Anda di halaman 1dari 46

ANALISIS LOSS DAN OPTIMASI PROSES REWORK MARGARIN

DI PT UNILEVER INDONESIA Tbk., CIKARANG

ADITYA ARGA KUSUMA

DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN


FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Analisis Loss dan
Optimasi Proses Rework Margarin di PT Unilever Indonesia Tbk., Cikarang
adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum
diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber
informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak
diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam
Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, April 2014

Aditya Arga Kusuma


NIM F24090003
ABSTRAK
ADITYA ARGA KUSUMA. Analisis Loss dan Optimasi Proses Rework
Margarin di PT Unilever Indonesia Tbk., Cikarang. Dibimbing oleh NURHENI
SRI PALUPI dan WULAN EKAPUTRI.

Margarin merupakan sebuah emulsi dengan tipe emulsi water in oil (W/O)
yaitu fase air berada dalam fase minyak atau lemak. Syarat umum suatu margarin
antara lain mengandung tidak kurang 80% lemak, air, bahan pengemulsi, garam,
bahan pengawet, pewarna, pewangi (dalam batas yang aman) serta vitamin.
Selama ini terjadi loss dari MPU baik loss in process maupun give away. Selain
itu, setelah produksi setiap dua minggu atau apabila ada akumulasi produk pada
jalur produksi dilakukan proses clean in place (CIP). Air bilasan CIP tersebut
dapat digunakan untuk rework sebagai bahan baku margarin batch selanjutnya.
Tujuan penelitian ini adalah mengidentifikasi loss pada masing-masing mesin
filling, menghitung jumlah air yang ditambahkan berdasarkan kesetimbangan
massa yang akan digunakan untuk uji coba, mengevaluasi mutu produk setelah uji
coba berdasarkan kadar air produk sesuai dengan ketentuan SNI, dan menetapkan
jumlah air yang ditambahkan berdasarkan evaluasi setelah uji coba. Total loss
terbanyak terjadi pada MPU 4 dan air bilasan setelah CIP yang dapat digunakan
untuk formulasi adalah 280 kg untuk menghasilkan produk margarin yang sesuai
dengan ketentuan SNI.
Kata kunci: clean in place, loss, margarin, rework.

ABSTRACT
ADITYA ARGA KUSUMA. Loss Analysis and Rework Process Optimization of
Margarine at PT Unilever Indonesia Tbk., Cikarang. Supervised by NURHENI
SRI PALUPI and WULAN EKAPUTRI.

Margarine is an emulsion with water in oil (W/O) emulsion type. General


provisions of margarine are containing not less than 80% of fat, water,
emulsifiers, salt, preservatives, dyes, fragrances (within safe limits) as well as
vitamins. During this time, loss of both MPU loss in process or give away were
occurred. Moreover, after the production once every two weeks or if there is
accumulation of products on production line, clean in place (CIP) process would
conducted. Rinse water after CIP can be used rework as raw material of margarine
for the next batch. The aims of this research is to identify the loss on each filling
machine, to calculate the amount of water added based on the mass balance that
will be used to test, evaluate the quality of the product after the trial based on the
product moisture content in accordance with the provisions of SNI, and to set the
amount of water added by evaluation after the trial. The highest total loss occurred
in MPU 4 and the rinse water after CIP that can be used for the formulation is 280
kg to produce the margarine products corresponding with the provisions of SNI.
Keywords: clean in place, loss, margarine, rework.
ANALISIS LOSS DAN OPTIMASI PROSES REWORK MARGARIN
DI PT UNILEVER INDONESIA Tbk., CIKARANG

ADITYA ARGA KUSUMA

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Teknologi Pertanian
pada
Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan

DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN


FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014
Judul Skripsi : Analisis Loss dan Optimasi Proses Rework Margarin
di PT Unilever Indonesia Tbk., Cikarang
Nama : Aditya Arga Kusuma
NIM : F24090003

Disetujui oleh

Dr Ir Nurheni Sri Palupi, MSi Wulan Ekaputri, STP


Pembimbing I Pembimbing II

Diketahui oleh

Dr Ir Feri Kusnandar, MSc


Ketua Departemen

Tanggal Lulus:
Judul Skripsi : Analisis Loss dan Optimasi Proses Rework Margarin
di PT Unilever Indonesia Thk. , Cikarang
Nama : Aditya Arga Kusuma
NIM : F24090003

Disetujui oleh

Dr Ir Nurheni Sri Palupi, MSi ulan Ekaputri, STP


Pembimbing I Pembimbing II

Tanggal Lulus:
PRAKATA

Puji dan syukur senantiasa penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang
telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan
penyusunan skripsi yang berjudul Analisis Loss dan Optimasi Proses Rework
Margarin di PT Unilever Indonesia Tbk., Cikarang. Penelitian ini bertujuan
mengidentifikasi loss pada masing-masing mesin filling, menghitung jumlah air
yang ditambahkan berdasarkan kesetimbangan massa yang akan digunakan untuk
uji coba, mengevaluasi mutu produk setelah uji coba berdasarkan kadar air produk
sesuai dengan ketentuan SNI, dan menetapkan jumlah air yang ditambahkan
berdasarkan evaluasi setelah uji coba. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan
Maret sampai Juni 2013 di Pabrik Margarin PT Unilever Indonesia Tbk.,
Cikarang.
Penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada Dr. Ir. Nurheni Sri
Palupi, M.Si selaku dosen pembimbing akademik dan skripsi yang selama ini
memberikan waktu, bimbingan, kritik, saran, semangat, dan nasehat kepada
penulis dalam menyelesaikan kuliah. Selain itu, ucapan terima kasih juga
disampaikan kepada Wulan Ekaputri, S. TP. selaku dosen pembimbing skripsi
yang telah memberikan waktu, bimbingan, kritik, dan sarannya selama penelitian
ini.
Rasa hormat dan terima kasih penulis ucapkan kepada Ibu tercinta Eko Sri
Lestari dan Bapak Kusnadi yang telah mendidik, membimbing, memberikan doa,
semangat, dukungan moril, dan material dengan tulus selama ini. Kepada adik
tercinta Ariel Dwi Putra Kusuma atas semangat dan dukungannya.
Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada semua pihak yang
membantu selama penelitian, Kak Henni, Bu Heddy, Mas Johan Eka, Mas Johan
Wahono, Mas Kiel, Mas Saomin, Mas Dedi, Mas Yusman, Mas Edi, seluruh staff
Quality Control, dan staff produksi Blue Band. Penulis juga berterima kasih
kepada teman-teman satu tim sebimbingan skripsi, Nur Maimunita, Grace, dan
Kak Michael atas kerjasamanya. Kepada Lutfhan, Ahmad Fahmi, Yonas, Raki,
Jian, Sobich, dan teman-teman ITP 46 atas persahabatan, sharing ilmu dan
semangatnya. Terima kasih buat sahabatku Iddea, Putri, Eldysa, Rio, Kak Tito
Tegar, Kak Ical, Kak Harum atas semangat, bantuan, dan rasa kekeluargaannya.
Semoga skripsi ini bermanfaat.

Bogor, April 2014

Aditya Arga Kusuma


DAFTAR ISI
DAFTAR GAMBAR vii
DAFTAR TABEL vii
DAFTAR LAMPIRAN vii
PENDAHULUAN 1
Latar Belakang 1
Tujuan Penelitian 1
Manfaat Penelitian 2
TINJAUAN PUSTAKA 3
Margarin 3
Pengawasan Mutu Margarin 6
Penyelesaian Masalah 9
Keadaan Umum PT Unilever Indonesia Tbk 9
METODE 10
Bahan 10
Alat 10
Lokasi dan Waktu 10
Produksi Margarin 10
Analisis Loss Margarine Processing Unit (MPU) 12
Optimasi Proses Rework Margarin 13
Analisis Kesetimbangan Massa 13
Uji Coba Penambahan Air 13
A. Analisis pH Air Bilasan 14
B. Analisis Kadar Air Produk 14
C. Analisis Kadar Garam (NaCl) Produk 15
Evaluasi Hasil Uji Coba 15
Pengolahan Data 16
HASIL DAN PEMBAHASAN 17
Penetapan Terjadinya Loss pada Masing-Masing Mesin Filling 17
Penetapan Jumlah Air yang Ditambahkan Berdasarkan Kesetimbangan Massa 26
Evaluasi Mutu Produk Berdasarkan Ketentuan SNI 26
Penetapan Jumlah Air yang Ditambahkan Berdasarkan Evaluasi Penambahan
Air 28
SIMPULAN DAN SARAN 29
Simpulan 29
Saran 29
DAFTAR PUSTAKA 30
LAMPIRAN 32
DAFTAR GAMBAR
1 Proses produksi margarin 11
2 Diagram Ishikawa penyebab overweight 17
3 Urutan mesin filling yang berkontribusi pada permasalahan kelebihan berat
(n=40) 19
4 Control chart mesin kaleng 1 kilogram sesuai spesifikasi perusahaan 21
5 Control chart mesin kaleng 1 kilogram sesuai BDKT 21
6 Capability process mesin kaleng 1 kilogram 21
7 Control chart mesin sachet kecil 1 sesuai spesifikasi perusahaan 22
8 Control chart mesin sachet kecil 1 sesuai BDKT 22
9 Capability process mesin sachet kecil 1 22
10 Loss in process MPU 1 (n=15) 24
11 Loss in process MPU 3 (n=15) 25
12 Loss in process MPU 4 (n=15) 25
13 Jumlah loss in process tertinggi masing-masing Margarine Processing Unit
(A), Rata-rata loss in process masing-masing Margarine Processing Unit (B) 25

DAFTAR TABEL
1 Ketentuan berat dalam keadaan terbungkus 6
2 Standar kualitas margarin (SNI-01-3541-2002) 7
3 Syarat mutu air mineral alami (SNI-01-6242-2000) 8
4 Mesin dan produk yang dihasilkan 12
5 Toleransi berat margarin dalam kemasan 13
6 Perbandingan mutu berdasarkan cara pembersihan metode CIP 1, CIP 2, dan
CIP 3 27

DAFTAR LAMPIRAN
1 Data air panas yang tertinggal pada jalur tangki hot water-premix 32
2 Jumlah air yang tertinggal pada jalur premix-MPU 1-mesin filling 32
PENDAHULUAN

Latar Belakang

Margarin merupakan produk pangan berbentuk emulsi dengan tipe emulsi


water in oil (W/O) yaitu fase air berada dalam fase minyak atau lemak. Syarat
umum suatu margarin antara lain mengandung tidak kurang 80% lemak, air,
bahan pengemulsi, garam, bahan pengawet, pewarna, pewangi (dalam batas yang
aman) serta vitamin. Margarin berbeda dengan shortening karena shortening tidak
mengandung air. Komponen minyak nabati sebagai bahan baku margarin terdiri
dari tiga jenis minyak, yaitu minyak kelapa sawit (palm oil/ PO), minyak kelapa
sawit terhidrogenasi (palm oil solid fraction/ POs), dan minyak kelapa (coconut
oil/ CN). Secara garis besar, proses pembuatan margarin sampai dengan produk
dalam kemasan dilakukan melalui lima tahapan yaitu pencampuran di premix
tank, pendinginan dan kristalisasi di Margarine Processing Unit (MPU), filling di
mesin filling, proses penuaan (aging), dan pengemasan (packaging). Selama ini
terjadi loss pada MPU baik loss in process maupun give away. Loss in process
adalah kehilangan yang terjadi selama proses, sedangkan give away adalah
kehilangan yang terjadi setelah produk keluar dari mesin filling. Loss tersebut
diindikasikan oleh jumlah output yang lebih sedikit daripada input. Identifikasi
loss pada masing-masing MPU perlu dilakukan sehingga dapat diketahui
penyebab terjadi loss.
Setelah produksi, setiap dua minggu atau apabila ada akumulasi produk
pada jalur produksi dilakukan proses clean in place (CIP). Akumulasi produk
diindikasikan dengan meningkatnya tekanan pada jalur produksi tersebut. Proses
CIP membersihkan sisa-sisa produk yang terdapat pada jalur produksi dengan
menggunakan air panas, larutan deterjen, dan air dingin. Akibat proses CIP
tersebut, akan tersisa air di jalur produksi. Air di jalur produksi tersebut dapat
dioptimasi untuk rework sebagai bahan baku produksi margarin batch pertama di
awal shift setelah CIP. Selama ini operator MPU mengasumsikan air yang
tertinggal pada jalur produksi 150 kilogram. Asumsi tersebut didasarkan pada
hasil produksi akhir yang berlebih dengan kadar air yang lebih tinggi dari
ketentuan SNI yaitu 18%. Pada proses normal, air untuk mixing adalah 430
kilogram, namun setelah CIP dengan penambahan air 430 kilogram menghasilkan
produk batch pertama 4163 kilogram dengan kadar air lebih besar dari 18%. Hal
tersebut sebagai indikasi adanya air yang tertinggal pada jalur produksi. Jumlah
penambahan air batch pertama setelah CIP yang belum diketahui menjadi salah
satu masalah dalam produksi margarin di PT Unilever Indonesia Tbk.

Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah (1) identifikasi loss pada masing-masing
mesin filling, (2) menghitung jumlah air yang ditambahkan berdasarkan
kesetimbangan massa yang akan digunakan untuk uji coba, (3) mengevaluasi
mutu produk setelah uji coba berdasarkan kadar air produk sesuai dengan
ketentuan SNI, dan (4) menetapkan jumlah air yang ditambahkan berdasarkan
evaluasi setelah uji coba.
2

Manfaat Penelitian

Manfaat dari penelitian ini adalah mendapatkan informasi tentang sumber


loss pada masing-masing mesin filling dan optimasi proses rework setelah clean
in place (CIP). Informasi ilmiah ini dapat dijadikan referensi untuk mengurangi
kerugian perusahaan.
3

TINJAUAN PUSTAKA

Margarin

Margarin adalah produk pangan berbentuk emulsi dengan tipe emulsi water
in oil atau air dalam minyak. Menurut SNI 01-3541-2002 (BSN 2002), margarin
adalah produk makanan berbentuk emulsi padat atau semi padat yang dibuat dari
lemak nabati dan air, dengan atau tanpa penambahan bahan lain yang diizinkan.
Standar tersebut juga menyebutkan bahwa margarin harus memiliki kandungan
lemak minimal 80% dan kandungan air maksimal 18%. Ditinjau dari segi
mikrostruktur, margarin adalah emulsi air di dalam minyak yang mengandung
droplet air terdispersi berdiameter 5-10 m. Jumlah lemak terkristalisasi dalam
fase kontinu campuran minyak dan lemak sangat menentukan kekuatan/kekerasan
produk (Podmore 1994). Saat ini, karakteristik margarin telah disesuaikan dengan
kebutuhan pasar, seperti spreadability setelah dikeluarkan dari lemari pendingin,
kandungan asam lemak polyunsaturated, dan efek yang optimal dalam pembuatan
produk panggang. Ciri-ciri margarin yang menonjol adalah bersifat plastis, padat
pada suhu ruang, agak keras pada suhu rendah, teksturnya mudah dioleskan, serta
segera dapat mencair di dalam mulut (Astawan 2004).
Karakteristik fisik margarin sebagian besar dikendalikan oleh kandungan
padatan lemak, misalnya karakteristik titik cair dan spreadability. Jumlah padatan
yang diperlukan bergantung pada efek yang diharapkan pada adonan dan prosedur
persiapan adonan (Young et al. 1994). Beberapa fungsi dari lemak dalam aplikasi
bakery antara lain sebagai pelicin dan pelembut, menciptakan sistem aerasi pada
adonan dan lapisan yang tidak mudah ditembus, serta memberikan sifat emulsifier
dan flavor (Podmore 1994).
Karakteristik fisik yang penting dari margarin adalah tekstur, kekuatan, dan
daya gunanya. Karakteristik tersebut terutama dipengaruhi oleh perbandingan
solid-liquid, titik cair kristal, geometri kristal (ukuran, bentuk, alignment), tingkat
pembentukan campuran kristal, dan kemampuan kristal untuk saling menyatu
membentuk sebuah jaringan. Menurut Bumbalough (2000), karakteristik fisik
margarin, terutama tekstur, spreadability, warna, penampakan, dan melting point,
merupakan fungsi dari struktur lemak dan kondisi proses yang digunakan dalam
proses produksi. Pada umumnya, semakin besar jumlah trigliserida padat dalam
campuran, kekakuan jaringan akan semakin meningkat karena terjadi peningkatan
jumlah kristal dan kekuatan saling menyatu di antara kristal-kristal tersebut.
Perubahan suhu secara nyata akan mengubah kekuatan dan plastisitas produk
dengan perubahan pada jumlah kristal yang ada, kekerasan, dan viskositas dari
trigliserida cair. Kristalisasi lemak diawali dengan pembentukan inti kristal
(nucleation) dalam sistem supercooled. Laju pendinginan, agitasi, dan tingkat
pendinginan akan menentukan kecepatan pertumbuhan kristal, ukuran kristal, dan
aglomerasi kristal, yang selanjutnya akan berpengaruh pada tekstur dan
karakteristik pencairan dari produk (Podmore 1994).
Polimorfisme merupakan suatu fenomena pada kristal lemak yang dapat
berada dalam bentuk berbeda-beda. Satu jenis trigliserida dapat memiliki lebih
dari satu bentuk kristal yang berbeda-beda titik cairnya. Lemak dan trigliserida
dapat memiliki tiga bentuk kristal dasar, yaitu (alfa), ` (beta prime), dan
4

(beta). Kristal alfa adalah bentuk yang paling tidak stabil dan memiliki titik cair
terendah, sedangkan kristal beta memiliki kestabilan dan titik cair paling tinggi.
Ketiga bentuk kristal tersebut dapat berada dalam bermacam-macam kombinasi,
sehingga setiap trigliserida akan memiliki perilaku polimorfisme dan pencairan
masing-masing (Timms 1994). Ukuran kristal lemak biasanya berkisar antara 1-10
m. Kristal alfa berbentuk datar, transparan, dengan ukuran sekitar 5 m. Kristal
beta-prime berbentuk seperti jarum dengan panjang sekitar 1 m. Kristal beta
berbentuk besar, kasar, dan berukuran 25-50 m. Jika suatu lemak didinginkan
dengan cepat, maka akan cenderung membentuk kristal alfa yang kecil. Namun
bentuk tersebut tidak berlangsung lama dan dengan cepat berubah menjadi bentuk
beta-prime yang memiliki kecenderungan tinggi untuk mengeras. Kristal beta-
prime dapat berubah menjadi kristal beta yang paling stabil, bergantung pada
trigliserida penyusun dan suhunya. Dua tipe polimorfisme kristal lemak yaitu
enantiotropisme (reversibel) dan monotropisme (irreversibel). Hampir semua
polimorfisme trigliserida bersifat monotropik, kristal bertitik cair rendah hanya
dapat bertransformasi menjadi bentuk kristal dengan titik cair yang lebih tinggi.
Proses kristalisasi berlangsung sangat cepat pada bentuk kristal bertitik cair
rendah. Kemudian kristal tersebut dapat bertransformasi menjadi kristal dengan
titik cair yang lebih tinggi dan kecepatan transformasinya merupakan fungsi dari
temperatur. Apabila kristal dicairkan dan lemak cair tersebut didinginkan kembali
dapat dihasilkan kembali kristal dengan titik cair rendah.
Bahan baku yang digunakan dalam pembuatan margarin adalah minyak
nabati, garam, air, monodigliserida, BHA/BHT, asam sitrat, dan trinatrium sitrat,
vitamin B2, -karoten, EDTA, dan flavor. Setiap komponen memiliki peran dan
fungsi masing-masing baik dalam produk itu sendiri maupun dalam
penggunaannya sebagai bahan baku pembuatan kue.
Minyak nabati merupakan komponen terbesar dalam pembuatan margarin.
Ada tiga jenis minyak nabati yang digunakan, yaitu minyak kelapa sawit (palm
oil/PO), minyak kelapa (coconut oil/CN), dan minyak kelapa sawit terhidrogenasi
(palm oil solid fraction/POs50). Masing-masing minyak berperan dalam
membentuk karakteristik margarin yang dihasilkan. Palm oil merupakan minyak
nabati yang diekstrak dari daging buah kelapa sawit. Beberapa kelebihan dari
minyak tersebut antara lain adalah dapat memberikan kandungan lemak padat
(solid fat content) yang dibutuhkan dengan sedikit atau tanpa hidrogenasi,
mendukung pembentukan kristal ` untuk menghasilkan struktur yang baik, dan
mudah didapatkan dengan harga yang kompetitif (Padley et al. 1994). Coconut oil
merupakan komponen minyak terbesar kedua setelah palm oil. Coconut oil
berkontribusi pada tekstur kelembutan margarin yang dihasilkan dan berpengaruh
terhadap melting point dan solid fat content dari campuran minyak (Padley et al.
1994). Komponen minyak yang memiliki presentase paling kecil dalam margarin
adalah palm oil solid fraction (POs50) atau minyak kelapa sawit terhidrogenasi.
Proses hidrogenasi yaitu penambahan hidrogen pada ikatan tidak jenuh dari
trigliserida. Proses tersebut menyebabkan minyak kelapa sawit yang sebelumnya
berwujud cair berubah menjadi padat. Lawson (1995) menyatakan bahwa minyak
kelapa sawit terhidrogenasi merupakan salah satu minyak yang memiliki
kecenderungan kuat dalam pembentukan kristal `.
Air merupakan komponen kedua terpenting setelah minyak untuk
menghasilkan suatu emulsi air dalam minyak. Molekul-molekul air dalam
5

margarin terperangkap atau terdispersi dalam kristal dan cairan minyak sebagai
fase kontinu. Menurut SNI 01-3541-2002 (BSN 2002), kadar air margarin adalah
maksimal 18%. Margarin merupakan emulsi air yang terdispersi dalam globula-
globula minyak. Emulsifier yang digunakan pada produk margarin adalah
campuran mono- dan di-gliserida yang dihasilkan secara sintetis melalui reaksi
esterifikasi asam lemak dan gliserol. Menurut Winarno (1997), mono- dan di-
gliserida mengandung gugus karboksil yang bersifat lipofilik dan gugus hidroksil
yang bersifat hidrofilik yang dapat bertindak sebagai emulsifier.
Bahan baku lain yang penting dalam pembuatan margarin adalah garam.
Penambahan garam bertujuan untuk menambah rasa, menghambat pertumbuhan
mikroorganisme pada makanan, serta sebagai pengawet karena adanya tekanan
osmotik dimana larutan menjadi hipertonik sehingga air dalam sel akan keluar
akibatnya sel bakteri akan kekeringan serta menurunkan kemampuannya untuk
mengikat air bebas (Padley et al. 1994). Margarin yang dihasilkan memiliki kadar
garam sekitar 2.4-2.5%. Untuk melindungi dari proses oksidasi digunakan
antioksidan dalam pembuatan margarin. Antioksidan yang digunakan adalah
antioksidan primer dan antioksidan sekunder. Antioksidan primer yang digunakan
dalam pembuatan margarin adalah Butylated Hidroxyanisole (BHA) dan
Butylated Hydroxytoluene (BHT). Sedangkan antioksidan sekunder yang
digunakan adalah asam sitrat dan trinatrium sitrat.
Penentuan mutu bahan pangan pada umumnya melibatkan faktor cita rasa,
warna, tekstur, dan nilai gizi. Faktor warna seringkali menjadi bahan
pertimbangan awal secara visual yang sangat menentukan. Oleh karena itu,
produk margarin menggunakan pewarna tambahan -karoten untuk memperbaiki
warna sekaligus memperkuat warna asli margarin. -karoten tergolong ke dalam
kelompok pigmen karotenoid yang memberikan warna kuning sampai merah
jingga. Pigmen tersebut larut dalam lipida (minyak) sehingga dalam proses
produksi margarin dilarutkan dalam media coconut oil bersama dengan bumbu-
bumbu lainnya.
Ethylene Diamine Tetraacetic Acid (EDTA) adalah suatu sekuestran yang
dapat mengkelat logam. Menurut Winarno (1997), zat pengikat logam atau
sekuestran merupakan bahan penstabil yang digunakan dalam berbagai
pengolahan bahan makanan. Sekuestran dapat mengikat logam dalam bentuk
ikatan kompleks sehingga dapat mengalahkan sifat dan pengaruh jelek logam
tersebut dalam bahan. Penambahan senyawa sintetik sebagai flavor juga sering
dilakukan dalam pembuatan margarin. Beberapa senyawa yang penting dalam
menciptakan flavor antara lain golongan diasetil, asam-asam lemak, dan keton
(Young et al. 1994). Komponen yang sering digunakan untuk memberikan flavor
khas mentega antara lain asam butirat, asam lemak rantai pendek, dan senyawa
lactones (Weiss 1983). Bahan baku lain yang penting yang ditambahkan adalah
Vitamin B2 atau juga dikenal sebagai riboflavin. Riboflavin merupakan salah satu
vitamin yang sangat dibutuhkan dalam berbagai proses seluler terutama dalam
metabolisme energi dan metabolisme lemak, protein, dan karbohidrat.
6

Pengawasan Mutu Margarin

Berat dalam keadaan terbungkus (BDKT) adalah suatu ketentuan berat yang
disyaratkan bagi suatu produk dalam keadaan terbungkus. Batas toleransi
maksimal dan minimal produk diatur dalam ketentuan ini. Tabel 1 adalah toleransi
berat dalam keadaan terbungkus berdasarkan Peraturan Menteri Perdagangan RI
No. 31/M-DAG/PER/10/2011. Berat dalam keadaan terbungkus tersebut menjadi
acuan perusahaan untuk menentukan toleransi berat produk dalam keadaan
terbungkus. Biasanya perusahaan menetapkan toleransi berat yang lebih ketat
daripada ketentuan BDKT.

