Anda di halaman 1dari 29

Laporan kasus

LEPTOSPIROSIS

Oleh :
Isfalia Muftiani
Dokter Internship PKU Muhammadiyah Gombong

Pembimbing:
dr. Hj. Nur Hidayani

DOKTER INTERNSHP INDONESIA


RS PKU MUHAMMADIYAH GOMBONG
KEBUMEN JAWA TENGAH
2017
STATUS PASIEN

1. ANAMNESIS
1. IDENTITAS PASIEN
Nama : Tn Munir
Umur : 41 tahun
Jenis kelamin : Laki-laki
Agama : Islam
Alamat : Karanggayam
Tanggal Masuk : 11 Mei 2017
No. RM : 00331761

2. KELUHAN UTAMA
Demam

3. RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG


Pasien datang ke IGD RS PKU Muhammadiyah Gombong dengan
rujukan dari RS Permata medika dengan trombositopenia suspect
leptospirosis. Pasien sudah dirawat di RS Permata Medika selama 2 hari.
Sebelum masuk Rumah sakit pasien mengeluh demam tinggi sejak 6 hari yang
lalu secara tiba-tiba. Demam dirasakan terus menerus. Pasien mengeluh
bertambah demam saat malam hari dan demam mulai turun saat diberi obat
penurun panas. Demam disertai nyeri kepala, nyeri pada persendian, mual,
muntah. Mual dan muntah sudah dirasakan sejak 4 hari yang lalu. Muntah 2
kali per hari berisi air dan sisa makanan. Pasien juga mengeluh matanya
kuning sejak 2 hari yang lalu. Dirasakan tiba-tiba. Nafsu makan dirasakan
menurun sejak demam. BAK berwarna coklat seperti teh, terakhir 3 jam
sebelum masuk IGD RS PKU Muhammadiyah. BAB berwarna kuning
kecoklatan, konsistensi normal, terakhir 1 hari yang lalu.
Vital sign saat di RS Permata Medika yaitu TD 80/50, HR 102, T 36,6,
Rr 20. Hasil Lab darah Hb 12,3 ; AL 8,6 rb ; Hematokrit 33%, AT 57 rb ;

1
Salmonella typi O dan H 1/320 ; Ur 106,4 ; Cr 3,5 ; SGOT 89 ; SGPT 146.
Terapi yang sudah diberikan di RS Permata medika yaitu Infus RL, injeksi
Ranitidin, Injeksi ondansentron, injeksi Ceftriaxon, Paracetamol 3x1 po, dan
Antasyd syr 3xcth1.

4. RIWAYAT PENYAKIT DAHULU


Riwayat sakit serupa : disangkal
Riwayat sakit kuning : disangkal
Riwayat tekanan darah tinggi : disangkal
Riwayat sakit jantung : disangkal
Riwayat diabetes melitus : disangkal
Riwayat penyakit paru : disangkal

5. RIWAYAT PENYAKIT KELUARGA


Riwayat sakit serupa : disangkal
Riwayat sakit kuning : disangkal
Riwayat tekanan darah tinggi : disangkal
Riwayat sakit jantung : disangkal
Riwayat diabetes melitus : disangkal
Riwayat penyakit paru : disangkal

6. RIWAYAT KEBIASAAN
Riwayat memelihara hewan atau kontak dengan hewan peliharaan : disangkal
Riwayat minum-minuman keras : disangkal
Riwayat merokok : (+) sejak 20 tahun yang lalu.

7. RIWAYAT SOSIAL EKONOMI


Pasien bekerja sebagai petani. Pasien sudah berkeluarga. Tinggal bersama istri
dan ketiga anaknya. Pasien berobat dengan fasilitas BPJS.

2
2. PEMERIKSAAN FISIK
I. Primary Survey
a. Airway : Bebas
b. Breathing :
Inspeksi : Pergerakan dinding dada kanan = kiri. Pernafasan 22 x/menit.
Palpasi : Fremitus raba kanan=kiri
Perkusi : Sonor / sonor
Auskultasi : SDV/SDV, suara tambahan (-/-)
SpO2 : 99% dengan O2 ruangan
c. Circulation : Tekanan darah 120/90 mmHg, Nadi 103 x/menit
d. Disability : GCS E4V5M6, reflek cahaya (+/+), pupil isokor
(3mm/3 mm), lateralisasi (-)
e. Exposure : suhu 37,8C
II. Secondary Survey
1. Keadaan umum : Compos Mentis, tampak sakit sedang, gizi kesan
cukup
2. Kulit : Warna sawo matang, luka (-)
3. Kepala : Mesocephal
4. Mata : Conjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (+/+),
konjungtiva suffusion (+/+), reflek cahaya (+/+), pupil isokor
(3mm/3mm),
5. Hidung : Nafas cuping hidung (-) secret (-) darah (-) septum
deviasi (-)
6. Telinga : Sekret (-/-) darah (-/-)
7. Mulut : Sianosis bibir (-), mukosa basah (-), faring hiperemis
(-)
8. Leher : Deviasi trachea (-) pembesaran KGB (-)
9. Thorax : Normochest, simetris, retraksi (-)
10. Jantung :
Inspeksi : Ictus cordis tidak tampak

3
Palpasi : Ictus cordis teraba di SIC V 2 jari medial LMCS,
tidak kuat angkat
Perkusi : Batas jantung tidak melebar
Auskultasi : Bunyi jantung I-II intensitas normal, regular,bising (-)
11. Pulmo :
Inspeksi : Pergerakan dinding dada kanan=kiri. Jejas (-/-)
Palpasi : Fremitus raba kanan=kiri, Krepitasi (-/-)
Perkusi : Sonor / sonor
Auskultasi : SDV/SDV, suara tambahan (-/-)
12. Abdomen :
Inspeksi : Benjolan (-), striae (-), tanda peradangan (-)
Auskultasi : Peristaltik (+), kesan normal
Palpasi : Nyeri Tekan (+) epigastrium, Massa Tumor (-)
Hepar : Teraba
Lien : Teraba
Ginjal : Tidak teraba, nyeri ketok costovertebra (-)
Perkusi : Tympani, Pekak alih (-)
13. Genitourinaria : BAK warna coklat seperti teh volume 100cc , BAK
darah (-), BAK nanah (-), nyeri BAK (-).
14. Ekstremitas
Nyeri gastronecmius = + - -
Akral dingin - - Edema

