Anda di halaman 1dari 11

LAPORAN TETAP

PRAKTIKUM FISIOLOGI DAN TEKNOLOGI PASCA


PANEN
MENENTUKAN POLA RESPIRASI

Christian Madona
05031281520058
B/1

PROGRAM STUDI TEKNOLOGI HASIL PERTANIAN


JURUSAN TEKNOLOGI PERTANIAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SRIWIJAYA

2016
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Buah dan sayuran merupakan bagian dari makanan sehari hari,untuk
menunjang kebutuhan gizi makanan, sehingga perdagangan komoditi hortikultura
menjadi penting. Sehingga perlu penanganan yang benar dan selanjutnya perlu
diketahui atau dipelajari sifat-sifat fisiologinya. Pada buah klimaterik, jumlah gas
karbon dioksida yang diproduksi akan terus menurun, kemudian mendekati
pelayuan (senescene) tiba-tiba produksi gas karbon dioksida meningkat, dan
selanjutnya menurun lagi (Malangngi,L.P. 2012).
Laju respirasi yang dihasilkan merupakan petunjuk yang baik dari aktifitas
metabolis pada jaringan dan berguna sebagai pedoman yang baik untuk
penyimpanan hidup hasil panen. Jika laju respirasi buah atau sayuran diukur dari
setiap oksigen yang diserap atau karbondioksida dikeluarkan selama tingkat
perkembangan (development), pematangan (maturation), pemasakan (ripening),
penuaan (senescent), dapat diperoleh pola karakteristik repirasi. Laju respirasi per
unit berat adalah tertinggi untuk buah dan sayur yang belum matang dan
kemudian terus menerus menurun dengan bertambahnya umur (Saputra,A. 2015).
Banyak sekali buah-buahan yang memperlihatkan kenaikan yang cepat
dalam respirasinya selama pematangan, termasuk salah satu diantaranya adalah
avokad. Secara konvensional buah-buahan ini disebut buah klimaterik. Klimaterik
adalah suatu pola perubahan dalam respirasi, atau dikenal juga dengan istilah
klimaterik respirasi. Cara yang umum digunakan untuk mengukur kecepatan
respirasi adalah dengan cara mengukur jumlah karbondioksida yang dihasilkan
atau jumlah gas oksigen yang digunakan. Namun demikian, jumlah oksigen yang
digunakan dalam proses respirasi sangan sedikit sehingga walaupun mungkin
dilakukan tetapi sulit dilakukan dalam pelaksanaannya (Amanu. F.N. 2014).

1.2. Tujuan
Tujuan dalam praktikum ini adalah untuk mengetahui pola respirasi pada
buah-buahan yang diukur berdasarkan jumlah CO2 yang diproduksi.
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Menentukan Pola Respirasi


Respirasi adalah suatu proses pengambilan O2 untuk memecah senyawa-
senyawa organik menjadi CO2, H2O dan energi. Namun demikian respirasi pada
hakikatnya adalah reaksi redoks, dimana substrat dioksidasi menjadi CO2
sedangkan O2 yang diserap sebagai oksidator mengalami reduksi menjadi H2O
(Malangngi,L.P. 2012).
Laju respirasi dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain:
Ketersediaan substrat
Tersedianya substrat pada tanaman merupakan hal yang penting dalam melakukan
respirasi. Tumbuhan dengan kandungan substrat yang rendah akan melakukan
respirasi dengan laju yang rendah pula. Demikian sebliknya bila substrat yang
tersedia cukup banyak maka laju respirasi akan meningkat (Malangngi,L.P. 2012).
Ketersediaan Oksigen.
Ketersediaan oksigen akan mempengaruhi laju respirasi, namun besarnya
pengaruh tersebut berbeda bagi masing-masing spesies dan bahkan berbeda antara
organ pada tumbuhan yang sama. Fluktuasi normal kandungan oksigen di udara
tidak banyak mempengaruhi laju respirasi, karena jumlah oksigen yang
dibutuhkan tumbuhan untuk berrespirasi jauh lebih rendah dari okseigen yang
tersedia dari udara ( Malangngi,L.P. 2012).
Suhu.
Pengaruh faktor suhu bagi laju respirasi tumbuhan sangat terkait dengan faktor
Q10, dimana umumnya laju reaksi respirasi akan meningkat untuk setiap kenaikan
suhu sebesar 10oC, namun hal ini tergantung pada masing-masing spesies.
Tipe dan umur tumbuhan.
Masing-masing spesies tumbuhan memiliki perbedaan metabolsme, dengan
demikian kebutuhan tumbuhan untuk berespirasi akan berbeda pada masing-
masing spesies. Tumbuhan muda menunjukkan laju respirasi yang lebih tinggi
dibanding tumbuhan yang tua. Demikian pula pada organ tumbuhan yang sedang
dalam masa pertumbuhan (Malangngi,L.P. 2012).
Buah-buahan dapat diklasifikasikan menjadi dua kategori berdasarkan laju
respirasinya, yaitu buah klimaterik dan buah non-klimaterik. Buah klimaterik
adalah buah yang memiliki kenaikan laju respirasi ke tingkat yang paling tinggi
sebelum pemasakan. Sebaliknya, buah non-klimaterik adalah buah yang tidak
mengalami kenaikan atau perubahan laju respirasi. Atau dalam kata lain, buah
klimaterik dapat pula diartikan sebagai buah yang cepat mengalami kerusakan
atau pembusukan, sedangkan buah non-klimaterik adalah buah yang tidak mudah
mengalami kerusakan pascapanen. Proses pematangan buah non-klimaterik terjadi
saat buah masih berada pada pohonnya, sedangkan buah klimaterik akan cepat
matang setelah buah dipanen (Malangngi,L.P. 2012).

