Anda di halaman 1dari 11

LAPORAN TETAP

PRAKTIKUM FISIOLOGI DAN TEKNOLOGI PASCA


PANEN
PENGARUH TINGKAT KEMATANGAN TERHADAP
RESPIRASI

Noviyanti
05031281520075

PROGRAM STUDI TEKNOLOGI HASIL PERTANIAN


JURUSAN TEKNOLOGI PERTANIAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SRIWIJAYA

2017
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1.Latar Belakang
Sayuran dan buah-buahan mempunyai karakteristik sebagai makhluk hidup
yang masih mengadakan reaksi metabolisme sesudah dipanen. Oleh karena itu,
sayuran dan buah-buahan merupakan komoditi yang mempunyai sifat mudah
rusak atau perishable dan tidak mempunyai kemampuan untuk mempertahankan
hidupnya. Karena sifat bahan yang mudah rusak (perishable) maka penanganan
pasca panen harus dilakukan secara hati-hati. Proses penting setelah pasca panen
adalah respirasi dan produksi etilen. Respirasi adalah suatu proses yang
melibatkan terjadinya penyerapan oksigen (O2) dan pengeluaran karbondioksida
(CO2) serta energi yang digunakan untuk mempertahankan reaksi metabolisme
dan reaksi lainnya yang terjadi di dalam jaringan. Faktor yang dapat
mempengaruhi laju respirasi yaitu faktor eksternal (faktor lingkungan) antara lain
temperatur, komposisi udaradan adanya kerusakan mekanik, juga faktor internal
antara lain jenis komoditi (klimaterik atau non-klimaterik) dan kematangan atau
tingkat umurnya (Nurjanah, 2012).
Pola produksi etilen pada buah-buahan akan bervariasi tergantung pada tipe
atau jenisnya. Pada buah-buahan klimaterik, produksi etilen cenderung untuk naik
secara bertahap sesudah panen, sementara pada buah non-klimaterik produksi
etilennya tetap dan tidak memperlihatkan perubahan yang nyata. Laju respirasi
dan produksi etilen berhubungan erat dengan daya simpan produk, maka untuk
memaksimalkan umur simpan kedua faktor ini harus diketahui. Memperpanjang
umur simpan dan mencegah kerusakan pada buah dapat ditempuh dengan cara
menghambat pematangan yaitu dengan menurunkan laju penyerapan oksigen dan
pelepasan karbondioksida oleh buah, dapat dilakukan dengan teknis modifikasi
atmosfer (Samad, 2016).

1.2.Tujuan
Tujuan praktikum ini adalah untuk mengetahui pengaruh tingkat kematangan
terhadap respirasi.
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Respirasi
Respirasi adalah suatu proses yang melibatkan terjadinya penyerapan oksigen
(O2) dan pengeluaran karbondioksida (CO2) serta energi yang digunakan untuk
mempertahankan reaksi metabolisme dan reaksi lainnya yang terjadi di dalam
jaringan. Beberapa faktor yang dapat mempengaruhi laju respirasi dapat
dikelompokkan menjadi dua yaitu faktor eksternal (faktor lingkungan) dan faktor
internal. Faktor lingkungan antara lain temperatur, komposisi udara dan adanya
kerusakan mekanik. Ketiga faktor ini merupakan faktor penting yang dapat
mempercepat laju respirasi. Sedangkan faktor internal antara lain jenis komoditi
(klimaterik atau non-klimaterik) dan kematangan atau tingkat umurnya, akan
menentukan pola respirasi yang spesifik untuk setiap jenis buah-buahan dan
sayuran. Pola produksi etilen pada buah-buahan akan bervariasi tergantung pada
tipe atau jenisnya. Pada buah-buahan klimaterik, produksi etilen cenderung untuk
naik secara bertahap sesudah panen, sementara pada buah non-klimaterik produksi
etilennya tetap dan tidak memperlihatkan perubahan yang nyata (Nurjanah, 2012).