- - - -

Motorik
5 5
5 5

3. ASSESMENT I
Febris hari ke VI suspect Leptospirosis dd DHF

4
4. PLANNING I (terapi IGD)
1. Mondok Rumah Sakit : Bed rest total
2. IVFD RL 20 tpm
3. Inj. Ampicilin 1 gram IV
4. Inj. Santagesik 1 gram IV
5. Pemeriksaan darah : Darah lengkap, Ur Cr, IgM Leptospira, Widal, faal hati,
elektrolit
6. Konsul Interna

5. PEMERIKSAAN PENUNJANG
I. Hasil laboratorium (11 Mei 2017)
Pemeriksaan Hasil Satuan Rujukan
HEMATOLOGI RUTIN
Hemoglobin 11.5 g/dl 13.2-17.3
Hematokrit 32.7 % 40-52
Leukosit 10.73 ribu/ul 3.8-10.6
Trombosit 30 ribu/ul 150-440
Eritrosit 3.82 juta/ul 4.4-5.9
INDEKS ERITROSIT
MCV 85.7 /um 80.0-100
MCH 30.4 Pg 26.0-34.0
MCHC 35.5 g/dl 32.0-36.0
HITUNG JENIS
Basofil 0.2 % 0.0-1.0
Eosinofil 1.7 % 2.0-4.0
Neutrophil 87.5 % 50.0-70.0
Limfosit 6.5 % 25.0-40.0
Monosit 4.1 % 2.0-8.0
IMUNO SEROLOGI
Leptospira Positive Negative

5
Salmonella typhi O 1/80 Negative
Salmonella typhi H 1/160 Negative
Dengue IgG Negative Negative
Dengue IgM Negative Negative
FAAL GINJAL
Ureum 82 mg/dl 15-39
Creatinine 3.00 mg/dl 0.9-1.3
FAAL HATI
SGOT 29.00 u/l 0-50
SGPT 32.00 u/l 0-50
Bilirubin Total 13.02 mg/dl 0.1-1.00
Bilirubin Direk 3.90 mg/dl 0.0-0.2
Bilirubin Indirek 9.12 mg/dl 0.0-0.75
Albumin 2.75 g/dl 3.4-4.8
ELEKTROLIT
Na 126.4 mmol/L 135-147
K 4.17 mmol/L 3.5-5

I. ASSESSMENT II
Leptospirosis

J. PLANNING II
1. Mondok Rumah Sakit : Bed rest total
2. IVFD Nacl 20 tpm
3. Injeksi Ceftriaxon 1gr/ 12jam
4. Injeksi Metilprednisolon 62,5 mg/ 12jam
5. Injeksi Metronidazole 500 mg/ 8jam
6. Injeksi Ranitidin 50 mg/ 12 jam
7. Primperan 1 ampul drip dalam 500cc Nacl
8. Bicnat tablet 2x1

6
9. Asam folat tablet 2x1
10. CaCO3 tablet 2x1
11. Lansoprazole capsul 1-0-1
12. Paracetamol tablet 3x1
13. Antasyd syrup 3x cth II
14. Pemeriksaan Bilirubin total, direk, indirek, urin rutin, Albumin
15. Pemeriksaan darah rutin per 12 jam
16. Jika Trombosit < 20000, transfuse TC 6 kolf
17. Pasang DC, NGT
18. Observasi KUVS, balance cairan

K. PROGNOSIS
Ad Vitam : ad bonam
Ad Sanationam : ad bonam
Ad Functionam : ad bonam

7
BAB II
PEMBAHASAN

Seorang laki-laki usia 41 tahun datang ke IGD RS PKU Muhammadiyah


Gombong dengan rujukan dari RS Permata medika dengan trombositopenia suspect
leptospirosis. Pasien sudah dirawat di RS Permata Medika selama 2 hari. Sebelum
masuk Rumah sakit pasien mengeluh demam tinggi sejak 6 hari yang lalu secara tiba-
tiba. Demam disertai nyeri kepala, nyeri pada persendian, mual, muntah. Mual dan
muntah sudah dirasakan sejak 4 hari yang lalu. Pasien juga mengeluh matanya kuning
sejak 2 hari yang lalu. Dirasakan tiba-tiba. Nafsu makan dirasakan menurun sejak
demam. BAK berwarna coklat seperti teh, terakhir 3 jam sebelum masuk IGD RS
PKU Muhammadiyah. BAB berwarna kuning kecoklatan, konsistensi normal,
terakhir 1 hari yang lalu.
Pada pasien ini ditegakkan diagnosa berdasarkan anamnesis, pemeriksaan
fisik dan pemeriksaan penunjang. Pada anamnesis didapatkan adanya keluhan demam
tinggi yang timbul mendadak, nyeri kepala, mual, muntah, mata kuning, nyeri
persendian dan urine berwarna seperti teh. Pada keluhan pasien bisa mengarah ke
diagnosis leptospirosis, dengue fever, hepatitis, hepatitis typosa. Pada pemeriksaan
fisik didapati TD 120/90, HR 103, Rr 22, T 37,8. Pemeriksaan mata didapatkan
konjungtiva suffusion dan sklera ikterik, abdomen didapati nyeri tekan epigastrium,
hepar dan lien teraba, serta pada extremitas didapatkan nyeri tekan pada musculus
gastrocnemius. Manifestasi klinis pada leptospirosis antara lain demam, sakit kepala,
meningismus, anoreksia, mialgia, conjungtival suffusion, mual, muntah, nyeri
abdomen, ikterik, hepatomegali, ruam kulit, fotofobia.
Pada fase leptospiremia, leptospira melepaskan toksin yang bertanggung
jawab atas terjadinya keadaan patologi pada beberapa organ. Lesi yang muncul terjadi
karena kerusakan pada lapisan endotel kapiler. Pada leptospirosis lesi histologis yang
ringan ditemukan pada ginjal dan hati pasien dengan kelainan fungsional yang nyata
dari organ tersebut. Sehingga fase ini sering ditandai dengan gejala-gejala tidak khas
seperti demam tinggi mendadak, malaise, mual muntah tanpa mencret, nyeri otot,
ikterus, sakit kepala, nyeri ulu hati yang disebabkan oleh gangguan hati dan ginjal.

