Perdarahan Persalinan
Perdarahan Persalinan
Perdarahan Persalinan
Seorang pasien 17 tahun dating ke IGD RSUD dengan hamil ertama dan keluhan nyeri perut
dan perdarahan pervaginam. Pasien mengaku hamil 32 minggu dihitung dari hari pertama
haid terakhirnya <HHpT>. Pasien tidak pernah melakukan antenatal care <ANC>
sebelumnya.
Pasien mengalami kenaikan berat badan sampai 25 kg selama kehamilan ini diikuti edema
tungkai dalam 4 minggu terakhir. Pasien tidak ernah mengkonsumsi suplemen besi atau
vitamin lainnya.
Dan riwayat penyakit keluarga diketahui tidak ada riwayat penyakit ginjal, DM dan hipertensi
di keluarganya.
Dilakukan pemeriksaan fisik dengan hasil ; keadaan umum tampak sakit sedang, tekanan
darah 135/85 mmHg; frekuensi nadi 98 x/menit; frekuensi nafas; 26x/menit;suhu afebris.
Dari status obstetric didapatkan tinggi fundus uteri 42cm; denyut jantung janin I; 166x/menit
dan II; 176x/menit. Dilakukan pemeriksaan insekulo tampak darah berwarna kehitaman
mengalir dari OUI, pembukaan tidak ada.
Selanjutnya dilakukan pemerikasaan penunjang USG dengan hasil; kehamilan ganda letak
sungsang dan hasil pemeriksaan laboratorium urin didapatkan protein +2. Dilakukan
pemeriksaan CTG didapatkan tanda-tanda gawat janin.
1
Step 1
Kata-kata sulit ;
Pertanyaan ;
Jawaban ;
Hipotesis ;
2
Faktor Resiko < Kurang gizi, hamil muda, Multipara, perdarahan pervaginam > Tidak
ANC/Kontrol perdarahan Manifestasi Klinis Pemeriksaan fisik dan laboratorium
CTG Preeklampsia Berat Terminasi Kehamilan
Sasaran Belajar
Step 3
Definisi
4
Hipertensi dalam kehamilan adalah adanya tekanan darah 140/90 mmHg atau lebih setelah
kehamilan 20 minggu pada wanita yang sebelumnya normotensif, atau kenaikan tekanan
sistolik 30 mmHg dan atau tekanan distolik 15 mmHg di atas nilai normal.
Hipertensi dalam kehamilan (HDK), adalah suatu keadaan yang ditemukan sebagai
komplikasi medik pada wanita hamil dan sebagai penyebab morbiditas dan mortalitas pada
ibu dan janin. Komplikasi hipertensi pada kehamilan terjadi kira-kira 5-10% dari semua
kehamilan dan merupakan penyebab terpenting dari tingginya angka kematian pada ibu hamil
termasuk abruptio placenta, intravascular koagulation.(DIC), perdarahan cerebral, gangguan
fungsi hati dan ginjal akut, sedangkan pada janin akan mengakibatkan prematuritas,
gangguan pertumbuhan intra utrine, aspiksia, dan kematian bayi. (1,2,3)
Secara umum HDK dapat didefinisikan sebagai kenaikan tekanan darah sistolik > 140 mmHg
dan atau tekanan darah diastolik > 90 mmHg yang diukur paling kurang 6 jam pada saat yang
berbeda. (1,3 ) Dari beberapa hasil penelitian restropektif tentang hipertensi pada wanita hamil
menunjukkan bahwa terapi anti hipertensi menurunkan insidens stroke dan komplikasi
kardiovaskular pada wanita hamil dengan tekanan darah diastolik diatas 100 mmHg (4).
Sebagai faktor predisposisi untuk timbulnya HDK adalah adanya riwayat keluarga, umur,
primigravida , multigravida, diabetes, penyakit ginjal,dan penyakit kolagen (2,3,5) .
Klasifikasi
1. Hipertensi Gestasional
b. Tanpa proteinuria
2. Preeklampsia
a. Tekanan darah 140/90 atau lebih yang terjadi setelah 20 minggu masa
gestasi.
Proteinuria 300mg/24 jam yang terjadi pada usia gestasi 20 minggu atau lebih pada seorang
wanita penderita hipertensi sejak sebulum hamil.
5. Hipertensi Kronis.
Tekanan darah 140/190 mmHg yang terjadi sejak sebelum hamil atau terdiagnosis sebelum
usia 20 minggu masa gestasi
1. Hipertensi gestasional dan / atau proteinuria yang terjadi selama masa kehamilan,
persalinan dan nifas pada seorang wanita hamil yang sebelumnya normotensif dan tanpa
terjadi proteinuria, terbagi menjadi :
4. Eklampsia
Penjelasan tambahan :
Proteinuria adalah adanya 300 mg protein dalam urin selama 24 jam atau sama
dengan 1+ dipstick.
Perlu dipertimbangkan bila terdapat edema generalisata, atau kenaikan berat badan
>0,57 kg/minggu.
