Anda di halaman 1dari 40

Skenario 1

Perdarahan Persalinan

Seorang pasien 17 tahun dating ke IGD RSUD dengan hamil ertama dan keluhan nyeri perut
dan perdarahan pervaginam. Pasien mengaku hamil 32 minggu dihitung dari hari pertama
haid terakhirnya <HHpT>. Pasien tidak pernah melakukan antenatal care <ANC>
sebelumnya.

Pasien mengalami kenaikan berat badan sampai 25 kg selama kehamilan ini diikuti edema
tungkai dalam 4 minggu terakhir. Pasien tidak ernah mengkonsumsi suplemen besi atau
vitamin lainnya.

Dan riwayat penyakit keluarga diketahui tidak ada riwayat penyakit ginjal, DM dan hipertensi
di keluarganya.

Dilakukan pemeriksaan fisik dengan hasil ; keadaan umum tampak sakit sedang, tekanan
darah 135/85 mmHg; frekuensi nadi 98 x/menit; frekuensi nafas; 26x/menit;suhu afebris.
Dari status obstetric didapatkan tinggi fundus uteri 42cm; denyut jantung janin I; 166x/menit
dan II; 176x/menit. Dilakukan pemeriksaan insekulo tampak darah berwarna kehitaman
mengalir dari OUI, pembukaan tidak ada.

Selanjutnya dilakukan pemerikasaan penunjang USG dengan hasil; kehamilan ganda letak
sungsang dan hasil pemeriksaan laboratorium urin didapatkan protein +2. Dilakukan
pemeriksaan CTG didapatkan tanda-tanda gawat janin.

1
Step 1

Kata-kata sulit ;

1. CTG ; Cardiotocograhy, Pemeriksaan elektronik untuk mengetahui kesejahteraan


janin, melalui penilaian denyut janin, kontraksi uterus dan gerak janin dalam waktu
bersamaan
2. Gawat Janin ;keadaan hipoksia pada janin, terjadi pada antepartum dan intrapartum
3. ANC ; pemeriksaan kehamilan untuk memeriksa keadaan ibu dan janin secara berkala
diikuti upaya koreksi terhadap penyimpangan yang ditemukan
4. Afebris ; Tidak Demam

Pertanyaan ;

1. Apa saja yang dinilai pada tes ANC?


2. Apa penyebab perdarahan per vaginam?
3. Apa hipoksia satu-satunya tanda gawat janin?
4. Apa hubungan mengonsumsi suplemen besi dan vitamin?
5. Darimana asal darah kehitaman?
6. Apa penyebab edema tungkai?
7. Apa saja factor predisposisinya?
8. Mengapa tekanan darah tidak terlalu tinggi tapi ditemukan proteinuria?
9. Mengapa frekuensi nafas takipneu?
10. Apakah kenaikan 25 kg kehamilan normal?
11. Apa saja kemungkinan bayi lahir sungsang?
12. Tatalaksana yang harus dilakukan ?

Jawaban ;

1. DJJ, usia janin, presentasi kepala-bokong, punggung


2. Adanya kerusakan jaringan pada uterus sehingga terjadi kerusakan darah pada uterus
3. Tidak
4. Hubungan pada kondisi gawat janin
5. Perdarahan uteri yang lama keluar atau tertahan
6. Kadar protein plasma turun
7. Kurang gizi, hamil muda, Multipara, perdarahan pervaginam
8. Jawaban tidak didapat
9. Mungkin dari penekanan fundus uteri
10. Jawaban tidak didapat
11. Karena pergerakan janin
12. Terminasi Kehamilan

Hipotesis ;

2
Faktor Resiko < Kurang gizi, hamil muda, Multipara, perdarahan pervaginam > Tidak
ANC/Kontrol perdarahan Manifestasi Klinis Pemeriksaan fisik dan laboratorium
CTG Preeklampsia Berat Terminasi Kehamilan

Sasaran Belajar

LI 1. Memahami dan Menjelaskan Hipertensi dalam Kehamilan


3
LI 2. Memahami dan Menjelaskan Komplikasi Kehamilan

Step 3

LI 1. Memahami dan Menjelaskan Hipertensi dalam Kehamilan

Definisi
4
Hipertensi dalam kehamilan adalah adanya tekanan darah 140/90 mmHg atau lebih setelah
kehamilan 20 minggu pada wanita yang sebelumnya normotensif, atau kenaikan tekanan
sistolik 30 mmHg dan atau tekanan distolik 15 mmHg di atas nilai normal.

Hipertensi dalam kehamilan (HDK), adalah suatu keadaan yang ditemukan sebagai
komplikasi medik pada wanita hamil dan sebagai penyebab morbiditas dan mortalitas pada
ibu dan janin. Komplikasi hipertensi pada kehamilan terjadi kira-kira 5-10% dari semua
kehamilan dan merupakan penyebab terpenting dari tingginya angka kematian pada ibu hamil
termasuk abruptio placenta, intravascular koagulation.(DIC), perdarahan cerebral, gangguan
fungsi hati dan ginjal akut, sedangkan pada janin akan mengakibatkan prematuritas,
gangguan pertumbuhan intra utrine, aspiksia, dan kematian bayi. (1,2,3)

Secara umum HDK dapat didefinisikan sebagai kenaikan tekanan darah sistolik > 140 mmHg
dan atau tekanan darah diastolik > 90 mmHg yang diukur paling kurang 6 jam pada saat yang
berbeda. (1,3 ) Dari beberapa hasil penelitian restropektif tentang hipertensi pada wanita hamil
menunjukkan bahwa terapi anti hipertensi menurunkan insidens stroke dan komplikasi
kardiovaskular pada wanita hamil dengan tekanan darah diastolik diatas 100 mmHg (4).
Sebagai faktor predisposisi untuk timbulnya HDK adalah adanya riwayat keluarga, umur,
primigravida , multigravida, diabetes, penyakit ginjal,dan penyakit kolagen (2,3,5) .

Klasifikasi

Klasifikasi hipertensi pada kehamilan terbagi berdasarkan pembagian dari :

a. The Working Group classification of hypertensive disorders complicating


pregnancy(4).

b. The International Society for the Study of Hypertension in Pregnancy (ISSHP)(5).

A. Klassifikasi menurut The Working Group classification of hypertensive disorders


complicating pregnancy(4).

1. Hipertensi Gestasional

a. Tekanan darah sistolik 140 mmHg atau tekanan diastolik 90 mm Hg


pertama kali selama kehamilan

b. Tanpa proteinuria

c. Tekanan darah kembali normal sebelum 12 minggu post partum

2. Preeklampsia

a. Tekanan darah 140/90 atau lebih yang terjadi setelah 20 minggu masa
gestasi.

b. Proteinuria +1 (Dipstick) atau > 300mg/24 jam


5
3. Eklampsia

Preeklamsia yang disertai oleh kejang.

4. Preeklampsia superimpose oleh hipertensi kronis

Proteinuria 300mg/24 jam yang terjadi pada usia gestasi 20 minggu atau lebih pada seorang
wanita penderita hipertensi sejak sebulum hamil.

5. Hipertensi Kronis.

Tekanan darah 140/190 mmHg yang terjadi sejak sebelum hamil atau terdiagnosis sebelum
usia 20 minggu masa gestasi

B. Klassifikasi menurut The International Society for the Study of Hypertension in


Pregnancy (ISSHP) (4).

1. Hipertensi gestasional dan / atau proteinuria yang terjadi selama masa kehamilan,
persalinan dan nifas pada seorang wanita hamil yang sebelumnya normotensif dan tanpa
terjadi proteinuria, terbagi menjadi :

a. Hipertensi Gestasional (Tanpa proteinuria)

b. Proteinuria Gestasional (Tanpa hipertensi)

c. Hipertensi dan Proteinuria gestasional (preeklamsia)

2. Hipertensi Kronik (hipertensi terjadi sebelum usia gestasi 20 minggu) dan


penyakit ginjal kronik (Proteinuria sebelum usia gestasi 20 minggu)

a. Hipertensi kronik (tanpa proteinuria)

b. Penyakit ginjal kronik (Proteinuria dengan atau tanpa hipertensi)

c. Hipertensi kronik superimpose preeklampsi (hipertensi kronik dengan


onset proteinuria setelah usia gestasi 20 minggu)

3. Hipertensi dan/atau proteinuria yang tidak dapat diklasifikasikan

4. Eklampsia

Penjelasan tambahan :

Proteinuria adalah adanya 300 mg protein dalam urin selama 24 jam atau sama
dengan 1+ dipstick.

Perlu dipertimbangkan bila terdapat edema generalisata, atau kenaikan berat badan
>0,57 kg/minggu.

