Anda di halaman 1dari 10

Nama Peserta: dr. Paulus A.H.

S
Nama Wahana: RSUD Cengkareng
Topik: SSJ
Tanggal (Kasus): 27-03-17
Nama Pasien: Ny.R No RM: 37-85-53
Tanggal Presentasi: - Nama Pendamping: dr.Indah K
Tempat Presentasi: -
Obyektif Presentasi:
Keilmuan Keterampilan Penyegaran Tinjauan Pustaka
Diagnostik Manajemen Masalah Istimewa
Neonatus Bayi Anak Remaja Dewasa Lansia Bumil
Deskripsi: Os datang ke IGD RSUD Cengkareng dengan badan melepuh sejak 2 hari
SMRS.1 hari SMRS melepuh muncul ditanan yang kemudian membesar dan menyebar
sampai ke bibir dan seluruh tubuh.1 hari SMRS lepuhan bertambah banyak dan nyeri yang
sangat.2 Minggu SMRS os mendapatkan pengobatan TB paru untuk penyakit tb paru
relapsnya.mual(-).Muntah (-)
Tujuan: Menentukan diagnosis cedera kepala dan tatalaksananya
Bahan Bahasan: Tinjauan Pustaka Riset Kasus Audit
Cara Membahas: Diskusi Presentasi dan Diskusi Email Pos
Data Pasien Nama: Ny.R No Registrasi: 01-40-30
Nama Klinik: IGD Telpon: Terdaftar Sejak: 19-03-17
Data Utama dan Bahan Diskusi
1. Diagnosis / Gambaran Klinis
SSJ + TB paru Relaps on OAT
2. Riwayat Pengobatan
-
3. Riwayat Kesehatan / Penyakit
Riwayat sakit maag (-)
Riwayat hipertensi (-)
Riwayat diabetes mellitus (-)
Riwayat alergi disangkal
Riwayat penyakit jantung disangkal
Riwayat penyakit ginjal disangkal
Riwayat operasi disangkal
Riwayat trauma disangkal
4. Riwayat Keluarga
Riwayat keluhan serupa disangkal
Riwayat penyakit paru, darah tinggi, riwayat diabetes, penyakit jantung, dan ginjal
pada keluarga disangkal
5. Lain-lain: -
Daftar Pustaka

1
1. Foster S, et al. Stevens-Johnson Syndrome.2011
http://emedicine.medscape.com/article/1197450-overview

2. Wolff K, et al.. Fitzpatricks Dermatology in General Medicine, 7 th edition. New York:


McGraw Hill: 2008

3. French, LE. Toxic Epidermal Necrolysis and Steven Johnson Syndrome: Our Currebt
Understanding. Allergology International Vol 55, No1, 2006
www.jsaweb.jp

4. Djuanda A, hamzah M. Sindrom Steven-Johnson dalam: Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin.
Edisi Ketiga. Editor: Adhi Djuanda. Jakarta : FK UI: 2002. hal:163-5

Hasil Pembelajaran
1. Penegakan diagnosis SSJ
2. Penatalaksanaan SSJ

2
1. Subyektif
Os datang ke IGD RSUD Cengkareng dengan badan melepuh sejak 2 hari
SMRS.1 hari SMRS melepuh muncul ditanan yang kemudian membesar dan
menyebar sampai ke bibir dan seluruh tubuh.1 hari SMRS lepuhan bertambah
banyak dan nyeri yang sangat.2 Minggu SMRS os mendapatkan pengobatan TB
paru untuk penyakit tb paru relapsnya.mual(-).Muntah (-)
2. Objektif
Hasil pemeriksaan fisik didapatkan:
Tanda-tanda Vital :
Keadaan Umum : tampak sakit sedang
Kesadaran : koma (GCS 4)
Tekanan Darah : 140/70 mmHg
Nadi : 88 kali/menit
Pernapasan : 22 kali/menit
Suhu : 37.1 oC
Status Generalis :
Kepala : dalam batas normal
Mata : konjungtiva anemis -/-, sklera ikterik -/-, pupil bulat, isokor
(3mm/3mm), refleks cahaya +/+
THT : dalam batas normal
Leher : dalam batas normal
Thorax : pergerakan dada simetris
Paru : sonor +/+, bunyi napas vesikuler, rhonki -/-, wheezing -/-
Jantung : bunyi jantung I dan II reguler, murmur (-), gallop (-)
Abdomen : supel, nyeri tekan (-), bising usus (+) normal
Ekstremitas : akral hangat, CRT < 3 detik, edema (-).
Status Lokalis : eff : erosi & bula , krusta.penyebaran : generalisata

Pemeriksaan Lab. :
Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai Normal
Hematologi I
Hemoglobin 10.4 g/dL 13 16