2.2 Pengaruh Tingkat Kematangan Terhadap Respirasi


Proses pematangan buah didahului dengan klimakterik (pada buah
klimakterik). Klimakterik dapat didefinisikan sebagai suatu periode mendadak
yang unik bagi buah dimana selama proses terjadi serangkaian perubahan biologis
yang diawali dengan proses sintesis ethylene. Meningkatnya respirasi dipengaruhi
oleh jumlah ethylene yang dihasilkan, meningkatnya sintesis protein dan RNA.
Proses klimakterik pada Apel diperkirakan karena adanya perubahan
permeabilitas selnya yang menyebabkan enzym dan susbrat yang dalam keadaan
normal terpisah, akan bergabung dan bereaksi satu dengan lainnya (Saputra,A.
2015).
Perubahan warna dapat terjadi baik oleh proses-proses perombakan maupun
proses sintetik, atau keduanya. Pada jeruk manis perubahan warna ni disebabkan
oleh karena perombakan khlorofil dan pembentukan zat warna karotenoid.
Sedangkan pada pisang warna kuning terjadi karena hilangnya khlorofil tanpa
adanya atau sedikit pembentukan zat karotenoid. Sisntesis likopen dan
perombakan khlorofil merupakan ciri perubahan warna pada buah tomat. .
(Saputra,A. 2015).
Menjadi lunaknya buah disebabkan oleh perombakan propektin yang tidak
larut menjadi pektin yang larut, atau hidrolisis zat pati (seperti buah waluh) atau
lemak (pada adpokat). Perubahan komponen-komponen buah ini diatur oleh
enzym-enzym antara lain enzym hidroltik, poligalakturokinase, metil asetate,
selullose (Saputra,A. 2015.).
Dalam istilah sehari-hari pada buah-buahan kita kenal menjadi 2
macamistialah yang sulit dibedakan, ialah pematangan atau maturity yang berarti
bahwabuah tersebut menjadi matang atau tua yang kadang-kadang belum bias
dimakankarena rasanya yang belum enak dan istilah ripening atau pemasakan,
dimanabuah yang sudah baik untuk dimakan yang mempunyai rasa enak (Afandi,
1984).Seiring dengan perubahan tingkat ketuaan dan kematangan, padaumumnya
buah-buahan mengalami serangkaian perubahan komposisi kimiamaupun
fisiknya. Rangkaian perubahan tersebut mempunyai implikasi yang luasterhadap
metabolismedalam jaringan tanaman tersebut. Diantaranya yaituperubahan
kandungan asam-asam organik, gula dan karbohidrat lainnya (Guntarti, A. 2015).