6
Table 1. Derajat preeklampsia ringan dan berat berdasarkan ACOG

Abnormalitas Ringan Berat

Tekanan darah diastolik <110 mm Hg >110 mm Hg


Tekanan darah sistolik <160 mm Hg >160 mm Hg

Proteinuria 2+ 3+

Sakit kepala Tidak ada Ada

Gangguan Visual Tidak ada Ada

Nyeri perut Tidak ada Ada

Oliguria Tidak ada Ada

Kreatinin serum Normal Meningkat

Trombositopenia Tidak ada Ada

Peningkatan serum Minimal Meningkat


transaminase

Hambatan pertumbuhan fetus Tidak ada Ada

Edema Pulmo Tidak ada Ada

Etiologi

Invasi tropoblas yang inkomplet

Pada keadaan normal, arteriol spiral mengalami invasi oleh endovaskular tropoblas, sel sel ini
di ganti oleh endotel vaskular sehingga terbentuk pembuluh darah baru hasil remodeling
dengan karakteristik diameter pembuluh darah lebih besar dan resistensi vaskular yang lebih
kecil, berbeda dengan arteri, vena di invasi hanya sampai bagian permukaan saja. Pada
preeklamsia dapat terjadi invasi tropblastik inkomplet sehingga yang seharusnya terjadi
proses remodeling arteri spiral menjadi pembuluh darah baru dengan diameter yang lebih
besar dengan resistensi vaskular yang lebih rendah tidak terbentuk. (4,7)

7
Gambar 1. Perbedaan proses remodeling arteri spiralis pada kondisi normal dibandingkan
dengan preeklamsia.

A. Implantasi tropoblas pada keadaan normal : pada trimester ke-tiga terjadi implantasi
plasenta yang disertai dengan proliferasi tropoblas ekstravilia, tropoblas tersebut menginvasi
desidua basalis dan menginvasi lebih dalam ke dinding arteriol spiral untuk mengganti
jaringan endotel dan lapisan muskular arteri spiral, proses remodeling ini menghasilkan
pembuluh darah baru yang lebih lebar dan memiliki resistensi vaskular yang lebih rendah.

B. Implantasi tropoblas pada keadaan preeklamsia : proses implantasi jaringan tropoblas


mengalami gangguan yang mengakibatkan tidak terjadi remodeling pada arteri spiral
sehingga mengakibatkan pembuluh darah yang membentuk plasenta menjadi berdiameter
sempit dengan resistensi vaskular lebih tinggi sehingga dapat mengakibatkan peningkatan
tekanan darah.

De Wolf et all melakukan penelitian terhadap vaskular plasenta yang menemukan terjadinya
kerusakan endotel, insudasi konstituen plasenta kedalam pembuluh darah, proliferasi lapisan
muskular pada vaskular, dan nekrosis pada area tertentu, selain itu terjadi deposit lipid pada
sel miosit tunika intima dan invasi oleh sel makrofag yang secara kolektif disebut dengan
(atherosis).(4)

Gambar 2. Perubahan histopatologis pembuluh darah plasenta pada pasien preeklamsia:

8
Aterosis ditunjukan oleh pembuluh darah pada plasenta (kiri: pemeriksaan dengan mikroskop
cahaya, kanan: diagram skematik). Gangguan endotel mengakibatkan penyempitan lumen
yang diakibatkan oleh akumulasi lipid, dan sel makrofag yang berubah menjadi sel foam (sel
busa). Pada pemeriksaan dengan mikroskop cahaya tampak sel-sel busa yang ditunjukan
panah melengkukung, dan selain itu tampak kerusakan endotel vaskular yang ditunjukan oleh
panah lurus.

Karena gabungan faktor implantasi tropoblas yang tidak sempurna yang mengakibatkan tidak
terjadinya remodeling arteri spiralis dan penyempitan abnormal akibat deposit lipid dan sel
foam maka struktur vaskular akan menjadi sempit dengan resistensi vaskular yang tinggi
sehingga mengakibatkan peningkatan tekanan darah, penurnan perfusi utero-plasenter dan
hambatan pertumbuhan janin intrauterin (4,6,7).

Faktor-faktor imunologis

Pada preeklamsia terjadi intoleransi atau disregulasi imunologi. Terdapat beberapa komponen
imun yang berperan terhadap terjadinya preeklamsia. Diantaranya Haplotipe HLA-A, HLA-
B, HLA-D, HLA-Ia, HLA-II dan Hapltope reseptor sel NK.(4)

Redman et all menjelaskan bahwa pada preeklamsia terjadi gangguan toleransi antigenik
terhadap janin yang terbentuk, hal ini terutama terjadi pada masa kehamilan awal. Redman et
al menjelaskan bahwa pada awal kehamilan terjadi penurunan jumlah HLA-G yang bersifat
imunosupresif, penurunan jumlah HLA-G ini mengakibatkan hambatan dalam proses
remodeling arteri spiralis sehingga terbentuk vaskuler yang berdiameter sempit dengan
resistensi vaskular yang tinggi. Selain itu penghambatan oleh penurunan jumlah HLA-G,
proses remodeling juga di diakibatkan oleh aktivasi sel T Helper (Th-1, Th-2). Sel Th-2
mengaktifkan sistem imun humoral melalui aktivasi sel B untuk memproduksi antibodi, dan
Th-1 menghasilkan sitokin. Aktivasi sel-sel tersebut terjadi melalui mekanisme yang belum
diketahui dengan jelas (4).

Aktivasi sel endotel.

Pengeluaran faktor-faktor plasenta karena pemicu yang tidak diketahui seperti faktor
antiangiogenik dan faktor metabolik lain yang diketahui mengakibatkan kerusakan endotel
vaskular, selain faktor-faktor diatas kerusakan endotel juga dapat diakibatkan oleh stress
oksidatif yang ditandai oleh meningkatnya Reactive Oxygen Species (ROS) pada penderita
preeklamsia(8).

Faktor-faktor nutrisi

Berdasarkan penelitian John et al (2002) yang meneliti pengaruh nutrisi dengan kejadian
preeklamsia didapatkan kesimpulan bahwa pada kelompok dengan diet kaya buah-buahan
dan sayuran menunjukan angka kejadian preeklamsia, selain itu zhang et all melaporkan
penurunan angka kejadian preeklamsia dua kali lipat pada kelompok penelitian dengan intake
vit C lebih dari 85mg/hari, dibandingkan dengan kelompok dengan intake vit C kurang dari
85mg/Hari. Intake sayuran, buah-buahan, dan vit C diketahui merupakan antioksidan yang

9
berfungsi menurunakan produksi ROS seperti lipid peroksida yang mengakibatkan kerusakan
sel endotel yang berperan dalam patogenesis preeklamsia (4).

Faktor-faktor genetik

Preeklamsia merupakan penyulit kehamilan yang bersifat poligenik, artinya dipengaruhi


beberapa ekspresi gen yang mengakibatkan serangakian proses kompleks yang menimbulkan
preeklamsia. Ward dan lindheumer meneliti keterkaitan faktor genetik dengan kejadian
preeklamsia. Penelitian tersebut menyebutkan bahwa terjadi peningkatan insidensi
preeklamsia sebesar 20-40% jika lahir dari ibu dengan riwayat preeklamsia, peningkatan
insidensi preeklamsia sebesar 11 -37% jika memiliki saudara kandung perempuan dengan
riwayat preeklamsia, dan peningkatan insidensi preeklamsia sebesar 22-47% jika memiliki
saudara kembar perempuan dengan riwayat preeklamsia. Menurut ward dan lindheimer
melalui penelitianya menyebutkan terdapat 70 jenis gen yang mungkin terkait dengan
kejadian preeklamsia. Tabel menunjukan beberapa gen yang terkait dengan kejadian
preeklamsia. Tabel dibawah menjelaskan beberapa faktor gen yang berperan terhadap
terjadinya preeklamsia.

Table 2 Beberapa gen yang berperan dalam patogenesis hipertensi kehamilan

Gen Kromosom

MTHFR (C677T) 1p36.3

F5 (Gen Leiden) 1q23

AGT (M235T) 1q42-q43

NOS3 (Glu 298 Asp) 7q36

F2 (G20210A) 11p11-q12
Beberapa teori telah
dikemukakan untuk menjelaskan etiologi hipertensi pada kehamilan terutama yang
menjelaskan mengenai preeklamsia-eklamsia, diantaranya (4,5,6):

1. Implantasi plasenta dengan invasi tropoblas yang inkomplet.

2. Maladaptif imunologis antara ibu, plasenta dan fetus.

3. Faktor genetik yang terdiri dari gen-gen yang diturunkan

Faktor Predisposisi preeklamsi

Penyebab penyakit ini sampai sekarang belum bisa diketahui secara pasti. Namun banyak
teori yang telah dikemukakan tentang terjadinya hipertensi dalam kehamilan tetapi tidak ada
satupun teori tersebut yang dianggap benar - benar mutlak.