8
Pada fase imun yang terjadi pada pasien ini ditandai dengan peningkatan titer
antibodi, dapat timbul demam yang mencapai suhu 40C disertai menggigil dan
kelemahan umum. Terdapat rasa sakit yang menyeluruh pada leher, perut, dan otot-
otot kaki terutama otot betis. Terdapat gejala kerusakan pada ginjal dan hati, uremia
dan ikterik.
Pada fase kedua yang terjadi pada pasien ini titer antibodi igM mulai terbentuk
dan meningkat dengan cepat. Dapat terjadi leptopiura (leptospira dalam urin).
Leptospirosis adalah suatu penyakit zoonosis yang disebabkan oleh
mikroorganisme Leptospira. Leptospira bisa terdapat pada binatang piaraan seperti
anjing, babi, lembu, kuda, kucing, tikus dan binatang pengerat lainnya seperti
tupa,musang, kelelawar, dan lain sebagainya. Di dalam tubuh binatang tersebut,
leptospira hidup di dalam ginjal atau air kemihnya. Manusia dapat terinfeksi melalui
kontak dengan tanah, air, atau lumpur yang telah terkontaminasi oleh urine binatang
yang telah terinfeksi leptospira. Pekerjaan pasien adalah petani yang mana beresiko
kontak dengan air yang sudah tercemar dengan mikroorganisme leptospira.
Pada pemeriksaan laboraturium didapatkan IgM Leptospira positive, Hb 11,6
; AL 10,73rb ; Ht 32,7 ; AT 30rb ; Ur 82 ; Cr 3 ; Bilirubin total 13,02 ; direk 3.9 ;
indirek 9,12 ; Albumin 2,75. Dari pemeriksaan fisik dan penunjang mengarah ke Weil
disease karena pada hasil laboratorium pasien telah ditemukan adanya sklera ikterik
yang dilihat dari kenaikan bilirubin total (13,02 mg/dl) serta bilirubin direk (3,9
mg/dl), juga sudah ada gangguan renal berupa AKI renal dilihat dari jumlah produksi
urin yang menurun dan peningkatan ureum dan creatinine yang diduga merupakan
komplikasi dari leptospirosis.
Weil Disease adalah leptospirosis berat yang ditandai dengan ikterus, biasanya
disertai perdarahan, anemia, azotemia, gangguan kesadaran, demam tipe kontinua,
dan berkurangnya kemampuan darah untuk membeku sehingga terjadi perdarahan
dalam jaringan. Pemeriksaan darah menunjukkan adanya anemia. Pada hari ke-3
sampai hari ke-6, muncul tanda-tanda kerusakan ginjal dan hati. Penyakit weil ini
biasanya terdapat pada 1-6% kasus dengan leptospirosis. Penyebab weil disease
adalah serotipe icterohaemorragica, pernah juga dilaporkan oleh serotipe copenhageni

9
dan bataviae. Gambaran klinis berupa gangguan renal, hepatik atau disfungsi
vaskular.

10
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA

1. PENDAHULUAN
Leptospirosis tersebar di seleruh dunia, di semua benua kecuali benua
Amerika, namun terbanyak didapati di daerah tropis. Leptospira bisa terdapat pada
binatang piaraan seperti anjing, babi, lembu, kuda, kucing, marmut dan binatang
pengerat lainnya seperti tupa,musang, kelelawar, dan lain sebagainya. Di dalam
tubuh binatang tersebut, leptospira hidup di dalam ginjal atau air kemihnya. Tikus
merupakan vektor utama dari L.interohaemorrhagica penyebab leptospirosis pada
manusia. Dalam tubuh tikus, leptospira akan menetap dan membentuk koloni serta
berkembang biak di dalam epitel tubulus ginjal tikus dan secara terus-menerus dan
ikut mengalir dalam filtrate urine. Penyakit ini bersifat musiman, di daerah
beriklim sedang masa puncak insiden dijumpai pada musim panas dan musim
gugur karena tempratur adalah faktor yang mempengaruhi kelangsungan hidup
leptospira, sedangkan di daerah tropis insidens tertinggi terjadi selama musim
hujan.1
Internasional Leptospirosis Society menyatakan Indonesia sebagai Negara
dengan dengan insidens leptospirosis tinggi dan peringkat ketiga di dunia untuk
mortalitas. Di Indonesia, leptospirosis ditemukan di DKI Jakarta, Jawa Barat,
Jawa Tengah, D.I Yogyakarta, Lampung, Sumatra Selatan, Bengkulu, Riau,
Sulawesi Selatan, Sulawesi Utara, Kalimantan Timur, dan Kalimantan Barat. Pada
kejadian banjir besar di Jakarta tahun 2002, dilaporkan lebih dari seratus kasus
leptospirosis dengan 20 kematian.1
Leptospirosis adalah penyakit infeksi yang menyerang manusia dan
hewan. Penyakit ini disebabkan oleh leptospira patogenik dan memiliki
manifestasi klinis yang luas, bervariasi mulai dari infeksi yang tidak jelas sampai
fulminan dan fatal. Pada jenis yang ringan, leptospirosis dapat muncul seperti
influenza dengan sakit kepala dan myalgia. Leptospirosis yang berat, ditandai oleh
jaundice, disfungsi renal dan diatesis hemoragik, dikenal dengan Weils
syndrome.(S-1)