2.3 Pengaruh Suhu Terhadap Kecepatan Respirasi


Pengontrolan suhu untuk mengendalikan laju respirasi produk hasil
pertanian sangat penting artinya dalam usaha memperpanjang umur simpan
produk tersebut. Metode yang umum digunakan adalah penyimpanan dengan
pendinginan karena sederhana dan efektif. Prinsip penyimpanan dengan
pendinginan adalah mendinginkan lingkungan secara mekanis dengan penguapan
gas cair bertekanan (refrigerant) dalam sistem tertutup (Nisa,A.K. 2016).
Pada waktu masih berada pada tanaman induknya, buah dan sayuran serta
bunga potong melangsungkan proses kehidupan dengan cara melakukan respirasi,
yaitu proses biologis yang menyerap oksigen untuk digunakan pada proses
pembakaran (oksidasi) dan kemudian menghasilkan energi dengan diikuti
pengeluaran sisa pembakaran berupa gas karbondioksida dan air. Setelah organ
dipanen ternyata buah, sayuran dan bunga potong masih melangsungkan proses
respirasi yang mencirikan bahwa organ panenan tersebut masih dalam keadaan
hidup.( Nisa,A.K. 2016).
C6H12O6 + O2 6CO2 + H2O + energi
Reaksi di atas merupakan persamaan rangkuman dari reaksi-reaksi yang
terjadi dalam proses respirasi
BAB 3
METODELOGI PRAKTIKUM

2.1. Tempat dan Waktu


Praktikum ini dilaksanakan pada hari Senin-Jumat pada tanggal 11-15
September 2017. Dimulai pada pukul 12.30 WIB sampai 13.00 WIB, yang
dilaksanakan di Laboratorium Kimia Hasil Pertanian, Jurusan Teknologi
Pertanian, Universitas Sriwijaya.

2.2. Alat dan Bahan


Alat yang digunakan pada praktikum ini adalah: 1) Beaker glass, 2) Buret, 3)
Erlenmeyer, 4) Neraca analitik, 5) Pipet tetes, 6) Statif, 7) Timbangan, dan 8)
Toples besar beserta tutup toples.
Bahan-bahan yang digunakan pada praktikum ini adalah: 1) Alpukat,
2) Anggur, 3) Apel, 4) Indikator PP, 5) Jambu biji, 6) Kelengkeng, 7) Larutan
HCl 0,05 N, 8) Larutan NaOH 0,05 N, 9) Mangga, 10) Pisang, dan 11) Srikaya.
2.3. Cara Kerja
Cara kerja dari praktikum ini sebagai berikut:
1. Sampel buah dipilih yang keadaannya baik dengan tingkat kematangan buah
yang digunakan adalah yang cukup tua (mature) tapibelum matang (ripe).
2. Buah ditimbang dengan neraca analitik untuk buah dengan ukuran yang kecil
dan buah yang ukurannya besar di timbang menggunakan timbangan biasa.
3. NaOH 0,05 N sabanyak 25 ml dimasukkan dalam beaker glass.
4. Buah dan NaOH 0,05 N dimasukkan ke dalam toples yang sama dan tutup
rapat.
5. Buat larutan blanko dengan NaOH 0,05 N sebanyak 25 mL dalam gelas
Beaker dan masukkan ke toples kosong lalu tutup rapat.
6. Biarkan selama beberapa jam.
7. Tetesi 25 mL NaOH 0,05 N dengan indikator PP kemudian titrasi dengan
HCL 0,05 N.
8. Catat berapa berat buah perharinya dan volume HCL yang habis terpakai serta
berapa lama inkubasi.
9. Lakukan langkah yang sama dengan diatas untuk hari ke-2 sampai hari ke-5
BAB 4
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil
Hasil dari praktikum ini adalah sebagai berikut :
4.1.1 Tabel Hasil Uji Pengaruh Luka/Memar terhadap Kecepatan Respirasi
Bahan Pengamatan Pengamatan Hari Ke-
1 2 3 4 5
Belimbing Berat buah (g) 130 125 120 115 100
Luka Lama inkubasi 2 jam 2 jam 2 jam 2 jam 2 jam
ml HCl 8.8 6 2.1 7.5 1.1
Mangga Berat buah (g) 370 340 380 370 400
Memar Lama inkubasi 2 jam 2 jam 2 jam 2 jam 2 jam
ml HCl 4.3 2.2 1.2 5.2 1.7
Apel Berat buah (g) 130 90 160 160 110
Memar Lama inkubasi 2 jam 2 jam 2 jam 2 jam 2 jam
ml HCl 10.3 7.9 3.7 14 5.6
Jeruk Berat buah (g) 130 120 120 100 110
Baik Lama inkubasi 2 jam 2 jam 2 jam 2 jam 2 jam
ml HCl 7.4 6.1 4.2 16.2 5.2
Pisang Berat buah (g) 80 110 120 110 100
Baik Lama inkubasi 2 jam 2 jam 2 jam 2 jam 2 jam
ml HCl 3.4 3.1 1.6 7 1.2
Pepaya Berat buah (g) 970 1000 1000 1000 920
Luka Lama inkubasi 2 jam 2 jam 2 jam 2 jam 2 jam
ml HCl 2.6 2 1.3 0.4 0
Blanko Ml HCl 8

