Anda di halaman 1dari 8

BUAH KLIMATERIK DAN NON KLIMATERIK

Buah-buahan dapat dikelompokkan berdasarkan laju pernapasan mereka di saat


pertumbuhan sampai fase senescene menjadi kelompok buah-buahan klimakterik dan
kelompok buah-buahan non klimakterik (Biale dan Young, 1981), seperti terlihat dalam
Tabel 5.
Buah-buahan klimakterik yang sudah mature, selepas dipanen, secara normal
memperlihatkan suatu laju penurunan pernafasan sampai tingkat minimal, yang diikuti oleh
hentakan laju pernafasan yang cepat sampai ke tingkat maksimal, yang disebut puncak
pernafasan klimakterik.
Tabel 5. Buah-buahan tropis klimakterik dan non klimakterik
NAMA UMUM NAMA ILMIAH

KLIMAKTERIK

Advokad Persea americana


Pisang Musa sepientum
Nangka Artocarpus altilis
Jambu Psidium guajava
R Mangga Mangivera indica
Pepaya Carica papaya
Markisa (passion fruit) Passi flora edulis
NON KLIMAKTERIK
Buah Mete Anacardium occidentale
Jeruk Bali / Grafe fruit Citrus paradisi
Lemon Citrus lemonia
Lychee Litchi chinenses
Orange Citrus cinensis
Nenas Ananas comosus
Bila buah-buahan klimakterik berada pada tingkat maturitas kemrampo yang tepat,
dikspos selama beberapa saat dengan konsentrasi ethylene yang lebih tinggi dari threshold
minimal, maka terjadilah rangsangan pematangan yang tidak dapat kembali lagi (irreversiable
ripening).
Pada buah-buahan non klimakterik terjadi hal yang berbeda artinya tidak
memperlihatkan terjadinya hentakan pernafasan klimakterik. Meskipun buah-buahan tersebut
diekspose dengan kadar ethylene kecil saja, laju pernafasan, kira-kira sama dengan kadar bila
terekspose ethylene ruangan, kalau ada tingkatan laju pernafasan hanya kecil saja. Tetapi
segera setelah itu laju pernafasan kembali lagi pada laju kondisi istirahat normal, bila
kemudian ethylene nya ditiadakan. Dengan ekspos ethylene terjadilah suatu respon yang kira-
kira mirip dapat diamati. Dalam suatu buah yang telah mature (tetapi belum matang)
terjadilah perubahan parameter yang dialami buah seperti mislnya degreening atau hilangnya
warna hijau.
Meskipun secara ilmiah dan physiologis dapat ditunjukkan adanya perubahan-
perubahan yang terjadi yang memungkinkan untuk melakukan klasifikasi sifat dan tabiat
buah-buahan lepas panen, tetapi parameter yang sangat mudah dan lebih bermanfaat dan
bermakna bagi konsumen adalah parameter perubahan lain yang lebih praktis sifatnya yang
terjadi selama proses pematangan.
Parameter-parameter yang dimaksud adalah : terjadinya pelunakan sera terjadinya
sintesa karotinoid. Demikian juga halnya dengan terjadinya perubahan warna eksternal
seperti terjadinya pemecahan (breakdown), khlorophyl, sehingga membuka tabir lapisan
karotenoid dalam kulit pisang, terjadinya perubahan dari warna hijau menjadi kuning
(Marriot,980).
Demikian halnya dengan terjadinya perubahan-perubahan internal dalam buah
terhadap komposisi yang dikandungnya. Seperti misalnya pemecahan pati menjadi sukrosa
dan gula pereduksi serta turunnya kandungan dalam buah mangga (Bhatnagar dan
Subramangan, 1973).
Dan khususnya dalam pengembangan timbulnya sifat karakteristik flavor buah-
buahan. Perubahan mana juga terjadi bila buah-buahan klimakterik tua (mature) dieksposa
dengan gas ethylene. Sesungguhnya penting untuk diamati bahwa pengeluaran gas ethylene
juga terjadi sewaktu buah menjadi matang. Pengeluaran ethylene dari dalam buah merupakan
salah satu karakteristik dari proses pematangan buah.
Berikut disajikan dalam Tabel 6 rekapitulasi perubahan-perubahan selama proses
pematangan buah yang terjadi secara komersial.
Tabel 6. Perubahan utama selama proses pematangan buah
Kerusakan khloroplast Hydrolysis pati
atau khlorophyl Pelunakan pektin, peningkatan daya larut
pektin
Kehilangan asam organik Pembentukan karotenoid dan anthocyanin
Pengeluaran ethylene Syntesa senyawa flavor
Peningkatan laju pernafasan