11
2. DEFINISI(1,4)
Leptospirosis adalah suatu penyakit zoonosis yang disebabkan oleh
mikroorganisme Leptospira interogans tanpa memandang bentuk spesifik
serotipenya. Penyakit ini pertama sekali ditemukan oleh Weil pada tahun 1886
yang membedakan penyakit yang disertai ikterus ini dengan penyakit lain yang
juga mnyebabkan ikterus. Bentuk beratnya dikenal sebagai Weils disease.
Penyakit ini dikenal dengan berbagai nama seperti mud fever, slamp fever, swamp
fever, autumnal fever, infectious jaundice, dan lain-lain.
Leptospira acapkali luput didiagnosa karena gejala klinis tidak spesifik,
dan sulit dilakukan konfirmasi diagnosa tanpa uji laboratorium. Kejadian luar
biasa leptospirosis dalam dekade terakhir di beberapa negara telah menjadikan
leptospirosis sebagai salah satu penyakit yang termasuk emerging infectious
disease.

12
3. ETIOLOGI(1)

Leptospirosis disebabkan oleh genus leptospira, famili treponemataceae,


suatu mikroorganisme spirochaeta. Ciri khas organisme ini yakni berbelit, tipis,
fleksibel, panjangnya 5-15 um, dengan spiral yang sangat halus, lebarnya 0,1-0,2
um. Salah satu ujung organisme sering membengkak, membentuk suatu kait.
Terdapat gerak rotasi aktif, tetapi tidak ditemukan adanya flagella. Spirochaeta ini
demikian halus sehingga dalam mikroskop lapangan gelap hanya dapat terlihat
sebagai rantai kokus kecil-kecil. Dengan pemeriksaan lapangan redup pada
mikroskop biasa morfologi leptospira secara umum dapat dilihat. Untuk
mengamati lebih jelas gerakan leptospira digunakan mikroskop lapangan gelap.
Leptospira membutuhkan membutuhkan media dan kondisi yang khusus untuk
tumbuh dan mungkin membutuhkan waktu berminggu-minggu untuk
membuatkultur yang positif. Dengan medium Fletchers dapat tumbuh dengan
baik sebagai obligat aerob.
Secara sederhana, genus leptospira terdiri atas dua spesies; L. interrogans yang
patogen dan L. biflexa yang non paogen/saprofit. L. interrogans dibagi menjadi
beberapa serogrup dan serogrup ini dibagi menjadi banyak serovar menurut
komposisi antigennya. Beberapa serovar L. interrogans yang dapat menginfeksi
manusia diantaranya adalah L. icterohaemorrhagiae, L. canicola, L. pomona, L.
javanica, dan lain-lain.

13
Menurut bebrapa peneliti, yang tersering menginfeksi manusia adalah L.
icterohaemorrhagica dengan reservoar tikus, L. canicola dengan reservoar anjing,
dan L. pomona dengan reservoar sapi dan babi.

4. EPIDEMIOLOGI (5)
Dikenal pertama kali sebagai penyakit occupational (penyakit yang
diperoleh akibat pekerjaan) pada beberapa pekerja pada tahun 1883. Pada tahun
1886 Weil mengungkapkan manifestasi klinis yang terjadi pada 4 penderita yang
mengalami penyakit kuning yang berat, disertai demam, perdarahan dan gangguan
ginjal. Sedangkan Inada mengidentifikasikan penyakit ini di jepang pada tahun
1916. Penyakit ini dapat menyerang semua usia, tetapi sebagian besar berusia
antara 10-39 tahun. Sebagian besar kasus terjadi pada laki-laki usia pertengahan,
mungkin usia ini adalah faktor resiko tinggi tertular penyakit occupational ini.
Leptospirosis adalah zoonosis penting dengan penyebaran luas yang
mempengaruhi sedikitnya 160 spesies mamalia. Tikus, adalah reservoir yang
paling penting, walaupun mamalia liar yang lain yang sama dengan hewan
peliharaan dan domestik dapat juga membawa mikroorganisme ini. Leptospira
meningkatkan hubungan simbiosis dengan hostnya dan dapat menetap pada
tubulus renal selama beberapa tahun.(s-1)
Angka kejadian penyakit tergantung musim. Di negara tropis sebagian besar
kasus terjadi saat musim hujan, di negara barat terjadi saat akhir musim panas atau
awal gugur karena tanah lembab dan bersifat alkalis.
Angka kejadian penyakit Leptospira sebenarnya sulit diketahui. Penemuan
kasus leptospirosis pada umumnya adalah underdiagnosed, unrreported dan
underreported sejak beberapa laporan menunjukkan gejala asimtomatis dan gejala
ringan, self limited, salah diagnosis dan nonfatal.
Di Amerika Serikat (AS) sendiri tercatat sebanyak 50 sampai 150 kasus
leptospirosis setiap tahun. Sebagian besar atau sekitar 50% terjadi di Hawai. Di
Indonesia penyakit demam banjir sudah sering dilaporkan di daerah Jawa Tengah
seperti Klaten, Demak atau Boyolali. Pada beberapa negara berkembang,
leptospirosis tidak dianggap sebagai masalah. Pada tahun 1999, lebih dari 500.000