3
Hematokrit 32 % 40 48
Leukosit 3.7 ribu/L 5 10
Trombosit 176 ribu/L 150 400
Kimia Darah
Glukosa sure strep 101 <110 mg/dL

Kimia darah
Fungsi ginjal
ureum 39 Mg/dl 136-146
Kreatinin 1.2 Mg/dl 2.5-3.0

3. Tinjauan Pustaka
Suatu reaksi hipersensitivitas tipe lambat terlibat dalam patofisiologi SSJ. Pada kelompok
populasi tertentu lebih rentan terjadi SSJ disbanding kelompok pada umumnya. Asetilator
lambat, pasien dengan imunokompromise dan pasien dengan tumor otak menjalani radioterapi
dan orang dengan antiepilepsi adalah yang paling beresiko terkena.
Asetilator lambat adalah orang-orang dengan liver yang tidak mampu
mendetoksifikasi metabolit obat reaktif dengan sempurna. Sebagai contoh pasien dengan NET
yang terinduksi oleh sulfonamide menunjukkan genotip asetilator lambat yang mengakibatkan
peningkatan produksi hidroksilamin sulfonamide melalui jalur P450. Metabolit obat dapat
memiliki efek toksik secara langsung atau dapat bertindak sebagai hapten yang akan bereaksi
dengan sel inang, sehingga menjadi suatu antigen.

Presentasi antigen dan produksi TNF alfa oleh dendrosit jaringan local menghasilkan
perekrutan dan augmentasi prolifersi limfosit T dan meningkatkan sitotoksisitasa sel efektor
kekebalan lainnya. Sebuah pembunuh molekul efektor telah diidentifikasi yang mungkin
memainkan peran dalam aktivasi limfosit sitotoksik. CD8+limfosit yang teraktivasi, dapat
menginduksi apoptosis sel melalui beberapa mekanisme, termasuk pelepasan granzym B dan
perforin. Perforin, sebuah granula monomer pembuat pori dilepaskan dari Natural Killer Cell

4
dan limfosit T sitotoksik, membunuh sel target dengan membentuk struktur polimer dan
tubular berbeda dengan kompleks membran penyerang pada sistem komplemen. Kematian
keratinosit menyebabkan pemisahan epidermis dari dermis
Setelah apoptosis terjadi kemudian, sel-sel mati memprovokasi perekrutan kemokin lebih. Hal
ini dapat memicu proses inflamasi, yang menyebabkan nekrolisis epidermal yang luas.

Etiologi
Berbagai etiologi dapat menjadi penyebab terjadinya SSJ. Obat adalah penyebab tersering
terjadinya SSJ. 4 kategori pnyebab SSJ antara lain:
- Infeksi
- Induksi obat
- Keganasan
- Idiopatik

Antibiotik adalah penyebab paling umum dari sindrom Stevens-Johnson, diikuti


dengan analgesik, obat batuk, NSAID, psikoepileptik, dan obat antigout. Antibiotik, penisilin
dan obat sulfa yang menonjol; ciprofloxacin juga telah dilaporkan. Antikonvulsan berikut
yang terlibat:
Fenitoin
Carbamazepine

oxcarbazepine (Trileptal)

asam Valproat

Lamotrigin

Barbiturat
Mockenhapupt dkk menekankan bahwa antikonvulsan yang paling menginduksi SJS terjadi
dalam 60 hari pertama penggunaan. Sindrom Stevens-Johnson juga telah dilaporkan terjadi
pada pasien yang meminum obat berikut:
Modafinil (Provigil)
Allopurinol
Mirtazapine

TNF-alpha antagonis (misalnya, infliximab, etanercept, adalimumab)

5
Kokain

Gambaran Klinis
Biasanya, sindrom Stevens-Johnson (SJS) dimulai dengan infeksi saluran pernapasan
atas nonspesifik. Biasanya terdpat gejala prodromal 1-14 hari seperti demam, sakit
tenggorokan, menggigil, sakit kepala, dan malaise. Muntah dan diare kadang-kadang dicatat
sebagai bagian dari prodrom tersebut. Lesi mukokutan muncul tiba-tiba sekitar 2-4 minggu.
Lesi biasanya nonpruritic. Keterlibatan membran mukosa mulut mungkin cukup parah
sehingga pasien tidak dapat makan atau minum. Pasien dengan keterlibatan genitourinari
mungkin mengeluhkan disuria atau ketidakmampuan untuk menahan. Gejala prodromal khas
adalah
Batuk produktif dari sputum purulen tebal
Sakit kepala
Malaise
Arthralgia
Pasien mungkin mengeluhkan ruam seperti terbakar yang dimulai secara simetris pada
wajah dan bagian atas batang tubuh. Selain kulit, lesi pada sindrom Stevens-Johnson mungkin
melibatkan bagian-bagian berikut tubuh:
Mukosa oral
Esophagus
Pharynx
Larynx
Anus
Trachea
Vagina
Urethra
Gejala okular meliputi:
Mata merah
Mata berair
Mata kering
Pedih
Blefarospasme
Gatal
kelopak mata terasa berat

