Anda di halaman 1dari 11

LAPORAN TETAP

PRAKTIKUM FISIOLOGI DAN TEKNOLOGI PASCA PANEN


MENENTUKAN POLA RESPIRASI

Muhammad Ridwan
05031281520078

PROGRAM STUDI TEKNOLOGI HASIL PERTANIAN


JURUSAN TEKNOLOGI PERTANIAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SRIWIJAYA

2017
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Respirasi berasal dari kata latin yaitu respirare yang berarti bernafas.
Reaksi respirasi merupakan reaksi katabolisme yang memecah molekul-molekul
gula menjadi molekul anorganik berupa CO2 dan H2O. Respirasi adalah suatu
proses pengambilan O2 untuk memecah senyawa-senyawa organik menjadi CO2,
H2O dan energi. Namun demikian respirasi pada hakikatnya adalah reaksi redoks,
dimana substrat dioksidasi menjadi CO2 sedangkan O2 yang diserap sebagai
oksidator mengalami reduksi menjadi H2O. Respirasi yaitu suatu proses
pembebasan energi yang tersimpan dalam zat sumber energi melalui proses kimia
dengan menggunakan oksigen. Dari respirasi akan dihasilkan energi kimia ATP
untak kegiatan kehidupan, seperti sintesis (anabolisme), gerak, pertumbuhan
(Nurjanah, 2002).
Pemasakan buah merupakan salah satu hasil metabolisme jaringan
tanaman. Pada kondisi pemasakan buah merupakan hal yang diharapkan oleh
petani, pedagang dan konsumen buah-buahan, karena buah tersebut akan segera
dikonsumsi. Akan tetapi pada konsisi lain pemasakan buah merupakan kerugian,
sehingga tidak diharapkan. Hal ini apabila buah tersebut tidak segera dikonsumsi
karena masih mengalami periode transportasi yang jauh dan memakan waktu yang
tidak singkat. Untuk kasus kedua ini para pengelola buah-buahan baik petani,
pedagang atau industri pengelola berusaha semaksimal mungkin agar buah
mengalami pemasakan pada waktu yang tepat atau sesuai dengan waktu yang
diinginkan. Buah-buahan apabila setelah dipanen tidak ditangani dengan baik,
akan mengalami perubahan akibat pengaruh fisiologis, fisik, kimiawi, parasitik
atau mikrobiologis. dimana ada yang menguntungkan dan sangat merugikan bila
tidak dapat dikendalikan yaitu timbulnya kerusakan atau kebusukan (Julianti,
2011).

1.2.Tujuan
Tujuan dari praktikum ini adalah untuk mengetahui pola respirasi pada buah-
buahan yang diukur berdasarkan jumlah CO2 yang diproduksi.
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Buah dan Sayuran.


Buah dan sayuran merupakan bagian dari makanan sehari hari,untuk
menunjang kebutuhan gizi makanan, sehingga perdagangan komoditi hortikultura
menjadi penting. Buah dan sayur setelah panen masih melakukan respirasi,
sehingga perlu penanganan yang benar dan selanjutnya perlu diketahui atau
dipelajari sifat-sifat fisiologinya. Hortikultura, terutama sayuran merupakan
sumber provitamin A, vitamin C, dan mineral dan terutama dari kalsium dan besi.
Selain hal tersebut sayuran juga merupakan sumber serat yang sangat penting
dalam menjaga kesehatan tubuh. Sayuran juga dapat memberikan kepuasan
terutama dari segi warna dan teksturnya. Disisi lain sayuran adalah hasil pertanian
yang apabila selesai dipanen tidak ditangani dengan baik akan segera rusak.
Kerusakan ini terjadi akibat pengaruh fisik, kimiawi, mikrobiologi, dan fisiologis.
Berdasarkan laju respirasi nya buah dibedakan menjadi dua yaitu buah klimaterik
(laju respirasi meningkat dengan tajam selama periode pematangan dan pada awal
senesen) dan nonklimaterik (tidak ada perubahan laju respirasi pada akhir
pematangan buah) (Nurjanah, 2002).