Tabel 1 Ketentuan berat dalam keadaan terbungkus berdasarkan Peraturan


Menteri Perdagangan RI No.31/M-DAG/PER/10/2011 [Kemendag
2011]
Kuantitas Nominal Produk Batas Kesalahan Yang diizinkan
(Qn) dalam gram atau mL Persen dari Qn gram atau mL
5-50 9 -
50-100 - 4.5
100-200 4.5 -
200-300 - 9
300-500 3 -
500-1000 - 15
1000-10000 1.5 -
10000-15000 - 150
15000-50000 1 -

Margarin memiliki beberapa persyaratan yang harus di kontrol sehingga


didapatkan produk yang sesuai dengan keinginan yang disebut dengan quality
control. Quality control margarin di Indonesia dibuat oleh Badan Standar
Indonesia (BSN) yang dituangkan dalam suatu peraturan yang disebut dengan
Standar Nasional Indonesia (SNI) yaitu dalam SNI-01-3541-2002. Standar
kualitas margarin tersebut dapat dilihat dalam Tabel 2. Standar kualitas margarin
tersebut ditentukan berdasarkan penampakan fisik, kimia, mikrobiologis, cemaran
logam, dan bahan tambahan pangan yang tekandung dalam margarin.
Margarin yang dapat didistribusikan ke pasaran adalah margarin yang
memenuhi standar sesuai dengan ketentuan SNI. Kualitas margarin selalu
dipantau setiap kali produksi. Kadar air produk dan kadar garam dicek setiap
batch produksi dengan mengambil sampel setiap batch, sedangkan karakteristik
yang lain seperti titik leleh, titik beku, kandungan mikroba, evaluasi sensori
dilakukan disetiap awal shift dan akhir shift.
Pengecekan kualitas tersebut untuk menjaga mutu produk serta menjamin
produk yang didistribusikan di pasaran aman. Apabila ditemukan sampel produk
yang tidak sesuai dengan standar akan langsung dilakukan penghentian proses
produksi dan dilakukan investigasi penyebab terjadinya penyimpangan. Produk
yang masih dapat diolah sebagai bahan baku akan dicampurkan dalam bahan baku
sebagai bahan baku produksi margarin batch berikutnya (rework).
7

Tabel 2 Standar kualitas margarin berdasarkan SNI-01-3541-2002 [BSN 2002]


No Jenis Uji Satuan Persyaratan
1 Keadaan
1.1 Bau - normal normal
1.2 Rasa - normal normal
1.3 Warna - normal normal
2 Air %(b/b) maks 18 maks 18
3 Lemak %(b/b) min 80 min 80
4 Asam Lemak Bebas %(b/b) maks 0.3 maks 0.3
dihitung sebagai asam oleat
(dari %lemak)
5 NaCl %(b/b) maks 4 maks 4
6 Vitamin A IU/100 g 2500-3500 -
7 Vitamin D IU/100 g 250-350 -
8 Asam Butirat %(b/b) maks 0.2 maks 0.2
9 Bilangan Asam mg KOH/g maks 4 maks 4
10 Bahan Makanan Tambahan Sesuai SNI 01-0222-1987
11 Cemaran Logam
11.1 Timbal (Pb) mg/kg maks 0.1 maks 0.1
11.2 Tembaga (Cu) mg/kg maks 0.1 maks 0.1
11.3 Seng (Zn) mg/kg maks 40 maks 40
11.4 Timah (Sn) mg/kg maks 40/250* maks 40/250*
11.5 Raksa (Hg) mg/kg maks 0.03 maks 0.03
12 Cemaran Arsen (As) mg/kg maks 0.1 maks 0.1
13 Cemaran Mikroba
13.1 Angka Lempeng Total kol/g maks 103 maks 103
13.2 Coliform APM/g maks 10 maks 10
13.3 Eschericia coli APM/g <3 <3
13.4 Staphylococcus aureus kol/g maks 102 maks 102
13.5 Salmonella kol/25g negatif negatif
13.6 Enterococci kol/g maks 102 maks 102
Keterangan: IU = International unit, APM = Angka paling mungkin

Mutu produk akhir ditentukan oleh mutu bahan baku. Air adalah salah satu
bahan baku yang penting dalam pembuatan margarin. Menurut SNI 01-6242-2000
(BSN 2000), air yang digunakan sebagai bahan baku pangan harus memiliki
persyaratan seperti air mineral alami. Air mineral alami memiliki rentang pH 7
sampai 8. Definisi air mineral alami menurut SNI 01-6242-2000 (BSN 2000)
adalah air yang diperoleh langsung dan sumber alami atau bor dari sumur dalam
dengan proses terkendali untuk menghindari pencemar atau pengaruh luar
terhadap sifat kimia, fisik air mineral alami. Ciri-ciri air mineral alami adalah (1)
kandungan garam mineral tertentu dengan proporsi yang relatif dan adanya trace
element atau zat-zat lainnya, (2) komponennya konstan serta debit dan suhunya
stabil dengan catatan adanya siklus fluktuasi alami yang kecil, (3) diambil dengan
kondisi sedemikian rupa sehingga dapat menjamin keaslian mikroba dan keaslian
serta stabilitas komposisi kimia dari komponen-komponen esensinya, (4) dikemas
di lokasi sumber dengan cara higienis, dan (5) tidak mengalami proses kecuali
pemisahan komponen tak stabil. Tabel 3 menunjukkan syarat mutu air mineral
alami berdasarkan SNI-01-6242-2000.
8

Tabel 3 Syarat mutu air mineral alami berdasarkan SNI-01-6242-2000 [BSN


2000]
No Kriteria Uji Satuan Persyaratan
1 Nitrat (NO3) mg/l maks. 45
2 Nitrit (NO2) mg/l maks. 0.005
3 Fluorida (F) mg/l maks. 1
4 Sianida (CN) mg/l maks. 0.007
5 Sulfat (SO4) mg/l maks. 200
6 Cemaran logam
6.1 Antimon (SB) mg/l maks. 0.005
6.2 Arsen (As) mg/l maks. 0.05
6.3 Barium (Ba) mg/l maks. 1
6.4 Borat (Bo) mg/l maks. 5
6.5 Kadmium (Cd) mg/l maks. 0.005
6.6 Khromium (Cr) mg/l maks. 0.05
6.7 Tembaga (Cu) mg/l maks. 0.5
6.8 Timbal (Pb) mg/l maks. 0.01
6.9 Mangan (Mn) mg/l maks. 0.05
6.10 Raksa (Hg) mg/l maks. 0.001
6.11 Nikel (Ni) mg/l maks. 0.02
6.12 Selenium (Se) mg/l maks. 0.05
7 Cemaran kimia organik
7.1 Aldrin dan dieldrin mg/l maks. 0.0007
7.2 1,2 dikloroethan mg/l maks. 0.005
7.3 Heptachlorepoxide mg/l maks. 0.0002
7.4 Methoxyxhlor mg/l maks. 0.04
7.5 Detergent mg/l maks. 0.05
7.6 PCBs mg/l maks. 0.0005
7.7 Minyak mineral mg/l Nihil
8 Cemaran mikroba
8.1 Total plate count awal koloni/ml maks. 1 x 102
8.2 Total plate count akhir koloni/ml maks. 1 x 105
8.3 Bakteri bentuk coli koloni/250 ml Nol
8.4 Bakteri E. coli koloni/250 ml Nol
8.5 Streptococcus koloni/250 ml Nol
8.6 C. perfringens koloni/50 ml Nol
8.7 Pseudomonas aeruginosa koloni/100 ml Nol
9 pH 7.0-8.0
9

Penyelesaian Masalah

Program pengendalian mutu dan penyelesaian masalah di perusahaan dapat


dilaksanakan dengan baik jika didasarkan pada data kondisi kinerja nyata
perusahaan tersebut. Masalah dalam perusahaan dapat diselesaikan dengan
menggunakan alat bantu. Perusahaan harus memilih dan menetapkan jenis alat
bantu yang sesuai dengan kondisi perbaikan mutu dan permasalahan yang akan
dipecahkan. Diagram sebab akibat dan diagram Pareto dapat digunakan sebagai
alat bantu penyelesaian masalah.
Diagram sebab akibat ditemukan pertama kali oleh orang Jepang yang
bernama Kaoru Ishikawa sehingga sering disebut dengan Diagram Ishikawa.
Selain itu, diagram tersebut juga disebut sebagai diagram tulang ikan (fish bone
diagram). Menurut Muhandri dan Kadarisman (2012), diagram sebab akibat
berguna untuk mengetahui faktor-faktor yang mungkin menjadi penyebab
munculnya masalah. Secara umum faktor-faktor yang menjadi penyebab masalah
adalah manusia, mesin, metode, dan bahan (raw material). Penyusunan diagram
Ishikawa dilakukan dengan teknik sumbang saran (brainstorming).
Diagram Pareto pertama kali diperkenalkan oleh seorang ahli ekonomi dari
Italia bernama Vilvedro Pareto pada tahun 1897, kemudian digunakan oleh Dr. M.
Juran dalam bidang pengendalian mutu. Menurut Setiawan (2007), pada suatu
diagram Pareto akan dapat diketahui suatu faktor merupakan faktor yang paling
prioritas dibandingkan faktor-faktor lainnya, karena faktor tersebut berada pada
urutan terdepan, terbanyak atau tertinggi pada deretan sejumlah faktor yang
dianalisis. Diagram Pareto merupakan diagram yang terdiri atas grafik balok dan
grafik garis yang menggambarkan perbandingan masing-masing jenis data
terhadap keseluruhan. Menurut Muhandri dan Kadarisman (2012) diagram Pareto
menunjukkan 20% kondisi dapat menjadi penyebab bagi 80% akibat. Diagram
Pareto digunakan untuk tujuan menemukan satu atau dua masalah yang
mempunyai efek besar.
Keadaan Umum Perusahaan

Unilever merupakan salah satu perusahaan terbesar di dunia yang beroperasi


di sekitar 75 negara. Perusahaan berlogo U tersebut bergerak di bidang
kebutuhan dasar dengan pasaran utama adalah deterjen, pangan, dan barang
kosmetik. Unilever secara resmi berdiri pada tanggal 1 Januari 1930 dengan
kantor pusat di London (Inggris) dan Rotterdam (Belanda). Unilever berawal dari
peleburan dua perusahaan, yaitu Margarine Union dari Belanda dan Lever
Brothers dari Inggris (Setiawan 2007).
PT Unilever Indonesia Tbk. memiliki kantor pusat di Gedung Graha
Unilever, Jalan Gatot Subroto Kav. 15 Jakarta. Pabrik Foods Unilever berada di
Cikarang-Bekasi. Pabrik tersebut berlokasi di Jalan Jababeka IX Blok D No. 1-29,
Desa Wangun Harja, Kecamatan Cikarang, Kabupaten Bekasi, Jawa Barat 17520.
Pabrik foods dibagi menjadi dua pabrik, yaitu Spread Cooking Category and
Culinary (SCC&C), dan Tea Based Beverage (TBB). Pabrik foods Cikarang
memproduksi makanan dan minuman dengan bahan dasar teh. Pemilihan lokasi
pabrik dipengaruhi oleh faktor kestrategisan tempat untuk pemasaran produk,
tersedianya sarana infrastruktur, kemudahan perluasan pabrik, dan kemudahan
suplai bahan baku.
10

METODE
Bahan

Bahan-bahan yang digunakan terdiri dari bahan produksi margarin dan


bahan analisis. Bahan baku produksi margarin yang digunakan meliputi minyak
nabati, larutan garam, air panas, larutan emulsifier, bumbu larut minyak (asam
butirat, flavor, dan pewarna -karoten) dan bumbu larut air (asam sitrat,
trinatrium sitrat, vitamin B2, dan EDTA). Bahan kimia yang diperlukan untuk
analisis margarin adalah akuades, NaCl, AgNO3, dan K2CrO4.

Alat

Peralatan yang digunakan terdiri dari alat produksi margarin dan alat
analisis. Alat untuk produksi margarin adalah premix tank, Margarine Processing
Unit (MPU) dan mesin filling. Sedangkan alat untuk keperluan analisis adalah pH
meter (Mettler Toledo 1140-X), neraca analitik (Mettler Toledo), hotplate, oven,
cawan alumunium, sudip, sendok, labu takar, gelas piala, dan perlengkapan
analisis berupa alat-alat gelas.

Lokasi dan Waktu

Penelitian dilaksanakan selama empat bulan mulai dari bulan Maret sampai
bulan Juni 2013 di PT. Unilever Indonesia Tbk yang berlokasi di Foods Factory
Jalan Jababeka IX Blok D 1-29, Kawasan Industri Jababeka, Cikarang-Bekasi,
Jawa Barat.