2.2. Tingkat Kematangan Buah


Pematangan merupakan perubahan yang terjadi pada tahap akhir
perkembangan buah atau merupakan tahap awal penuaan (senescence) pada buah.
Selama perkembangan buah terjadi berbagai perubahan biokimiawi dan fisiologi.
Pada umumnya buah yang masih muda berwarna hijau karena memiliki kloroplas
sehingga dapat mengadakan fotosintesis, tetapi sebagian besar kebutuhan
karbohidrat dan protein diperoleh dari bagian tubuh tumbuhan lainnya. Buah
muda yang sedang tumbuh mengadakan respirasi sangat cepat sehingga dihasilkan
banyak asam karboksilat dari daur Krebs, misalnya asam isositrat, asam fumarat,
asam malat. Kadar asam-asam ini berkurang sejalan dengan berkembangnya buah
karena asam-asam ini digunakan untuk mensintesis asam amino dan protein yang
terus berlangsung dalam buah sampai buah masak (Roiyana et al., 2012).
Pemasakan buah merupakan proses yang sangat komplek dan terprogram
secara genetik yang diawali dengan perubahan warna, tekstur, aroma, dan rasa.
Selama proses pemasakan buah, kandungan asam berkurang dan kandungan gula
meningkat menyebabkan terjadinya kenaikan respirasi mendadak yang disebut
klimakterik. Aktivitas respirasi yang sangat tinggi menjadi pemacu biosintesis
etilen yang berperan dalam pemasakan buah. Etilen diperlukan untuk koordinasi
dan penyempurnaan pemasakan buah. Perubahan biokimiawi dan fisiologi
tersebut terjadi pada tahap akhir dari perkembangan buah (Samad, 2016).

2.3. Buah Klimaterik


Disebut klimaterik apabila jumlah CO2 (respiration rate) yang dihasilkan
dalam fase pertumbuhan buah terus menurun dan menjelang senescene produksi
CO2 kembali meningkat dan setelah itu menurun lagi. Etilen yang dihasilkan akan
meningkat pada fase pemasakan buah (ripening) dan menurun menjelang fase
pelayuan (senescene). Buah yang tergolong klimaterik adalah jambu batu, papaya,
sawo, mangga, alpukat, sirsak, srikaya, kiwi, durian, sukum, manggis, marikisa,
pir, nangka dan sawo (Roiyana et al., 2012).

2.4. Buah Non-Klimaterik


Buah non-klimaterik adalah apabila CO2 (respiration rate) yang dihasilkan
terus menurun secara perlahan sampai masa senescene. Etilene yang dihasilkan
pun rendah atau tidak mengalami perubahan selama fase perkembangan buah,
mulai dari pembelahan sel sampai fase senescene. Buah-buahan yang termasuk
non-klimaterik adalah nanas, jeruk, mentimun, semangka, cherry, blackberry,
rambutan, lada, anggur, belimbing, buah naga, kakao, cabe dan terung (Nofriana
et al., 2012).

2.3. Jambu Batu


Jambu batu atau sering juga disebut jambu biji, jambu siki dan jambu
klutuk (Psidium guajava L.) merupakan tanaman yang berasal dari Amerika
Serikat Tengah, lalu penyebaran tanaman ini meluas ke kawasan Asia Tenggara
dan ke wilayah Indonesia melalui Thailand. Jambu biji termasuk buah komersial
karena sudah sangat dikenal oleh masyarakat. Jambu biji merupakan mutasi dari
residu Muangthai Pak, ditemukan pada tahun 1991 di District Kao Shiung-
Taiwan. Jambu biji diperkenalkan di Indonesia pada tahun 1991 oleh Misi Teknik
Taiwan yang bekerjasama dengan Institut Pertanian Bogor (IPB). Jambu biji
sebetulnya tidak benar-benar berbiji, jumlah bijinya kurang dari 3% bagian buah.
Secara taksonomi buah jambu biji tergolong ke dalam famili genus Psidium,
spesies Guajava, Myrtaceae. Jambu biji mengandung vitamin C, vitamin A, asam
lemak tak jenuh, serat pangan, polifenol, karotenoid, omega 3, dan omega 6.
Jambu biji yang baru dipanen memiliki permukaan kulit yang mengkilap karena
mengandung lapisan lilin alami. Lilin merupakan cutinselulosa-pektin. Lapisan
lilin pada kulit buah merupakan campuran yang terdiri dari hidrokarbon rantai
panjang, alkohol, keton, asam lemak, dan ester. Lapisan lilin ini berfungsi
sebagai lapisan pelindung yang membatasi aliran gas dan uap air ke dalam dan ke
luar kulit buah (Novita et al, 2016).