Salah satu kesulitan yang dialami secara komersial dalam menghadapi pematangan
buah adalah bagaimana caranya mengendalikan proses tersebut secara teliti. Berdasarkan
pengaruh lingkungan, para pengamat cenderung untuk bergantung terhadap beberapa
parameter seperti perubahan yang kasat mata saja seperti terjadinya atau tumbuhnya warna
merah pada kulit buah, atau parameter perubahan kimia yang mudah diukur. Seperti misalnya
peningkatan kadar gula pereduksi dan penurunan derajat keasaman.
Perubahan tingkat kekerasan (firmness) atau tekstur buah, meskipun secara jelas dapat
digunakansebagai parameter penting bagi konsumen, ternyata kurang gampang dihayati dan
dimengerti, dan akibatnya lebih sulit dilakukan kuantifikasi, sebaiknya perubahan flavor
(citarasa) yang merupakan kepedulian utama konsumen dianggap lebih penting diasumsikan
sebagai cerminan dari perubahan-perubahan fisikokimia.
Karena itu telah menjadi kepedulian yang sangat besar bagi industri buah-buahan agar
secar penuh manusia dapat mempengaruhi perubahan laju pematangan dengan cara
melakukan manipulasi suhu, atau konsentrasi ethylene, yaitu pada saat sebelum dan sewaktu
proses pematangan buah (ripening) terhadap setiap kultural atau spesies buah-buahan.
Proses penuaan buah (maturity) sangat penting dikuasai mekanismenya. Salah satu
aspek dari maturitas adalah pengembangan kapasitas buah untuk mampu menjadi matang.
Dalam suatu spesies buah atau kultivar tertentu respon terhadap ethylene sangat
dipengaruhi bukan saja oleh derajat maturity buah tetapi juga oleh konsentrasi relatif dari
plant growth regulator lainnya, seperti misalnya asam giberilat, serta terhadap kadar
mineral yang ada di dalam buah.
Suatu contoh, perlakuan pemberian larutan kalsium khlorida terhadap buah advokad,
ternyata mampu menghambat respirasi, dan sekaligus memperlambat terjadinya klimakterik
dan menekan puncak produksi ethylene (Ingwa and Young, 1984). Pengaruh mana tidak
terjadi terhadap buah pisang (Will et al., 1982).
Dalam pustaka yang telah diketahui pengaruh ethylene terhadap proses pematangan
buah (ripening) ternyata masih sangat terbatas kurang informasi yang diperlukan terhadap
senyawa-senyawa lain yang harus dilibatkan dalam mengatur proses metabolisme termasuk
proses pematangan buah.
Di samping itu harus dipahami mengenai faktor lain sebelum menangani buah-buahan
tropis khususnya betapa pentingnya faktor sifat kepekaan terhadap chilling enjuries. Ekspose
buah-buahan tropis pada suhu lebih rendah dari nilai threshold kritis, akan berakibat
gagalnya buah mencapai tingkat kematangan yang normal.
1. Peran Ethylene Pada Buah Pisang
Konsumen buah pisang (Musa AAA) di mana saja sangat mendambakan dapat
memperoleh buah pisang yang matang, tidak rusak secara fisik, tidak cacat. Mereka memilih
buah pisang yang kulitnya tidak tercela, dan berwarna kuning merata.
Pertama, dalam praktek perdagangan buah-buahan, agar produsen mampu mensuplai
buah-buahan dengan menu tersebut di atas, mereka harus memperhatikan beberapa faktor
berikut ini :
Kedua, buah-buahan yang sudah mature tetapi belum matang, jauh lebih mudah
untuk ditangani dan ditransportasi, tanpa mengurangi kerusakan mekanis, bila dibanding
dengan buah yang telah matang. Proses pematangan buah dapat diperlambat, melalui
berbagai cara : misalnya penurunan suhu, yang berfungsi dapat menurunkan laju respirasi,
laju kehilangan air dan secara umur juga menurunkan peluang serta laju serangan mikroba.
Namun demikian karena buah pisang peka terhadap chilling injuring, sebagian besar
perdagangan pisang internasional tidak menyimpan pisang pada suhu di bawah 130C.
Ketiga , proses pematangan buah dapat dirangsang oleh pemberian atau eksposa gas
ethylene. Karena alasan tersebut, maka sistem yang dianut dan dipraktekkan dalam
perdagangan internasional pisang selalu memperhatikan faktor tersebut di atas yaitu
transportasi buah yang masih mentah tetapi sudah mature dan disimpan pada suhu terendah