Produksi Margarin
Produksi margarin dilakukan melalui beberapa tahapan seperti yang
ditunjukkan oleh Gambar 1 yaitu (1) pencampuran (mixing), (2) pendinginan dan
kristalisasi, (3) pengisian (filling), (4) penuaan (aging), dan (5) pengemasan.
Tahap pencampuran dilakukan di premix tank secara semi otomatis. Pemasukan
minyak nabati, larutan garam, air panas, dan larutan emulsifier ke dalam premix
tank dilakukan secara otomatis dengan mekanisme pembukaan dan penutupan
katup pompa sentrifugal. Sedangkan pemasukan bumbu larut minyak dan bumbu
larut air ke dalam premix tank dilakukan secara manual oleh operator. Setelah
semua bahan bercampur menjadi satu, selanjutnya bahan mengalami tahapan
pendinginan dan kristalisasi. Tahapan pendinginan dan kristalisasi terjadi di
Margarine Processing Unit (MPU) yang terdiri dari 3 A-unit dan 2 C-unit. Proses
pendinginan terjadi pada A-unit, sedangkan proses kristalisasi terjadi pada C-unit.
Tahap pendinginan pada A-unit merupakan pendinginan kejut (shock cooling) dan
pemadatan dengan cepat. Proses pendinginan akan menentukan sifat margarin,
yaitu konsistensi, tekstur dan plastisitas. Tujuan dari pendinginan tidak hanya
untuk mengeluarkan panas sehingga terjadi pemadatan, tetapi juga pendinginan
keseluruhan emulsi sehingga diperoleh bentuk dan ukuran kristal yang diharapkan
(Walstra 2003). C-unit berbentuk sebuah silinder yang dilengkapi dengan pins
pada dinding dalam dan rotor yang tersusun spiral untuk memberikan pergerakan
helical selama produk melewati tabung. Rangkaian tersebut memastikan
11

tercukupinya waktu tinggal (residence time) yang panjang (beberapa menit) untuk
menciptakan kondisi kesetimbangan dalam kristalisasi dan menjaga konsistensi
emulsi agar tetap dapat dipompa untuk proses selanjutnya. Tahap kristalisasi tidak
disertai pendinginan dan hanya berfungsi mempertahankan lemak dalam keadaan
pengadukan (agitasi) yang seragam ketika proses kristalisasi berlangsung
(Bumbalough 2000). Setelah melewati Margarine Processing Unit, margarin akan
dialirkan ke mesin-mesin filling. Mesin-mesin filling tersebut mempunyai nama
yang berbeda-beda sesuai dengan spesifikasinya. Mesin filling menggunakan
prinsip pompa piston, sehingga membutuhkan suplai udara bertekanan. Pengisian
dilakukan secara otomatis yaitu setelah berat tertentu tercapai, mesin akan
berhenti melakukan pengisian (Setiawan 2007). Tahap penuaan (aging) adalah
tahap pematangan kristal lemak margarin sehingga konsistensi emulsi tetap
terjaga. Tahap terakhir pada proses produksi margarin adalah pengemasan. Produk
margarin dikemas dengan menggunakan kemasan primer plastik Low Density
Poly Ethylene (LDPE) dan kemasan sekunder kardus Corrugated Fiber Board
(CFB). Proses produksi margarin dapat dilihat pada Gambar 1. Bagian yang
ditandai dengan kotak merah dan biru menunjukkan lokasi akumulasi air.
Oil Oil Oil

Buffer Buffer
Admul Lecitin
sentrifugal
Hot Brine Gear pump Gear pump
Water Holding (sentrifugal) (sentrifugal)

Make up OSI Make up


Admul Weight Lecitin
sentrifugal

LPP
Premix Premix Pin
(sentrifugal)
LPP
1 A B melter
(senaaatrifug
al)
3 4 5

Margarine Processing Unit Filling


HPP Aging Packaging
(piston) Machine
2

Margarin
dalam
kemasan

Gambar 1 Proses produksi margarin

Ket : = Lokasi akumulasi air 150 kg sebelum CIP


= Lokasi akumulasi air setelah CIP 984 kg = 280 kg digunakan untuk
penambahan blending, 704 kg didorong masuk premix yang kosong
12

Analisis Loss Margarine Processing Unit (MPU)

Analisis loss dilakukan dengan pengukuran overweight yang dilakukan


selama enam minggu pada masing-masing mesin filling MPU 1, MPU 3, dan
MPU 4. Pengukuran overweight dilakukan dengan menimbang sampel margarin
dalam kemasan tertutup dari masing-masing mesin filling serta mengamati
produksi setiap batch selama satu shift. Sampel yang diambil adalah sepuluh
sampel dari setiap mesin filling kemudian ditimbang dengan menggunakan neraca
analitik (Mettler Toledo). Mesin filling tersebut adalah mesin tube untuk kemasan
tube 250 gram, mesin sachet 1 sampai dengan mesin sachet 7 untuk kemasan
sachet 200 gram atau sachet 55 gram, mesin sachet kecil 1 dan mesin sachet kecil
2 untuk kemasan sachet 17 gram, mesin box dengan kemasan bag-in-box 4.5
kilogram atau 15 kilogram, serta mesin kaleng untuk kemasan kaleng 1 kilogram
atau 2 kilogram.

Tabel 4 Mesin dan produk yang dihasilkan


Nama Produk yang dihasilkan
Mesin tube Tube 250 gram
Mesin sachet 1 Sachet 55 gram atau sachet 200 gram
Mesin sachet 2 Sachet 55 gram atau sachet 200 gram
Mesin sachet 3 Sachet 55 gram atau sachet 200 gram
Mesin sachet 4 Sachet 55 gram atau sachet 200 gram
Mesin sachet 5 Sachet 55 gram atau sachet 200 gram
Mesin sachet 6 Sachet 55 gram atau sachet 200 gram
Mesin sachet 7 Sachet 55 gram atau sachet 200 gram
Mesin sachet kecil 1 Sachet 17 gram
Mesin sachet kecil 2 Sachet 17 gram
Mesin box 1 Bag-in-box 4.5 kilogram atau bag-in-box 15 kilogram
Mesin box 2 Bag-in-box 4.5 kilogram atau bag-in-box 15 kilogram
Mesin kaleng Kaleng 1 kilogram atau kaleng 2 kilogram

Produk akhir margarin yang dihasilkan memiliki toleransi berat 2 gram


untuk kemasan sachet dan tube, 5 gram untuk kemasan kaleng 1 kilogram, 10
gram untuk kaleng 2 kilogram, 25 gram untuk kemasan bag-in-box 4.5
kilogram, dan 50 gram untuk kemasan bag-in-box 15 kilogram. Selama proses
produksi dilakukan penimbangan produk secara berkala sehingga diperoleh berat
rata-rata produk. Keterbatasan mesin filling menyebabkan terjadinya overweight
maupun underweight. Pada analisis overweight digunakan dua macam software
yaitu Minitab 14 dan Microsoft Excel. Software Minitab 14 digunakan untuk
menghasilkan capability process, sedangkan software Microsoft Excel digunakan
untuk menghasilkan control chart. Pengolahan data dengan menggunakan
software Minitab 14 dan Microsoft Excel dilakukan dengan cara memasukkan
nama sampel dan berat sampel ke dalam kedua software tersebut. Hasil
pengolahan data pada control chart berupa grafik dengan batas pengendali atas
(Upper Control Limit/UCL), garis tengah (nilai rata-rata), dan batas pengendali
bawah (Lower Control Limit/LCL). Sedangkan hasil pengolahan data pada
capability process berupa grafik dengan batas spesifik atas (Upper Spesific
Limit/USL), target, dan batas spesifik bawah (Lower Spesific Limit/LSL) sebagai
13

batas spesifikasi yang ditentukan oleh perusahaan. Grafik pada control chart dan
capability process tersebut akan menunjukkan seberapa banyak data overweight
dan underweight tidak memenuhi spesifikasi perusahaan.
Tabel 5 Toleransi berat produk margarin
Berat (gram) Toleransi
BDKT
Produk Unit Berat
Minimum Target Maximum (gram)
(gram)
Margarin 250 gram 1 tube 248 250 252 2 9
Margarin 200 gram 1 sachet 198 200 202 2 9
Margarin 17 gram 10 sachet 168 170 172 2 7.65
Margarin 1000 gram 1 kaleng 995 1000 1005 5 15
Margarin 2000 gram 1 kaleng 1990 2000 2010 10 30
Margarin 4500 gram 1 box 4475 4500 4525 25 67.5
Margarin 15000 gram 1 box 14950 15000 15050 50 150

Optimasi Proses Rework Margarin


Optimasi proses rework margarin dilakukan dengan analisis kesetimbangan
massa untuk menentukan jumlah air yang ditambahkan untuk mendapatkan
margarin dengan kadar air antara 17.0-17.9% serta kadar garam 2.3-2.5%.
Kemudian dilakukan uji coba penambahan air dan selanjutnya dilakukan evaluasi
hasil uji coba penambahan air.
Analisis Kesetimbangan Massa
Analisis kesetimbangan massa dilakukan dengan menggunakan prinsip
kesetimbangan massa yaitu total berat yang masuk (input) ke dalam suatu tahap
proses keseluruhan akan sama dengan total berat dari outputnya (Kusnandar et al.
2002). Suatu proses biasanya terdapat akumulasi produk yang menyebabkan
jumlah bahan yang masuk proses tidak sama dengan jumlah bahan yang keluar
proses.
assa akumulasi assa output
Proses pengolahan yang tidak mengalami akumulasi disebut steady state
process, sedangkan proses pengolahan yang mengalami akumulasi disebut
unsteady state process (Singh and Heldman 2001). Pada unsteady state process
jumlah bahan yang masuk proses (input) sama dengan akumulasi ditambah
dengan jumlah bahan yang keluar proses (output) (Widyanti 2011). Air bilasan
setelah clean in place yang dapat digunakan adalah sebanyak 280 kilogram
sedangkan air yang harus didorong pada jalur premix tank-MPU-mesin filling
sebanyak 984 kilogram - 280 kilogram = 704 kilogram.
Uji Coba Penambahan Air
Uji coba dilakukan dengan penambahan air di awal batch setelah clean in
place (CIP) sesuai data dari log book terdapat 150 kilogram air tertinggal di dalam
pipa. Jumlah penambahan air didasarkan pada perhitungan kesetimbangan massa
unsteady state process sehingga didapat 280 kilogram air yang harus ditambahkan
untuk mendapat margarin yang sesuai dengan mutu SNI.
14

A. Analisis pH Air Bilasan


Analisis pH air bilasan CIP dilakukan dengan pH meter (Mettler Toledo
1140-X). Analisis tersebut dilakukan untuk memastikan bahwa air bilasan CIP
bebas dari deterjen sehingga aman untuk digunakan sebagai bahan baku produksi
margarin pada batch berikutnya. Menurut SNI 01-6242-2000 (BSN 200), air yang
digunakan sebagai bahan baku pangan harus memiliki persyaratan seperti air
mineral alami. Air mineral alami memiliki rentang pH 7 sampai 8. Rentang pH
tersebut juga mengindikasikan bahwa air bebas deterjen. Air bilasan CIP harus
memiliki rentang pH sama dengan air mineral alami yaitu pada rentang pH 7
sampai 8 sebagai indikasi bahwa air bilasan CIP tersebut bebas dari deterjen
sehingga aman digunakan sebagai bahan baku produksi. Selain itu pH air bilasan
juga dibandingkan dengan pH air Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) yang
digunakan sebagai sumber CIP.
B. Analisis Kadar Air Margarin [AOAC 2012]
Analisis kadar air margarin mengacu pada AOAC (2012) yaitu dengan
menggunakan metode oven (gravimetri). Pada metode oven, sampel dipanaskan
dalam kondisi spesifik dan kehilangan berat digunakan untuk menghitung kadar
air sampel. Menurut Apriandi (2011), metode oven didasarkan pada prinsip
penghitungan bobot sampel sebelum dan sesudah pengeringan. Selisih bobot
tersebut merupakan air yang teruapkan dan dihitung sebagai kadar air sampel.
Penentuan kadar air dengan metode oven dilakukan dengan cara mengeluarkan air
dari bahan dengan proses pengeringan dalam oven. Faktor yang dapat
mempengaruhi analisis air dengan metode oven diantaranya adalah penimbangan
contoh, kondisi oven, pengeringan contoh, dan perlakuan setelah pengeringan
(Faridah et al. 2012). Metode oven mempunyai ketelitian yang tinggi, tetapi pada
umumnya memerlukan pengerjaan yang relatif lama (Agung 2009). Kekurangan
metode oven tersebut menyebabkan dilakukan modifikasi metode dengan
menggunakan metode hotplate yaitu dengan mendidihkan margarin dengan garam
dapur yang sudah dikeringkan di atas hotplate. Hilangnya gelembung-gelembung
air menjadi indikasi bahwa margarin dan garam dapur telah mendidih.
Pengukuran kadar air dilakukan dengan mengukur kadar air produk setelah CIP
hasil uji coba penambahan air. Kadar air yang diinginkan adalah pada rentang
17.0-17.9%. Analisis kadar air produk dengan metode hotplate tersebut lebih
mudah dan membutuhkan waktu yang lebih singkat. Pertama-tama cawan
alumunium ditimbang dengan neraca analitik (Mettler Toledo), kemudian di
dalam cawan alumunium tersebut dimasukkan garam dapur yang telah
dikeringkan 3 gram dan margarin 10 gram selanjutnya ditimbang dan didapat
berat awal (A). Setelah didapat berat awal (A) kemudian cawan alumunium,
garam dapur, dan sampel margarin dipanaskan di atas hotplate sampai mendidih
selanjutnya diangkat dan didinginkan. Cawan alumunium, garam dapur, dan
sampel margarin yang telah dingin ditimbang kembali dan didapat berat akhir (B).
( )
( ) 100
berat sampel
15