2.2. Buah Klimaterik.


Klimakterik yaitu suatu proses yang terjadi dimana laju respirasi
meningkat dengan tajam selama periode pematangan dan pada awal sensen. Buah
klimakterik juga dapat dikatakan buah dengan pola respirasi yang diawali dengan
peningkatan secara lambat,kemudian meningkat, dan menurun lagi setelah
mencapai puncak. Klimaterik dapat diartikan sebagai keadaan buah yang stimulasi
menuju kematangannya terjadi secara auto (auto stimulation). Proses tersebut
juga disertai dengan adanya peningkatan proses respirasi. Klimaterik juga
merupakan suatu periode mendadak yang unik bagi buah-buahan tertentu. Selama
proses ini terjadi serangkaian perubahan biologis yang diawali dengan
pembentukan etilen, yaitu suatu senyawa hidrokarbon tidak jenuh yang pada suhu
ruang berbentuk gas. Buah-buahan yang tergolong ke dalam buah-buah klimaterik
adalah pisang, mangga, pepaya, tomat, sawo, apel, alpokat (Hasbullah, 2008).
2.3. Buah non Klimaterik.
Non klimakterik yaitu tidak ada perubahan laju respirasi pada akhir
pematangan buah. Artinya setelah buah dipetik dari pohon maka pada buah non
klimakterik tidak terjadi proses laju respirasi sehingga selama dalam proses
pematangan tidak terjadi perubahan baik dari segi rasa, aroma dan warna dari
buah tersebut. Buah non klimaterik merupakan buah yang proses pematangan
tidak terjadi percepatan respirasi dan percepatan etilen. Contoh buah non
klimaterik: semangka, jeruk, nenas, anggur, ketimun dan lain sebagainya
(Hasbullah, 2008)

2.4. Respirasi Tanaman.


Respirasi didefinisikan sebagai perombakan senyawa komplek yang
terdapat pada sel seperti pati, gula dan asam organik menjadi senyawa yang lebih
sederhana seperti karbondioksida, dan air, dengan bersamaan memproduksi energi
dan senyawa lain yang dapat digunakan sel untuk reaksi sintetis. Respirasi dapat
terjadi dengan adanya oksigen (respirasi aerobik) atau dengan tidak adanya
oksigen (respirasi anaerobik, sering disebut fermentasi). Laju respirasi yang
dihasilkan merupakan petunjuk yang baik dari aktifitas metabolis pada jaringan
dan berguna sebagai pedoman yang baik untuk penyimpanan hidup hasil panen.
Jika laju respirasi buah atau sayuran diukur dari setiap oksigen yang diserap atau
karbondioksida dikeluarkan selama tingkat perkembangan (development),
pematangan (maturation), pemasakan (ripening), penuaan (senescent), dapat
diperoleh pola karakteristik respirasi. Laju respirasi per unit berat adalah tertinggi
untuk buah dan sayur yang belum matang dan kemudian terus menerus menurun
dengan bertambahnya umur. Buah-buahan dapat dibagi menjadi dua kelompok,
yaitu buah non-klimakterik dan buah klimakterik. Buah non-klimakterik secara
singkat diartikan bahwa buah tersebut tidak mampu melanjutkan proses ripening
(pemasakan) seketika setelah dipanen. Sedangkan buah klimakterik sebaliknya
dapat dipanen pada saat matang maupun pada saat masak (Yassin, 2013).

2.5. Etilen.
Hormone etilen terbentuk dari proses metabolisme tumbuhan, biasa
disebut juga gas etilen. Jenis gas etilen ini tidak mempunyai warna namun mudah
menguap dan umumnya ditemukan pada tanaman. Hormon etilen mempunyai
peran penting pada tanaman, terutama yang berkaitan dengan buah. Beda dengan
jenis hormone lainnya, hormone etilen berbentuk gas dan mempunyai struktur
yang sederhana. Sekarang ini hormone etilen banyak dijumpai dimana saja,
karena sudah diproduksi secara kimia dan penggunaannya sudah sangat luas.
Hormone etilen sudah sejak dari dulu dipercaya dapat membantu mempercepat
pematangan buah. Hormone etilen adalah jenis hormone yang bertugas terhadap
proses pematangan buah, sehingga jenis hormone ini lebih banyak ditemukan
pada buah yang sudah lebih tua (Imamah, 2016).
BAB 3
METODELOGI PRAKTIKUM

