Anda di halaman 1dari 28

Presentasi Kasus

REHABILITASI MEDIK
SEORANG PEREMPUAN 52 TAHUN DENGAN PARAPARESE
INFERIOR

Oleh:
Rully Prasetyo SN
G99161012

Pembimbing:
dr. Yunita Fatmawati, Sp.KFR

KEPANITERAAN KLINIK BAGIAN REHABILITASI MEDIK


FAKULTAS KEDOKTERAN UNS/RSUD DR. MOEWARDI
SURAKARTA
2017

1
BAB I
STATUS PASIEN

I. ANAMNESIS
A. Identitas Pasien
Nama : Ny. MR
Umur : 52 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Alamat : Tebet, Jakarta selatan
Status : Menikah
Tanggal Masuk : 4 Januari 2017
Tanggal Periksa : 5 Januari 2017
No RM : 01-36-46-91

B. Keluhan Utama
Kelemahan anggota gerak bawah.

C. Riwayat Penyakit Sekarang


Pasien datang ke IGD RSUD Dr. Moewardi dibawa oleh keluarga dengan keluhan
kelemahan anggota gerak bawah. Kelemahan anggota gerak bawah dirasakan pasien
sejak 1 bulan sebelum masuk rumah sakit. Diawali dari kaki kanan diikuti kaki kiri 1
minggu berikutnya. Sebelum ada kelemahan anggota gerak bawah, pasien mengeluh
nyeri punggung bawah 6 bulan sebelum masuk rumah sakit. Bicara pelo (+), muntah
(-), mual (-), pusing (-), nyeri kepala (-), telinga berdenging (-), penurunan pendengaran
(-), nggliyeng (-), kejang (-), kesemutan (-), pandangan kabur (-), pandangan dobel (-),
batuk (-), pilek (-), demam (-), makan dan minum biasa, tidak tersedak. BAK normal.
BAB (-) sejak 1 minggu sebelum masuk rumah sakit.
Pasien terlihat lebih lemas dan lemah dari sebelumnya. Saat ini pasien
membutuhkan bantuan dalam melakukan aktivitas fisik karena kelemahan anggota
gerak bawahnya. Sebelum ini keluarga pasien mengaku bahwa pasien selalu
melakukan semua aktivitas fisik sehari-hari sendiri.

2
D. Riwayat Penyakit Dahulu
Keluhan serupa : disangkal
Riwayat operasi : Mastektomi payudara kiri 6 tahun yang lalu
Riwayat hipertensi : + sejak 1 tahun, tidak rutin kontrol dan tidak rutin
minum obat
Riwayat DM : disangkal
Riwayat trauma : + 10 tahun yang lalu
Riwayat penyakit jantung : disangkal
Riwayat alergi : disangkal
Riwayat asma : disangkal
Riwayat stroke : disangkal

E. Riwayat Penyakit Keluarga


Riwayat hipertensi : disangkal
Riwayat DM : disangkal
Riwayat penyakit jantung : disangkal
Riwayat stroke : disangkal

F. Riwayat Kebiasaan dan Gizi


Penderita mempunyai kebiasaan makan goreng-gorengan dan makanan berlemak
yang lain.
Riwayat merokok : disangkal
Riwayat mengonsumsi alkohol : disangkal
Riwayat olahraga : jarang

G. Riwayat Sosial Ekonomi


Pasien seorang ibu rumah tangga. Pasien tinggal bersama anaknya di rumah.
Pasien mondok di RSDM dengan menggunakan BPJS.

3
II. PEMERIKSAAN FISIK
A. Status Generalis
Keadaan umum pasien adalah sakit sedang, kesadaran pasien compos mentis
E4V5M6, dan gizi kesan cukup.

B. Tanda Vital
Tekanan darah : 130/100 mmHg
Nadi : 78x/ menit
Respirasi : 16x/ menit
Suhu : 36.7 C (per aksila)
VAS :2

C. Kulit
Warna sawo matang, pucat (-), petechie (-), venektasi (-), spider naevi (-), striae
(-), hiperpigmentasi (-).
D. Kepala
Bentuk mesocephal, kedudukan kepala simetris, luka (-), rambut hitam beruban,
tidak mudah rontok, tidak mudah dicabut, atrofi otot (-).
E. Mata
Conjunctiva pucat (-/-), sklera ikterik (-/-), refleks cahaya langsung dan tak
langsung (+/+), pupil isokor (3 mm/ 3mm), oedem palpebra (-/-), sekret (-/-).
F. Hidung
Nafas cuping hidung (-), deformitas (-), darah (-/-), sekret (-/-)
G. Telinga
Deformitas (-/-),darah (-/-), sekret (-/-)
H. Mulut
Bibir kering (-), sianosis (-), lidah kotor (-),stomatitis (-), mukosa pucat (-), gusi
berdarah (-).
I. Leher
Simetris, trakea di tengah, JVP tidak meningkat, limfonodi tidak membesar, nyeri
tekan (-), benjolan (-).
J. Thorax
1. Retraksi (-)
2. Jantung
Inspeksi : ictus cordis tidak tampak
Palpasi : ictus cordis tidak kuat angkat
Perkusi : konfigurasi jantung kesan tidak melebar
Auskultasi : BJ I dan II intensitas normal, reguler, dan bising (-)
3. Paru
Inspeksi : pengembangan dinding dada kanan = kiri (statis dan
Dinamis), gerakan paradoksal (-)
Palpasi : fremitus taktil kanan = kiri
Perkusi : sonor di seluruh lapang paru
Auskultasi : suara dasar (vesikuler/vesikuler), suara tambahan (-)
K. Abdomen
Inspeksi : dinding perut lebih tinggi daripada dinding dada