6
Table 1. Derajat preeklampsia ringan dan berat berdasarkan ACOG
Proteinuria 2+ 3+
Etiologi
Pada keadaan normal, arteriol spiral mengalami invasi oleh endovaskular tropoblas, sel sel ini
di ganti oleh endotel vaskular sehingga terbentuk pembuluh darah baru hasil remodeling
dengan karakteristik diameter pembuluh darah lebih besar dan resistensi vaskular yang lebih
kecil, berbeda dengan arteri, vena di invasi hanya sampai bagian permukaan saja. Pada
preeklamsia dapat terjadi invasi tropblastik inkomplet sehingga yang seharusnya terjadi
proses remodeling arteri spiral menjadi pembuluh darah baru dengan diameter yang lebih
besar dengan resistensi vaskular yang lebih rendah tidak terbentuk. (4,7)
7
Gambar 1. Perbedaan proses remodeling arteri spiralis pada kondisi normal dibandingkan
dengan preeklamsia.
A. Implantasi tropoblas pada keadaan normal : pada trimester ke-tiga terjadi implantasi
plasenta yang disertai dengan proliferasi tropoblas ekstravilia, tropoblas tersebut menginvasi
desidua basalis dan menginvasi lebih dalam ke dinding arteriol spiral untuk mengganti
jaringan endotel dan lapisan muskular arteri spiral, proses remodeling ini menghasilkan
pembuluh darah baru yang lebih lebar dan memiliki resistensi vaskular yang lebih rendah.
De Wolf et all melakukan penelitian terhadap vaskular plasenta yang menemukan terjadinya
kerusakan endotel, insudasi konstituen plasenta kedalam pembuluh darah, proliferasi lapisan
muskular pada vaskular, dan nekrosis pada area tertentu, selain itu terjadi deposit lipid pada
sel miosit tunika intima dan invasi oleh sel makrofag yang secara kolektif disebut dengan
(atherosis).(4)
8
Aterosis ditunjukan oleh pembuluh darah pada plasenta (kiri: pemeriksaan dengan mikroskop
cahaya, kanan: diagram skematik). Gangguan endotel mengakibatkan penyempitan lumen
yang diakibatkan oleh akumulasi lipid, dan sel makrofag yang berubah menjadi sel foam (sel
busa). Pada pemeriksaan dengan mikroskop cahaya tampak sel-sel busa yang ditunjukan
panah melengkukung, dan selain itu tampak kerusakan endotel vaskular yang ditunjukan oleh
panah lurus.
Karena gabungan faktor implantasi tropoblas yang tidak sempurna yang mengakibatkan tidak
terjadinya remodeling arteri spiralis dan penyempitan abnormal akibat deposit lipid dan sel
foam maka struktur vaskular akan menjadi sempit dengan resistensi vaskular yang tinggi
sehingga mengakibatkan peningkatan tekanan darah, penurnan perfusi utero-plasenter dan
hambatan pertumbuhan janin intrauterin (4,6,7).
Faktor-faktor imunologis
Pada preeklamsia terjadi intoleransi atau disregulasi imunologi. Terdapat beberapa komponen
imun yang berperan terhadap terjadinya preeklamsia. Diantaranya Haplotipe HLA-A, HLA-
B, HLA-D, HLA-Ia, HLA-II dan Hapltope reseptor sel NK.(4)
Redman et all menjelaskan bahwa pada preeklamsia terjadi gangguan toleransi antigenik
terhadap janin yang terbentuk, hal ini terutama terjadi pada masa kehamilan awal. Redman et
al menjelaskan bahwa pada awal kehamilan terjadi penurunan jumlah HLA-G yang bersifat
imunosupresif, penurunan jumlah HLA-G ini mengakibatkan hambatan dalam proses
remodeling arteri spiralis sehingga terbentuk vaskuler yang berdiameter sempit dengan
resistensi vaskular yang tinggi. Selain itu penghambatan oleh penurunan jumlah HLA-G,
proses remodeling juga di diakibatkan oleh aktivasi sel T Helper (Th-1, Th-2). Sel Th-2
mengaktifkan sistem imun humoral melalui aktivasi sel B untuk memproduksi antibodi, dan
Th-1 menghasilkan sitokin. Aktivasi sel-sel tersebut terjadi melalui mekanisme yang belum
diketahui dengan jelas (4).
Pengeluaran faktor-faktor plasenta karena pemicu yang tidak diketahui seperti faktor
antiangiogenik dan faktor metabolik lain yang diketahui mengakibatkan kerusakan endotel
vaskular, selain faktor-faktor diatas kerusakan endotel juga dapat diakibatkan oleh stress
oksidatif yang ditandai oleh meningkatnya Reactive Oxygen Species (ROS) pada penderita
preeklamsia(8).
Faktor-faktor nutrisi
Berdasarkan penelitian John et al (2002) yang meneliti pengaruh nutrisi dengan kejadian
preeklamsia didapatkan kesimpulan bahwa pada kelompok dengan diet kaya buah-buahan
dan sayuran menunjukan angka kejadian preeklamsia, selain itu zhang et all melaporkan
penurunan angka kejadian preeklamsia dua kali lipat pada kelompok penelitian dengan intake
vit C lebih dari 85mg/hari, dibandingkan dengan kelompok dengan intake vit C kurang dari
85mg/Hari. Intake sayuran, buah-buahan, dan vit C diketahui merupakan antioksidan yang
9
berfungsi menurunakan produksi ROS seperti lipid peroksida yang mengakibatkan kerusakan
sel endotel yang berperan dalam patogenesis preeklamsia (4).