2.6. Sawo
Buah Sawo (Achras sapota L.) adalah buah tropis yang tergolong ke
dalam buah klimaterik yang bersifat cepat rusak, sehingga umur simpannya
pendek. Buah sawo umumnya dikonsumsi sebagai buah segar, oleh karena itu
perlu dijaga mutu dan kesegarannya agar tidak mudah rusak. Buah sawo digemari
karena rasanya yang manis dan aromanya yang harum. Dalam kondisi udara
tropis, umur simpan buah sawo matang hanya 3-5 hari saja. Karena sesudah
matang optimal, sawo sangat mudah menjadi overripedan segera memasuki
tahap senesensi. Perpanjangan umur simpan sawo merupakan masalah yang
paling sulit diatasi. Sehingga, perlu dilakukan upaya untuk menghambat
proses kematangan dan kerusakan buah sawo agar tidak menurunkan nilai
jualnya. Salah satu cara untuk menghambat proses kematangan buah sawo adalah
dengan teknik penyimpanan atmosfer termodifikasi (Modified Atmosphere
Storage, MAS), yaitu sistem penyimpanan dengan mengatur komposisiatmosfer
atauudara di dalam penyimpanan seperti oksigen (O2), karbon dioksida
(CO2), dan nitrogen (N2) sehingga berbeda dengan komposisi udara normal
(Agustiningrum et al, 2014).
BAB 3
METODOLOGI PENELITIAN

3.1. Waktu dan Tempat


Praktikum kali ini dilaksanakan pada hari Senin, 2 Oktober 2017 dimulai
pada pukul 12.30 WIB sampai dengan selesai, bertempat di Laboratorium Kimia
Hasil Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Sriwijaya.

3.2. Alat dan Bahan


Alat yang digunakan pada praktikum menentukan pola respirasi ini adalah:
1) Buret, 2) Erlenmeyer, 3) Gelas Baeker, 4) Gelas Ukur, 5) Pipet Tetes, 6) Tiang
Statif, dan 7) Toples.
Bahan yang digunakan pada praktikum menentukan pola respirasi ini
adalah: 1) HCl, 2)Indikator PP,3) Jambu Batu, 4)NaOH, dan 5)Sawo.

3.3. Cara Kerja


Cara kerja pada praktikum menentukan pola respirasi ini adalah :
1. Timbang buah yang telah disediakan dari masing-masing kelompok.
2. Masukkan buah kedalam Toples bertutup.
3. Hitung larutan NaOH sebanyak 25 mL lalu masukkan kedalam Erlenmeyer
yang telah disiapkan.
4. Masukkan Erlenmeyer yang telah berisi dengan larutan NaOH tersebut
kedalam Toples besar bertutup lalu diamkan.
5. Titrasi larutan NaOH tersebut dengan larutan HCl.
6. Hitung laju respirasi yang terjadi.
7. Lakukan hal yang sama selama 1 minggu.
BAB 4
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Hasil
Hasil dari praktikum ini adalah:
Hasil dari praktikum ini adalah:
Kel Jenis Pengamatan Peringatan hari ke-
buah 1 2 3 4 5