2.1. Tempat dan Waktu


Praktikum ini dilaksanakan pada hari Senin-Jumat pada tanggal 11-15
September 2017. Dimulai pada pukul 12.30 WIB sampai 13.00 WIB, yang
dilaksanakan di Laboratorium Kimia Hasil Pertanian, Jurusan Teknologi
Pertanian, Universitas Sriwijaya.

2.2. Alat dan Bahan


Alat yang digunakan pada praktikum ini adalah: 1) Beaker glass, 2) Buret, 3)
Erlenmeyer, 4) Neraca analitik, 5) Pipet tetes, 6) Statif, 7) Timbangan, dan 8)
Toples besar beserta tutup toples.
Bahan-bahan yang digunakan pada praktikum ini adalah: 1) Alpukat,
2) Anggur, 3) Apel, 4) Indikator PP, 5) Jambu biji, 6) Kelengkeng, 7) Larutan
HCl 0,05 N, 8) Larutan NaOH 0,05 N, 9) Mangga, 10) Pisang, dan 11) Srikaya.
2.3. Cara Kerja
Cara kerja dari praktikum ini sebagai berikut:
1. Sampel buah dipilih yang keadaannya baik dengan tingkat kematangan buah
yang digunakan adalah yang cukup tua (mature) tapibelum matang (ripe).
2. Buah ditimbang dengan neraca analitik untuk buah dengan ukuran yang kecil
dan buah yang ukurannya besar di timbang menggunakan timbangan biasa.
3. NaOH 0,05 N sabanyak 25 ml dimasukkan dalam beaker glass.
4. Buah dan NaOH 0,05 N dimasukkan ke dalam toples yang sama dan tutup
rapat.
5. Buat larutan blanko dengan NaOH 0,05 N sebanyak 25 mL dalam gelas
Beaker dan masukkan ke toples kosong lalu tutup rapat.
6. Biarkan selama beberapa jam.
7. Tetesi 25 mL NaOH 0,05 N dengan indikator PP kemudian titrasi dengan
HCL 0,05 N.
8. Catat berapa berat buah perharinya dan volume HCL yang habis terpakai serta
berapa lama inkubasi.
9. Lakukan langkah yang sama dengan diatas untuk hari ke-2 sampai hari ke-5.
DAFTAR PUSTAKA

Hasbullah, Rohani. 2008. Teknik Pengukuran Laju Respirasi Produk Hortikultura


pada Kondisi Atmosfer Terkendali. Jurnal Keteknikan Pertanian Vol.22,
No. 1.

Imamah, Nurul. 2016. Model Arrhenius untuk Pendugaan Laju Respirasi Brokoli
Terolah Minimal. Jurnal Keteknikan Pertanian. Vol.4, No. 1 : 36 47.

Julianti, Elisa. 2011. Pengaruh Tingkat Kematangan Dan Suhu Terhadap Mutu
Terong Belanda (Cyphomandra Betacea). Jurnal Holtikultural Indonesia.
Vol 2. No. 1: 14-20

Nurjanah, Sarifah. 2002. Kajian Laju Respirasi dan Produksi Etilen Sebagai Dasar
Penentuan Waktu Simpan Sayuran dan Buah-Buahan. Jurnal Bionatura,
Vol. 4, No. 3 : 148 - 156