4.1.2 Tabel Hasil Uji Pengaruh Ukuran Terhadap Kecepatan Respirasi


Pengamatan Hari Ke-
Bahan Pengamatan
1 2 3 4 5
Berat buah (g) 30 30 30 50 21.67
Kentang
Lama inkubasi 2 jam 2 jam 2 jam 2 jam 2 jam
kecil
ml HCl 9.3 9.4 7.5 18.6 6.7
Berat buah (g) 80 80 70 60 110
Kentang
Lama inkubasi 2 jam 2 jam 2 jam 2 jam 2 jam
sedang
ml HCl 8.3 7.5 6.2 15.7 6.4
Berat buah (g) 330 320 320 350 330
Kentang
Lama inkubasi 2 jam 2 jam 2 jam 2 jam 2 jam
besar
ml HCl 6.9 5.8 2.7 12.6 4.5
Lama inkubasi 2 jam
Blanko
ml HCL 8.9
4.2 Pembahasan
Pada praktikum fisiologi dan teknologi pasca panen ini adalah tentang
menetukan pola respirasi. Respirasi adalah proses pemecahan komponen organik
(zat hidrat arang, lemak dan protein) menjadi produk lebih sederhana dan energi.
Aktivitas ini ditujukan untuk memenuhi kebutuhan energi sel agar tetap hidup
(Anonim, 2008). Buah-buahan yang mengalami proses respirasi yang tinggi akan
cepat rusak. Rusaknya buah-buahan ini karena senyawa yang ada didalam buah-
buahan tersebut mengalami reaksi sehingga zat yang tertinggal didalam bahan
tersebut menjadi tidak stabil. Besarnya kecepatan reaksi ini ditandai dengan
banyaknya karbondioksida yang keluar dari buah-buahan tersebut yang juga
dikenal dengan istilah respirasi.
Pada praltikum ini, sampel yang digunakan adalah buah timun,pisang,
jeruk,pokat. Pisang merupakan jenis buah klimaterik sedangkan timun merupakan
jenis buah non-klimaterik. Peralatan yang dirancang menggunakan 5 buah
stopless dimana stopless pertama berisi larutan Ca(OH)2 jenuh dan stopless ke dua
berisis larutan NaOH 0,01 N dengan tujuan untuk mengikat gas CO2 yang
terkandung dalam udara yang dialirkan melalui aerator. Setelah melewati
desikator tempat buah gas CO2 yang diproduksi ketika proses resporasi buah akan
diikat oleh NaOH 0,05 lalu dilakukan dengan HCl 0,05 menggunakan indikator
PP. Sehingga satuan dari laju respirasi adalah mg CO2/kg/jam.
Berdasarkan pengamatan berat buah buahan di peroleh sama ini deikarnakan
adanya kekeliruan yang didapat saat pengukuran. Dan tidak akuratnya timbangan
yang digunakan.Berdasarkan data yang diperoleh, puncak peningkatan
karbondioksida yang tinggi adalah pada hari kelima. Berdasarkan grafik yang
diperoleh, semua buah-buahan memiliki bentuk kurva yang hampir sama yaitu
menyerupai kurva klimakterik. Hasil yang diperoleh ini memiliki kekeliruan yang
sangat besar. Hal ini disebabkam karena buah-buahan yang diuji tediri dari buah
klimakterik dan non klimakterik.
Pada buah-buahan yang tergolong klimaterik, proses respirasi yang terjadi
selama pematangan mempunyai pola yang sama yaitu menunjukkan peningkatan
karbondioksida yang mendadak. Sedangkan buah yang tergolong non klimakterik
proses respirasi karbondioksida yang dihasilkan tidak terus meningkat tetapi
langsung turun secara perlahan-lahan (Nisa,A.K. 2016).
Perbedaan yang terjadi dalam kurva yang dihasilkan dengan kurva
klimaterik yang sebenarnya disebabkan karena beberapa hal diantaranya kurang
akuratnya penimbangan maupun pengukuran sampel dan larutan yang digunakan.
Selain itu juga karena adanya kesalahan dari praktikan dalam melakukan proses
praktikum seperti kurang mahirnya praktikan dalam melakukan titrasi. Oleh
karena itu, ketelitian dan keterampilan dalam melaksanakan praktikum sangat
diperlukan untuk menghasilkan data yang akurat dan bagus. Perbedaan yang
terjadi juga disebabkan karena waktu inkubasi yang terlalu lama untuk setiap
perlakuan.
Selama penyimpanan terjadi kehilangan berat buah pada ketiga tingkat
kematangan buah. Susut bobot selama penyimpanan disebabkan oleh proses
transpirasi dan respirasi yang menyebabkan terjadinya kehilangan air. Buah yang
mentah memiliki susut bobot yang lebih rendah daripada buah yang masak.
Perbedaan yang terjadi dalam kurva yang dihasilkan dengan kurva klimaterik
yang sebenarnya disebabkan karena beberapa hal diantaranya kurang akuratnya
penimbangan maupun pengukuran sampel dan larutan yang digunakan. Selain itu
juga karena adanya kesalahan dari praktikan dalam melakukan proses praktikum
seperti kurang mahirnya praktikan dalam melakukan titrasi. Oleh karena itu,
ketelitian dan keterampilan dalam melaksanakan praktikum sangat diperlukan
untuk menghasilkan data yang akurat dan bagus. Perbedaan yang terjadi juga
disebabkan karena waktu inkubasi yang terlalu lama untuk setiap perlakuan.
Perbedaan tingkat kematangan buah pada saat panen menyebabkan
terjadinya perbedaan mutu buah selama penyimpanan. Semakin tinggi tingkat
kematangan buah maka kadar air, total padatan terlarut, nilai warna serta kesukaan
terhadap aroma dan tekstur buah akan semakin meningkat, tetapi kandungan
vitamin C, total asam dan nilai kekerasan akan semakin menurun. Pada suhu
dingin semua nilai variabel mutu lebih tinggi daripada suhu ruang kecuali nilai
warna. Penyimpanan buah akan menyebabkan terjadinya penurunan nilai semua
variabel mutu buah yang diamati, kecuali nilai skor warna. Hasil yang sama juga
diperoleh pada buah lainnya.
BAB 5
KESIMPULAN