1. Sawo Berat Buah (g) 100 120 125 140 120


(Muda) Lama Inkubasi 2 24 24 24 24
(jam)
ml HCL 37,5 15,2 18,5 16,75 21,5
Sawo Berat Buah (g) 90 110 110 100 90
( Tua Lama Inkubasi 2 24 24 24 24
(jam)
ml HCL 37 4 6,5 3,6 3
Sawo Berat Buah (g) 85 90 95 50 80
(Matang) Lama Inkubasi 2 24 24 24 24
(jam)
ml HCL 35,5 7,3 6,7 5,5 4
2. Jambu Berat Buah (g) 120 190 200 180 170
batu Lama Inkubasi 2 24 24 24 24
(Muda) (jam)
ml HCL 37,2 3,25 4,5 1,25 2,2
Jambu Berat Buah (g) 150 160 170 140 150
batu Lama Inkubasi 2 24 24 24 24
(Tua) (jam)
ml HCL 26,72 4 4 5 4,2
Jambu Berat Buah (g) 150 200 165 200 190
batu Lama Inkubasi 2 24 24 24 24
(Matang) (jam)
ml HCL 38,6 1 6 3,2 3,6
Berat Buah - - - - -
3. Blanko Lama Inkubasi 2 24 24 24 24
(jam)
ml HCL 41,7 39 31,9 44,4 43
4.2. Pembahasan
Kegiatan praktikum Fisiologi dan Teknologi Pasca Panen kali ini adalah
tentang menentukan pengaruh tingkat kematangan terhadap respirasi. Kegiatan
praktikum kali ini bertujuan untuk pengaruh tingkat kematangan terhadap
respirasi buah. Buah-buahan yang digunakan pada praktikum ini yaitu sawo dan
jambu batu dengan tingkat kematangan yang berbeda. Tingkat kematangan
tersebut adalah buah yang masih muda, matang dan tua. Buah-buahan yang
digunakan pada praktikum ini yaitu buah-buahan yang termasuk kedalam buah
klimakterik. Buah klimakterik merupakan buah yang memiliki laju respirasi yang
tinggi produksi etilennya cenderung meningkat secara bertahap sesudah pasca
panen (Roiyana et al., 2012). Kematangan buah berhubungan dengan laju
respirasi dari buah dimana laju respirasi sangat berhubunganan dengan daya
simpan dari buah tersebut, semakin cepat laju respirasi maka semakin cepat pula
buah tersebut mengalami pemasakan sehingga memiliki daya simpan yang cukup
pendek, untuk memperpanjang daya simpan dari buah-buahan dapat menghambat
laju respirasi dari buah tersebut dengan cara mengurangi kadar O2 atau
menambahkan CO2. Jumlah karbondioksida yang dikeluarkan oleh buah
berbanding lurus terhadap laju respirasi dan berbanding lurus pula pada
pematangan buah. Maka semakin banyak kadar karbondioksida yang dikeluarkan
oleh buah maka semakin cepat laju respirasi dari buah tersebut, cepatnya laju
respirasi menyebabkan produksi etilen dari buah semakin banyak atau tinggi
sehingga laju pemasakan buah semakin cepat. Selain itu, tingkat kematangan buah
juga berhubungan dengan penampakan fisik buah tersebut, misalnya warna,
tekstur, rasa dan aroma.
Berdasarkan praktikum yang dilakukan dari buah-buahan tersebut diukur
berat buahnya dengan menggunakan timbangan, lama inkubasi dengan
memasukan buah dan NaOH didalam toples serta menghitung mL HCL dengan
cara mentitrasi NaOH yang sebelumnya diberi indikator Fenolftalein dengan HCL
kemudian pengamatan dilakukan selama 5 hari. NaOH di dalam toples diganti
setiap hari. Fungsi NaOH di dalam toples yaitu mengikat CO2 yang ada di dalam
toples. Berdasarkan hasil praktikum yang telah dilakukan data berat buah yang
didapatkan pada buah klimaterik tersebut yaitu tidak beraturan dimana ada berat
buah cenderung menurun dan ada pula yang beratnya naik (tidak beraturan). Data
yang tidak akurat dimana berat buah yag diamati selama pengamatan dapat naik
dan turun dapat disebabkan oleh kurang telitinya timbangan yang digunakan dan
kurang telitinya dalam membaca garis pada timbangan (human error) dikarenakan
karena timbangan yang digunakan adalah timbangan sayur yang memiliki garis-
garis yang begitu rapat namun tidak tertera angka pada garis timbangan. Selain
itu, dapat pula disebabkan karena memang alat yang digunakan sudah usang
sehingga mempengaruhi berat buah. Berat buah yang diamati bervariasi
tergantung dari ukuran dan jenis buah. Lamanya waktu inkubasi buah yaitu
dimulai dari hari pertama yaitu 2 jam, hari kedua 24 jam, hari ketiga 48 jam, hari
keempat 24 jam dan hari kelima 24 jam.
Berdasarkan data tersebut dapat diketahui banyaknya mL HCL yang
digunakan untuk mentitrasi NaOH yang diinkubasikan dengan masing-masing
buah di dalam toples ada yang meningkat dan ada yang menurun. Berdasarkan
data hasil pengamatan, diketahui bahwa matang optimal pada buah sawo dan
jambu batu muda adalah pada hari ketiga dimana jumlah mL HCl untuk titrasi
terus mengalami peningkatan dari hari pertama, kedua dan ketiga kemudian
menurun pada hari keempat dan lima. Hal tersebut sesuai dengan pernyataan
(Agustiningrum et al, 2012) dimana buah klimaterik akan mengalami peningkatan
laju respirasi pada saat pematangan kemudian kembali mengalami penurunan
ketika buah klimaterik tersebut telah mengalami matang optimal. Berdasarkan
data hasil pengamatan tersebut ketika konsentrasi mL HCl semakin hari semakin
meningkat maka semakin banyak buah tersebut mengeluarkan gas CO2 yang
kemudian ditangkap oleh NaOH sehingga menyebabkan semakin banyak mL
HCL yang digunakan untuk mentitrasi NaOH tersebut. Oleh karena itu semakin
tinggi gas CO2 yang dikeluarkan oleh buah tersebut maka semakin cepat laju
respirasi buah tersebut sehingga produksi etilennya semakin banyak dan buah
tersebut memiliki laju pemasakan yang cepat. Pola produksi etilen dan laju
respirasi dari setiap buah akan bervariasi tergantung dari tipe dan jenis buahnya.
Pada buah-buahan klimaterik, produksi etilen cenderung untuk naik secara
bertahap sesudah panen, sementara pada buah non-klimaterik produksi etilennya
tetap dan tidak memperlihatkan perubahan yang nyata.
BAB 5
KESIMPULAN