Yassin, Tito. 2013. Pengaruh Komposisi Gas terhadap Laju Respirasi Pisang
Janten pada Penyimpanan Atmosfer Termodifikasi. Jurnal Teknik
Pertanian Lampung-Vol 2, No.3:147-160
BAB 4
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Hasil
Hasil dari praktikum ini adalah sebagai berikut:
Tabel 1. Hasil pengamatan buah selama 5 hari.
Pengamatan hari ke-
Kel. Jenis Buah Pengamatan
1 2 3 4 5
Berat buah (g) 70 60 70 70 80
Klimakterik
Lama Inkubasi (jam) 2,5 22,5 23 24,5 24
Alpukat
mL HCl (mL) 35,75 5,3 2,4 2,4 -
1.
Non Berat buah (g) 23,27 23,11 22,81 22,09 21,29
Klimakterik Lama Inkubasi (jam) 2,5 22,5 23 24,5 24
Kelengkeng mL HCl (mL) 38,5 13,1 5,75 13,5 24,4
Berat buah (g) 75 60 20 50 65
Klimakterik
Lama Inkubasi (jam) 2,5 22,5 23 24,5 24
Pisang
mL HCl (mL) 27,15 2,3 2,15 1,5 2,8
2.
Berat buah (g) 185 110 130 140 100
Klimakterik
Lama Inkubasi (jam) 2,5 22,5 23 24,5 24
Apel
mL HCl (mL) 36 15,6 13,25 21,1 19
Berat buah (g) 300 200 220 210 245
Klimakterik
Lama Inkubasi (jam) 2,5 22,5 23 24,5 24
Manga
mL HCl (mL) 26,78 - 0,75 - -
3.
Non Berat buah (g) 27,87 27,91 27,77 27,50 26,95
Klimakterik Lama Inkubasi (jam) 2,5 22,5 23 24,5 24
Anggur mL HCl (mL) 37 17,75 19 26,1 24,3
Berat buah (g) 180 140 100 90 130
Klimakterik
Lama Inkubasi (jam) 2,5 22,5 23 24,5 24
Srikaya
mL HCl (mL) 30,92 3,3 2,75 6,4 2,5
4.
Non Berat buah (g) 150 110 60 60 110
Klimakterik Lama Inkubasi (jam) 2,5 22,5 23 24,5 24
Jambu biji mL HCl (mL) 26,04 2,9 1 1 0,9
Lama Inkubasi (jam) 2,5 22,5 23 24,5 24
Blanko
mL HCl (mL) 37,9 22,26 27,5 32,3 32,15
4.2. Pembahasan
Praktikum kali ini di lakukan untuk mengetahui pola-pola respirasi pada
buah-buahan yang dibedakan berdasarkan laju respirasinya, dimana buah yang
memiliki laju respirasi yang cepat atau signifikan termasuk golongan buah
klimaterik sedangkan buah yang memiliki laju respirasi yang relatif lambat
termasuk golongan buah non klimaterik. Pada buah klimaterik terjadi peningkatan
dalam jumlah besar terhadap produksi etilene dan laju respirasinya. Sementara
pada buah non-klimaterik tidak terjadi peningkatan etilene maupun laju respirasi.
Waktu pemanenan di lapangan memberikan perbedaan. Buah klimaterik dapat
dipanen sebelum fase ripening (pemasakan) karena fase ripening akan terus
berlanjut meskipun telah dipetik dari pohonnya. Sementara buah non-klimaterik
harus tetap berada di pohonnya agar bisa masak (ripening). Contohnya, buah
pisang dapat dipanen saat buah sudah matang penuh meskipun warna kulit masih
hijau, karena fase ripeningnya akan berlanjut meskipun tidak di pohonnya (tidak
harus menunggu kemasakan di pohonnya). Tetapi buah jeruk hanya bisa masak
untuk dapat dikonsumsi apabila tetap berada di pohonnya.
Pada praktikum kali ini digunakan buah alpukat, pisang, mangga, srikaya
yang merupakan jenis buah klimaterik sedangkan buah kelengkeng, anggur,
jambu biji ,apel yang termasuk golongan buah non klimaterik. Pada pengamatan
buah alpukat (klimaterik) hari pertama sampai hari kelima berat buah mengalami
perubahan yang tidak stabil, dimana hari kesatu dan kedua berat buah mengalami
penurunan dan hari ketiga dan seterusnya berat buah kembali naik berbeda dengan
buah kelengkeng (non klimaterik) dimana berat buah mengalami penurunan yang
konstan. Hal ini juga terjadi pada jenis buah klimaterik dan non klimaterik lainnya
seperti buah pisang dan apel, mangga dan anggur, serta jambu biji dan srikaya.
Berdasarkan data tersebut diketahui bahwa pada buah klimaterik disamping