yang dianggap masih aman. Dianjurkan untuk menahan buah dalam suatu lokasi
penyimpanan (buffer store) yang berada dekat dengan terminal pasar retail sampai
diperlukan, distimulir proses pematangan dengan gas ethylene dan buah didistribusi
sedemikian rupa sehingga buah-buahan tersebut menjadi matang pada saat dipasarkan di
lokasi penjualan retail.
Perlu diperhatikan bahwa buah pisang memiliki sifat-sifat tertentu yang unik artinya
yang tidak dimiliki oleh buah lain dan hal itu penting dalam membedakan fisiologi buah.
Tidak seperti buah lain, uah pisang diproduksi dari satu batang tanaman yang merupakan
pseudo stem yang dibentuk oleh tangkai daun. Dan buahnya berkembang secara
parthenocarpic yang berasal dari bunga betina.
Di suatu perkebunan pisang komersial, buah pisang berada dalam suatu tandan dari
suatu umur yang telah diketahui. Tanaman pisang secara komersil ditumbuhkan secara
serentak dan menerima input dari sinar yang sama, hara dari tanah yang sama, sehingga
mengalami photosintesa yang sama, sehingga berbuah bersama-sama (Simmond, 1966).
Sedang buah advokad, mangga dan pepaya, justru sebaliknya, yaitu merupakan buah-
buahan yang dihasilkan oleh pohon, yang menghasilkan buah-buahan dari bunga, yang
terbuka pada saat yang berbeda dalam suatu musim buah-buahan tersebut muncul di berbagai
cabang yang mensuplai hara gizi kemungkinan besar tidak sama bagi setiap buah yang
sedang berkembang.
Sebagian besar ekspor buah pisang saat ini berasal dari germ plasm yang sangat
sempit, yaitu berdasarkan pada hasil kloning kelompok pisang cavendish. Mereka
dikelompokkan sebagai Musa AAA, triploid dengan kontribusi dari beberapa genotype Musa
acuminata.
Sedang pisang godok (cooking banana) atau plantains dikelompokkan dalam grup
Musa AAB, hasil kontribusi dari genotype Musa balbisiana. Pusat penelitian pisang diWest
Indies telah mengembangkan jenis klon pisang baru tetraploid (Musa AAA). Jenis pisang ini
tahan terhadap penyakit Panama dan Sigatoka disease. Penyakit Panama merupakan jenis
penyakit ganas yang memusnahkan kultivar pisang Gross Michel (Musa AAA) di West
Indies.
Berbagai jenis klon pisang tersebut memiliki perbedaan-perbedaan yang sangat tajam
yaitu sebagai berikut :
Pada umumnya pisang biasa (banana) dipanen dengan cara memangkas pangkal
tandan, pada saat individu buah pisang atau jari-jari pisang (fingers) telah penuh mencapai
grade atau girth yang dikehendaki. Pengukuran grade biasanya dilakukan dengan alat
kaliper. Atau bila mereka telah mencapai suatu umur tertentu.
Bila buah pisang dibiarkan tumbuh sampai mencapai maturity penuh yaitu dalam saat
pra klimakterik, saat mana disebut periode green life sebelum secara spontan menjadi matang
(ripe). Green life lebih mendekati korelasi dengan umur fisiologis dan grade pada waktu
dipanen. Pengendalian dari green life ke ripe sebetulnya dapat dihambat.
Agar memperoleh waktu yang cukup leluasa untuk pengapalan dan untuk digunakan
sebagai buffer stock akan sesuai dengan suplai permintaan pasar, maka preklimakterik
selama 20 hari pada suhu 13.5 14 0C diperlukan bagi perdagangan Trans atlantik (New and
Marriott, 1974). Bagi buah-buahan yang memiliki preclimacteric life yang tidak cukup lama
atau kurang dari 20 hari kemungkinan besar akan mengalami matang awal dan pada saat
pisang matang akan memproduksi ethylene, sehingga akan merangsang pematangan pisang-
pisang di sekitarnya.
Setelah pisang dipanen, sisir dipisahkan, dicuci, diberi fungisida, dikemas dalam box
dengan lapis polyethylene dan dikapalkan pada suhu 13.5 14 0C (sampai terjadi proses
pematangan).
Proses pematangan pisang melibatkan berbagai perubahan dalam buah pisang dan hal
itu harus diatur untuk menghasilkan buah yang sesuai permintaan rasa seideal mungkin dan
sepraktis mungkin bagi selera konsumen. Perubahan-perubahan tersebut meliputi :
1. Degreening kulit pisang, yang merupakan hal yang sangat penting, karena konsumen
menilai buah dai penampilan kulitnya.