Beberapa faktor resiko ibu terjadinya preeklamsi:

10
1)Paritas

Kira-kira 85% preeklamsi terjadi pada kehamilan pertama. Paritas 2-3 merupakan paritas
paling aman ditinjau dari kejadian preeklamsi dan risiko meningkat lagi pada
grandemultigravida (Bobak,2005).

Selain itu primitua, lama perkawinan 4 tahun juga dapat berisiko tinggi timbul preeklamsi
(Rochjati, 2003)

2)Usia

Usia aman untuk kehamilan dan persalinan adalah 23-35 tahun. Kematian maternal pada
wanita hamil dan bersalin pada usia dibawah 20 tahun dan setelah usia 35 tahun meningkat,
karena wanita yang memiliki usia kurang dari 20 tahun dan lebih dari 35 tahun di anggap
lebih rentan terhadap terjadinya preeklamsi (Cunningham,2006). Selain itu ibu hamil yang
berusia 35 tahun telah terjadi perubahan pada jaringan alat-alat kandungan dan jalan lahir
tidak lentur lagi sehingga lebih berisiko untuk terjadi preeklamsi (Rochjati, 2003).

3)Riwayat hipertensi

Riwayat hipertensi adalah ibu yang pernah mengalami hipertensi sebelum hamil atau sebelum
umur kehamilan 20 minggu. Ibu yang mempunyai riwayat hipertensi berisiko lebih besar
mengalami preeklamsi, serta meningkatkan morbiditas dan mortalitas maternal dan neonatal
lebih tinggi.

Diagnosa preeklamsi ditegakkan berdasarkan peningkatan tekanan darah yang disertai


dengan proteinuria atau edema anasarka (Cunningham,2006)

4)Sosial ekonomi

Beberapa penelitian menyimpulkan bahwa wanita yang sosial ekonominya lebih maju jarang
terjangkit penyakit preeklamsi. Secara umum, preeklamsi/eklamsi dapat dicegah dengan
asuhan pranatal yang baik. Namun pada kalangan ekonomi yang masih rendah dan
pengetahuan yang kurang seperti di negara berkembang seperti Indonesia insiden
preeklamsi/eklamsi masih sering terjadi (Cunningham,2006)

5)Hiperplasentosis /kelainan trofoblast

Hiperplasentosis/kelainan trofoblas juga dianggap sebagai faktor predisposisi terjadinya


preeklamsi, karena trofoblas yang berlebihan dapat menurunkan perfusi uteroplasenta yang
selanjutnya mempengaruhi aktivasi endotel yang dapat mengakibatkan terjadinya
vasospasme, dan vasospasme adalah dasar patofisiologi preeklamsi/eklamsi. Hiperplasentosis
tersebut misalnya:kehamilan multiple, diabetes melitus, bayi besar, 70% terjadi pada kasus
molahidatidosa (Prawirohardjo,2008; Cunningham, 2006).

6)Genetik

11
Genotip ibu lebih menentukan terjadinya hipertensi dalam kehamilan secara familial jika
dibandingkan dengan genotip janin. Telah terbukti pada ibu yang mengalami preeklamsi 26%
anak perempuannya akan mengalami preeklamsi pula, sedangkan 8% anak menantunya
mengalami preeklamsi . Karena biasanya kelainan genetik juga dapat mempengaruhi
penurunan perfusi uteroplasenta yang selanjutnya mempengaruhi aktivasi endotel yang dapat
menyebabkan terjadinya vasospasme yang merupakan dasar patofisiologi terjadinya
preeklamsi/eklamsi (Wiknjosastro,2008; Cunningham, 2008).

7)Obesitas

Obesitas adalah adanya penimbunan lemak yang berlebihan di dalam tubuh. Obesitas
merupakan masalah gizi karena kelebihan kalori, biasanya disertai kelebihan lemak dan
protein hewani, kelebihan gula dan garam yang kelak bisa merupakan faktor risiko terjadinya
berbagai jenis penyakit degeneratif, seperti diabetes melitus, hipertensi, penyakit jantung
koroner, reumatik dan berbagai jenis keganasan (kanker) dan gangguan kesehatan lain.

Hubungan antara berat badanibu dengan risiko preeklamsia bersifat progresif, meningkat dari
4,3% untuk wanita dengan indeks massa tubuh kurang dari 19,8 kg/m2 terjadi peningkatan
menjadi 13,3 % untuk mereka yang indeksnya 35 kg/m2 (Cunningham,2006; Mansjoer,
2008)

Manifestasi Klinis

Manifestasi Klinis pada Hipertensi Gestasional sangat beragam, dianatarnya:


Hipertensi
Proteinuria
IUGR (Intrauterin Growth Retardation)
Gejala gejala subjektif
oSakit kepala
oGangguan visual
oNyeri perut
oOliguria
odll

Patogensis dan Patofisiologi

Redman et al menjelaskan bahwa hipertensi pada kehamilan merupakan penyulit kehamilan


yang terjadi melalui proses dua tahap:
Kegagalan remodeling vascular oleh jaringan trophoblast
Manifestasi klinis yang diakibatkan oleh kegagalan proses remodeling vascular

Redman et al menjelaskan bahwa hipertensi pada kehamilan merupakan penyulit kehamilan


yang terjadi melalui proses dua tahap:

Kegagalan remodeling vascular oleh jaringan trophoblast


12
Manifestasi klinis yang diakibatkan oleh kegagalan proses remodeling vascular

Faktor Hambatan Faktor Genetik:


Immunologis implantasi
tropoblas MTHFR (C677T)F5
1. Penurunan (Gen Leiden)AGT
HLA-G Stadium I : (M235T)NOS3 (Glu
Implantasi
2. Aktivasi Sel Th- 298 Asp)F2
tropoblas
1 Sitokin (G20210A)ACE
inkomplet
Kegagalan (I/DatatIntron 16)
3. Aktivasi Sel Th- remodeling arteri
2 Aktivasi spiralis
sel B Sistem Arteri spiralis
berdiameter kecil Aterosis:
imun humoral
dan resistensi
Timbunan lipid dan sel
vaskular yang
foam di jaringan sub
besar
endotel
Keadaan hipoperfusi
sirkulasi uteroplasenter Mempersempit lumen
vaskular

Stadium II: Sindroma


klinis Kerusakan
Kerusakan endotel Endotel
glomerulus
Peningkatan respon Permeabilitas
terhadap vasopressor glomerulus
meingkat
Intrauterin Hipertensi Proteinuria
Growth
Retardation
(IUGR) Preeklamsia-
eklampsia
Gambar 3. Patogenesis Preeklampsia-Eklampsia

Perubahan pada sistem dan organ pada preeklamsi menurut Prawirohardjo 2008 adalah:

a)Perubahan kardiovaskular

Penderita preeklamsi sering mengalami gangguan fungsi kardiovaskular yang


parah,gangguan tersebut pada dasarnya berkaitan dengan afterload jantung akibat hipertensi
(Cunningham,2006).

b)Ginjal Terjadi perubahan fungsi ginjal disebabkan karena menurunnya aliran darah ke
ginjal akibat hipovolemi,kerusakan sel glomerulus mengakibatkan meningkatnya
permebelitas membran basalis sehingga terjadi kebocoran dan mengakibatkan proteinuria.
Gagal ginjal akut akibat nekrosis tubulus ginjal. Kerusakan jaringan ginjal akibat vasospasme

13
pembuluh darah dapat diatasi dengan pemberian dopamin agar terjadi vaso dilatasi pada
pembuluh darah ginjal.

c)Viskositas darah

Vaskositas darah meningkatpada preeklamsi, hal ini mengakibatkan meningkatnya resistensi


periferan menurunnya aliran darah ke organ.

d)Hematokrit

Hematokrit pada penderita preeklamsi meningkat karena hipovolemia yang menggambarkan


eratnya pre eklamsi.

e)Edema

Edema terjadi karena kerusakan sel endotel kapilar. Edema yang patologi bila terjadi pada
kaki tangan/seluruh tubuh disertai dengan kenaikan berat badan yang cepat.

f)Hepar

Terjadi perubahan pada hepar akibat vasospasme, iskemia, dan perdarahan. Perdarahan pada
sel periportal lobus perifer, akan terjadi nekrosis sel hepar dan peningkatan enzim hepar.

Perdarahan

ini bisa meluas yang disebut subkapsular hematoma dan inilah yang menimbulkan nyeri pada
daerah epigastrium dan dapat menimbulkan ruptur hepar.

g)Neurologik

Perubahan neurologik dapat berupa, nyeri kepala di sebabkan hiperfusi otak. Akibat spasme
arteri retina dan edema retina dapat terjadi ganguan visus.

h)Paru

Penderita preeklamsi berat mempunyai resiko terjadinya edema paru. Edema paru dapat
disebabkan oleh payah jantung kiri, kerusakan sel endotel pada pembuluh darah kapilar paru,
dan menurunnya deuresis.