C. Analisis Kadar Garam (NaCl) Margarin [AOAC 2012]


Analisis kadar garam margarin mengacu pada AOAC (2012) yaitu dengan
titrasi argentometri metode Mohr. Metode Mohr didasarkan pada pembentukan
warna jingga padatan perak kromat (AgCr), setelah perak dari perak nitrat
(AgNO3) membentuk kompleks dengan semua klorida yang mungkin. Kandungan
garam di dalam makanan ditentukan berdasarkan titrasi ion klorida dengan perak.
Titik akhir berwarna jingga pada reaksi ini terjadi ketika semua ion khlorida
menjadi kompleks, menghasilkan kelebihan perak dalam bentuk perak kromat
(AOAC 2012). Titrasi argentometri merupakan titrasi dengan menggunakan
AgNO3 untuk mementukan kadar halogen (Antara 2008). Menurut Agung (2009),
titrasi argentometri merupakan salah satu analisis kadar khlorida dengan
menggunakan AgNO3 0.0136 N dan indikator K2CrO4 5%. Titrasi argentometri
merupakan salah satu cara untuk menentukan kadar zat dalam suatu larutan yang
dilakukan dengan titrasi berdasar pembentukan endapan dengan ion Ag+. Pada
titrasi argentometri, zat pemeriksaan yang telah dibubuhi indikator dicampur
dengan larutan standar garam perak nitrat (AgNO3). Dengan mengukur volume
larutan standar yang digunakan sehingga seluruh ion Ag+ dapat tepat diendapkan,
kadar garam dalam larutan pemeriksaan dapat ditentukan (Day dan Underwood
1992). Titrasi argentometri metode Mohr adalah metode yang paling sering
digunakan. Kalium Kromat (K2CrO4) digunakan sebagai indikator pada titrasi
argentometri dengan metode Mohr tersebut (Harizul 1995). Analisis kadar garam
margarin dilakukan dengan mengukur kadar garam margarin setelah CIP hasil uji
coba. Kadar garam yang diinginkan adalah pada rentang 2.3-2.5%. Pengukuran
kadar garam margarin dilakukan dengan menimbang 1.5 gram margarin ke dalam
erlenmeyer 100 ml. Kemudian ditambahkan air 50 ml dan dipanaskan di atas
hotplate sampai semua margarin larut dalam air. Margarin yang telah larut dalam
air didinginkan kemudian dititrasi dengan larutan standar AgNO3. Kalium Kromat
(K2CrO4) ditambahkan sebanyak 3 tetes sebagai indikator.
(ml titrasi g 3 g 3)
( ) 100
berat sampel 1000

Keterangan : N AgNO3 = Molaritas AgNO3


BM AgNO3 = Berat Molekul AgNO3
Evaluasi Hasil Penambahan Air
Evaluasi hasil uji coba dilakukan dengan membandingkan kadar air produk
batch pertama (setelah penambahan air) dengan batch sebelumnya (sebelum
penambahan air). Apabila produk yang dihasilkan memiliki kadar air yang masih
tinggi melebihi standar SNI yaitu 18%, selanjutnya dilakukan pengurangan
jumlah air yang ditambahkan pada awal batch. Namun apabila kadar air produk
yang dihasilkan terlalu rendah daripada standar SNI, selanjutnya dilakukan
penambahan jumlah air yang ditambahkan pada awal batch. Evaluasi hasil
penambahan air akan menentukan perlu tidaknya dilakukan uji coba ulang. Uji
coba ulang dilakukan dengan mengatur penambahan jumlah air berdasarkan
kesetimbangan massa sehingga didapat margarin yang sesuai dengan mutu SNI.
Selain itu, penambahan jumlah air juga didasarkan pada faktor-faktor teknis yang
mempengaruhi, misalnya adanya air di metal detektor atau adanya variasi oleh
petugas dalam menekan tombol hold pada MPU.
16

Pengolaha Data
Data diolah berdasarkan tiga kali ulangan pada masing-masing mesin filling
dan Margarine Processing Unit (MPU). Pengolahan data dilakukan dengan
menggunakan Software Minitab 14 dan Microsoft Excel untuk mendapatkan
capability process dan control chart.
Capability process atau kapabilitas proses adalah ukuran statistik dari
variasi inheren pada suatu peristiwa tertentu dalam proses yang stabil (Nadiah
2011). Menurut Gasperz (1998), kapabilitas proses adalah kemampuan dari proses
dalam menghasilkan produk yang memenuhi spesifikasi. Jika proses memiliki
kapabilitas yang baik, proses itu akan menghasilkan produk yang berada dalam
batas-batas spesifikasi. Capability process didefinisikan sebagai lebarnya proses
(variasi normal) yang dibagi dengan enam sigma dan diukur dengan
menggunakan indeks kapabilitas (Cp), dengan kata lain Cp diartikan sebagai
kesanggupan proses tersebut untuk mencapai hasil tertentu.
Control chart atau bagan kendali merupakan grafik garis yang
mencantumkan batas maksimum dan batas minimum yang merupakan daerah
batas pengendalian (Muhandri dan Kadarisman 2012).
17

HASIL DAN PEMBAHASAN

Penetapan Terjadinya Loss pada Masing-Masing Mesin Filling

Secara umum, proses produksi margarin dapat dibagi menjadi beberapa


tahapan, yaitu persiapan bahan baku, pencampuran, pendinginan dan kristalisasi,
pengisian (filling), dan pengemasan. Selama proses produksi margarin pasti terjadi
loss (kehilangan). Kehilangan dapat berupa kehilangan di awal proses (bahan
baku), di tengah proses (loss in process), dan kehilangan di akhir proses setelah
keluar dari mesin filling (give away). Loss in process terjadi selama proses
pengolahan dalam mesin sebelum keluar dari mesin filling, sedangkan give away
terjadi setelah produk keluar dari mesin filling. Give away tersebut berupa
overweight produk dalam kemasan tertutup. Overweight disebabkan oleh beberapa
faktor yaitu manusia, mesin, metode, dan bahan (raw material). Gambar 2 adalah
diagram Ishikawa yang menunjukkan faktor-faktor penyebab terjadinya
overweight.

Bahan Manusia

Sikap

Pengetahuan
Ketrampilan
Semangat kerja

Overweight

Setting point

Sampling MPU dan mesin filling

Mesin sering rusak (breakdown)


Metode Mesin
Kinerja mesin menurun
Umur mesin tua

Gambar 2 Diagram Ishikawa penyebab overweight


Margarine Processing Unit (MPU) dan mesin filling sering mengalami
kerusakan. Suku cadang mesin yang tidak tersedia menjadi faktor terjadinya
kerusakan yang berulang-ulang. Kerusakan tersebut menyebabkan operator harus
melakukan setting ulang terhadap mesin filling agar tidak terjadi overweight
produk. Umur mesin yang telah tua menyebabkan kinerja mesin menurun
sehingga actual filling tidak sesuai dengan setting point. Penetesan produk
(tailing) dari mesin filling juga menyebabkan terjadinya overweight produk.
Pemeliharaan mesin (maintenance) perlu ditinjau ulang untuk meningkatkan
efektivitas dan efisiensi mesin.
18

Faktor manusia juga menjadi salah satu penyebab terjadinya overweight


produk. Ketrampilan operator dalam mengoperasikan Margarine Processing Unit
(MPU) dan melakukan setting point menjadi faktor yang penting untuk
menghindari terjadinya kesalahan proses. Operator yang tidak terampil
menyebabkan kesalahan dalam setting point sehingga overweight produk akan
terjadi. Ketrampilan tersebut diperlukan dalam mengambil tindakan yang cepat
dan tepat apabila terjadi kesalahan proses. Pengetahuan mengenai proses produksi
secara keseluruhan menjadi hal penting yang perlu dimiliki oleh setiap operator.
Setiap operator harus mengetahui parameter yang menjadi check point dari setiap
proses. Pengetahuan yang terbatas dari operator tentang batas maksimal dan
minimal spesifikasi produk yang ditentukan oleh perusahaan menjadi penyebab
terjadinya overweight produk. Pengetahuan yang terbatas tersebut disebabkan
karena seringnya rotasi operator dari satu produk ke produk lainnya misalnya dari
produk margarin ke produk bumbu. Perlu dilakukan sosialisasi terhadap operator
tentang batas maksimal dan minimal spesifikasi produk yang ditentukan oleh
perusahaan. Selain itu perlu dilakukan training yang dapat memberikan bekal
kepada setiap operator untuk meningkatkan pengetahuan mereka mengenai
proses. Training dilakukan secara rutin kepada setiap operator baru. Training juga
dapat diberikan sewaktu-waktu apabila terdapat perubahan dalam metode maupun
parameter proses baru yang harus dikomunikasikan kepada operator. Faktor
semangat kerja dan sikap dari operator juga sangat penting untuk menghindari
terjadinya overweight produk. Sikap operator yang menganggap bahwa loss
adalah hal yang tidak penting menyebabkan tingginya overweight produk yang
terjadi. Operator harus menanamkan pada dirinya sendiri bahwa loss adalah hal
yang penting karena dapat menyebabkan kerugian bagi perusahaan.
Metode setting point dan sampling menjadi sumber yang potensial terhadap
tingginya overweight produk pada mesin filling. Beberapa setting mesin filling
dilakukan secara manual dan belum terdapat standardisasi setting, misalnya pada
parameter tekanan pompa piston. Metode setting point yang berbeda-beda dari
setiap operator menyebabkan tingginya kemungkinan terjadinya overweight
produk dari mesin filling. Untuk itu diperlukan standardisasi metode setting point
sehingga mengurangi kemungkinan terjadinya overweight produk.
Bahan adalah salah satu faktor yang menjadi penyebab suatu masalah dalam
proses produksi. Namun dalam penelitian ini, bahan tidak menjadi penyebab
dalam terjadinya overweight produk karena bahan telah dicek mutunya sebelum
memasuki proses mixing. Bahan yang tidak sesuai dengan standar perusahaan
langsung di-reject oleh perusahaan.
Hasil penelitian menunjukkan kelebihan berat produk terbanyak terdapat
pada mesin sachet kecil 1 yaitu 1.820.03%. Rata-rata kelebihan berat produk
tersebut adalah 3.08625 gram/10 sachet. Jenis mesin lain yang masih banyak
menghasilkan kelebihan berat produk adalah mesin kaleng 1 kilogram. Kelebihan
produk tersebut disebabkan mesin sering breakdown dan aktual filling mesin yang
tidak sesuai dengan setting point. Perlu diadakan investigasi penyebab tidak
sesuainya berat aktual produk yang dihasilkan dengan setting point. Selain itu
perlu diadakan sosialisasi terhadap karyawan karena masih banyak karyawan yang
belum mengetahui batasan maksimal dan minimal berat produk yang
diperbolehkan. Hasil rata-rata overweight mesin filling ditunjukkan pada Gambar
3.
19

1.8 0.03

1.69 0.03
Rata-rata overweight (%)

Persen akumulatif (%)