1. Pengembangan flavor pisang yang sangat karakteristik yang hasil panen menjadi
faktor utama, dalam penerimaan konsumen secara organoleptis terhadap pisang dari
berbagai kultivar dan klone pisang.

2. Derajat keempukan dan

3. Konversi pati menjadi gula

2. Peran Ethylene Pada Buah Mangga


Para konsumen bila membeli mangga menuntut agar mangga yang akan dibeli
memiliki warna kulit yang telah berkembang seara lengkap, dengan daging buah yang telah
empuk secara merata, dengan cita rasa yang telah berkembang secara penuh. Dalam
kenyataannya mangga-mangga yang proses matangnya di pohon memiliki sifat-sifat yang
tersebut di atas.
Namun demikian, buah mangga baik dalam saat telah matang sempurna atau hanya
matang parsial pada saat dipanen, biasanya memiliki masa simpan yang pendek. Karena
alasan tersebut buah mangga biasanya dipetik dan ditransportasi ke pasar dalam keadaan
mature dengan tekstur yang masih keras dan belum matang.
Mangga merupakan buah yang memiliki masa musim yang sangat pendek. Karena
alasan tersebut menjadi sangat penting artinya bagi para produsen agar dapat mensuplai di
tingkat retailer produk dengan mutu dan tingkat pematangan yang optimal sehingga dapat
menjual mangga dalam volume besar dalam kurun waktu yang sangat singkat.
Di Uni Eropa, sebagian besar mangga yang diimport, diangkut melalui transportasi
udara dan tiba di pelabuhan dalam kondisi yang beraneka ragam yaitu berkisar dari belum
mature sampai mature, dan belum matang (unripe), matang sempurna dan terlalu matang.
Pembeli mangga di tingkat retail menghadapi masalah tersebut dan menanganinya
dengan cara melakukan inspeksi pada saat pembelian berdasarkan per tiap shipment, tetapi
dalam prakteknya para retail biasanya memilih buah advokad yang telah menampakkan
tanda-tanda mulai timbulnya tanda pematangan buah. Tetapi cara sementara subjektif tersebut
sering tidak memuaskan, dan hal itu menghambat pengembangan industri secara besar-
besaran, yang diakibatkan karena tidak adanya pengendalian secara efektif yang diberikan
kepada retailer maupun konsumen secara keseluruhan.
Jadi salah satu alternatif lain yang tersisa adalah dengan cara mengimpor buah
advokad mature, dengan kondisi yang dapat dilakukan di tingkat pemanenan dan
pengendalian pematangan pada tingkat distribusi.
Suhu optimal untuk pematangan mangga setelah dipanen berbeda pada kultivar yang
berbeda pula, demikian halnya dari daerah produksi satu ke daerah produksi lainnya.
Thomas (1975) melaporkan hasil penelitian terhadap jenis mangga Alfonso
(alphonso) di India, berkesimpulan bahwa suhu penyimpanan di bawah 25 0C akan merugikan
terhadap pengembangan pigmen karotenoid pada mangga alphonso selama prose
pematangan. Sdang pemberian ethylene belum dilakukan dalam penelitian tersebut.
Shubbiah Sketty dan Krisnaprasad (1975) dengan menggunakan perlakuan ethephon
(2-chloro ethylphosphoric acid) pada konsentrasi 500 l 1-1 dan 1000 l 1- dalam air phosphat