Diagnosis dan Diagnosis Banding

Gestational Hypertension

TD 140/90 mmHg atau lebih terjadi pertama kali pada saat hamil, dan kembali normal 12
minggu post partum.

Proteinuria (-)

Preeclampsia

TD 140/90 mmHg atau lebih


14
Proteinuria +1 (Dipstick) atau >300 mg/24 jam, > 20 minggu gestasi

Rasio Protein:Kreatinin >0.3

PER

oTD 140/90 mmHg 160/110 mmHg

oProteinuria +2

oKreatinin Serum Normal

PEB

oTD >160/110 mmHg

oProteinuria +3

oSakit Kepala

oGangguan visual

oNyeri abdomen

oOliguria

oKreatinin Srum Meningkat

oTrombositopenia

oSerum transaminase meningkat

oPertumbuhan fetus terhambat

oEdema Pulmonalis

Eclampsia

Kejang wanita gravida tanpa etiologi lain selain preeclampsia/eclampsia

Kejang generalisata

Sebelum, ketika, dan setelah persalinan

Superimposed Eclampsia

Hipertensi kronik karena kelainan organ

Dapat diserta preeclampsia saat kehamilan


15
Chronic Hypertension

Penatalaksanaan

Tujuan utama terapi:

Mencegah kejang

Perdarahan intrakaranial

Mencegah gangguan fungsi organ vital

Melahirkan bayi sehat

Ambulatoir

PER

Ambulatoir (Rawat Jalan)

Banyak istirahat

Tidak harus tirah baring total

Tirah baring diusahakan dengan posisi miring

Perbaiaki/pertahankan diet sehat

Observasi/pantau uji laboratorium

PEB

Aktif

o Ibu; kehamilan > 37 minggu, adanya gejala impending eclampsia

o Janin; adanya tanda gawat janin, PJT

o Laboratorium: HELLP Syndrome

Konservatif

o Indikasi: Kehamilan preterm, tanpa gejala impending eclampsia, keadaan janin baik

o Medisinal:

MgSO4 IM (Dihentika apabila ada tanda-tanda PER)

Awal 2 gr, 40% IV. 4 gr, 8-%

Maintenance: 4 gr 40% IM, selama 6 jam

16
MgSO4 dihentikan dalam 24 jam setelah bayi lahir

Syarat

o Harus tersedia antidotum

o Refleks Patella (+)

o Frekuensi pernafasan >16x/menit

o Produksi Urine > 30 cc dalam 1 jam sebelumnya (0.5 cc/kgBB/jam)

Antihipertensi

Hiralazin

Nifedipin 10 mg (3-4x)

Lain lain:

Diuretikum, diberikan apabila terdapat edema pulmona, payah jantung kongestif

Kardiotonika, diberikan bila ada payah jantung

Obat antipiretik, bila demam

Antibiotika, bila ada tanda-tanda infeksi

Antinyeri, bila penderita gelisah karena kesakitan

o Obstetrik: CTG, NST, dan USG

o Terminasi kehamilan

o Ringer laktat IV

Pencegahan

Intervensi Farmakologis
Obat antihipertensi
Teofilin
Dipiridamol
Asam Asetilsalisilat
Heparin
Alpha-Tokoferol (Vitamin E)
Diuretikum

Pencegahan preeklamsi

17
Pencegahan preeklamsi ini dilakukan dalam upaya untuk mencegah terjadinya preeklamsi
pada perempuan hamil yang memiliki resiko terjadinya preeklamsi. Menurut Prawirohardjo
2008 pencegahan dapat dilakukan dengan 2 cara yaitu:

a)Pencegahan non medikal

Yaitu pencegahan dengan tidak memberikan obat, cara yang paling sederhana yaitu dengan
tirah baring. Kemudian diet, ditambah suplemen yang mengandung:

a) minyak ikan yang kaya akan asam lemak tidak jenuh misal: omega-3 PUFA,

b) antioksidan: vitamin C, vitamin E,dll.c) elemen logam berat: zinc, magnesium,kalium.

b)Pencegahan dengan medical

Pemberian deuretik tidak terbukti mencegah terjadinya hipertensi bahkan memperberat


terjadinya hipovolumia. Pemberian kalsium: 1.500-2.000mg/hari, selain itu dapat pula
diberikan zinc 200 mg/hari, magnesium 365 mg/hari. Obat trombotik yang dianggap dapat
mencegah preeklampsi adalah aspirin dosis rendah rata - rata <100mg/hari atau dipiridamole
dan dapat juga diberikan obat antioksidan misalnya vitamin C, Vitamin E.

Tatalaksana

Penatalaksanaan Hipertensi Pada Kehamilan

Secara umum tujuan tata laksana HDK dengan atau tanpa proteinuria adalah sama, yaitu
untuk melindungi ibu dari berbagai komplikasi termasuk kardiovaskuler dan melanjutkan
kehamilannya sampai persalinan yang aman. Tata laksana ini meliputi pengelolaan secara
umum dan khusus baik konservatif maupun dengan terminasi kehamilan . Pembahasan tata
laksana disini akan lebih menekankan masalah tekanan darah, tentunya dengan mengetahui
bahwa meningkatnya tekanan darah bukanlah satu-satunya masalah yang dihadapai pada
HDK.

A. Tata Laksana Umum

Diagnosis dini berdasar riwayat penyakit dan pemeriksaan fisik yang cermat,pengamatan
medis yang ketat , persalinan yang tepat waktunya menjadi yang penting pada pengelolaan
HDK Umumnya pemeriksaan yang perlu dilakukan adalah hitung darah tepi lengkap,
trombosit, elektrolit serum, asam urat, fungsi ginjal dan hati, hemotokrit dan penilaian dengan
ultrasonografi , ECG,dan foto Thoraks. Sekali diagnosis dibuat pengelolaan berikutnya harus
berdasarkan pada evaluasi awal dari ibu dan janin, keputusan kemudian dibuat dengan perlu
tidaknya masuk rumah sakit, penanganan yang diharapkan atau persalinan dengan
memperhitungkan faktor-faktor beratnya proses penyakit, keadaan ibu dan janin serta
lamanya kehamilan.

Semua wanita hamil dengan atau tanpa hipertensi harus dianjurkan melakukan latihan
isotonik, cukup istirahat, meniadakan konsumsi garam berlebihan menghindari kafein,
merokok, alkohol dan diet dengan makanan yang sehat dan seimbang.
18
1. Indikasi Rawat Jalan

Dilakukan pada wanita hamil dengan risiko tinggi untuk berkembang menjadi HDK, kondisi
ini termasuk tekanan darah yang tidak stabil, kenaikan berat badan > 2 kg/minggu, edema
pada muka dan jari. Penderita diharuskan melakukan pemeriksaan setiap minggu dengan
pemantauan terhadap tekanan darah , gejala klinis, laboratorium ( trombosit, protein, asam
urat) dan bila perlu pemeriksaan USG. Dalam kondisi ini dianjurkan untuk membatasi
aktivitas di rumah dan tirah baring.

2. Indikasi Masuk Rumah SakitDianjurkan untuk perawatan dirumah sakit jika pada
kehamilan didapatkan hal-hal sebagai berikut :

Tekanan darah sistolik > 140 mmHg dan atau diastolik > 90 mmHg, dengan gejala klinis
proteinuria, trombosit < 100.000, USG menunjukkan aligohidroamunian atau gerakan janin
yang in adequat. Setelah masuk rumah sakit dibuat keputusan apakah dilakukan terapi
konservatif atau mengakhiri kehamilan.

3. Indikasi Konservatif di rumah Sakit

Terapi konservatif dilakukan bila :

Tekanan darah terkontrol ( sistolik < 140 mmHg, diastolik 90 mmHg, proteinuria < +2 ( 1
gr/hari), trombosit > 100.000 , keadaan janin baik (USG, Stress test)

Faktor yang sangat menentukan terapi konservatif adalah umur kehamilan. Jika HDK
disertai proteinuria berat dan kehamilan > 36 minggu maka terminasi kehamilan perlu
dilakukan. Apabila kehamilan < 36 minggu, maka dilakukan terapi konservatif jika : tekanan
darah stabil < 150mmHg dan diastolik < 95 mmHg, proteinuria <+2, keadaan janin dan
ketuban normal, trombosit > 100.000

4. Indikasi Terminasi Kehamilan

Bila selama terapi konservatif, ditemukan hal-hal dibawah ini maka dilakukan terminasi
kehamilan.