Faktor-faktor genetik
Gen Kromosom
F2 (G20210A) 11p11-q12
Beberapa teori telah
dikemukakan untuk menjelaskan etiologi hipertensi pada kehamilan terutama yang
menjelaskan mengenai preeklamsia-eklamsia, diantaranya (4,5,6):
Penyebab penyakit ini sampai sekarang belum bisa diketahui secara pasti. Namun banyak
teori yang telah dikemukakan tentang terjadinya hipertensi dalam kehamilan tetapi tidak ada
satupun teori tersebut yang dianggap benar - benar mutlak.
10
1)Paritas
Kira-kira 85% preeklamsi terjadi pada kehamilan pertama. Paritas 2-3 merupakan paritas
paling aman ditinjau dari kejadian preeklamsi dan risiko meningkat lagi pada
grandemultigravida (Bobak,2005).
Selain itu primitua, lama perkawinan 4 tahun juga dapat berisiko tinggi timbul preeklamsi
(Rochjati, 2003)
2)Usia
Usia aman untuk kehamilan dan persalinan adalah 23-35 tahun. Kematian maternal pada
wanita hamil dan bersalin pada usia dibawah 20 tahun dan setelah usia 35 tahun meningkat,
karena wanita yang memiliki usia kurang dari 20 tahun dan lebih dari 35 tahun di anggap
lebih rentan terhadap terjadinya preeklamsi (Cunningham,2006). Selain itu ibu hamil yang
berusia 35 tahun telah terjadi perubahan pada jaringan alat-alat kandungan dan jalan lahir
tidak lentur lagi sehingga lebih berisiko untuk terjadi preeklamsi (Rochjati, 2003).
3)Riwayat hipertensi
Riwayat hipertensi adalah ibu yang pernah mengalami hipertensi sebelum hamil atau sebelum
umur kehamilan 20 minggu. Ibu yang mempunyai riwayat hipertensi berisiko lebih besar
mengalami preeklamsi, serta meningkatkan morbiditas dan mortalitas maternal dan neonatal
lebih tinggi.
4)Sosial ekonomi
Beberapa penelitian menyimpulkan bahwa wanita yang sosial ekonominya lebih maju jarang
terjangkit penyakit preeklamsi. Secara umum, preeklamsi/eklamsi dapat dicegah dengan
asuhan pranatal yang baik. Namun pada kalangan ekonomi yang masih rendah dan
pengetahuan yang kurang seperti di negara berkembang seperti Indonesia insiden
preeklamsi/eklamsi masih sering terjadi (Cunningham,2006)
6)Genetik
11
Genotip ibu lebih menentukan terjadinya hipertensi dalam kehamilan secara familial jika
dibandingkan dengan genotip janin. Telah terbukti pada ibu yang mengalami preeklamsi 26%
anak perempuannya akan mengalami preeklamsi pula, sedangkan 8% anak menantunya
mengalami preeklamsi . Karena biasanya kelainan genetik juga dapat mempengaruhi
penurunan perfusi uteroplasenta yang selanjutnya mempengaruhi aktivasi endotel yang dapat
menyebabkan terjadinya vasospasme yang merupakan dasar patofisiologi terjadinya
preeklamsi/eklamsi (Wiknjosastro,2008; Cunningham, 2008).
7)Obesitas
Obesitas adalah adanya penimbunan lemak yang berlebihan di dalam tubuh. Obesitas
merupakan masalah gizi karena kelebihan kalori, biasanya disertai kelebihan lemak dan
protein hewani, kelebihan gula dan garam yang kelak bisa merupakan faktor risiko terjadinya
berbagai jenis penyakit degeneratif, seperti diabetes melitus, hipertensi, penyakit jantung
koroner, reumatik dan berbagai jenis keganasan (kanker) dan gangguan kesehatan lain.
Hubungan antara berat badanibu dengan risiko preeklamsia bersifat progresif, meningkat dari
4,3% untuk wanita dengan indeks massa tubuh kurang dari 19,8 kg/m2 terjadi peningkatan
menjadi 13,3 % untuk mereka yang indeksnya 35 kg/m2 (Cunningham,2006; Mansjoer,
2008)
Manifestasi Klinis
Perubahan pada sistem dan organ pada preeklamsi menurut Prawirohardjo 2008 adalah:
a)Perubahan kardiovaskular
b)Ginjal Terjadi perubahan fungsi ginjal disebabkan karena menurunnya aliran darah ke
ginjal akibat hipovolemi,kerusakan sel glomerulus mengakibatkan meningkatnya
permebelitas membran basalis sehingga terjadi kebocoran dan mengakibatkan proteinuria.
Gagal ginjal akut akibat nekrosis tubulus ginjal. Kerusakan jaringan ginjal akibat vasospasme
13
pembuluh darah dapat diatasi dengan pemberian dopamin agar terjadi vaso dilatasi pada
pembuluh darah ginjal.
c)Viskositas darah
d)Hematokrit
e)Edema
Edema terjadi karena kerusakan sel endotel kapilar. Edema yang patologi bila terjadi pada
kaki tangan/seluruh tubuh disertai dengan kenaikan berat badan yang cepat.
f)Hepar
Terjadi perubahan pada hepar akibat vasospasme, iskemia, dan perdarahan. Perdarahan pada
sel periportal lobus perifer, akan terjadi nekrosis sel hepar dan peningkatan enzim hepar.