14
kasus dilaporkan dari Cina, dengan nilai case fatality rates dari 0,9 sampai 7,9%.
Di Brazil, lebih dari 28.000 kasus dilaporkan pada tahun yang sama.(s-1)
Beberapa tahun terakhir di derah banjir seperti Jakarta dan Tangerang juga
dilaporkan terjadinya penyakit ini. Bakteri leptospira juga banyak berkembang
biak di daerah pesisir pasang surut seperti Riau, Jambi dan Kalimantan.
Angka kematian akibat leptospirosis tergolong tinggi, mencapai 5-40%.
Infeksi ringan jarang terjadi fatal dan diperkirakan 90% termasuk dalam kategori
ini. Anak balita, orang lanjut usia dan penderita immunocompromised mempunyai
resiko tinggi terjadinya kematian.
Penderita berusia di atas 50 tahun, risiko kematian lebih besar, bisa
mencapai 56 persen. Pada penderita yang sudah mengalami kerusakan hati yang
ditandai selaput mata berwarna kuning, risiko kematiannya lebih tinggi lagi
Paparan terhadap pekerja diperkirakan terjadi pada 30-50% kasus.
Kelompok yang berisiko utama adalah para pekerja pertanian, peternakan, penjual
hewan, bidang agrikultur, rumah jagal, tukang ledeng, buruh tambang batubara,
militer, tukang susu, dan tukang jahit. Risiko ini berlaku juga bagi yang
mempunyai hobi melakukan aktivitas di danau atau sungai, seperti berenang atau
rafting.
Meskipun penyakit ini sering terjadi pada para pekerja, ternyata dilaporkan
peningkatan sebagai penyakit saat rekreasi. Aktifitas yang beresiko meliputi
perjalanan rekreasi ke daerah tropis seperti berperahu kano, mendaki, memancing,
selancar air, berenang, ski air, berkendara roda dua melalui genangan, dan kegiatan
olahraga lain yang berhubungan dengan air yang tercemar. Berkemah dan bepergian
ke daerah endemik juga menambahkan resiko

5. PENULARAN(1,2,3)
Manusia dapat terinfeksi melalui kontak dengan tanah, air, atau lumpur
yang telah terkontaminasi oleh urine binatang yang telah terinfeksi leptospira.
Infeksi tersebut terjadi jika terdapat luka/erosi pada kulit ataupun selaput lendir.
Air tergenang atau mengalir lambat yang terkontaminasi urine binatang infeksius
memainkan peranan dalam penularan penyakit ini, bahkan air yang deras pun

15
dapat berperan. Kadang-kadang penyakit ini terjadi akibat gigitan binatang yang
sebelumnya terinfeksi leptospira, atau kontak dengan kultur leptospira di
laboratorium. Ekspos yang lama pada genangan air yang terkontaminasi terhadap
kulit yang utuh juga dapat menularkan leptospira. Orang-orang yang mempunyai
resiko tinggi mendapat penyakit ini adalah pekerja-pekerja di sawah, pertanian,
perkebunan, peternakan, pekerja tambang, pekerja di rumah potong hewan, atau
orang-orang yang mengadakan perkemahan di hutan, dokter hewan.

6. PATOGENESIS (1)
Leptospira masuk ke dalam tubuh melalui kulit atau selaput lendir,
memasuki aliran darah dan berkembang, lalu menyebar secara luas ke jaringan
tubuh. Kemudian terjadi respon imunologi baik secara selular maupun humoral
sehingga infeksi ini dapat ditekan dan terbentuk antibodi spesifik. Walaupun
demikian beberapa organisme ini masih bertahan pada daerah yang terisolasi
secara imunologi seperti di dalam ginjal dimana sebagian mikroorganisme akan
mencapai convoluted tubules, bertahan di sana dan dilepaskan melalui urin.
Leptospira dapat dijumpai dalam air kemih sekitar 8 hari sampai beberapa minggu
setelah infeksi dan sampai berbulan-bulan bahkan bertahun-tahun kemudian.
Leptospira dapat dihilangkan dengan fagositosis dan mekanisme humoral. Kuman

16
ini dengan cepat lenyap dari darah setelah terbentuknya aglutinin. Setelah fase
leptospiremia 4-7 hari, mikroorganisme hanya dapat ditemukan dalam jaringan
ginjal dan okuler. Leptospiruria berlangsung 1-4 minggu.
Tiga mekanisme yang terlibat pada patogenese leptospirosis; invasi bakteri
langsung, faktor inflamasi non spesifik, dan reaksi imunologi.

7. PATOLOGI(1,6)

Dalam perjalanan pada fase leptospiremia, leptospira melepaskan toksin


yang bertanggung jawab atas terjadinya keadaan patologi pada bebrapa organ.
Lesi yang muncul terjadi karena kerusakan pada lapisan endotel kapiler. Pada
leptospirosis terdapat perbedaan anatara derajat gangguan fungsi organ dengan
kerusakan secara histologik. Pada leptospirosis lesi histologis yang ringan
ditemukan pada ginjal dan hati pasien dengan kelainan fungsional yang nyata dari
organ tersebut. Perbedaan ini menunjukkan bahwa kerusakan bukan pada struktur
organ. Lesi inflamasi menunjukkan edema dan infiltrasi sel monosit, limfosit, dan
sel plasma. Pada kasus yang erat terjadi kerusakan kapiler dengan pedarahan yang
luas dan disfungsi hepatoseluler dengan retensi bile. Selain di ginjal, leptospira
juga dapat bertahan pada otak dan mata. Leptospira dapat masuk ke dalam cairan
serebrospinalis pada fase leptospiremia. Hal ini akan menyebabkan meningitis