Dari Sudut Ibu

- Sakit kepala hebat, gangguan penglihatan

- Tekanan darah sistolik > 170 mmHg dan atau diastolik > 110 mmHg

- Oliguria < 400 ml/ 24 jam

- Fungsi ginjal dan hepar memburuk

- Nyeri epigartium berat, mual, muntah

- Suspek abruptio placenta

- Edema paru dan sianosis


19
- Kejang dan tanda-tanda perdarahan intracerebral pada eklampsia

Dari Sudut Janin

- Pergerakan janin menurun

- Olygohidro amnion

B. Pengobatan Medikamentosa

Keuntungan pemakaian obat-obatan bagi ibu dengan HDK tidak


dipertanyakan lagi. Dari sudut kepentingan janin banyak pertanyaan yang tidak terjawab
secara percobaan klinik. Walaupun diakui bahwa dengan penurunan tekanan darah akan
mencegah dan menurunkan angka morbiditas dan mortalitas ibu dan janin serta komplikasi
kardiovaskuler, namun pilihan obat yang optimal masih harus ditentukan.

Kapan wanita dengan HDK menggunakan obat-obat hipertensi masih ada


perbedaan pendapat, namun tujuan dalam menurunkan tekanan darah telah disepakati
dianggap optimal bila sistolik < 140 mmHg dan diastolik < 90 mmHg

Ada beberapa konsensus kapan kita menggunakan obat anti hipertensi pada
HDK antara lain

A. Segera

Bila tekanan darah sistolik > 169 mmHg dan diastolik > 109 mmHg dengan gejala klinis.

B. Setelah observasi 1-2 jam

Bila tekanan darah sistolik > 169 mmHg dan atau diastolik > 109 mmHg tanpa gejala klinis.

C. Setelah observasi 24-48 jam

- Bila tekanan darah sistolik > 139 mmHg dan atau diastolik > 89 mmHg sebelum
kehamilan 28 minggu tanpa proteinuria

- Bila tekanan darah sistolik > 139 mmHg dan atau diatolik > 89 mmHg pada wanita
hamil dengan :

Gejala klinis

Proteinuria

Disertai penyakit lain ( kardiovaskular, ginjal)

Super imposed hipertension

- Bila tekanan darah sistolik > 149 mmHg dan atau diastolik > 94 mmHg

Dalam konsensus yang lain.(dikutip dari )

20
- Bila tekanan sistolik > 160-180 mmHg

- Bila tekanan diastolik > 100-110 mmHg

- Terapi farmakologis bertujuan mempertahankan tekanan sistolik 140-160 mmHg dan


diastolik 90-100 mmHg atau tekanan arteri rata-rata (TAR) < 125 mmHg, tidak lebih rendah
dari 105 mmHg.

- Penurunan tekanan darah mendadak dibawah 140/80 mmHg harus dihindarkan.

Pada HDK dalam kondisi Non severe hypertention di rekomendasikan

A. Tujuan Terapi tekanan diastolik 80-90 mmHg

B. Pilihan pertama adalah :

Methyldopa

Diberikan dalam dosis peroral 2-3 kali 250 mg, hingga mencapai tekanan darah optimal

C. Pilihan kedua adalah :

1. Labetalol

Dosis awal peroral 2 x 100 mg 1 hari, dosis dapat dinaikkan setiap minggu tergantung respon.
Dosis pemulihan 200-400 mg 2 x sehari

2. Nifedipine

Dosis awal 10 mg 2 x sehari, dosis pemeliharaan 10-20 mg dua kali sehari

D. Keadaan khusus ( kardiovaskuler, gagal ginjal)

- Diuretik

E. Obat dihindari :

- ACE Inhibitor

- Angiotensin II reseptor antagonist

Pengelolaan pada HDK dengan Acute Severe Hypertension

A. Antihipertensi

1. Kalsium Antagonis ( Nifedipine oral )

- Dosis awal 5-10 mg tiga kali/ hari

- Keadaan akut dimulai dengan dosis 10 mg dapat diulang 30-60 menit

21
- Bila perlu dapat diberikan tiap 4 jam dengan dosis maksimal 120 mg/ hari

- Efek akan tampak 10-15 menit dengan efek puncak 4-5 jam

- Efek samping biasanya : takikardi, sakit kepala , flushing.

- Dosis lebih rendah dipertimbangkan bila digunakan bersamaan dengan MgSO4

2. Hydralazine

- Intravena, dosis diawali 5 mg. Intramuskuler 10 mg dengan dosis maksimal 20 mg IV


atau 30 mg IM

- Dapat diulang 15-30 menit bila perlu

3. Labetolol

- Intravena dimulai 10-20 mg

- Dapat diulang 15-20 menit

- Dosis maksimal 200-400 mg

- Kontra indikasi : AV block, ashma bronchiale

4. Sodium Nitroprusside

- Intravena, infus dosis dimulai dengan 0,25 ug / kg BB / menit

- Dosis maksimal 5 ug / kg BB / menit

B. Anti Konvulsan

Wanita dengan pre eklampsia atau eklampsia mempunyai risiko untuk kejang. Para
penulis di Amerika Serikat telah menganjurkan bahwa Magnesium Sulfat (MgSO4) dapat
diberikan profilaksis. Sebaliknya para penulis di negara lain memutuskan bahwa pencegahan
yang adequat adalah menurunkan tekanan darah. Lebih jauh hasil penelitian dengan skala
besar akhir-akhir ini MgSO4 lebih superior dibanding phenitoin dan diazepam untuk
pencegahan dan terapi kejang yang berulang pada wanita dengan eklampsia

Dosis MgSO4 yang digunakan adalah dosis awal 4 gr iv selama 3-20 menit, disusul 1 gr IM
terbagi pada bokong kanan dan kiri, disusul dosis ulangan 5 gram IM tiap 6 jam hingga 24
jam pasca persalianan atau 24 jam bebas kejang.

LI 2. Memahami dan Menjelaskan Komplikasi Kehamilan

A. Solusio Plasenta (Abrupsio Plasenta)

Definisi

22
Solusio plasenta adalah suatu keadaan terlepasnya sebagian atau seluruh permukaan maternal
plasenta dari tempat implantasinya yang normal pada lapisan desidua endometrium sebelum
waktunya yakni sebelum anak lahir.

Klasifikasi

1. Berdasarkan rupturnya plasenta

a. Ruptura sinus marginalis (pada pinggirnya saja)

b. Solutio plasenta parsialis (lebih luas)

c. Solusio plasenta totalis (seluruh permukaan maternal plasenta terlepas)

2. Berdasarkan pengeluaran darah

a. Revealed hemorrage

Perdarahan akan merembes antara plasenta dan miometrium untuk seterusnya


menyelinap di bawah selaput ketuban lalu akhirnya memperoleh jalan ke kanalis
servikalis. Jika perdarahan tersebut keluar melalui vagina revealed hemorrhage

b. Concealed hemorrage (perdarahan tidak keluar sampai ke vagina)

Hal ini disebabkan karena :

- Bagian kepala janin melekat erat terhadap segmen bawah rahim

- Perdarahan masuk ke dalam selaput ketuban setelah ketuban pecah

- Selaput ketuban masih melekat pada dinding rahim

3. Berdasarkan beratnya gejala klinis

a. Solusio plasenta ringan

- Luas plasenta yang terlepas: < 25%

- Jumlah darah yang keluar: < 250 ml

- Warna darah kehitaman

- Komplikasi terhadap ibu dan janin belum ada

b. Solusio plasenta sedang

- Luas plasenta yang terlepas : 25 49 %.

- Jumlah darah yang keluar: 250 <1.000 ml

- Umumnya pertumpahan darah terjadi ke luar dan ke dalam bersama-sama.


23
- Gejala-gejala jelas: rasa nyeri pada perut yang terus menerus, denyut jantung janin
menjadi cepat, hipotensi dan takikardia

c. Solusio plasenta berat

- Luas plasenta yang terlepas: > 50%

- Jumlah darah yang keluar: 1.000 ml atau lebih.

- Gejala-gejala jelas: keadaan umum penderita buruk dan mengalami syok, hampir pada
seluruh kasus janin sudah meninggal.

- Komplikasi: koagulopati dan gagal ginjal yang ditandai pada oliguria biasanya telah
ada

Faktor resiko

1. Usia wanira saat hamil (umur 35 tahun dan < 20 tahun)

2. Pre-eklamsia

3. Hipertensi kronis (penyebab utama abrupsio plasenta 44% kasus)

4. Rupturnya membran secara imatur

5. Kehamilan multipara

6. Berat lahir rendah

7. Hidramnion

8. Merokok

9. Thrombofilia (gangguan pembekuan darah)

10. Penggunaan kokain terdapat peningkatan katekolamin dan hipertensi spasme


pembuluh darah

11. Riwayat solusio plasenta sebelumnya

12. Leiomioma uteri terutama jika lokasinya di belakang tempat implantasi plasenta

13. Trauma

Epidemiologi

- Merupakan perdarahan antepartum yang menyebabkan kematian janin dan ibu,


prevalensinya 6%.