2.0 120

1.19 0.02
1.8
1.6 100
1.4 80

0.54 0.04
1.2

0.47 0.01
0.47 0.02

0.39 0.01

0.33 0.00

0.24 0.01
1.0 60

0.24 0.01
0.27 0.01

0.21 0.01

0.16 0.00

0.14 0.00
0.8
0.6 40
0.4 20
0.2
0.0 0

Jenis mesin filling


Average overweight Cumulative Percentage

Gambar 3 Urutan mesin filling yang berkontribusi pada permasalahan kelebihan


berat (n=40)
Diagram pareto merupakan diagram yang terdiri atas grafik balok dan grafik
garis yang menggambarkan perbandingan masing-masing jenis data terhadap
keseluruhan. Menurut Muhandri dan Kadarisman (2012), diagram Pareto
menunjukkan 20% kondisi dapat menjadi penyebab bagi 80% akibat. Gambar 3
menunjukkan urutan mesin filling yang berkontribusi pada permasalahan
kelebihan berat. Selain itu, gambar 3 juga merupakan salah satu bentuk diagram
Pareto. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sesuai dengan teorema Pareto
apabila masalah overweight pada mesin sachet kecil 1, mesin kaleng 1 kilogram,
mesin sachet kecil 2, mesin sachet 5, mesin sachet 3, dan mesin kaleng 2
kilogram dapat diatasi, maka masalah overweight pada mesin filling yang lain
dapat diatasi juga. Namun dalam penelitian ini hanya dua mesin filling yang
menghasilkan overweight produk tertinggi yang dibahas. Kedua mesin filling
tersebut adalah mesin sachet kecil 1 dan mesin kaleng 1 kilogram. Capability
process (Cp) yang dihasilkan oleh kedua mesin tersebut juga kecil yaitu kurang
dari 1.33. Hal tersebut menunjukkan kemampuan proses mesin sachet kecil 1 dan
mesin kaleng 1 kilogram untuk menghasilkan produk yang sesuai dengan
spesifikasi perusahaan juga kecil. Terdapat dua alternatif dalam memperbaiki
kapabilitas proses yaitu dengan mengubah standard spesifikasi atau memperbaiki
keadaan di lapangan. Capability process (kapabilitas proses) tersebut didapat dari
pengolahan data menggunakan Software Minitab 14. Control chart (bagan
kendali) menunjukkan hasil analisis produk berada di atas spesifikasi perusahaan
(overweight) atau berada di bawah spesifikasi perusahaan (underweight). Bagan
kendali tersebut juga dapat digunakan untuk mengetahui perbandingan antara
spesifikasi perusahaan dengan ketentuan Berat Dalam Kemasan Tertutup (BDKT)
berdasarkan Peraturan Menteri Perdagangan RI Nomor 31/M-DAG/PER/10/2011
BDKT. Perusahaan menentukan spesifikasi produk yang lebih ketat dari pada
ketentuan BDKT.
Control chart atau bagan kendali merupakan grafik garis yang
mencantumkan batas maksimum dan batas minimum yang merupakan daerah
20

batas pengendalian (Muhandri dan Kadarisman 2012). Spesifikasi yang ditetapkan


oleh perusahaan lebih ketat daripada ketentuan berat dalam keadaan terbungkus
(BDKT). Toleransi berat yang ditentukan oleh perusahaan untuk mesin kaleng 1
kilogram adalah 5 gram (Gambar 4), sedangkan berdasarkan ketentuan BDKT
toleransi berat untuk mesin tersebut adalah 15 gram (Gambar 5). Toleransi berat
produk yang ditentukan oleh perusahaan untuk mesin sachet kecil 1 adalah 2
gram (Gambar 7) sedangkan berdasarkan ketentuan BDKT toleransi berat untuk
mesin sachet kecil 1 adalah 7.65 gram (Gambar 8).
Produk yang dihasilkan oleh mesin kaleng 1 kilogram masih banyak yang
belum memenuhi target bahkan berada di atas batas maksimal spesifikasi
perusahaan yang disebut dengan overweight. Gambar 4 menunjukkan hampir
seluruh sampel margarin yang diambil dari mesin kaleng 1 kilogram
menghasilkan kelebihan berat produk. Gambar 5 menunjukkan bahwa dengan
menggunakan ketentuan BDKT lebih banyak sampel margarin yang berada di
dalam batas maksimal. Semua sampel margarin yang diambil dari mesin sachet
kecil 1 mengalami kelebihan berat sehingga berada di atas batas maksimal yang
ditentukan oleh perusahaan (Gambar 7). Gambar 8 menunjukkan bahwa dengan
menggunakan ketentuan BDKT, sampel margarin yang diambil dari mesin sachet
kecil 1 lebih banyak berada di dalam batas maksimal. Pola titik-titik yang
ditunjukkan oleh Gambar 8 mengindikasikan terjadinya penyimpangan yang
bernama pelajuan (run), yaitu terdapat tujuh titik atau lebih berada di satu sisi
antara target (Control Limited) dan batas maksimal (Upper Control Limited).
Titik-titik yang berada di luar batas kendali pada control chart memberikan
gambaran adanya penyimpangan proses (kinerja mesin). Terdapat dua cara untuk
mendapatkan produk yang sesuai, yaitu dengan cara memperbaiki kinerja mesin
atau dengan memperluas range spesifikasi perusahaan namun tetap berada dalam
ketentuan BDKT.
Capability process merupakan kemampuan suatu proses dalam meng-
hasilkan produk yang diinginkan. Indeks kapabilitas (Cp) digunakan untuk
mengukur capability process. Nilai Cp minimal berdasarkan ISO 9001:2008
adalah 1.33. Mesin kaleng 1 kilogram memiliki Cp 0.37 lebih kecil dari 1.33
(Gambar 6). Hal tersebut mengindikasikan terdapat kesalahan proses yang
menyebabkan kerugian bagi perusahaan. Menurut Nadiah (2011), jika nilai Cp
kurang dari 1.33, artinya proses tersebut masih memiliki variabilitas yang tinggi
dan kapabilitas proses yang rendah. Gambar 6 juga menunjukkan masih banyak
produk yang belum sesuai target dan berada di Upper Specific Limited (USL) atau
yang biasa disebut dengan batas spesifikasi atas. Batas spesifikasi atas adalah
batas atas yang ditentukan oleh perusahaan untuk menghasilkan produk yang
sesuai dengan spesifikasi perusahaan. Selain mesin kaleng 1 kilogram, mesin
sachet kecil 1 juga memiliki Cp yang kecil yaitu 0.31 lebih kecil dari 1.33 yang
merupakan Cp standar berdasarkan ISO 9001:2008 (Gambar 9). Hal tersebut
mengindikasikan bahwa mesin sachet kecil 1 memiliki variabilitas proses yang
tinggi dan terdapat kesalahan proses pada mesin tersebut. Kesalahan proses pada
mesin filling tersebut dapat disebabkan karena setting point mesin yang belum
sesuai dengan spesifikasi yang diinginkan. Faktor umur mesin dan mesin yang
sering mengalami kerusakan juga menjadi penyebab terjadinya kesalahan proses.
21

1080
1070
Berat (Gram) 1060
1050
1040
1030
1020
1010
1000
990
0 10 20 30 40
Sampel
Berat (gram) Target (gram)
Min Spec (gram) Max Spec (gram)

Gambar 4 Control chart mesin kaleng 1 kilogram sesuai spesifikasi


perusahaan

1080
1070
1060
Berat (Gram)

1050
1040
1030
1020
1010
1000
990
980
0 5 10 15 20 25 30 35 40
Sampel
Berat (gram) Target (gram)
Min Spec (gram) Max Spec (gram)

Gambar 5 Control chart mesin kaleng 1 kilogram sesuai BDKT

LSL Target USL


P rocess D ata W ithin
LS L 985 O v erall
T arget 1000
USL 1015 P otential (Within) C apability
S ample M ean 1018,23 Cp 0,37
S ample N 40 C PL 0,82
S tD ev (Within) 13,4822 C PU -0,08
S tD ev (O v erall) 13,5689 C pk -0,08
C C pk 0,37
O v erall C apability
Pp 0,37
PPL 0,82
PPU -0,08
P pk -0,08
C pm 0,22

1000 1020 1040 1060


O bserv ed P erformance E xp. Within P erformance E xp. O v erall P erformance
P P M < LS L 0,00 PPM < LS L 6862,75 PPM < LS L 7170,17
PPM > USL 525000,00 PPM > USL 594526,70 PPM > USL 593934,08
P P M T otal 525000,00 PPM T otal 601389,45 PPM T otal 601104,26

Gambar 6 Capability process mesin kaleng 1 kilogram


22

180
178
Berat (Gram)

176
174
172
170
168
166
0 5 10 15 20 25 30 35 40
Sampel
Berat (gram) Target (gram)
Min Spec (gram) Max Spec (gram)

Gambar 7 Control chart mesin sachet kecil 1 sesuai spesifikasi perusahaan

180

175
Berat (Gram)

170

165

160
0 5 10 15 20 25 30 35 40
Sampel
Berat (gram) Target (gram)
Min Spec (gram) Max Spec (gram)

Gambar 8 Control chart mesin sachet kecil 1 sesuai BDKT

LSL Target USL


P rocess D ata W ithin
LS L 168 O v erall
T arget 170
USL 172 P otential (Within) C apability
S ample M ean 174,993 Cp 0,31
S ample N 40 C PL 1,08
S tD ev (Within) 2,16527 C PU -0,46
S tD ev (O v erall) 2,1792 C pk -0,46
C C pk 0,31
O v erall C apability
Pp 0,31
PPL 1,07
PPU -0,46
P pk -0,46
C pm 0,12

168 170 172 174 176 178 180


O bserv ed P erformance E xp. Within P erformance E xp. O v erall P erformance
P P M < LS L 0,00 PPM < LS L 620,28 PPM < LS L 666,56
PPM > USL 1000000,00 PPM > USL 916520,80 PPM > USL 915156,99
P P M T otal 1000000,00 PPM T otal 917141,08 PPM T otal 915823,54

Gambar 9 Capability process mesin sachet kecil 1


23

Selain analisis overweight dilakukan juga loss tree analysis untuk men-
dapatkan total loss dari masing-masing MPU dengan konfigurasi mesin filling
yang berbeda-beda. Loss tree analysis adalah suatu teknik dimana kondisi dan
faktor-faktor dapat berkontribusi secara spesifik terhadap kejadian yang tidak
diinginkan yang diidentifikasi dan ditentukan secara logis (Lacey 2011). Loss tree
analysis ini berupa bagan seperti pohon dengan bagian paling atas disebut top dan
bagian paling bawah disebut down sehingga sering disebut top down analysis.
Bagian paling atas bagan (top) biasanya berupa peristiwa yang khas seperti total
kerugian produksi, sistem keamanan tidak tersedia, ledakan, dan emisi beracun.
Sedangkan bagian paling bawah bagan (down) adalah kesalahan yang umumnya
berupa kesalahan komponen dan kesalahan manusia, seperti rusaknya pompa dan
operator yang tidak merespon (Vesely 2002). Loss tree analysis juga
menunjukkan loss in process dari masing-masing MPU. Total loss (kehilangan
total) adalah jumlah dari give away yang didapat dari overweight ditambah dengan
loss in process. Kehilangan total ditentukan terlebih dahulu yaitu dengan
pengamatan input blending (berat awal proses) dikurangi output blending (berat
akhir proses). Give away ditentukan dengan mengukur rata-rata overweight
(kelebihan berat produk). Kelebihan produk ini ditentukan bersamaan dengan
penentuan kehilangan total yaitu dengan cara menimbang sebanyak 15 sampel
dari masing-masing mesin filling dan dibandingkan dengan standar. Selisih antara
berat produk aktual dengan standar inilah yang disebut dengan kelebihan berat
produk. Loss in process pada masing-masing MPU ditentukan berdasarkan
persamaan sebagai berikut :

Keterangan :
LP = Loss In Process
TL = Total Loss yang dihitung berdasarkan berat awal proses dikurangi dengan berat akhir
proses
GA = Give Away = Overweight yang dihitung berdasarkan selisih antara berat produk aktual
dalam kemasan setelah keluar dari mesin filling dengan berat standar berdasarkan
ketentuan BDKT

Penentuan loss in process tersebut berada di paling akhir proses karena loss
in process tidak dapat diamati secara langsung. Total loss dapat diamati secara
langsung dengan melihat display input dan output yang ada pada komputer MPU.
Pada display komputer MPU tersebut ditampilkan jumlah bahan baku yang masuk
ke dalam premix tank dan produk yang keluar dari mesin filling. Give away atau
overweight dapat diamati secara langsung dengan menimbang berat aktual produk
dalam kemasan setelah keluar dari mesin filling kemudian dikurangi dengan berat
standar produk dalam kemasan sesuai dengan ketentuan BDKT. Selisih antara
total loss dengan give away disebut dengan loss in process (kehilangan selama
proses). Kehilangan selama proses tersebut dapat berupa penguapan air maupun
adanya akumulasi produk dalam jalur produksi. Hal tersebut yang menyebabkan
kehilangan selama proses tidak dapat diamati secara langsung. Kehilangan selama
proses hanya dapat dihitung setelah kehilangan total dan rata-rata kehilangan berat
produk setelah keluar dari mesin filling diketahui.
24