Perdarahan
ini bisa meluas yang disebut subkapsular hematoma dan inilah yang menimbulkan nyeri pada
daerah epigastrium dan dapat menimbulkan ruptur hepar.
g)Neurologik
Perubahan neurologik dapat berupa, nyeri kepala di sebabkan hiperfusi otak. Akibat spasme
arteri retina dan edema retina dapat terjadi ganguan visus.
h)Paru
Penderita preeklamsi berat mempunyai resiko terjadinya edema paru. Edema paru dapat
disebabkan oleh payah jantung kiri, kerusakan sel endotel pada pembuluh darah kapilar paru,
dan menurunnya deuresis.
Gestational Hypertension
TD 140/90 mmHg atau lebih terjadi pertama kali pada saat hamil, dan kembali normal 12
minggu post partum.
Proteinuria (-)
Preeclampsia
PER
oProteinuria +2
PEB
oProteinuria +3
oSakit Kepala
oGangguan visual
oNyeri abdomen
oOliguria
oTrombositopenia
oEdema Pulmonalis
Eclampsia
Kejang generalisata
Superimposed Eclampsia
Penatalaksanaan
Mencegah kejang
Perdarahan intrakaranial
Ambulatoir
PER
Banyak istirahat
PEB
Aktif
Konservatif
o Indikasi: Kehamilan preterm, tanpa gejala impending eclampsia, keadaan janin baik
o Medisinal:
16
MgSO4 dihentikan dalam 24 jam setelah bayi lahir
Syarat
Antihipertensi
Hiralazin
Nifedipin 10 mg (3-4x)
Lain lain:
o Terminasi kehamilan
o Ringer laktat IV
Pencegahan
Intervensi Farmakologis
Obat antihipertensi
Teofilin
Dipiridamol
Asam Asetilsalisilat
Heparin
Alpha-Tokoferol (Vitamin E)
Diuretikum
Pencegahan preeklamsi
17
Pencegahan preeklamsi ini dilakukan dalam upaya untuk mencegah terjadinya preeklamsi
pada perempuan hamil yang memiliki resiko terjadinya preeklamsi. Menurut Prawirohardjo
2008 pencegahan dapat dilakukan dengan 2 cara yaitu:
Yaitu pencegahan dengan tidak memberikan obat, cara yang paling sederhana yaitu dengan
tirah baring. Kemudian diet, ditambah suplemen yang mengandung:
a) minyak ikan yang kaya akan asam lemak tidak jenuh misal: omega-3 PUFA,
Tatalaksana
Secara umum tujuan tata laksana HDK dengan atau tanpa proteinuria adalah sama, yaitu
untuk melindungi ibu dari berbagai komplikasi termasuk kardiovaskuler dan melanjutkan
kehamilannya sampai persalinan yang aman. Tata laksana ini meliputi pengelolaan secara
umum dan khusus baik konservatif maupun dengan terminasi kehamilan . Pembahasan tata
laksana disini akan lebih menekankan masalah tekanan darah, tentunya dengan mengetahui
bahwa meningkatnya tekanan darah bukanlah satu-satunya masalah yang dihadapai pada
HDK.
Diagnosis dini berdasar riwayat penyakit dan pemeriksaan fisik yang cermat,pengamatan
medis yang ketat , persalinan yang tepat waktunya menjadi yang penting pada pengelolaan
HDK Umumnya pemeriksaan yang perlu dilakukan adalah hitung darah tepi lengkap,
trombosit, elektrolit serum, asam urat, fungsi ginjal dan hati, hemotokrit dan penilaian dengan
ultrasonografi , ECG,dan foto Thoraks. Sekali diagnosis dibuat pengelolaan berikutnya harus
berdasarkan pada evaluasi awal dari ibu dan janin, keputusan kemudian dibuat dengan perlu
tidaknya masuk rumah sakit, penanganan yang diharapkan atau persalinan dengan
memperhitungkan faktor-faktor beratnya proses penyakit, keadaan ibu dan janin serta
lamanya kehamilan.
Semua wanita hamil dengan atau tanpa hipertensi harus dianjurkan melakukan latihan
isotonik, cukup istirahat, meniadakan konsumsi garam berlebihan menghindari kafein,
merokok, alkohol dan diet dengan makanan yang sehat dan seimbang.
18
1. Indikasi Rawat Jalan
Dilakukan pada wanita hamil dengan risiko tinggi untuk berkembang menjadi HDK, kondisi
ini termasuk tekanan darah yang tidak stabil, kenaikan berat badan > 2 kg/minggu, edema
pada muka dan jari. Penderita diharuskan melakukan pemeriksaan setiap minggu dengan
pemantauan terhadap tekanan darah , gejala klinis, laboratorium ( trombosit, protein, asam
urat) dan bila perlu pemeriksaan USG. Dalam kondisi ini dianjurkan untuk membatasi
aktivitas di rumah dan tirah baring.