6
Sensasi adanya benda asing
Penurunan tajam penglihatan
Sensasi terbakar
Photophobia
Diplopia

Pemeriksaan Fisik
Ruam bisa berawal sebagai makula yang berkembang menjadi papula, vesikel, bula,
plak urtikaria, atau eritema konfluen. Bagian tengah lesi ini mungkin vesikuler, purpura, atau
nekrotik. Lesi khas memiliki penampilan target; ini dianggap patognomonik. Namun, berbeda
dengan lesi khas eritema multiforme, lesi ini hanya memiliki dua zona warna. Inti mungkin
vesikuler, purpura, atau nekrotik; bahwa zona dikelilingi oleh eritema macula. Biasanya
disebut lesi target. Lesi dapat menjadi pecah bulosa dan kemudian, meninggalkan kulit
gundul. Kulit menjadi rentan terhadap infeksi sekunder. Peluruhan yang luas ditunjukkan pada
gambar di bawah:

Keterlibatan mukosa dapat mencakup eritema, edema, pengelupasan, terik, ulserasi, dan
nekrosis.

Diagnosis Banding
1. TEN
2. SSSS

Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan laboratorium:
a).Tidak ada pemeriksaan laboratorium yang dapat membantu dokter dalamdiagnose selain
pemeriksaan biopsy.

7
b).Pemeriksaan darah lengkap dapat menunjukkan kadar sel darah putih yangnormal atau
leukositosis non spesifik, penurunan tajam kadar sel darah putihdapat mengindikasikan
kemungkinan infeksi bacterial berat.
c).Imunofluoresensi banyak membantu membedakan sindrom Steven Johnsondengan panyakit
kulit dengan lepuh subepidermal lainnya
d).Menentukan fungsi ginjal dan mengevaluasi adanya darah dalam urin.
e).Pemeriksaan elektrolit.
f).Kultur darah, urine, dan luka, diindikasikan ketika dicurigai terjadi infeksi.

Imaging studi : Chest radiography untuk mengindikasikan adanya pneumonitis


Pemeriksaan histopatologi dan imunohistokimia dapat mendukung ditegakkannya diagnosis.

Penatalaksanaan SJS
Pertama, dan paling penting, kita harus segera berhenti memakai obat yangdicurigai penyebab
reaksi. Dengan tindakan ini, kita dapat mencegah keburukan. Orangdengan SJS/TEN biasanya
dirawat inap. Bila mungkin, pasien TEN dirawat dalam unit rawatluka bakar, dan
kewaspadaan dilakukan secara ketat untuk menghindari infeksi. Pasien SJS biasanya dirawat
di ICU. Perawatan membutuhkan pendekatan tim, yang melibatkanspesialis luka bakar,
penyakit dalam, mata, dan kulit. Cairan elektrolit dan makanan cairandengan kalori tinggi
harus diberi melalui infus untuk mendorong kepulihan. Antibiotik diberikan bila dibutuhkan
untuk mencegah infeksi sekunder seperti sepsis. Obat nyeri,misalnya morfin, juga diberikan
agar pasien merasa lebih nyaman.
Ada keraguan mengenai penggunaan kortikosteroid untuk mengobati
SJS/TEN.Beberapa dokter berpendapat bahwa kortikosteroid dosis tinggi dalam beberapa hari
pertamamemberi manfaat; yang lain beranggap bahwa obat ini sebaiknya tidak dipakai. Obat
inimenekankan sistem kekebalan tubuh, yang meningkatkan risiko infeksi gawat, apa lagi
padaOdha dengan sistem kekebalan yang sudah lemah.Pada umumnya penderita SJS datang
dengan keadaan umum berat sehingga terapiyang diberikan biasanya adalah :
1. Terapi cairan dan elektrolit, serta kalori dan protein secara parenteral.
2. Antibiotik spektrum luas, selanjutnya berdasarkan hasil biakan dan uji resistensikuman
dari sediaan lesi kulit dan darah.