Masing-masing Margarine Processing Unit (MPU) memiliki jalur mesin


filling yang berbeda-beda misalnya Margarine Processing Unit 1 mempunyai
jalur mesin filling berupa mesin tube, mesin sachet 2, mesin sachet 3, mesin
sachet 5, dan mesin sachet 6. Masing-masing Margarine Processing Unit juga
dapat berganti-ganti jalur mesin filling misalnya Margarine Processing Unit 4
mempunyai jalur mesin filling pertama berupa mesin sachet 2, mesin sachet 4,
mesin sachet 7, mesin sachet kecil 1, mesin sachet kecil 2 dan jalur mesin filling
kedua berupa mesin box 1 (15 kilogram). Pada penelitian ini hanya Margarine
Processing Unit 1 saja yang meiliki jalur mesin filling yang tetap. Sampel
maragrin yang ditimbang dari masing-masing mesin filling sebanyak 15 sampel
(n=15).
Hasil penelitian menunjukkan jumlah loss in process pada Margarine
Processing Unit 1 tertinggi adalah 2.730.02%. Loss in process tersebut terjadi
pada jalur mesin tube, mesin sachet 2, mesin sachet 3, mesin sachet 5, dan mesin
sachet 6 (Gambar 10). Jumlah loss in process tertinggi pada Margarine
Processing Unit 3 adalah 3.020.03%. Loss in process tersebut terjadi pada pada
jalur mesin filling Mesin kaleng 1 kilogram (Gambar 11). Sedangkan pada
Margarine Processing Unit 4 jumlah loss in process tertinggi adalah
5.630.03%. Loss in process tersebut terjadi pada jalur mesin sachet 2, mesin
sachet 4, mesin sachet 7, mesin sachet kecil 1, dan mesin sachet kecil 2 (Gambar
12). Jumlah loss in process tertinggi dihasilkan oleh Margarine Processing Unit 4
yaitu sebanyak 5.630.03% (Gambar 13 (A)). Rata-rata loss in process tertinggi
juga dihasilkan oleh Margarine Processing Unit 4 yaitu sebanyak 3.642.67%
(Gambar 13 (B)). Rata-rata loss Margarine Processing Unit 4 melebihi maksimal
loss yang ditetapkan oleh perusahaan yaitu sebesar 3%. Rata-rata loss in process
yang masih tinggi pada Margarine Processing Unit 4 disebabkan oleh berbagai
faktor seperti kinerja mesin yang telah menurun, umur mesin yang sudah tua, dan
sering terjadinya breakdown. Selain itu, jalur mesin filling yang banyak juga
menyebabkan tingginya loss in process tersebut. Semakin banyak jumlah mesin
filling yang digunakan untuk proses produksi, maka semakin tinggi pula
kemungkinan loss in process dihasilkan oleh Margarine Processing Unit.

3
2.73 0.02
2.5
Jumlah Loss In Prrocess (%)

2.12 0.02
2

1.5 1.47 0.01

0.5 0.41 0.01

0
Mesin tube, mesin sachet 2, Mesin tube, mesin sachet 2, Mesin tube, mesin sachet 2, Mesin tube, mesin sachet 2,
mesin sachet 3, mesin sachet mesin sachet 3, mesin sachet mesin sachet 3, mesin sachet mesin sachet 3, mesin sachet
5, mesin sachet 6 5, mesin sachet 6 5, mesin sachet 6 5, mesin sachet 6

Jalur Mesin Filling

Gambar 10 Loss in process MPU 1 (n=15)


25

3.02 0.02

2.70 0.02
Jumlah Loss In Process (%)

2.57 0.01
2.37 0.01

2.39 0.01
2.09 0.01
3.5

1.74 0.00

1.80 0.01
1.54 0.00
3.0
2.5
2.0
1.5
1.0
0.5
0.0
Mesin box 1 Mesin box 1 Mesin box 2 Mesin kaleng Mesin box 1 Mesin kaleng Mesin kaleng Mesin box 1 Mesin kaleng
(15 kg) (15 kg) (15 kg) (1 kg) (15 kg) (2 kg) (2 kg) (4.5 kg), (2 kg)
Mesin sachet
7, Mesin
sachet kecil
1, Mesin
sachet kecil 2

Jalur Mesin Filling

Gambar 11 Loss in process MPU 3 (n=15)


Jumlah Loss In Process (%)

6 5.63 0.03
5 4.69 0.01
4
3
2
1 0.61 0.00
0
Mesin sachet 2,mesin sachet 4, Mesin box 1 (15 kg) Mesin kaleng (1 kg)
mesin sachet 7, mesin sachet kecil 1,
mesin sachet kecil 2

Jenis Mesin Filling

Gambar 12 Loss in process MPU 4 (n=15)


3.64 2.67
5.63 0.02

A B
4
Rata-rata Loss In Process (%)

6
2.25 0.49
Jumlah Loss In Process (%)

3.5
3.02 0.02

5
2.73 0.02

3
1.68 0.99

4 2.5
3 2
2 1.5
1
1
0.5
0 0
MPU1 MPU 3 MPU 4 MPU1 MPU 3 MPU 4
Jenis Margarine Processing Unit (MPU) Jenis Margarine Processing Unit (MPU)

Gambar 13 Jumlah loss in process tertinggi masing-masing Margarine


Processing Unit (A), Rata-rata loss in process masing-masing
Margarine Processing Unit (B)
26

Penetapan Jumlah Air yang Ditambahkan Berdasarkan Kesetimbangan


Massa
Optimasi proses rework margarin dilakukan dengan analisis kesetimbangan
massa. Hasil analisis menunjukkan bahwa air bilasan setelah CIP yang dapat
ditambahkan adalah 280 kilogram. Pada jalur premix-MPU 1-mesin filling
terdapat 984 kilogram air setelah CIP yang tertinggal. Konfigurasi yang berbeda
memiliki air bilasan CIP yang tertinggal dengan jumlah berbeda pula. Konfigurasi
dari mesin filling yang diambil adalah yang paling panjang yaitu dengan
konfigurasi mesin tube, semua mesin sachet, dan semua mesin sachet kecil karena
jalur tersebut adalah jalur yang paling rumit. Larutan garam yang dibutuhkan
ketika proses blending adalah 350 kilogram. Namun, karena jalur air panas dan
brine holding menuju ke premix tank hanya satu jalur dan bergantian, hanya 200
kilogram larutan garam yang dapat masuk ke premix tank. Hal tersebut
menyebabkan pada waktu proses blending diperlukan air sebanyak 150 kilogram
untuk mendorong larutan garam yang tertinggal pada jalur tersebut. Air sebanyak
150 kilogram yang digunakan untuk mendorong larutan garam didapat dengan
menekan tombol hold pada komputer MPU. Penekanan tombol hold secara
manual tersebut menyebabkan hasil yang didapat tidak tepat 150 kilogram.
Kekurangan air 280 kilogram sesuai kesetimbangan massa diambil dari air yang
tertinggal setelah CIP pada jalur premix-MPU-mesin filling dengan cara
mendorong air sebanyak 704 kilogram ke premix tank yang kosong. Dengan
demikian, 280 kilogram air masuk ke premix tank yang berisi blending. Namun
sebelum air hasil bilasan tersebut digunakan, harus dilakukan analisis pH air
bilasan dengan menggunakan pH meter untuk menjamin air tersebut bebas dari
deterjen. Air bilasan tersebut harus mempunyai pH 7 sampai 8. Air bilasan yang
dianalisis adalah air bilasan pada semua mesin filling dan pada pinmelter. Setelah
mendapat kisaran pH yang aman selanjutnya premix tank yang berisi blending
disirkulasi sehingga homogen, sedangkan premix tank yang lain diblok dengan
kondisi 704 kilogram air berada pada premix tank tersebut. Setelah diperoleh
blending yang homogen selanjutnya dilakukan analisis kadar air dan kadar garam.
Evaluasi Mutu Produk Berdasarkan Ketentuan SNI
Evaluasi mutu produk terdiri dari evaluasi mutu metode clean in place (CIP)
dan evaluasi mutu produk akhir. Evaluasi mutu metode CIP memiliki parameter
berupa total air Pre-CIP yang digunakan, total waktu proses CIP, pH air PDAM
yang digunakan untuk CIP, pH air bilasan terbesar, dan pH air bilasan terkecil.
Evaluasi mutu produk akhir memiliki parameter berupa kadar air dan kadar
garam. Produk akhir di evaluasi sesuai dengan mutu yang ditetapkan SNI yaitu
memiliki kadar air antara 17.0-17.9% dan kadar garam 2.3-2.5%. Produk tersebut
menggunakan air bilasan setelah CIP untuk itulah perlu dilakukan analisis
terhadap air bilasan setelah CIP dengan tujuan untuk menjamin air bilasan CIP
tersebut aman digunakan. Pengambilan data dilakukan tiga kali yaitu pada tanggal
12 Mei (CIP 1), 21 Mei (CIP 2), dan 23 Juni 2013 (CIP 3). Pengambilan data
hanya dapat dilakukan tiga kali karena proses CIP dilakukan setiap dua minggu
sekali. Konfigurasi yang panjang, yaitu mesin tube, mesin sachet 2 sampai dengan
mesin sachet 7, mesin sachet kecil 1, dan mesin sachet kecil 2 menyebabkan
proses CIP dilakukan dua kali untuk menjamin kebersihan CIP dan untuk
mendapatkan pH air bilasan yang aman untuk digunakan.
27

Tabel 6 Perbandingan mutu berdasarkan cara pembersihan metode CIP 1, CIP 2,


dan CIP 3
Hasil Analisis Standar SNI CIP 1 CIP 2 CIP 3
Total air Pre-CIP yang
1600 1400 1200
digunakan (kilogram)
Total waktu proses CIP
143 120 117
(menit)
pH air PDAM untuk CIP 7.4 7.3 7.0
8.01 7.99 7.78
pH air bilasan terbesar
(Pinmelter)(Mesin sachet kecil 1) (Mesin sachet 4)
7.72 7.80 7.48
pH air bilasan terkecil
(Mesin sachet 2) (Mesin sachet 2) (Mesin sachet 2)
Jumlah blending awal pada
3005 3041 3049
display MPU (kilogram)
17.56 17.7 17.6
Kadar air akhir (%) 17.0-17.9
(2 kali perbaikan) (tanpa perbaikan) (tanpa perbaikan)
2.46 2.46 2.46
Kadar garam akhir (%) 2.3-2.5
(2 kali perbaikan) (tanpa perbaikan) (tanpa perbaikan)

Hasil evaluasi dan perbandingan mutu metode CIP 1, CIP 2, dan CIP 3
dapat dilihat pada Tabel 6. Metode CIP yang diinginkan adalah yang
menghasilkan total air Pre-CIP yang paling sedikit, total waktu proses CIP yang
paling singkat, dan pH pada rentang 7 sampai 8. Cara pembersihan dengan
metode CIP 3 menghasilkan total air Pre-CIP sebanyak 1200 kilogram, total
waktu proses CIP selama 117 menit, pH air PDAM yang digunakan untuk CIP
adalah 7.0, pH air bilasan terbesar 7.78 yaitu pada mesin sachet 4, dan pH air
bilasan terkecil 7.48 yaitu pada mesin sachet 2. Hal tersebut menunjukkan bahwa
metode CIP 3 merupakan metode yang paling efisien untuk menghasilkan air
bilasan yang aman untuk ditambahkan sebagai bahan baku produksi margarin
setelah CIP.
Tabel 6 juga menunjukkan hasil evaluasi produk akhir. Berdasarkan SNI,
kadar air margarin adalah 17.0-17.9% sedangkan kadar garam margarin adalah
2.3-2.5%. Pada CIP 1 tanggal 12 Mei 2013 terjadi dua kali perbaikan karena
adanya air bilasan CIP 50 kilogram yang tumpah di metal detektor. Peristiwa
tersebut menyebabkan kadar air margarin yang dihasilkan rendah yaitu 16.4%.
Perbaikan dilakukan dengan penambahan air sebanyak 38 kilogram. Produk
margarin yang dihasilkan setelah perbaikan memiliki kadar air 17% dan kadar
garam 2.52%. Kadar garam yang masih tinggi menyebabkan dilakukan perbaikan
lagi. Proses perbaikan dilakukan dengan penambahan air 20 kilogram dan minyak
sawit sebanyak 20 kilogram. Produk akhir margarin yang dihasilkan setelah
perbaikan kedua memiliki kadar air 17.56% dan kadar garam 2.46%.
Pada CIP 2 tanggal 21 Mei dengan metode yang sama didapat kadar air
17.7% dan kadar garam 2.46%. Sedangkan pada CIP 3 didapat kadar air 17.6%
dan kadar garam 2.46%. Kadar air dan kadar garam tersebut telah memenuhi
standar SNI yaitu pada rentang kadar air 17.0 17.9% serta kadar garam 2.3
2.5%. Hal tersebut menunjukkan bahwa dengan penambahan air sebanyak 150
kilogram dari tangki hot water dan penggunaan air bilasan setelah CIP sebanyak
280 kilogram didapat produk margarin yang sesuai dengan ketentuan SNI.
28

Penetapan Jumlah Air yang Ditambahkan Berdasarkan Evaluasi


Penambahan Air
Hasil evaluasi uji coba menunjukkan bahwa jumlah air bilasan setelah clean
in place yang dapat ditambahkan untuk mendapatkan produk margarin yang
sesuai dengan mutu SNI adalah 280 kilogram. Penambahan hot water 150
kilogram dari tangki hot water dan penggunaan air bilasan setelah CIP sebanyak
280 kilogram perlu dibakukan pada Instruksi Kerja (IK) untuk mendapatkan
produk margarin yang sesuai dengan SNI. Metode tersebut dapat diterapkan pada
jalur mesin filling yang lain. Perbedaan yang ada adalah pada jumlah blending
yang digunakan untuk mendorong air pada jalur premix-MPU-mesin filling. Jalur
mesin filling yang berbeda menyebabkan perbedaan jumlah air bilasan CIP yang
tertinggal pada jalur tersebut. Walaupun berbeda jalur mesin filling, air bilasan
CIP yang dapat digunakan untuk semua jalur mesin filling sama yaitu sebanyak
280 kilogram.
29

SIMPULAN DAN SARAN


Simpulan

Berdasarkan loss tree analysis, total loss terbanyak terjadi pada Margarine
Processing Unit 4 dengan jalur mesin sachet 2, mesin sachet 4, mesin sachet 7,
mesin sachet kecil 1, dan mesin sachet kecil 2. Semakin banyak jalur produksi,
semakin tinggi loss in process yang terjadi. Rata-rata loss in process yang tinggi
pada Margarine Processing Unit 4 disebabkan oleh berbagai faktor seperti kinerja
mesin yang sudah menurun, umur mesin yang sudah tua, dan sering terjadinya
breakdown.
Berdasarkan analisis kesetimbangan massa jumlah air bilasan setelah CIP
yang dapat digunakan adalah 280 kilogram dengan ketentuan air bilasan tersebut
harus aman yaitu berada pH antara 7 sampai 8. Produk margarin yang dihasilkan
sesuai dengan ketentuan SNI yaitu mempunyai kadar air 17.0-17.9% dan kadar
garam 2.3-2.5%. Perpaduan penggunaan air bilasan setelah CIP sebanyak 280
kilogram untuk optimasi proses rework dan penambahan hot water setelah CIP
sebanyak 150 kilogram akan menghasilkan produk margarin sesuai dengan
ketentuan SNI.