(540C 1C, selama 5 menit) atau dalam air dingin (24 28 0C, selama 5 menit) dengan suhu
penyimpanan berikutnya 24 280C, menunjukkan bahwa percepatan pematangan buah dan
perbaikan warna kulit dapat dicapai pada larutan panas ethylene dibanding dalam larutan
yang dingin.
Untuk mangga Florida telah direkomendasikan (Hutton, Reeder, dan Cambell, 1960)
untuk melakukan penyimpanan pada suhu 21 24 0C, namun demikian, sebetulnya
penyimpanan pada suhu 15.5 190C terjadi warna kulit yang paling indah dan menarik.
Tetapi buah mangga yang dimatangkan pada suhu 15.5 190C terasa masam dan
masih memerlukan 2 3 hari pemeraman lagi. Untuk mencapai cita rasa yang penuh, perlu
ditambah hari dalam penyimpanan.
Pada suhu 26.70C, beberapa varitas Florida terjadi serangan / hama mottle skin. Pada
dasarnya rata-rata waktu yang diperlukan untuk melunakkan mangga berkurang dengan
meningkatnya suh pematangan yaitu dalam kisaran suhu 15.5 26.7 0C dan kisaran hari dari 4
sampai 20 hari tergantung varitasnya.
Data hasil penelitian mangga Florida menyarankan untuk memanfaatkan ethylene
pada dosis 5 10 l 1-1 untuk waktu 24 48 jam pada suhu 30 0C dengan RH tinggi (90
95%) untuk mencapai pematangan.
Rekomendasi yang perlu diterapkan bagi kultivar Florida adalah agar melakukan
perlakuan terhadap mangga yang telah mature, tekstur yang kenyal, yaitu dengan pemberian
10 20 ml 1-1 ethylene pada suhu 210C selama 12 24 jam dengan RH 92 95%.
Buah mangga di Israel dimatangkan dengan tujuan agar dapat dipetik lebih dini agar
buah-buahan dapat mencapai pasar dan untuk memperbaiki uniformitas warna buah. Kondisi
yang dianjurkan adalah 100 l 1-1 ethylene selama 48 jam pada suhu 250C dengan RH 90%.
3. Peran Ethylene Pada Buah Pepaya
Cara yang maju telah dilakukan terhadap prosedur lepas panen industri buah di
Amerika terhadap buah pepaya. Cara-cara baru yang telah diterapkan di AS adalah
merupakan gabungan dari air panas dan fumigasi untuk mengendalikan lalat buah dan
kerusakan pasca panen dan pembusukan pasca panen (Akamine, 1970).
Satu masalah utama yang dihadapi pepaya dalam masalah pemasaran buah adalah
teknik identifikasi maturitas optimal, dalam memastikan buah-buahan tersebut cukup
kematangan dengan mutu cita rasa yang dikehendaki konsumen.
Hampir semua penelitian yang dilakukan berkisar pada buah pepaya hawai. Buah
pepaya Hawai memiliki kandungan minimal padatan terlarut 11.5% secara komersial buah
dapat menunjukkan 6% pertumbuhan warna pada saat akhir musim (alkamine, 1971).
Perubahan komposisi karbohidrat dalam pepaya telah banyak dipelajari dan didiskusikan
Tang (1979) telah berhasil menggunakan indek biokimia pematangan buah pepaya.
Alkamine dan Goo (1977) memberikan indikasi suatu hubungan antara ethylene dan
dimulainya trigger klimakterik. Pada umumnya buah pepaya dapat ditrigger proses
pematangannya. Pada suhu 250C, RH 85 95% dengan ethylene 1 l 1 -1 buah pepaya akan
menjadi matang (ripe) setelah 6 7 hari.

Anda mungkin juga menyukai