17
yang merupakan gangguan neurologi terbanyak yang terjadi akibat komplikasi
leptospirosis. Organ-organ yang sering dikenai leptospira adalah ginjal, hati, otot
dan pembuluh darah. Kelainan spesifik pada organ :
1. Ginjal
Interstitial nefritis dengan infiltrasi sel mononuclear merupakan bentuk lesi
pada leptospirosis yang dapat terjadi tanpa gangguan fungsi ginjal. Gagal ginjal
terjadi akibat tubular nekrosis akut. Adanya peranan nefrotoksin, reaksi
imunologis, iskemia ginjal, hemolisis dan invasi langsung mikroorganisme juga
berperan menimbulkan kerusakan ginjal.
2. Hati
Hati menunjukkan nekrosis sentilobuler fokal dengan infiltrasi sel limfosit
fokal dan proliferasi sel kupfer dengan kolestasis. Pada kasus-kasus yang diotopsi,
sebagian ditemukan leptospira dalam hepar. Biasanya organisme ini terdapat
diantara sel-sel parenkim.
3. Jantung
Epikardium, endokardium dan miokardium dapat terlibat. Kelainan
miokardium dapat fokal atau difus berupa interstitial edema dengan infiltrasi sel
mononuclear dan plasma. Nekrosis berhubungan dengan infiltrasi neutrofil. Dapat
terjadi perdarahan fokal pada miokardium dan endokarditis.
4. Otot rangka
Pada otot rangka, terjadi perubahan-perubahan berupa local nekrotis,
vakuolisasi dan kehilangan striata. Nyeri otot yang terjadi pada leptospira
disebabkan invasi langsung leptospira. Dapat juga ditemukan antigen leptospira
pada otot.
5. Mata
Leptospira dapat masuk ruang anterior dari mata selama fase leptospiremia
dan bertahan beberapa bulan walaupun antibody yang terbentuk cukup tinggi. Hal
ini akan menyebabkan uveitis.

18
6. Pembuluh darah
Terjadi perubahan pada pembuluh darah akibat terjadinya vaskulitis yang akan
menimbulkan perdarahan. Sering ditemukan perdarahan/pteki pada mukosa,
permukaan serosa dan alat-alat viscera dan perdarahan bawah kulit
7. Susunan saraf pusat
Leptospira mudah masuk kedalam cairan cerebrospinal (CSS) dan dikaitkan
dengan terjadinya meningitis. Meningitis terjadi sewaktu terbentuknya respon
antibody, tidak pada saat memasuki CSS. Diduga bahwa terjadinya meningitis
diperantarai oleh mekanisme imunologis. Terjadi penebalan meninges dengan
sedikit peningkatan sel mononuclear arakhnoid. Meningitis yang terjadi adalah
meningitis aseptic, biasanya paling sering disebabkan oleh L. canicola.

Weil Disease(1,2)
Weil Disease adalah leptospirosis berat yang ditandai dengan ikterus,
biasanya disertai perdarahan, anemia, azotemia, gangguan kesadaran, demam tipe
kontinua, dan berkurangnya kemampuan darah untuk membeku sehingga terjadi
perdarahan dalam jaringan. Gejala awal dari sindroma Weil lebih ringan dari
leptospirosis.
Pemeriksaan darah menunjukkan adanya anemia. Pada hari ke-3 sampai
hari ke-6, muncul tanda-tanda kerusakan ginjal dan hati. Penderita akan
merasakan sakit saat berkemih atau air kemihnya berdarah. Kerusakan hati
biasanya ringan dan akan sembuh total.
Penyakit weil ini biasanya terdapat pada 1-6% kasus dengan leptospirosis.
Penyebab weil disease adalah serotipe icterohaemorragica, pernah juga dilaporkan
oleh seotipe copenhageni dan bataviae. Gambaran klinis berupa gangguan renal,
hepatik atau disfungsi vaskular.

7. GAMBARAN KLINIS(1,5,6)
Masa inkubasi 2-26 hari, biasanya 7-13 hari dan rata-rata 10 hari.
Leptospirosos mempunyai 2 fase penyakit khas yaitu fase leptospiremia dan
fase imun.

19
Manifestasi klinis yang sering terjadi ialah demam, menggigil, sakit
kepala, meningismus, anoreksia, mialgia, conjungtival suffusion, mual,
muntah, nyeri abdomen, ikterus, hepatomegali, ruam kulit, fotofobia.
Sedangkan manifestasi klinis yang jarang terjadi ialah pneumonitis, hemoptoe,
delirim, perdarahan, diare, edema, splenomegali, artralgia, gagal ginjal,
neuritis, pankreatitis, parotitis, epididimitis, hematemesis, asites, miokarditis.

20
Fase Leptospiremia
Fase ini ditandai dengan adanya leptospira di dalam darah dan cairan
serebrospinal, berlangsung secara tiba-tiba dengan gejala awal sakit kepala
biasanya di frontal, rasa sakit pada otot yang hebat terutama pada paha, betis dan
pinggang diserai nyeri tekan. Mialgia dapat diikuti dengan hiperestesi kulit,
demam tinggi yang disertai menggigil, juga didapati mual dengan atau tanpa
muntah disertai mencret, bahkan pada sekitar 25% kasus disertai penurunan
kesadaran. Pada pemeriksaan keadaan sakit berat, bradikardi relatif, dan ikterus
(50%). Pada hari ke 3-4 dapat dijumpai adanya konjungtiva suffusion dan
fotofobia. Pada kulit dapat dijumpai rash yang berbentuk makular, makulopapular,
atau urtikaria. Kadang-kadang dijumpai splenomegali, hepatomegali, serta
limfadenopati. Fase ini berlangsung 4-7 hari. Jika cepat ditangani pasien akan
membaik, suhu akan kembali normal, penyembuhan organ-organ yang terlibat dan
fungsinya kembali normal 3-6 minggu setelah onset. Pada keadaan sakit yang
lebih berat demam turun setelah 7 hari diikuti oleh bebas demam selama 1-3 hari,
setelah itu terjadi demam kembali. Keadaan ini disebut fase kedua atau fase imun.