2. Indikasi Masuk Rumah SakitDianjurkan untuk perawatan dirumah sakit jika pada
kehamilan didapatkan hal-hal sebagai berikut :
Tekanan darah sistolik > 140 mmHg dan atau diastolik > 90 mmHg, dengan gejala klinis
proteinuria, trombosit < 100.000, USG menunjukkan aligohidroamunian atau gerakan janin
yang in adequat. Setelah masuk rumah sakit dibuat keputusan apakah dilakukan terapi
konservatif atau mengakhiri kehamilan.
Tekanan darah terkontrol ( sistolik < 140 mmHg, diastolik 90 mmHg, proteinuria < +2 ( 1
gr/hari), trombosit > 100.000 , keadaan janin baik (USG, Stress test)
Faktor yang sangat menentukan terapi konservatif adalah umur kehamilan. Jika HDK
disertai proteinuria berat dan kehamilan > 36 minggu maka terminasi kehamilan perlu
dilakukan. Apabila kehamilan < 36 minggu, maka dilakukan terapi konservatif jika : tekanan
darah stabil < 150mmHg dan diastolik < 95 mmHg, proteinuria <+2, keadaan janin dan
ketuban normal, trombosit > 100.000
Bila selama terapi konservatif, ditemukan hal-hal dibawah ini maka dilakukan terminasi
kehamilan.
- Tekanan darah sistolik > 170 mmHg dan atau diastolik > 110 mmHg
- Olygohidro amnion
B. Pengobatan Medikamentosa
Ada beberapa konsensus kapan kita menggunakan obat anti hipertensi pada
HDK antara lain
A. Segera
Bila tekanan darah sistolik > 169 mmHg dan diastolik > 109 mmHg dengan gejala klinis.
Bila tekanan darah sistolik > 169 mmHg dan atau diastolik > 109 mmHg tanpa gejala klinis.
- Bila tekanan darah sistolik > 139 mmHg dan atau diastolik > 89 mmHg sebelum
kehamilan 28 minggu tanpa proteinuria
- Bila tekanan darah sistolik > 139 mmHg dan atau diatolik > 89 mmHg pada wanita
hamil dengan :
Gejala klinis
Proteinuria
- Bila tekanan darah sistolik > 149 mmHg dan atau diastolik > 94 mmHg
20
- Bila tekanan sistolik > 160-180 mmHg
Methyldopa
Diberikan dalam dosis peroral 2-3 kali 250 mg, hingga mencapai tekanan darah optimal
1. Labetalol
Dosis awal peroral 2 x 100 mg 1 hari, dosis dapat dinaikkan setiap minggu tergantung respon.
Dosis pemulihan 200-400 mg 2 x sehari
2. Nifedipine
- Diuretik
E. Obat dihindari :
- ACE Inhibitor
A. Antihipertensi
21
- Bila perlu dapat diberikan tiap 4 jam dengan dosis maksimal 120 mg/ hari
- Efek akan tampak 10-15 menit dengan efek puncak 4-5 jam
2. Hydralazine
3. Labetolol
4. Sodium Nitroprusside
B. Anti Konvulsan
Wanita dengan pre eklampsia atau eklampsia mempunyai risiko untuk kejang. Para
penulis di Amerika Serikat telah menganjurkan bahwa Magnesium Sulfat (MgSO4) dapat
diberikan profilaksis. Sebaliknya para penulis di negara lain memutuskan bahwa pencegahan
yang adequat adalah menurunkan tekanan darah. Lebih jauh hasil penelitian dengan skala
besar akhir-akhir ini MgSO4 lebih superior dibanding phenitoin dan diazepam untuk
pencegahan dan terapi kejang yang berulang pada wanita dengan eklampsia
Dosis MgSO4 yang digunakan adalah dosis awal 4 gr iv selama 3-20 menit, disusul 1 gr IM
terbagi pada bokong kanan dan kiri, disusul dosis ulangan 5 gram IM tiap 6 jam hingga 24
jam pasca persalianan atau 24 jam bebas kejang.
Definisi
22
Solusio plasenta adalah suatu keadaan terlepasnya sebagian atau seluruh permukaan maternal
plasenta dari tempat implantasinya yang normal pada lapisan desidua endometrium sebelum
waktunya yakni sebelum anak lahir.
Klasifikasi
a. Revealed hemorrage
- Gejala-gejala jelas: keadaan umum penderita buruk dan mengalami syok, hampir pada
seluruh kasus janin sudah meninggal.
- Komplikasi: koagulopati dan gagal ginjal yang ditandai pada oliguria biasanya telah
ada
Faktor resiko
2. Pre-eklamsia
5. Kehamilan multipara
7. Hidramnion
8. Merokok
12. Leiomioma uteri terutama jika lokasinya di belakang tempat implantasi plasenta
13. Trauma
Epidemiologi
Penyebab terjadinya solusio plasenta adalah adanya perdarahan ke dalam decidua basalis.
Selain itu, dapat terjadi karena adanya spasme pembuluh darah sehingga bagian distal
pembuluh darah tidak mendapat perdarahan sehingga pembuluh darah rapuh dan mudah
pecah. Peningkatan tekanan darah ibu membuat pembuluh darah yang sudah rapuh tidak
dapat mengkompensasi tekanan darah tersebut sehingga akhirnya terjadi pelepasan plasenta
dari tempat implantasinya. Trauma, yang dapat terjadi akibat pergerakan janin yang terlalu
hebat ataupun dari faktor ibu (tidak sengaja terjatuh atau terbentur) juga dapat mengakibatkan
solusio plasenta.
