011. Pengaruh Tingkat Kematangan Dan Suhu Terhadap Mutu
Terong Belanda (Cyphomandra Betacea). Jurnal Holtikultural Indonesia.
Vol 2. No. 1: 14-20
Nurjanah, Sarifah. 2002. Kajian Laju Respirasi dan Produksi Etilen Sebagai Dasar
Penentuan Waktu Simpan Sayuran dan Buah-Buahan. Jurnal Bionatura,
Vol. 4, No. 3 : 148 - 156
Yassin, Tito. 2013. Pengaruh Komposisi Gas terhadap Laju Respirasi Pisang
Janten pada Penyimpanan Atmosfer Termodifikasi. Jurnal Teknik
Pertanian Lampung-Vol 2, No.3:147-160
BAB 4
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Hasil
Hasil dari praktikum ini adalah sebagai berikut:
Tabel 1. Hasil pengamatan buah selama 5 hari.
Pengamatan hari ke-
Kel. Jenis Buah Pengamatan
1 2 3 4 5
Berat buah (g) 70 60 70 70 80
Klimakterik
Lama Inkubasi (jam) 2,5 22,5 23 24,5 24
Alpukat
mL HCl (mL) 35,75 5,3 2,4 2,4 -
1.
Non Berat buah (g) 23,27 23,11 22,81 22,09 21,29
Klimakterik Lama Inkubasi (jam) 2,5 22,5 23 24,5 24
Kelengkeng mL HCl (mL) 38,5 13,1 5,75 13,5 24,4
Berat buah (g) 75 60 20 50 65
Klimakterik
Lama Inkubasi (jam) 2,5 22,5 23 24,5 24
Pisang
mL HCl (mL) 27,15 2,3 2,15 1,5 2,8
2.
Berat buah (g) 185 110 130 140 100
Klimakterik
Lama Inkubasi (jam) 2,5 22,5 23 24,5 24
Apel
mL HCl (mL) 36 15,6 13,25 21,1 19
Berat buah (g) 300 200 220 210 245
Klimakterik
Lama Inkubasi (jam) 2,5 22,5 23 24,5 24
Manga
mL HCl (mL) 26,78 - 0,75 - -
3.
Non Berat buah (g) 27,87 27,91 27,77 27,50 26,95
Klimakterik Lama Inkubasi (jam) 2,5 22,5 23 24,5 24
Anggur mL HCl (mL) 37 17,75 19 26,1 24,3
Berat buah (g) 180 140 100 90 130
Klimakterik
Lama Inkubasi (jam) 2,5 22,5 23 24,5 24
Srikaya
mL HCl (mL) 30,92 3,3 2,75 6,4 2,5
4.
Non Berat buah (g) 150 110 60 60 110
Klimakterik Lama Inkubasi (jam) 2,5 22,5 23 24,5 24
Jambu biji mL HCl (mL) 26,04 2,9 1 1 0,9
Lama Inkubasi (jam) 2,5 22,5 23 24,5 24
Blanko
mL HCl (mL) 37,9 22,26 27,5 32,3 32,15
4.2. Pembahasan
Praktikum kali ini di lakukan untuk mengetahui pola-pola respirasi pada
buah-buahan yang dibedakan berdasarkan laju respirasinya, dimana buah yang
memiliki laju respirasi yang cepat atau signifikan termasuk golongan buah
klimaterik sedangkan buah yang memiliki laju respirasi yang relatif lambat
termasuk golongan buah non klimaterik. Pada buah klimaterik terjadi peningkatan
dalam jumlah besar terhadap produksi etilene dan laju respirasinya. Sementara
pada buah non-klimaterik tidak terjadi peningkatan etilene maupun laju respirasi.
Waktu pemanenan di lapangan memberikan perbedaan. Buah klimaterik dapat
dipanen sebelum fase ripening (pemasakan) karena fase ripening akan terus
berlanjut meskipun telah dipetik dari pohonnya. Sementara buah non-klimaterik
harus tetap berada di pohonnya agar bisa masak (ripening). Contohnya, buah
pisang dapat dipanen saat buah sudah matang penuh meskipun warna kulit masih
hijau, karena fase ripeningnya akan berlanjut meskipun tidak di pohonnya (tidak
harus menunggu kemasakan di pohonnya). Tetapi buah jeruk hanya bisa masak
untuk dapat dikonsumsi apabila tetap berada di pohonnya.