Dari praktikum yang berjudul suhu dalam percobaan ini, didapat beberapa
kesimpulan sebagai berikut:
1. Buah menunjukkan perubahan yang terjadi pada buah yang diperlihatkan
dengan perubahan warna dan tekstur pada buah.
2. Buah klimaterik dan nonklimaterik mempunyai respon yang berbeda selama
pemasakan buah.
3. Intensitas respirasi merupakan ukuran kecepatan metabolisme dan sering kali
digunakan sebagai indikator umur simpan buah-buahan dan sayuran.
4. Pematangan adalah permulaan proses kelayuan ,organisasi sel terganggu,
dimana enzim bercampur, sehingga terjadi hidrolisa, yaitu pemecahan
klorofil, pati, pektin dan tanin, membentuk: etilen, pigmen, flavor, energi
dan polipeptida.
5. Produksi etilen pada bahan akan mempercepat produksi etilen dimana karbit
menaikan suhu pada tempat pemeraman yang berakibat produksi etilen
meningkat.
DAFTAR PUSTAKA

Amanu. F.N. 2014. Pembuatan tepung mocap di Madura ( kajian vanetas dan
lokasi penanaman) terhadap mutu dan rendemen jurnal pangan dan
agroindustri vol. 2 (3) : 161 169.

Guntarti, A. 2015. Penentuan parameter NON spesifik Ekstrak Etanol Kulit Buah
Manggis (Garcinia Mangostana) pada Variasi asal daerah. Jurnal
Farmasains Vo. 2 (5)

Malangngi,L.P. 2012. penentuan kandungan tanin dan uji aktifits antioksi dan
Ekstrak biji buah Alpukat (persea americana mill) JURNAL MIPA
UNSRAT vol. 1 (1) : 5-10

Nisa,A.K. 2016. Pengaruh lama pengasapan dan lama Fermentasi Terhadap sosis
Fermentasi Ikan Lele (Clarias Gariepinus) Jurnal Pangan dan Agrandustri
vol. 4 (1) : 367 376

Saputra,A. 2015. perancangan simulator pengovenan pakan ternak menggunakan


sensor suhu dan kelembaban berbasis Microkontroler atmega 128
Simposium Nasional Rapi vol. 14 (1)

Anda mungkin juga menyukai