Kesimpulan pada praktikum kali ini adalah:


1. Jumlah karbondioksida yang dikeluarkan oleh buah berbanding lurus
terhadap laju respirasi dan berbanding lurus pula pada pematangan buah.
2. Semakin cepat laju respirasi maka semakin cepat proses pematangan buah.
3. Semakin cepat laju pematangan buah maka semakin tinggi etilen yang
diproduksi oleh buah.
4. Laju pematangan buah berbanding terbalik dengan daya simpan buah.
Semakin cepat laju pematagan buah maka semakin pendek daya simpan buah
tersebut.
5. Matang optimal pada buah sawo dan jambu batu muda adalah pada hari
ketiga.
6. Tingkat kematangan buah juga berhubungan dengan penampakan fisik buah
tersebut, misalnya warna, tekstur, rasa dan aroma.
DAFTAR PUSTAKA

Agustiningrum, D.A., Susilo, B.A., Yulianingsih, R., 2014. Studi Pengaruh


Konsentrasi Oksigen Pada Penyimpanan Atmosfer Termodifikasi Buah
Sawo (Achras zapota L.).Jurnal Bioproses Komoditas Tropis, 2(1):22-34.

Nofrianti, D., dan Asni, N. 2012. Pengaruh Jenis Kemasan Dan Tingkat
Kematangan Terhadap Kualitas Buah Jeruk Selama Penyimpanan. Jurnal
Penelitian Pascapanen Pertanian, 12(2): 37-42.

Novita, D.W., Sugianti, C., dan Wulandari, K.P., 2016. Pengaruh Konsentrasi
Karagenan Dan Gliserolterhadap Perubahan Fisik Dan Kandungan Kimia
Buah Jambu Biji Varietas Kristal Selama Penyimpanan.Jurnal Teknik
Pertanian Lampung, 5(1): 49-56.

Nurjanah, S., 2012. Kajian Laju Respirasi dan Produksi EtilenSebagai Dasar
Penentuan Waktu Simpan Sayuran dan Buah-Buahan.Jurnal Bionatura,
4(3) : 148 156.

Roiyana, M., Izziati, M., dan Prihastanti, E. 2012. Potensi Dan Efisiensi Senyawa
Hidrokoloid Nabati Sebagai Bahan Penunda Pematangan Buah. Buletin
Anatomi dan Fisiologi, 20(2):41-50.

Samad, M.Y., 2016. Pengaruh Penanganan Pasca Panen Terhadap Mutu


Komoditas Hortikultura. Jurnal Sains dan Teknologi Indonesia, 8(1):31-
36.

Anda mungkin juga menyukai