Saran

Diperlukan investigasi penyebab terjadinya loss yang tinggi pada mesin


kaleng dan mesin sachet kecil 1. Diperlukan sosialisasi kepada pekerja tentang
batasan overweight dan underweight sehingga dapat mengurangi loss perusahaan.
Menanamkan kepada pekerja bahwa loss adalah hal yang penting untuk
diperhatikan.
Perlu dibuatkan recipe after CIP sehingga penambahan air pada blending
pertama setelah CIP adalah 150 kilogram. Dengan recipe after CIP tersebut,
operator tidak perlu manual menekan tombol hold ketika proses penambahan air.
30

DAFTAR PUSTAKA

Agung TU. 2009. Analisis kadar khlorida pada air dan air limbah dengan metode
argentometri [Internet]. [diunduh 02 Februari 2014]. Tersedia pada:
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/13905/1/09E02375.pdf.
Antara IKG. 2008. Kajian kapasitas dan efektivitas resin penukar anion untuk
mengikat klor dan aplikasinya [Internet]. [diunduh 02 Februari 2014]; ISSN
1907-9850:87-92. Tersedia pada: http://ojs.unud.ac.id/index.php/j-
chem/article/download/2713/1925.
Apriandi A. 2011. Aktivitas antioksidan dan komponen bioaktif keong ipong-
ipong (Fasciolaria salmo) [skripsi]. Bogor (ID). Institut Pertanian Bogor.
Astawan M. 2004. Jangan takut mengkonsumsi mentega dan margarin [Internet].
[diunduh 22 Februari 2013]. Tersedia pada: http://www.depkes.go.id/-
index.php?option:articles&task=viewarticle&artid =106&itermid3.
[AOAC] Association of Official Analytical Chemist. 2012. Official Method of
Analysis of The Association Analytical of Chemist. The Association of
Official Analysis Chemist, Inc., Arlington.
[BSN] Badan Standarisasi Nasional. 2002. Standar Nasional Indonesia untuk
margarin SNI-01-3541-2002. [publikasi dalam internet] http://sisni.bsn.
go.id/index.php?/sni_main/sni/detail_sni/6445.html. [diunduh 22 Februari
2013].
[BSN] Badan Standarisasi Nasional. 2002. Standar Nasional Indonesia air mineral
alami SNI 01-6246-2000. 2000. [publikasi dalam internet] http://pus-
tan.bpkimi.kemenperin.go.id files 2001-6242-2000.pdf [diunduh 15
Maret 2014].
Bumbalough J. 2000. Margarine types and preparation technology. Di dalam :
O`Brien RD, Farr WE, Wan PJ. Introduction to Fats and Oils Technology.
2nd Edition AOCS Press. Champaign Illinois hal 455-458.
Day RA, Underwood A. 1992. Analisis Kimia Kuantitatif. Edisi:kelima. Jakarta
(ID): Erlangga.
Faridah DN, Kusnandar F, Herawati D, Wulandari N, Kusumaningrum HD,
Purnomo EH, Indrasti D. 2012. Penuntun Praktikum Analisis Pangan.
Bogor (ID) : Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, Fakultas Teknologi
Pertanian,s Institut Pertanian Bogor.
Gasperz V. 1998. Penerapan Teknik-Teknik Statistika dalam Manajemen Bisnis
Total. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.
Harizul R. 1995. Asas Pemeriksaan Kimia. Jakarta (ID): UI Press.
[ISO] International Organization for Standardization. Quality management system
ISO 9001:2008. [publikasi dalam internet] http://www.iso.org/iso/ [diunduh
15 Maret 2014].
[Kemendag] Kementerian Perdagangan Republik Indonesia. 2011. Peraturan
Menteri Perdagangan RI No.31/M-DAG/PER/10/2011 tentang barang
dalam keadaan terbungkus.
Kusnandar F, Syamsir E, Hariyadi P. Kesetimbangan massa [Internet]. [diunduh
13 Desember 2013]. Tersedia pada: http://iirc.ipb.ac.id/jspui/bitstream/12-
3456789/43419/2/feri%20kusnandar%20-%20002.pdf.
31

Lacey P. 2011. An application of fault tree analysis to the identification and


management of risks in government funded human service delivery
[Internet]. [diunduh 02 Februari 2014]. Tersedia pada: http://www.hq.nasa-
gov/office/codeq/doctree/fthb.pdf.
Lawson H. 1995. Food Oil and Fats Technology, Utilization and Nutrition. Chap-
man and Hall. USA.
Muhandri T, Kadarisman D. 2012. Sistem Jaminan Mutu Industri Pangan. Bogor
(ID): IPB Press.
Nadiah. 2011. Aplikasi pengendalian proses secara statistika dan penerapan
perbaikan mutu pada proses pencampuran kering susu bubuk di PT X
Indonesia [skripsi]. Bogor (ID). Institut Pertanian Bogor.
Padley FB ,Gunstone FD, Harwood JL. 1994. Occurence and Characteristics of
Oil and Fats. Di dalam : The Lipid Handbook. 2nd Edition. Chapman&hall,
London. Hal 61-84.
Podmore J. 1994. Fat in bakery and kitchen products. Di Dalam Moran DPJ,
Rajah KK. (eds). Fats in Food Products. Blackie Academic and
Professional, Glasgow hal 216-220.
Setiawan A. 2007. Pengaruh mutu raw material minyak terhadap mutu dan
formulasi produk cake margarine di Pabrik SCC&C PT Unilever Indonesia,
Tbk., Cikarang [skripsi]. Bogor (ID). Institut Pertanian Bogor.
Singh RP, Heldman DR. 2001. Introduction to Food Engineering . 3rd Edition,
San Diego:Academic Press.
Timms RE. 1994. Phsycal chemistry of fats. Di dalam Moran DPJ, Rajah KK.
(eds). Fats in Food Products. Blackie Academic and Professional, Glasgow
hal 4-21.
Vesely W. 2002. Fault Tree Handbook with Aerospace Applications [Internet].
[diunduh 02 Februari 2014]. Tersedia pada: http://poseidon01ssrn.com/-
delivery,php?ID.
Walstra P. 2003. Physical Chemistry of Foods. New York. Marcel Dekker Inc.
Weiss TJ. 1983. Fats and Oils. Di Dalam Joslyn MA, Heid JL. Edition. Food
Processing Operations. AVI Publishing Company, Westport, Connecticut
hal 16-116.
Widyanti SM. 2011. Penentuan agroindustri berbasis jagung terpilih di Provinsi
Lampung [Internet]. [diunduh 02 Februari 2014]; Jurnal Teknologi dan
Industri Hasil Pertanian Volume 16. Tersedia pada: http://jurnal.fp.unila-
ac.id/index.php/JTHP/article/download/34/48.
Winarno FG. 1997. Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta(ID): PT Gramedia Pustaka
Utara.
Young FVK, Poot C, Biernoth E, Krog N, Dawidson NGJ, Gunstone FD. 1994.
Processing of Fats and Oils di dalam Gunstone FD, Harwood JL, Padley
FB. The LipidHandbook, 2nd edition. Chapman&hall, London hal 288-325.
32
Lampiran 1 Data air panas yang tertinggal pada jalur tangki hot water-premix
Tanggal Air panas yang tertinggal
21 Januari 2013 150 kg
28 Januari 2013 150 kg
04 Februari 2013 150 kg
11 Februari 2013 120 kg
18 Februari 2013 180 kg

Lampiran 2 Jumlah air yang tertinggal pada jalur premix-MPU 1-mesin filling
Step Air masuk (kg) Air keluar (kg)
Pre CIP 1 500 -
Pre CIP 2 700 -
CIP 400 -
Prerinse - 450
Detergent - 50
Postrinse - 50
Total 1600 550
Selisih
(air yang tertinggal 1050
dalam jalur)
Trial and Error
(air yang tertinggal 984
dalam jalur)
33
RIWAYAT HIDUP

Aditya Arga Kusuma dilahirkan pada tanggal 08 Juni


1991 di Trenggalek dan dibesarkan di Ponorogo Jawa
Timur. Arga merupakan anak pertama dari dua bersaudara
dari pasangan Bapak Kusnadi dan Ibu Eko Sri Lestari.
Penulis mulai menempuh pendidikan formal di Taman
Kanak-kanak Aisyiyah Ponorogo pada tahun 1995-1997.
Kemudian penulis melanjutkan ke jenjang Sekolah Dasar
yaitu Sekolah Dasar Negeri 3 Bangunsari Ponorogo pada
tahun 1997-2003. Penulis melanjutkan pendidikan ke
Sekolah Lanjut Tingkat Pertama (SLTP) Negeri 1
Ponorogo pada tahun 2003-2006, kemudian melanjutkan
ke Sekolah Menengah Atas Negeri (SMAN) 1 Ponorogo
pada tahun 2006-2009. Pada tahun 2009, penulis diterima sebagai mahasiswa di
Institut Pertanian Bogor melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI).
Setelah satu tahun di Tingkat Persiapan Bersama (TPB), pada tingkat dua penulis
melanjutkan pendidikannya di program mayor Ilmu dan Teknologi Pangan (ITP).
Selama menjadi mahasiswa penulis aktif di Unit Kegiatan Mahasiswa
(UKM) Bulutangkis IPB periode 2010-2011 sebagai Ketua dan menjadi anggota
Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Teknologi Pertanian (BEM FATETA) IPB
periode 2010-2011. Penulis juga aktif menjadi anggota di Himpunan Profesi
Mahasiswa Ilmu dan Teknologi Pangan (HIMITEPA) dan terlibat di beberapa
kepanitian seperti BAUR 2010, LCTIP XVIII, dan LCTIP XIX. Selain itu penulis
juga aktif dan menjadi Wakil Ketua Organisasi Mahasiswa Daerah (OMDA)
Manggolo Putro Ponorogo IPB periode 2010-2011.
Selama menjadi mahasiswa, penulis juga aktif dalam berbagai kejuaraan
bulutangkis mahasiswa. Penulis menjadi semifinalis Kejuaraan Nasional
Bulutangkis Mahasiswa di UPI Bandung tahun 2011. Penulis juga mengikuti
Kejuaraan Bulutangkis Mahasiswa se-ASEAN yang diadakan oleh FISIP UI pada
tahun 2010 dan 2011. Penulis juga menjadi Juara di Olimpiade Mahasiswa IPB
(OMI) cabang bulutangkis yaitu juara II (tahun 2010), juara III (tahun 2011), dan
juara I (tahun 2012). Penulis pernah mengikuti kegiatan PKM-P (2012). Penulis
juga mendapat beasiswa DIKTI transfer kredit Students Exchange Program
ASEAN International Mobility of Students (AIMS) ke Nong Lam University
Vietnam tahun 2012-2013.
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana pada Fakultas
Teknologi Pertanian IPB, penulis melakukan kegiatan magang selama empat
bulan di PT Unilever Indonesia Tbk., Cikarang. Tema penelitian dalam kegiatan
magang ini adalah Analisis Loss dan Optimasi Proses Rework Margarin di
PT Unilever Indonesia Tbk., Cikarang dibawah bimbingan Dr. Ir. Nurheni Sri
Palupi M.Si dan Wulan Eka Putri, S.TP.

Anda mungkin juga menyukai