- Solutio plasenta lebih berbahaya dibandingkan plasenta previa karena menyebabkan


perdarahan yang lebih banyak.
24
- Solutio plasenta terjadi pada 1% kehamilan diseluruh dunia.

Penyebab terjadinya solusio plasenta adalah adanya perdarahan ke dalam decidua basalis.
Selain itu, dapat terjadi karena adanya spasme pembuluh darah sehingga bagian distal
pembuluh darah tidak mendapat perdarahan sehingga pembuluh darah rapuh dan mudah
pecah. Peningkatan tekanan darah ibu membuat pembuluh darah yang sudah rapuh tidak
dapat mengkompensasi tekanan darah tersebut sehingga akhirnya terjadi pelepasan plasenta
dari tempat implantasinya. Trauma, yang dapat terjadi akibat pergerakan janin yang terlalu
hebat ataupun dari faktor ibu (tidak sengaja terjatuh atau terbentur) juga dapat mengakibatkan
solusio plasenta.

Patofisiologi

Perdarahan pada desidua basalis (salah satunya dapat terjadi karena rupturnya desidua arteri
spiralis) desidua basalis terlepas lama kelamaan terbentuk hematoma pelepasan
lebih luas, kompresi, dan kerusakan bagian plasenta

Lama kelamaan perdarahan tidak bisa berhenti karena uterus tidak mampu berkontraksi untuk
menjepit PD arteri spiralis untuk hentikan perdarahan, kadang perdarahan akan terperangkap
dalam uterus (concealed hemorrhage) Hematom retroplasenta bertambah besar
menyebabkan plasenta terlepas seluruhnya, sebagian akan menyelundup di bawah selaput
ketuban keluar dari vagina/menembus selaput ketuban masuk ke dalam kantong
ketuban/mengadakan ekstravasasi di antara serabut otot uterus bila ektravasasi hebat
maka seluruh permukaan uterus akan berbercak ungu atau biru dan terasa sangat tegang serta
nyeri (uterus couvelaire)

Kerusakan jaringan miometrium dan hematoma retroplasenta akibatkan lepasnya


tromboplastin (mengubah protombin menjadi trombin) Trombin (mengubah fibrinogen
menjadi fibrin) pembekuan darah yang luas persediaan fibrinogen terkuras, kemudian
terbentuk plasmin untuk fibrinolisis yang menghancurkan bekuan darah yang terbentuk untuk
pertahankan sirkulasi mikro terjadi koagulopati konsumtif (aktivasi patologis dari
mekanisme pembekuan darah)

Nasib janin tergantung dari luasnya plasenta yang lepas. Apabila sebagian besar atau
seluruhnya terlepas, anoksia akan mengakibatkan kematian janin. Apabila sebagian kecil
yang lepas, mungkin tidak berpengaruh sama sekali atau mengakibatkan gawat janin.

Manifestasi Klinis

Gejala umum:

- perdarahan vagina

- nyeri abdomen/nyeri punggung dan uterus

- fetal distress (kondisi abnormal dari janin , biasanya ditemukan pada kehamilan dan
ditandai dengan denyut jantung yang abnormal)

25
- kontraksi uterus yang abnormal (cth: hipertonik)

- kelahiran prematur yang idiopatik

- kematian janin

1. Solusio plasenta ringan

- Hematom berukuran beberapa sentimeter

- Rasa nyeri pada perut masih ringan dan darah yang keluar masih sedikit

- Darah yang keluar bewarna merah.

- TTV dan KU ibu janin baik.

- Kadar fibrinogen darah normal (200-400 mg/dL)

2. Solusio Plasenta Sedang

- Rasa nyeri pada perut yang terus menerus

- Denyut jantung janin gawat janin

- Perdarahan yang tampak keluar lebih banyak

- Gejala : takikardia, hipotensi, kulit dingin, dan keringatan, oliguria, kadar fibrinogen
berkurang antara 150-250 mg/dL

- Koagulopati dan gangguan fungsi ginjal.

- Janin mulai sulit dipalpasi

- Perdarahan pervaginam jelas dan bewarna kehitaman

- Keadaan janin dengan kardiotokografi bisa jadi telah ada deselarasi lambat

3. Solusio Plasenta Berat

- Perut sangat nyeri dan tegang serta keras seperti papan (defense muscular)

- Perdarahan yang berwarna hitam.

- Fundus uteri lebih tinggi penumpukan darah di dalam rahim(concealed


hemorrhage)

- Inspeksi : perut kelihatan membulat dan kulit diatasnya kencang dan berkilat.

- Auskultasi DJJ tidak terdengar.

- Keadaan umum : Syok, hipofibrinogenemia, oligouria

26
- Kadar fibrinogen darah rendah yaitu kurang dari 150 mg/dL dan telah ada
trombositopenia.

Diagnosis Banding

- Plasenta previa painless uterine bleeding, klo solusio plasenta painful uterine
bleeding

Diagnosis

1. Pemeriksaan fisik

Tidak boleh melakukan pemeriksaan digital pada pasien dengan perdarahan vagina tanpa
mengetahui lokasi plasenta. Sebelum pemeriksaan pada pelvis dilakukan, pemeriksaan USG
harus dilakukan dahulu untuk mengeksklusi plasenta previa (jika dilakukan pemeriksaan pada
pelvis maka dapat terjadi perdarahan)

- melihat kontraksi uterus abrupsio semakin melebar maka dapat terjadi hipertonus uterus

- terdapat tanda syok hipovolemik, dengan maupun tanpa perdarahan vagina (karena mungkin
terjadi concealed haemorrhage). Pada kondisi hipovolemik, tekanan darah menurun seiring
dengan meningkatnya denyut jantung, ada penurunan jumlah urin, ada penurunan
kewaspadaan

- tinggi fundus uteri dapat meningkat karena ada hematoma intrauteri yang semakin meluas

2. Pemeriksaan laboratorium

- Penurunan kadar fibrinogen menunjukkan adanya koagulopati (< 200 mg/dL). Tujuannya
adalah untuk menjaga kadar fibrinogen diatas 100 mg/dL. Dapat diberikan fresh frozen
plasma atau cryoprecipitate

3. Pemeriksaan penunjang

USG dilakukan untuk mengetahui letak plasenta, kelainan letak, dan untuk membedakan
dengan plasenta previa (ditemukan retroplacental clot sehingga ada gambaran hiperechoic
menjadi isoechoic pada fase akut lalu menjadi hipoechoic dalam jangka waktu seminggu)

Pada pemeriksaan dengan Doppler, tidak terdapat peredaran darah yang aktif pada
sirkulasi uteroplasenta.

Pemeriksaan denyut jantung janin terdapat penurunan denyut jantung sampai lama
kelamaan hilang jika janin sudah mati (denyut jantung normal: 120-160 denyut/menit, dapat
bervariasi 5-25 denyut)

Tatalaksana

- Koreksi hipovolemia, anemia, dan hipoksia

27
- Tokolitik (untuk supresi kelahiran prematur): pada kelahiran prematur dengan suspek
abrupsio namun tidak ada tanda hipoksia janin

- Kelahiran sesar: pada janin yang hidup tetapi mengalami fetal distress (cth: plasenta yang
lepas, perdarahan, hipertonia uteri)

Jika perdarahan setelah proses kelahiran tidak dapat dikontrol, histerektomi dapat dilakukan
untuk menyelamatkan nyawa pasien.

- Kelahiran per vaginam: jika pelepasan plasenta sudah sangat parah sehingga janin sudah
meninggal, biasanya dilakukan kelahiran per vaginam. Dilakukan stimulasi terhadap
myometrium terlebih dahulu dan pemijatan pada uterus sehingga perdarahan dapat
berkurang.

a. Solusio plasenta ringan

- Apabila kehamilannya < 36 minggu, perdarahannya berhenti, perutnya tidak sakit,


uterusnya tidak tegang maka penderita dapat dirawat secara konservatif di rumah sakit
dengan observasi ketat. Umumnya kehamilan diakhiri dengan induksi atau stimulasi partus
pada kasus yang ringan atau janin telah mati.

Perawatan konservatif berupa :

Istirahat

Memberikan hematinik dan spasmolitik unntuk mengatasi anemia

Berikan progestin atau progesterone observasi teliti

Memberikan antibiotik bila ada indikasi

Pemeriksaan USG, Hb, dan hematokrit

Perawatan aktif dilakukan agar janin dapat lahir dengan cepat. Dapat dilakukan ligasi arteri
hipogastrika.