8
3. Kotikosteroid parenteral: deksamentason dosis awal 1mg/kg BB bolus, kemudianselama 3
hari 0,2-0,5 mg/kg BB tiap 6 jam. Penggunaan steroid sistemik masihkontroversi, ada
yang mengganggap bahwa penggunaan steroid sistemik pada anak bisa menyebabkan
penyembuhan yang lambat dan efek samping yang signifikan,namun ada juga yang
menganggap steroid menguntungkan dan menyelamatkannyawa.
4. Antihistamin bila perlu. Terutama bila ada rasa gatal. Feniramin hidrogen maleat dapat
diberikan dengan dosis untuk usia 1-3 tahun 7,5 mg/dosis, untuk usia 3-12 tahun 15
mg/dosis, diberikan 3 kali/hari. Sedangkan untuk setirizin dapatdiberikan dosis untuk usia
anak 2-5 tahun : 2.5 mg/dosis,1 kali/hari; > 6 tahun : 5-10mg/dosis, 1 kali/hari. Perawatan
kulit dan mata serta pemberian antibiotik topikal.
5. Bula di kulit dirawat dengan kompres basah larutan Burowi.
6. Tidak diperbolehkan menggunakan steroid topikal pada lesi kulit
7. Lesi mulut diberi kenalog in orabase.
8. Terapi infeksi sekunder dengan antibiotika yang jarang menimbulkan alergi, berspektrum
luas, bersifat bakterisidal dan tidak bersifat nefrotoksik, misalnya klindamisin intravena 8-
16 mg/kg/hari intravena, diberikan 2 kali/hari.
9. Intravena Imunoglobulin (IVIG). Dosis awal dengan 0,5 mg/kg BB pada hari 1, 2, 3,4, dan
6 masuk rumah sakit. Pemberian IVIG akan menghambat reseptor FAS dalam proses
kematian keratinosit yang dimediasi FAS (Adithan, 2006; Siregar, 2004).Sedangkan terapi
sindrom Steven Johnson pada mata dapat diberikan dengan :
10. Pemberian obat tetes mata baik antibiotik maupun yang bersifat garam fisiologissetiap 2
jam, untuk mencegah timbulnya infeksi sekunder dan terjadinya kekeringan pada bola
mata.
11. Pemberian obat salep dapat diberikan pada malam hari untuk mencegah
terjadinya perlekatan konjungtiva

Komplikasi SJS
Sindrom Steven Johnson sering menimbulkan komplikasi, antara lain sebagai berikut:
- Oftalmologi ulserasi kornea, uveitis anterior, panophthalmitis, kebutaan
- Gastroenterologi - Esophageal strictures
- Genitourinaria nekrosis tubular ginjal, gagal ginjal, penile scarring, stenosis vagina
- Pulmonari pneumonia
- Kutaneus timbulnya jaringan parut dan kerusakan kulit permanen, infeksi
kulitsekunder
- Infeksi sitemik, sepsis
- Kehilangan cairan tubuh, shock.
- Komplikasi awal yang mengenai mata dapat timbul dalam hitungan jam sampaihari,
dengan ditandai timbulnya konjungtivitis, Pada komplilasi yang lebihlanjut dapat
menimbulkan perlukaan pada palpebra yang mendorong terjadinya

9
ektropion,entropion, trikriasis dan lagoftalmus. Defisiensi air mata
seringmenyebabkan keratitis. Peradangan atau infeksi yang tak terkontrol akan
mengakibat kanterjadinya perforasi kornea, endoftalmitis dan panoftalmitis yang dapat
berujung pada kebutaan

Prognosis SJS
SJS dan TEN adalah reaksi yang gawat. Bila tidak diobati dengan baik, reaksi inidapat
menyebabkan kematian, umumnya sampai 35 persen orang yang mengalami TEN dan5-15
persen orang dengan SJS, walaupun angka ini dapat dikurangi dengan pengobatan yang baik
sebelum gejala menjadi terlalu gawat. Reaksi ini juga dapat menyebabkan kebutaantotal,
kerusakan pada paru, dan beberapa masalah lain yang tidak dapat disembuhkan.Pada kasus
yang tidak berat, prognosisnya baik, dan penyembuhan terjadi dalamwaktu 2-3 minggu.
Kematian berkisar antara 5-15% pada kasus berat dengan berbagaikomplikasi atau
pengobatan terlambat dan tidak memadai. Prognosis lebih berat bila terjadi purpura yang lebih
luas. Kematian biasanya disebabkan oleh gangguan keseimbangan cairandan elektrolit,
bronkopneumonia, serta sepsis.

4. Pembahasan

Pada pasien ini didapatkan anamnesis dan hasil pemeriksaan fisik serta penunjang yang
menunjukan suatu reaksi hipersesitivitas steven Johnson syndrome.Reaksi
hipersensitivitas ini kemungkinan disebabkan oleh obat anti tuberkolosis yang dikonsums
pasien sejak 2 minggu SMRS

Metil prednisolone 2x31.25 mg


Ranitidine 2x1
Ceftriaxone 2x1 g
Ketorolac 2x1
Betadne gargle 3x
Kompres NaCl 2x15 menit
Gentamisin ointmen

10

Anda mungkin juga menyukai