Fase Imun
Fase ini ditandai dengan peningkatan titer antibodi, dapat timbul demam
yang mencapai suhu 40C disertai menggigil dan kelemahan umum. Terdapat rasa
sakit yang menyeluruh pada leher, perut, dan otot-otot kaki terutama otot betis.
Terdapat perdarahn berupa epistaksis, gejala kerusakan pada ginjal dan hati,
uremia dan ikterik. Perdarahan paling jelas terlihat pada fase ikterik, purpura,
ptekie, epistaksis, perdarahan gusi merupakan manifestasi perdarahan paling
sering. Conjungtiva injection dan conjungtival suffusion dengan ikterus
merupakan tanda patognomonis untuk leptospirosis.
Terjadinya meningitis merupakan tanda pada fase ini, walaupun hanya
50% gejala dan tanda meningitis, tetapi pleiositosos pada CSS dijumpai pada 50-
90% pasien. Tanda-tanda meningeal dapat menetap dalam beberapa minggu,

21
tetapi biasanya menghilang setelah 1-2 hari. Pada fase ini leptospira dijumpai
didalam urin.
8. PEMERIKSAAN LABORATORIUM DAN RADIOLOGI(s-1)
Ditemukannya sedimen urin (leukosit, eritrosit, dan hyalin atau granular)
dan proteinuria ringan pada leptospirosis anikterik menjadi gagal ginjal dan
azotemia pada kasus yang berat. Jumlah sedimen eritrosit biasanya meningkat.
Pada leptospirosis anikterik, jumlah leukosit antara 3000-26000/L, dengan
pergeseran ke kiri; pada Weils sindrome, sering ditandai oleh leukositosis.
Trombositopenia yang ringan terjadi pada 50% pasien dan dihubungkan dengan
gagal ginjal. Pada perbandingannya dengan hepatitis virus akut, leptospirosis
memiliki bilirubin dan alkali phospatase serum yang meningkat sama dengan
peningkatan ringan dari aminotransferase serum (sampai 200/ul). Pada Weils
sindrome, protrombin time dapat memanjang tetapi dapat dikoreksi dengan
vitamin K. Kreatin phospokinase yang meningkat pada 50 % pasien dengan
leptospirosis selama minggu pertama perjalanan penyakit, dapat membantu
membedakannya dengan infeksi hepatitis virus.
Bila terjadi reaksi meningeal, awalnya terjadi predominasi leukosit
polimorfonuklear dan diikuti oleh peningkatan sel mononuklear. Konsentrasi
protein pada LCS dapat meningkat dan glukosa pada LCS normal.
Pada leptopirosis berat, lebih sering ditemukan abnormalitas gambaran
radiologis paru daripada berdasarkan pemeriksaan fisik berupa gambarab
hemoragik alveolar yang menyebar. Abnormalitas ini terjadi 3-9 hari setelah
onset. Abnormalitas radiografi ini paling sering terlihat pada lobus bawah paru.

9. DIAGNOSIS
Pada umumnya diagnosis awal leptospirosis sulit karena pasien biasanya
datang meningitis, hepatitis, nefritis, pneumonia, influenza, sindroma syok toksik,
demam yang tidak diketahui asalnya dan diatesis hemoragik, bahkan beberapa
kasus datang dengan pankreatitis. Pada anamnesis penting diketahui tentang
riwayat pekerjaan pasien, apakah termasuk kelompok risiko tinggi. Gejala atau
keluhan didapati demam yang muncul mendadak, sakit kepala terutama di bagian

22
frontal, nyeri otot, mata merah/fotofobia, mual atau muntah. Pada pemeriksaan
fisik dijumpai demam, bradikardia, nyeri tekan otot, hepatomegali, dan lain-lain.
Pada pemeriksaan laboratorium darah rutin bisa dijumpai leukositosis, normal,
atau sedikit menurun disertai gambaran neutrofilia dan laju endap darah yang
meninggi. Pada urin dijumpai proteinuria, leukosituria, dan cast. Bila organ hati
terlibat, bilirubin direk meningkat tanpa peningkatan transaminase. BUN, ureum
dan kreatinin juga bisa meninggi bila terjadi komplikasi pada ginjal.
Trombositopenia terdapat pada 50% kasus. Diagnosa pasti dengan isolasi
leptospira dari cairan tubuh dan serologi.
Kultur
Dengan mengambil specimen dari darah atau CSS selama 10 hari pertama
perjalanan penyakit. Dianjurkan untuk melakukan kultur ganda dan mengambil
specimen pada fase leptospiremia serta belum diberi antibiotic. Kultur urine
diambil setelah 2-4 minggu onset penyakit. Kadng-kadang kultur urin masih
positif selama memerapa bulan atau tahun setelah sakit. Untuk isolasi leptospira
dari cairan atau jaringan tubuh, digunakan medium Ellinghausen-McCullough-
Johnson-Harris; atau medium Fletcher dan medium Korthof. Spesimen dapat
dikirim ke laboratorium untuk dikultur , karena leptospirosis dapat hidup dalam
heparin, EDTA atau sitrat sampai 11 hari. Pada specimen yang terkontaminasi,
inokulasi hewan dapat digunakan.
Serologi
Jenis uji serologi dapat dilihat pada table 3 pemeriksaan untuk mendeteksi
adanya leptospira dengan cepat adalah dengan pemeriksaan Polymerase Chain
Reaktion (PCR), silver stain, atau fluroscent antibody stain, dan mikroskop
lapangan gelap.

10. DIAGNOSIS BANDING(s-1)


Leptospirosis harus dibedakan dengan demam yang lain dihubungkan
dengan sakit kepala dan nyeri otot,seperti dengue, malaria, demam enterik,
hepatitis virus, dan penyakit rickettsia.
a. Dengue Fever

23
b. Hantavirus Cardiopulmonary Syndrome
c. Hepatitis
d. Malaria
e. Meningitis
f. Mononucleosis, influenza
g. Enteric fever
h. Rickettsial disease
i. Encephalitis
j. Primary HIV infection

11. PENGOBATAN
Pengobatan suportif dengan observasi ketat untuk mendeteksi dan
mengatasi keadaan dehidrasi, hipotensi, perdarahan dan gagal ginjal sangat
penting pada leptospirosis. Gangguan fungsi ginjal umumnya dengan spontan
akan membaik dengan membaiknya kondisi pasien. Namun pada beberapa pasien
membutuhkan tindakan hemodialisa temporer.(1)
Pemberian antibiotic harus dimulai secepat mungkin, biasanya pemberian
dalam 4 hari setelah onset cukup efektif. Berbagai jenis antibiotik pilihan, seperti
: (1)