Farmakoterapi:

o Kortikosteroid (betametasone)

o Tocolytic : untuk memperpanjang durasi kehamilan dan meningkatkan BB janin


tanpa membahayakan ibu dan janin

Mg SO4

Terbutalin : untuk mengurangi kontraksi uterus

b. Solusio plasenta sedang dan berat

28
- Apabila perdarahannya berlangsung terus, dan gejala solusio plasenta bertambah
jelas, atau dalam pemantauan USG daerah solusio plasenta bertambah luas, maka
harus dilakukan tindakan segera

- Apabila janin hidup, dilakukan operasi SC dilakukan bila pembukaan serviks belum
lengkap, ketuban pecah dan pemberian oksitosin dalam 2 jam belum ada his.

- Apabila janin mati, ketuban segera dipecahkan untuk mengurangi regangan dinding
uterus disusul dengan pemberian infuse oksitosin 5 IU dalam 500cc Dextrosa 5%
untuk mempercepat persalinan.

Komplikasi

Syok hipovolemik akibat kehilangan banyak darah

Gagal ginjal karena berkurangnya perfusi ke ginjal

Pendarahan postpartum

Darah yang keluar dapat masuk ke myometrium (dapat dilakukan tindakan


histerektomi)

Infeksi

Nekrotik ginjal

Kematian

Resiko rekurensi: 4-12%. Jika pasien mengalami abrupsio plasenta dalam 2 kehamilan
berturut-turut, resiko rekurensi meningkat menjadi 25%

B. Plasenta previa

Definisi

Plasenta previa adalah implantasi abnormal dari plasenta pada segmen bawah rahim sehingga
menutupi seluruh atau sebagian Osteum Uteri Internum yang terjadi pada trimester kedua dan
ketiga pada kehamilan.

Klasifikasi

1. Plasenta previa totalis atau komplit adalah plasenta yang menutupi seluruh ostium
uteri internum (OUI)

29
2. Plasenta previa parsialis adalah plasenta yang menutupi sebagian OUI

3. Plasenta previa marginalis adalah plasenta yang tepinya berada di pinggir OUI

4. Plasenta letak rendah adalah plasenta berada di dekat dengan OUI tapi tidak sampai di
tepi OUI (lebih kurang 2cm dari OUI, jarak yang lebih dari 2cm dianggap plasenta
letak normal)

Gambar 4. Plasenta Previa

Faktor resiko

- Usia ibu >35 tahun

- Multiparitas

- Multifetal gestation

- Interval kehamilan 1 dengan yang lain terlalu pendek

- Riwayat Sectio Caesaria

- Riwayat abortus

- Merokok

- Pengunaan kokain

Epidemiologi

Plasenta previa lebih banyak terjadi pada kehamilan dengan paritas tinggi dan usia diatas 30
tahun, selain itu juga lebih sering terjadi pada kehamilan ganda daripada kehamilan tunggal.
Adanya cacat pada uterus meningkatkan angka kejadian (misalnya pada riwayat Sectio
Caesaria). Di indonesia insidennya lebih kurang 1-7% sampai 2,9%. Di negara maju
insidennya lebih rendah yaitu 1 %.

Patofisiologi

30
Normalnya plasenta menempel pada bagian segmen atas rahim dan menjauhi jalan lahir.
Sedangkan pada plasenta previa disebabkan karena faktor resiko yang telah disebutkan diatas
implantasi plasenta terletak di segmen bawah rahim karena implantasi plasenta membutuhkan
tempat yang baik.

Ketika terjadi perkembangan pada kehamilan, perkembangan uterus bagian atas lebih cepat
dibandingkan segmen bawah sehingga plasenta tidak bisa berkembang dengan baik
disebabkan karena vaskularisasi desisuanya juga buruk menyebabkan plasenta sedikit
mengalami atrofi. Selama perkembangan plasenta ini mengalami penipisan.

Ketika perkembangan masa mendekati persalinan uterus bagian bawah akan membesar dan
serviks mulai mengalami dilatasi. Plasenta yang sudah tipis tadi akan lepas dari tempat
implantasi nya dan menyebabkan perdarahan. Ketika ini terjadi uterus tidak dapat
berkontraksi dengan adekuat untuk menghentikan perdarahan dari pembuluh darah yang
terbuka. Hal ini akan menimbulkan pengeluaran trombin yang merangsang kontraksi uterus
untuk hentikan perdarahan.

Perdarahan akibat plasenta previa totalis akan muncul lebih dulu daripada plasenta previa
parsialis atau marginalis karena robekan akibat dilatasi serviks terjadi lebih dulu terjadi pada
yang totalis. Pada plasenta previa parsialis atau letak rendah, perdarahan baru terjadi pada
waktu mendekati atau mulai persalinan. Plasenta previa ini berimplantasi pada segmen bawah
rahim yang tipis sehingga untuk memperkuat kedudukannya, jaringan trofoblas akan
menginvasi miometrium, perimetrium, atau melebihinya. Keadaan ini merupakan komplikasi
dari plasenta previa.

Gambaran klinik

- Yang khas: painless bleeding, biasanya muncul pada akhir trimester kedua atau
setelahnya (kira-kira 27-32 minggu masa gestasi)

- Perdarahan pertama kali tidak banyak, lalu berhenti secara spontan, dan berdarah lagi
kemudian

Perdarahan ini berhenti spontan namun akan muncul lagi ketika mendekati persalinan

- Warna perdarahannya merah segar

- Perdarahan biasa terjadi berulang dan bertambah banyak setiap kali perdarahan (tetapi
bisa sedikit sehingga mirip solutio plasenta)

- Timbulnya anemia

- His biasanya bisa bersamaan atau tidak muncul dengan perdarahannya

Diagnosis Banding: Abrupsio plasenta

31
Diagnosis

1. Anamnesis

Menanyakan ciri khas perdarahan

2. Pemeriksaan Fisik

Terdapat kelainan letak, ibu mengalami hipotensi, takikardia, uterus tidak mengalami
nyeri

Kemungkinan adanya plasenta previa tidak dapat dieliminasi kecuali telah dilakukan
pemeriksaan sonografi. Diagnosis tidak dapat ditegakkan hanya dengan gejala klinis
kecuali jika jari dimasukkan ke cervix dan plasenta dapat diraba.

Namun pemeriksaan digital pada serviks tidak boleh dilakukan kecuali wanita sudah
berada di dalam ruang operasi dan siap untuk dilakukan persalinan secara sesar
karena dapat memicu perdarahan.

VT (Vaginal Toucher): Untuk melihat adanya plasenta previa sekaligus jenisnya


(tetapi tidak boleh dilakukan kecuali di ruang operasi dan siap untuk proses
kelahiran sesar

Cek tonus uterus dan DJJ

3. Pemeriksaan Penunjang

Transabdominal ultrasonografi : paling cepat, simpel, dan akurat, dilakukan dalam


keadaan kandung kemih kosong

Transvaginal ultrasonografi : Untuk mendeteksi keadaan ostium uteri internum,


pemeriksaan dengan alat ini harus dilakukan lebih hati-hati karena bisa
menimbulkan risiko perdarahan yang lebih hebat.

Transperineal sonografi : Untuk mendeteksi ostium uteri internum dan segmen


bawah rahim. Merupakan metode alternatif terutama ketika pemasukkan
kanal vagina oleh probe tidak dapat dilakukan

Magnetic Resonance Imaging (MRI) : Lebih tepat untuk plasenta akreta, tetapi tetap
dapat membantu diagnosis

Tatalaksana

1. Konservatif

Dilakukan apabila :

Kehamilan kurang dari 37 minggu

32
Perdarahan tidak ada atau tidak banyak (Hb masih dalam batas normal)

Tindakan :

Istirahat baring dan observasi

Pemeriksaan darah lengkap termasuk Hb

Pemberian transfusi darah

Juga bisa dilakukan pemeriksaan USG

2. Aktif

Dilakukan apabila :

Perdarahan banyak tanpa memandang usia kehamilan

Umur kehamilan 37 minggu atau lebih

Anak sudah meninggal di dalam rahim

Tindakan :

Seksio sesarea

Indikasi :

- Plasenta previa totalis

- Perdarahan banyak tanpa henti

- Presentase abnormal

- Panggul sempit

- Keadaan serviks tidak menguntungkan (belum matang)