Patofisiologi
Perdarahan pada desidua basalis (salah satunya dapat terjadi karena rupturnya desidua arteri
spiralis) desidua basalis terlepas lama kelamaan terbentuk hematoma pelepasan
lebih luas, kompresi, dan kerusakan bagian plasenta
Lama kelamaan perdarahan tidak bisa berhenti karena uterus tidak mampu berkontraksi untuk
menjepit PD arteri spiralis untuk hentikan perdarahan, kadang perdarahan akan terperangkap
dalam uterus (concealed hemorrhage) Hematom retroplasenta bertambah besar
menyebabkan plasenta terlepas seluruhnya, sebagian akan menyelundup di bawah selaput
ketuban keluar dari vagina/menembus selaput ketuban masuk ke dalam kantong
ketuban/mengadakan ekstravasasi di antara serabut otot uterus bila ektravasasi hebat
maka seluruh permukaan uterus akan berbercak ungu atau biru dan terasa sangat tegang serta
nyeri (uterus couvelaire)
Nasib janin tergantung dari luasnya plasenta yang lepas. Apabila sebagian besar atau
seluruhnya terlepas, anoksia akan mengakibatkan kematian janin. Apabila sebagian kecil
yang lepas, mungkin tidak berpengaruh sama sekali atau mengakibatkan gawat janin.
Manifestasi Klinis
Gejala umum:
- perdarahan vagina
- fetal distress (kondisi abnormal dari janin , biasanya ditemukan pada kehamilan dan
ditandai dengan denyut jantung yang abnormal)
25
- kontraksi uterus yang abnormal (cth: hipertonik)
- kematian janin
- Rasa nyeri pada perut masih ringan dan darah yang keluar masih sedikit
- Gejala : takikardia, hipotensi, kulit dingin, dan keringatan, oliguria, kadar fibrinogen
berkurang antara 150-250 mg/dL
- Keadaan janin dengan kardiotokografi bisa jadi telah ada deselarasi lambat
- Perut sangat nyeri dan tegang serta keras seperti papan (defense muscular)
- Inspeksi : perut kelihatan membulat dan kulit diatasnya kencang dan berkilat.
26
- Kadar fibrinogen darah rendah yaitu kurang dari 150 mg/dL dan telah ada
trombositopenia.
Diagnosis Banding
- Plasenta previa painless uterine bleeding, klo solusio plasenta painful uterine
bleeding
Diagnosis
1. Pemeriksaan fisik
Tidak boleh melakukan pemeriksaan digital pada pasien dengan perdarahan vagina tanpa
mengetahui lokasi plasenta. Sebelum pemeriksaan pada pelvis dilakukan, pemeriksaan USG
harus dilakukan dahulu untuk mengeksklusi plasenta previa (jika dilakukan pemeriksaan pada
pelvis maka dapat terjadi perdarahan)
- melihat kontraksi uterus abrupsio semakin melebar maka dapat terjadi hipertonus uterus
- terdapat tanda syok hipovolemik, dengan maupun tanpa perdarahan vagina (karena mungkin
terjadi concealed haemorrhage). Pada kondisi hipovolemik, tekanan darah menurun seiring
dengan meningkatnya denyut jantung, ada penurunan jumlah urin, ada penurunan
kewaspadaan
- tinggi fundus uteri dapat meningkat karena ada hematoma intrauteri yang semakin meluas
2. Pemeriksaan laboratorium
- Penurunan kadar fibrinogen menunjukkan adanya koagulopati (< 200 mg/dL). Tujuannya
adalah untuk menjaga kadar fibrinogen diatas 100 mg/dL. Dapat diberikan fresh frozen
plasma atau cryoprecipitate
3. Pemeriksaan penunjang
USG dilakukan untuk mengetahui letak plasenta, kelainan letak, dan untuk membedakan
dengan plasenta previa (ditemukan retroplacental clot sehingga ada gambaran hiperechoic
menjadi isoechoic pada fase akut lalu menjadi hipoechoic dalam jangka waktu seminggu)
Pada pemeriksaan dengan Doppler, tidak terdapat peredaran darah yang aktif pada
sirkulasi uteroplasenta.
Pemeriksaan denyut jantung janin terdapat penurunan denyut jantung sampai lama
kelamaan hilang jika janin sudah mati (denyut jantung normal: 120-160 denyut/menit, dapat
bervariasi 5-25 denyut)
Tatalaksana
27
- Tokolitik (untuk supresi kelahiran prematur): pada kelahiran prematur dengan suspek
abrupsio namun tidak ada tanda hipoksia janin
- Kelahiran sesar: pada janin yang hidup tetapi mengalami fetal distress (cth: plasenta yang
lepas, perdarahan, hipertonia uteri)
Jika perdarahan setelah proses kelahiran tidak dapat dikontrol, histerektomi dapat dilakukan
untuk menyelamatkan nyawa pasien.
- Kelahiran per vaginam: jika pelepasan plasenta sudah sangat parah sehingga janin sudah
meninggal, biasanya dilakukan kelahiran per vaginam. Dilakukan stimulasi terhadap
myometrium terlebih dahulu dan pemijatan pada uterus sehingga perdarahan dapat
berkurang.