terjadi kenaikan respirasi juga terjadi kenaikan kadar etilen selama proses
pematangan. Sedangkan pada buah non klimaterik, proses pematangan tidak
berkaitan dengan kenaikan respirasi dan kenaikan kadar etilen. Perbedaan antara
buah klimaterik dan nonklimaterik yaitu adanya perlakuan etilen terhadap buah
klimaterik yang akan menstimulir baik pada proses respirasi maupun
pembentukan etilen secara autokatalitik sedangkan pada buah nonklimaterik
hanya terdapat perlakuan yang akan menstimulir proses respirasi saja.
Proses respirasi pada buah buahan dapat diketahui dengan menghitung
jumlah karbondioksida yang di produksi atau dihasilkan dan untuk
menghitungnya dilakukan dengan cara titrasi yang dilakukan secara bertahap
selama waktu yang telah ditentukan. Laju respirasi juga mempengaruhi proses
pematangan pada buah, dimana pada buah klimaterik contohnya pisang terjadi
peningkatan laju respirasi yang merupakan fase peralihan dari proses
pertumbuhan menjadi layu, meningkatnya respirasi tergantung pada jumlah etilen
yang dihasilkan serta meningkatnya sintesis protein dan RNA . Dapat disimpulkan
bahwa klimaterik adalah suatu periode mendadak yang unik bagi buah tertentu
dimana selama proses itu terjadi pembuatan etilen disertai dengan dimulainya
proses pematangan buah, buah menunjukkan peningkatan CO2 yang mendadak
selama pematangan buah, sehingga disebut buah klimaterik. Bila pola respirasi
berbeda karena setelah CO2 dihasilkan tidak meningkat tetapi turun secara
perlahan, buah tersebut digolongkan non klimaterik.
Ada ketidaksesuaian terjadi pada pengukuran laju respirasi ini, namun
tidak menutup kemungkinan bahwa naik turunnya laju respirasi ini diakibatkan
oleh beberapa hal seperti keadaan penyimpanan. Dan berdasarkan data diatas pula
dapat diketahui bahwa terjadi perbedaan nilai laju respirasi yang sangat tinggi
pada klimaterik yang berada dalam satu komoditas ini. Angka laju respirasi pada
sampel klimaterik lebih tinggi daripada laju respirasi sampel non klimaterik, hal
ini diakibatkan karena ukuran sampel pertama lebih besar dibandingkan dengan
sampel kedua, dan sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya bahwa ukuran
produk mempengaruhi laju respirasinya, semakin kecil ukuran produk maka
permukaan yang bersentuhan langsung dengan udara akan semakin besar
sehingga penyerapan O2 akan semakin cepat. Selama proses penyimpanan, pisang
masih melakukan proses metabolisme yang tinggi yang kemudian akan
menyebabkan asam organik didalam buah akan diubah menjadi gula. Hal ini yang
menyebabkan total asam pada suhu ruang selama penyimpanan mengalami
penuruan. Dapat disimpulkan selain jenis buah yang mempengaruhi laju respirasi,
ukuran buah juga mempengaruhi laju respirasi nya.
BAB 5
KESIMPULAN

Kesimpulan yang didapatkan dari praktikum ini adalah sebagai berikut:


1. Buah klimaterik dan nonklimaterik mempunyai respon yang berbeda selama
pemasakan buah.
2. Ukuran dari buah mempengaruhi laju respirasi dari buah tersebut.
3. Respirasi pada buah non klimaterik berlangsung secara lambat dan tidak
terjadi perubahan yang drastis.
4. Buah klimaterik mengalami proses respirasi yang cepat akan tetapi akan
menurun pada saat buah mengalami pematangan sempurna.
5. Intensitas respirasi merupakan ukuran kecepatan metabolisme dan sering kali
digunakan sebagai indikator umur simpan buah-buahan dan sayuran.

Anda mungkin juga menyukai