Pada praktikum kali ini digunakan buah alpukat, pisang, mangga, srikaya
yang merupakan jenis buah klimaterik sedangkan buah kelengkeng, anggur,
jambu biji ,apel yang termasuk golongan buah non klimaterik. Pada pengamatan
buah alpukat (klimaterik) hari pertama sampai hari kelima berat buah mengalami
perubahan yang tidak stabil, dimana hari kesatu dan kedua berat buah mengalami
penurunan dan hari ketiga dan seterusnya berat buah kembali naik berbeda dengan
buah kelengkeng (non klimaterik) dimana berat buah mengalami penurunan yang
konstan. Hal ini juga terjadi pada jenis buah klimaterik dan non klimaterik lainnya
seperti buah pisang dan apel, mangga dan anggur, serta jambu biji dan srikaya.
Berdasarkan data tersebut diketahui bahwa pada buah klimaterik disamping
terjadi kenaikan respirasi juga terjadi kenaikan kadar etilen selama proses
pematangan. Sedangkan pada buah non klimaterik, proses pematangan tidak
berkaitan dengan kenaikan respirasi dan kenaikan kadar etilen. Perbedaan antara
buah klimaterik dan nonklimaterik yaitu adanya perlakuan etilen terhadap buah
klimaterik yang akan menstimulir baik pada proses respirasi maupun
pembentukan etilen secara autokatalitik sedangkan pada buah nonklimaterik
hanya terdapat perlakuan yang akan menstimulir proses respirasi saja.
Proses respirasi pada buah buahan dapat diketahui dengan menghitung
jumlah karbondioksida yang di produksi atau dihasilkan dan untuk
menghitungnya dilakukan dengan cara titrasi yang dilakukan secara bertahap
selama waktu yang telah ditentukan. Laju respirasi juga mempengaruhi proses
pematangan pada buah, dimana pada buah klimaterik contohnya pisang terjadi
peningkatan laju respirasi yang merupakan fase peralihan dari proses
pertumbuhan menjadi layu, meningkatnya respirasi tergantung pada jumlah etilen
yang dihasilkan serta meningkatnya sintesis protein dan RNA . Dapat disimpulkan
bahwa klimaterik adalah suatu periode mendadak yang unik bagi buah tertentu
dimana selama proses itu terjadi pembuatan etilen disertai dengan dimulainya
proses pematangan buah, buah menunjukkan peningkatan CO2 yang mendadak
selama pematangan buah, sehingga disebut buah klimaterik. Bila pola respirasi
berbeda karena setelah CO2 dihasilkan tidak meningkat tetapi turun secara
perlahan, buah tersebut digolongkan non klimaterik.
Ada ketidaksesuaian terjadi pada pengukuran laju respirasi ini, namun
tidak menutup kemungkinan bahwa naik turunnya laju respirasi ini diakibatkan
oleh beberapa hal seperti keadaan penyimpanan. Dan berdasarkan data diatas pula
dapat diketahui bahwa terjadi perbedaan nilai laju respirasi yang sangat tinggi
pada klimaterik yang berada dalam satu komoditas ini. Angka laju respirasi pada
sampel klimaterik lebih tinggi daripada laju respirasi sampel non klimaterik, hal
ini diakibatkan karena ukuran sampel pertama lebih besar dibandingkan dengan
sampel kedua, dan sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya bahwa ukuran
produk mempengaruhi laju respirasinya, semakin kecil ukuran produk maka
permukaan yang bersentuhan langsung dengan udara akan semakin besar
sehingga penyerapan O2 akan semakin cepat. Selama proses penyimpanan, pisang
masih melakukan proses metabolisme yang tinggi yang kemudian akan
menyebabkan asam organik didalam buah akan diubah menjadi gula. Hal ini yang
menyebabkan total asam pada suhu ruang selama penyimpanan mengalami
penuruan. Dapat disimpulkan selain jenis buah yang mempengaruhi laju respirasi,
ukuran buah juga mempengaruhi laju respirasi nya.
BAB 5
KESIMPULAN