Istirahat
Perawatan aktif dilakukan agar janin dapat lahir dengan cepat. Dapat dilakukan ligasi arteri
hipogastrika.
Farmakoterapi:
o Kortikosteroid (betametasone)
Mg SO4
28
- Apabila perdarahannya berlangsung terus, dan gejala solusio plasenta bertambah
jelas, atau dalam pemantauan USG daerah solusio plasenta bertambah luas, maka
harus dilakukan tindakan segera
- Apabila janin hidup, dilakukan operasi SC dilakukan bila pembukaan serviks belum
lengkap, ketuban pecah dan pemberian oksitosin dalam 2 jam belum ada his.
- Apabila janin mati, ketuban segera dipecahkan untuk mengurangi regangan dinding
uterus disusul dengan pemberian infuse oksitosin 5 IU dalam 500cc Dextrosa 5%
untuk mempercepat persalinan.
Komplikasi
Pendarahan postpartum
Infeksi
Nekrotik ginjal
Kematian
Resiko rekurensi: 4-12%. Jika pasien mengalami abrupsio plasenta dalam 2 kehamilan
berturut-turut, resiko rekurensi meningkat menjadi 25%
B. Plasenta previa
Definisi
Plasenta previa adalah implantasi abnormal dari plasenta pada segmen bawah rahim sehingga
menutupi seluruh atau sebagian Osteum Uteri Internum yang terjadi pada trimester kedua dan
ketiga pada kehamilan.
Klasifikasi
1. Plasenta previa totalis atau komplit adalah plasenta yang menutupi seluruh ostium
uteri internum (OUI)
29
2. Plasenta previa parsialis adalah plasenta yang menutupi sebagian OUI
3. Plasenta previa marginalis adalah plasenta yang tepinya berada di pinggir OUI
4. Plasenta letak rendah adalah plasenta berada di dekat dengan OUI tapi tidak sampai di
tepi OUI (lebih kurang 2cm dari OUI, jarak yang lebih dari 2cm dianggap plasenta
letak normal)
Faktor resiko
- Multiparitas
- Multifetal gestation
- Riwayat abortus
- Merokok
- Pengunaan kokain
Epidemiologi
Plasenta previa lebih banyak terjadi pada kehamilan dengan paritas tinggi dan usia diatas 30
tahun, selain itu juga lebih sering terjadi pada kehamilan ganda daripada kehamilan tunggal.
Adanya cacat pada uterus meningkatkan angka kejadian (misalnya pada riwayat Sectio
Caesaria). Di indonesia insidennya lebih kurang 1-7% sampai 2,9%. Di negara maju
insidennya lebih rendah yaitu 1 %.
Patofisiologi
30
Normalnya plasenta menempel pada bagian segmen atas rahim dan menjauhi jalan lahir.
Sedangkan pada plasenta previa disebabkan karena faktor resiko yang telah disebutkan diatas
implantasi plasenta terletak di segmen bawah rahim karena implantasi plasenta membutuhkan
tempat yang baik.
Ketika terjadi perkembangan pada kehamilan, perkembangan uterus bagian atas lebih cepat
dibandingkan segmen bawah sehingga plasenta tidak bisa berkembang dengan baik
disebabkan karena vaskularisasi desisuanya juga buruk menyebabkan plasenta sedikit
mengalami atrofi. Selama perkembangan plasenta ini mengalami penipisan.
Ketika perkembangan masa mendekati persalinan uterus bagian bawah akan membesar dan
serviks mulai mengalami dilatasi. Plasenta yang sudah tipis tadi akan lepas dari tempat
implantasi nya dan menyebabkan perdarahan. Ketika ini terjadi uterus tidak dapat
berkontraksi dengan adekuat untuk menghentikan perdarahan dari pembuluh darah yang
terbuka. Hal ini akan menimbulkan pengeluaran trombin yang merangsang kontraksi uterus
untuk hentikan perdarahan.
Perdarahan akibat plasenta previa totalis akan muncul lebih dulu daripada plasenta previa
parsialis atau marginalis karena robekan akibat dilatasi serviks terjadi lebih dulu terjadi pada
yang totalis. Pada plasenta previa parsialis atau letak rendah, perdarahan baru terjadi pada
waktu mendekati atau mulai persalinan. Plasenta previa ini berimplantasi pada segmen bawah
rahim yang tipis sehingga untuk memperkuat kedudukannya, jaringan trofoblas akan
menginvasi miometrium, perimetrium, atau melebihinya. Keadaan ini merupakan komplikasi
dari plasenta previa.
Gambaran klinik
- Yang khas: painless bleeding, biasanya muncul pada akhir trimester kedua atau
setelahnya (kira-kira 27-32 minggu masa gestasi)
- Perdarahan pertama kali tidak banyak, lalu berhenti secara spontan, dan berdarah lagi
kemudian
Perdarahan ini berhenti spontan namun akan muncul lagi ketika mendekati persalinan
- Perdarahan biasa terjadi berulang dan bertambah banyak setiap kali perdarahan (tetapi
bisa sedikit sehingga mirip solutio plasenta)
- Timbulnya anemia
31
Diagnosis
1. Anamnesis
2. Pemeriksaan Fisik
Terdapat kelainan letak, ibu mengalami hipotensi, takikardia, uterus tidak mengalami
nyeri
Kemungkinan adanya plasenta previa tidak dapat dieliminasi kecuali telah dilakukan
pemeriksaan sonografi. Diagnosis tidak dapat ditegakkan hanya dengan gejala klinis
kecuali jika jari dimasukkan ke cervix dan plasenta dapat diraba.