- Gawat janin

Persalinan pervaginam

Komplikasi

1. Kematian janin akibat hipoksemia

2. Bayi prematur dan gawat janin

3. Perdarahan yang terlalu banyak sehingga menyebabkan anemia kemudian syok

4. Kematian maternal akibaat perdarahan hebat

33
5. Plasenta akreta : Hal ini diakibatkan karena daerah di segmen bawah rahim
merupakan daerah yang sempit dan mempunyai otot rahim yang tipis sehingga
plasenta dapat menempel erat pada rahim. Akibatnya pada waktu pelepasan plasenta,
dapat terjadi perdarahan yang banyak, bahkan sampai perlu dilakukan histerektomi

Prognosis

Prognosis pada zaman sekarang ini sudah menjadi lebih baik karena adanya
USG dan pemeriksaan yang bisa menentukan diagnosis lebih dini

Kelahiran prematur masih belum dapat dihindarkan (47%)

Mayoritas dari wanita-wanita dengan plasenta previa di negara-negara


berkembang akan melahirkan bayi-bayi yang sehat, dan angka kematian ibu
adalah kurang dari 1%. Di negara-negara yang sedang berkembang dimana
sumber-sumber medis mungkin kekurangan, risiko-risiko untuk ibu dan fetus
mungkin lebih tinggi

PLASENTA PREVIA SOLUTIO PLASENTA

1. Perdarahan tanpa nyeri 1. Perdarahan dengan nyeri


2. Perdarahan berulang 2. Perdarahan tidak berulang
3. Warna perdarahan merah segar 3. Warna perdarahan merah coklat
4. Adanya anemia dan renjatan yang 4. Adanya anemia dan renjatan yang tidak
sesuai dengan keluarnya darah sesuai dengan keluarnya darah
5. Timbulnya perlahan-lahan 5. Timbulnya tiba-tiba
6. Waktu terjadinya saat hamil 6. Waktu terjadinya saat hamil inpartu
7. His biasanya tidak ada 7. His ada
8. Rasa tidak tegang (biasa) saat palpasi 8. Rasa tegang saat palpasi
9. Denyut jantung janin ada 9. Denyut jantung janin biasanya tidak
10. Teraba jaringan plasenta pada periksa ada
dalam vagina 10. Teraba ketuban yang tegang pada
11. Penurunan kepala tidak masuk pintu periksa dalam vagina
atas panggul 11. Penurunan kepala dapat masuk pintu
12. Presentasi mungkin abnormal. atas panggul
12. Tidak berhubungan dengan presentasi
13. Untuk memastikan apakah plasenta
previa lakukan pemeriksaan USG (96- 13. Hilangkan DD Plasenta previa dengan
98%) lakukan USG terlebih dahulu.

C. Vasa previa

Definisi

34
Keadaan dimana pembuluh darah janin berada didalam selaput ketuban dan jalan sampai
ostium uteri internum, kemudian sampai di tali pusat. Perdarahan dapat terjadi apabila selaput
ketuban yang melewati pembukaan serviks sobek atau pecah, yang mengakibatkan vaskular
janin ikut terputus.

Gambar 5. Vasa Previa

Faktor resiko

1. Plasenta biloblata

2. Plasenta suksenturiata

3. Plasenta letak rendah

4. Kehamilan pada fertilisasi in vitro

5. Kehamilan ganda

Epidemiologi

Insidensinya sangat jarang sekitar 1 dari 1000-5000 kehamilan.

Diagnosis

1. USG ketika asuhan ate natal

2. Transvaginal color Doppler USG

3. Pemeriksaan APT atau Kleihauer-Betke untuk memastikan ketika ada perdarahan,


asal darah tersebut dari janin atau ibu.

4. Elektroforesis

Penatalaksanaan

1. Seksio sesaria.

D. Ruptur uteri

35
Definisi

Keadaan robekan pada rahim di mana telah terjadi hubungan langsung antara rongga amnion
dengan rongga peritoneum.

Klasifikasi

Menurut etiologinya:

1. Kerusakan atau anomali uterus sebelum hamil

a. Pembedahan pada miometrium

Seksio sesaria atau histerektomi, miomektomi sampai menembus seluruh ketebalan otot
uterus.

b. Trauma uterus koinsidental

Trauma alat seperi sendok kuret atau sonde pada penanganan abortus, trauma tumpul atau
tajam.

c. Kelainan bawaan

Kehamilan dalam bagian rahim yang tidak berkembang

2. Kerusakan uterus yang terjadi pada kehamilan

a. Sebelum kelahiran anak

i. Pemakaian oksitosin atau prostaglandin

ii. Kontraksi his yang kuat dan terus menerus

iii. Perforasi dengan kateter pengukur tekanan intra uterine

iv. Kehamilan ganda

v. Hiperamnion

b. Dalam periode interpartum

i. Anomali pada janin yang menyebabkan distensi berlebihan pada


segmen bawah rahim.

ii. Tekanan kuat pada uterus dalam persalinan

iii. Kesulitan dalam melakukan manual plasenta

36
c. Cacat rahim yang didapat

i. Plasenta inkreta

ii. Adenomiosis

iii. Retroversion uterus gravidus inkarserata

iv. Neoplasma trofoblas

Penyebab paling umum adalah karena riwayat histerotomi sebelumnya yang menimbulkan
bekas

Epidemiologi

1. Lebih tinggi pada negara berkembang dari pada negara maju

2. Di Indonesia insidensinya berkisar 1 dari 93-294 kehamilan.

Faktor resiko

1. Wanita yang telah mengalami seksio sesaria sebelumnya

2. Persalinan dengan menggunakan prostaglandin atau oksitosin

3. Persalinan yang mengalami grandemultipara (telah melahirkan lebih dari 4 kali)

4. Wanita yang dulu pernah seksio sesaria tapi sekarang mengalami kelahiran spontan

Fisiologi Normal

Pada waktu his kontraksi korpus uteri dinding dan segmen atas rahim akan lebih tebal
volume lumen bagian atas uterus akan mengecil bagian tubuh janin terdorong kearah
bawah rahim segmen bawah rahim akan menjadi lebar dindingnya menipis bagian
terbawah janin terdorong masuk ke pintu atas panggul masuk vagina.

Patofisiologi

Jika bagian bawah janin tidak dapat turun (kepala terlalu besar atau pintu atas panggul ibu
yang sempit) his mengimbangi perluasan segmen bawah rahim ke atas karena volume
korpus yang mengecil physiologic retraction ring meninggi ke arah pusat lingkaran
patologis (ring van band) dinding sangat tipis beresiko untuk sobek pembuluh darah
putus perdarahan

Manifestasi klinis

1. Perdarahan vagina

37
2. Abnormalitas denyut jantung janin yang kemudian dapat menjadi deselerasi,
bradikardia, dan kematian janin

3. Fetal distress

4. Tekanan darah dan Hb turun

5. Syok

6. Penurunan kontraksi uterus

7. Tanda anemis

8. Janin mudah teraba dibawah peritonium ibu

Diagnosis

Untuk mendiagnosis ruptur uteri dibutuhkan waktu yang sangat cepat sebelum terlambat
untuk menyelamatkan janin jadi seringkali metode diagnostik dengan imaging jarang
dilakukan. Diagnosis lebih kepada gejala klinis.

Palpasi :

1. Meraba permukaan rahim dan dinding perut yang licin

2. Meraba sobekan, biasanya pada bagian depan segmen bawah rahim

3. Memegang usus halus atau omentum melalui lubang sobekan

4. Dinding perut ibu dapat ditekan menonjol ke atas.

USG dapat digunakan untuk mendeteksi bekas luka pada uterus setelah dilakukan operasi
sesar.

Tatalaksana

1. Penanganan pada pasien dengan faktor resiko tinggi

2. Histerektomi dan resusitasi

3. Antibiotika untuk mencegah sepsis

4. Pemberian cairan infuse kristaloid

5. Pemberian transfusi darah untuk mengatasi syok hipovolemik

Komplikasi

1. Syok hipovolemik karena perdarahan yang hebat

38
2. Sepsis yang terjadi karena infeksi

3. Kematian

Prognosis

Buruk, karena sejumlah besar janin atau bahkan tidak ada janin yang dapat diselamatkan.
Sebagian wanita pun meninggal akibat perdarahan dan infeksi dari komplikasi ruptureuteri.
Selain itu, tidak data hamil lagi akibat terpaksa harus mengalami histerektomi.

Daftar Pustaka
Saifuddin, A B. 2010. Ilmu Kebidanan Sarwono Prawihardjo Ed 4. Jakarta : PT Bina
Pustaka.
ust

Cunningham, F. G. (2005).Obstetri Williams.Jakarta: EGC. Edisi: 21


Maulidya., Rahardjo E.2002.Sindrom HELLP, Preeklampsia dan Perdarahan Otak. Majalah
kedokteran terapi intensif vol 2 no 1. Hal :45.
http://rsudkapal.badungkab.go.id/?p=538&print=pdf
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/25583/4/Chapter%20II.pdf

39
40

Anda mungkin juga menyukai