24
Untuk kasus leptospirosis berat, pemberian intra vena penicillin G,
amoxiciliin, ampisilin atau eritromisin dapat diberikan. Sedangkan untuk kasus-
kasus ringan dapat diberikan antibiotika oral tetrasiklin, doksisiklin, ampisilin atau
amoksisilin maupun sefalosporin. (1)
Sampai saat ini penisilin masih merupakan antibiotika pilihan utama,
namun perlu diingat bahwa antibiotika bermanfaat jika leptospira masih di dalam
darah (fase leptospiraemia). Pada pemberian penisilin, dapat muncul reaksi
Jarisch- Herxherimer 4 sampai 6 jam setelah pemberian intra vena, yang
menunjukkan adanya aktivitas anti-leptospira. Tindakan suportif diberikan sesuai
dengan keparahan penyakit dan komplikasi yang timbul. Keseimbangan cairan,
elektrolit, dan asam basa diatur sebagaimana pada penanggulangan gagal ginjal
secara umum. Kalau terjadi azotemia/uremia berat sebaiknya dilakukan dialysis.
(1)

12. PROGNOSIS(s-1)
Prognosis penderita dengan infeksi ringan sangat baik tetapi kasus yang
lebih berat seringkali lebih buruk. Jika tidak ada ikterus, penyakit jarang fatal,
karena pada kasus dengan ikterus angka kematian mencapai 5% pada umur di

25
bawah 30 tahun, dan pada usia lanjut mencapai 30-40%. Sedangkan leptospirosis
selama kehamilan dapat meningkatkan mortalitas fetus.
12. KOMPLIKASI
Komplikasi meliputi meningitis, fatigue berlebihan, gangguan
pendengaran, distress respirasi, azotemia, dan renal interstitial tubular necrosis
yang akhirnya menyebabkan gagal ginjal dan kadang juga gagal hati. Bentuk berat
dari penyakit ini disebut Weils disease. Masalah kardiovascular juga dapat
terjadi.(2)
a. Pada hati : kekuningan yang terjadi pada hari ke 4 dan ke 6.
b. Pada ginjal : gagal ginjal yang dapat menyebabkan kematian.
c. Pada jantung : berdebar tidak teratur, jantung membengkak dan gagal jantung
yang dapat mengikabatkan kematian mendadak.
d. Pada paru-paru : batuk darah, nyeri dada, sesak nafas.
e. Perdarahan karena adanya kerusakan pembuluh darah dari saluran pernafasan,
saluran pencernaan, ginjal, saluran genitalia, dan mata (konjungtiva).
f. Pada kehamilan : keguguran, prematur, bayi lahir cacat dan lahir mati.

13. PENCEGAHAN
Pencegahan leptospirosis khususnya didaerah tropis sangat sulit.
Banyaknya hospes perantara dan jenis serotype sulit untuk dihapuskan. Bagi
mereka yang mempunyai risiko tinggi untuk tertular leptospirosis harus diberikan
perlindungan berupa pakaian khusus yang dapat melindunginya dari kontak
dengan bahan-bahan yang telah terkontaminasi dengan kemih binatang reservoir.
Pemberian doksisiklin 200 mg perminggu dikatakan bermanfaat untuk
mengurangi serangan leptospirosis bagi mereka yang memiliki risiko tinggi dan
terpapar dalam waktu singkat. Penelitian terhadap tentara Amerika di hutan
Punama selama 3 minggu, ternyata dapat mengurangi serangan leptospirosis dari
4-2% menjadi 0,2% san efikasi pencegahan 95%.(1)
Vaksinasi terhadap hewan-hewan tersangka reservoir sudah lama
direkomendasikan, tetapi vaksinasi terhadap manusia belum berhasil dilakukan,
masih memerlukan penelitian lebih lanjut. (1)

26
Sementara itu, cara-cara yang dapat dilakukan oleh masyarakat agar
terhindar dari penyakit ini, diantaranya:
a. Menyimpan makanan dan minuman dengan baik agar terhindar dari
tikus.
b. Mencuci tangan, dengan sabun sebelum makan.
c. Mencuci tangan, kaki serta bagian tubuh lainnya dengan sabun setelah
bekerja di sawah/ kebun/ sampah/ tanah/ selokan dan tempat tempat
yang tercemar lainnya.
d. Melindungi pekerja yang beresiko tinggi terhadap Leptospirosis (
petugas kebersihan, petani, petugas pemotong hewan dan lain lain )
dengan menggunakan sepatu bot dan sarung tangan.
e. Menjaga kebersihan lingkungan.
f. Menyediakan dan menutup rapat tempat sampah.
g. Membersihkan tempat tempat air dan kolam kolam renang.
h. Menghindari adanya tikus didalam rumah atau gedung.
i. Menghindari pencemaran oleh tikus.
j. Melakukan desinfeksi terhadap tempat tempat tertentu yang tercemar
oleh tikus.
k. Meningkatkan penangkapan tikus.

27
DAFTAR PUSTAKA

1. Zein, Umar. 2006. Leptospirosis. Dalam buku ajar ilmu penyakit dalam. Jilid III
edisi IV. Jakarta : pusat penerbitan Departemen ilmu penyakit dalam FKUI. Hal
1823-5.
2. Depkes RI. 2005. Pedoman Penanggulangan Leptospirosis di Indonesia. Jakarta:
Depkes RI Ditjen P2M dan PLP
3. Mansjoer, A. 2005. Kapita Selekta Kedokteran edisi 3 Bagian I. Media
Aesculapius, FKUI. Jakarta
4. Saroso, S. 2003. Pedoman Tatalaksana Kasus dan Pemeriksaan Laboratorium
Leptospirosis di Rumah Sakit. Departemen Kesehatan RI : Jakarta
5. Cunha, John P. Leptospirosis.
http://www.medicinenet.com/leptospirosis/page2.htm
6. Dugdale, David C. Leptospirosis.
http://www.nlm.nih.gov/medlineplus/ency/article/001376.htm

28

Anda mungkin juga menyukai