Namun pemeriksaan digital pada serviks tidak boleh dilakukan kecuali wanita sudah
berada di dalam ruang operasi dan siap untuk dilakukan persalinan secara sesar
karena dapat memicu perdarahan.
3. Pemeriksaan Penunjang
Magnetic Resonance Imaging (MRI) : Lebih tepat untuk plasenta akreta, tetapi tetap
dapat membantu diagnosis
Tatalaksana
1. Konservatif
Dilakukan apabila :
32
Perdarahan tidak ada atau tidak banyak (Hb masih dalam batas normal)
Tindakan :
2. Aktif
Dilakukan apabila :
Tindakan :
Seksio sesarea
Indikasi :
- Presentase abnormal
- Panggul sempit
- Gawat janin
Persalinan pervaginam
Komplikasi
33
5. Plasenta akreta : Hal ini diakibatkan karena daerah di segmen bawah rahim
merupakan daerah yang sempit dan mempunyai otot rahim yang tipis sehingga
plasenta dapat menempel erat pada rahim. Akibatnya pada waktu pelepasan plasenta,
dapat terjadi perdarahan yang banyak, bahkan sampai perlu dilakukan histerektomi
Prognosis
Prognosis pada zaman sekarang ini sudah menjadi lebih baik karena adanya
USG dan pemeriksaan yang bisa menentukan diagnosis lebih dini
C. Vasa previa
Definisi
34
Keadaan dimana pembuluh darah janin berada didalam selaput ketuban dan jalan sampai
ostium uteri internum, kemudian sampai di tali pusat. Perdarahan dapat terjadi apabila selaput
ketuban yang melewati pembukaan serviks sobek atau pecah, yang mengakibatkan vaskular
janin ikut terputus.
Faktor resiko
1. Plasenta biloblata
2. Plasenta suksenturiata
5. Kehamilan ganda
Epidemiologi
Diagnosis
4. Elektroforesis
Penatalaksanaan
1. Seksio sesaria.
D. Ruptur uteri
35
Definisi
Keadaan robekan pada rahim di mana telah terjadi hubungan langsung antara rongga amnion
dengan rongga peritoneum.
Klasifikasi
Menurut etiologinya:
Seksio sesaria atau histerektomi, miomektomi sampai menembus seluruh ketebalan otot
uterus.
Trauma alat seperi sendok kuret atau sonde pada penanganan abortus, trauma tumpul atau
tajam.
c. Kelainan bawaan
v. Hiperamnion
36
c. Cacat rahim yang didapat
i. Plasenta inkreta
ii. Adenomiosis
Penyebab paling umum adalah karena riwayat histerotomi sebelumnya yang menimbulkan
bekas
Epidemiologi
Faktor resiko
4. Wanita yang dulu pernah seksio sesaria tapi sekarang mengalami kelahiran spontan
Fisiologi Normal
Pada waktu his kontraksi korpus uteri dinding dan segmen atas rahim akan lebih tebal
volume lumen bagian atas uterus akan mengecil bagian tubuh janin terdorong kearah
bawah rahim segmen bawah rahim akan menjadi lebar dindingnya menipis bagian
terbawah janin terdorong masuk ke pintu atas panggul masuk vagina.
Patofisiologi
Jika bagian bawah janin tidak dapat turun (kepala terlalu besar atau pintu atas panggul ibu
yang sempit) his mengimbangi perluasan segmen bawah rahim ke atas karena volume
korpus yang mengecil physiologic retraction ring meninggi ke arah pusat lingkaran
patologis (ring van band) dinding sangat tipis beresiko untuk sobek pembuluh darah
putus perdarahan
Manifestasi klinis
1. Perdarahan vagina
37
2. Abnormalitas denyut jantung janin yang kemudian dapat menjadi deselerasi,
bradikardia, dan kematian janin
3. Fetal distress
5. Syok
7. Tanda anemis
Diagnosis
Untuk mendiagnosis ruptur uteri dibutuhkan waktu yang sangat cepat sebelum terlambat
untuk menyelamatkan janin jadi seringkali metode diagnostik dengan imaging jarang
dilakukan. Diagnosis lebih kepada gejala klinis.
Palpasi :
USG dapat digunakan untuk mendeteksi bekas luka pada uterus setelah dilakukan operasi
sesar.
Tatalaksana
Komplikasi
38
2. Sepsis yang terjadi karena infeksi
3. Kematian
Prognosis
Buruk, karena sejumlah besar janin atau bahkan tidak ada janin yang dapat diselamatkan.
Sebagian wanita pun meninggal akibat perdarahan dan infeksi dari komplikasi ruptureuteri.
Selain itu, tidak data hamil lagi akibat terpaksa harus mengalami histerektomi.
Daftar Pustaka
Saifuddin, A B. 2010. Ilmu Kebidanan Sarwono Prawihardjo Ed 4. Jakarta : PT Bina
Pustaka.
ust
39
40