4
Auskultasi : peristaltik (+) normal 14x/ menit
Perkusi : timpani
Palpasi : nyeri tekan (-), hepar, dan lien kesan normal
L. Ekstremitas
Oedem Akral dingin

- -
M.Status Psikiatri - -
1. Deskripsi Umum
a. Penampilan : perempuan, tampak sesuai umur,
berpakaian rapi, perawatan diri cukup
b. Kesadaran :
1) Kuantitatif : compos mentis
2) Kualitatif : tidak berubah
c. Perilaku dan aktivitas motorik : normoaktif
d. Pembicaraan : koheren, menjawab pertanyaan dengan cukup
tepat
e. Sikap terhadap pemeriksa : kurang kooperatif, kontak mata agak kurang
2. Afek dan Mood
a. Afek : appropiate
b. Mood : normal
3. Gangguan Persepsi
a. Halusinasi :-
b. Ilusi :-
4. Proses Pikir
a. Bentuk : realistik
b. Isi : waham (-)
c. Arus : koheren
5. Sensorium dan Kognitif
a. Daya konsentrasi : cukup
b. Orientasi :
1) Orang : baik
2) Waktu : baik
3) Tempat : baik
6. Daya Nilai : daya nilai realitas dan sosial baik
7. Insight : derajat 5
N. Status Neurologis
Kesadaran : GCS E4V5M6
Fungsi luhur : dalam batas normal
Fungsi vegetatif : dalam batas normal
Fungsi koordinasi : sulit dievaluasi
Fungsi sensorik :
1. Rasa ekseteroseptik Lengan Tungkai
Nyeri (+/+) (-/-)
Rabaan (+/+) (-/-)
2. Rasa propioseptik Lengan Tungkai
Rasa posisi (+/+) (-/-)
Rasa nyeri tekan (+/+) (-/-)
Rasa nyeri tusuk (+/+) (-/-)
3. Rasa kortikal

5
Stereogonsis : normal
Barognosis : normal
Pengenalan 2 titik : normal

Fungsi motorik dan reflek


Atas ka/ki Tengah ka/ki Bawah ka/ki
a. Lengan
1) Kekuatan 1/5 1/5 1/5
2) Tonus /n /n /n
3) Reflek Fisiologis
a) Reflek Biseps +2/+2
b) Reflek Triseps +2/+2
4) Reflek Patologis
a) Reflek Hoffman -/-
b) Reflek Tromner -/-
b. Tungkai
1) Kekuatan 1/1 1/1 1/1
2) Tonus / / /
3) Klonus
a) Lutut -/-
b) Kaki -/-
4) Reflek Fisiologis
a) Reflek Patella +1/+1
b) Reflek Achilles +1/+1
5) Reflek Patologis
a) Reflek Babinsky +/+
b) Reflek Chaddock -/-
c) Reflek Oppenheim -/-

Nervus Cranialis
1. Nervus II, III : pupil isokor 3 mm/3 mm, reflek pupil (+/+)
2. Nervus III, IV, VI : pergerakan bola mata normal
3. Nervus VII : kesan simetris
4. Nervus XII : kesan simetris

6
O. Range of Motion (ROM) dan MMT
ROM
NECK MMT
Pasif Aktif
Fleksi 0 - 70 0 - 70 5
Ekstensi 0 - 40 0 - 40 5
Lateral bending kanan 0 - 60 0 - 60 5
Lateral bending kiri 0 - 60 0 - 60 5
Rotasi kanan 0 - 90 0 - 90 5
Rotasi kiri 0 - 90 0 - 90 5

ROM Pasif ROM Aktif MMT


Ektremitas Superior
Dekstra Sinistra Dekstra Sinistra D S
Fleksi 0-90 0-90 0-90 0-90 5 5
Ektensi 0-50 0-50 0-50 0-50 5 5
Abduksi 0-180 0-180 0-180 0-180 5 5
Shoulder
Adduksi 0-75 0-75 0-75 0-75 5 5
Eksternal Rotasi 0-90 0-90 0-90 0-90 5 5
Internal Rotasi 0-90 0-90 0-90 0-90 5 5
Fleksi 0-150 0-150 0-150 0-150 5 5
Ekstensi 0 0 0 0 5 5
Elbow
Pronasi 0-90 0-90 0-90 0-90 5 5
Supinasi 0-90 0-90 0-90 0-90 5 5
Fleksi 0-90 0-90 0-90 0-90 5 5
Ekstensi 0-70 0-70 0-70 0-70 5 5
Wirst
Ulnar Deviasi 0-30 0-30 0-30 0-30 5 5
Radius deviasi 0-20 0-20 0-20 0-20 5 5
MCP I Fleksi 0-50 0-50 0-50 0-50 5 5
MCP II-IV fleksi 0-90 0-90 0-90 0-90 5 5
Finger
DIP II-V fleksi 0-90 0-90 0-90 0-90 5 5
PIP II-V fleksi 0-100 0-100 0-100 0-100 5 5
MCP I Ekstensi 0-30 0-30 0-30 0-30 5 5

ROM Pasif ROM Aktif MMT


Ektremitas Inferior
Dekstra Sinistra Dekstra Sinistra D S
Fleksi 0-120 0-120 sde sde 1 1
Ektensi 0-30 0-30 sde sde 1 1
Abduksi 0-45 0-45 sde sde 1 1
Hip
Adduksi 0-45 0-45 sde sde 1 1
Eksorotasi 0-30 0-30 sde sde 1 1
Endorotasi 0-30 0-30 sde sde 1 1
Fleksi 0-120 0-120 sde sde 1 1
Knee
Ekstensi 0 0 sde sde 1 1
Dorsofleksi 0-30 0-30 sde sde 1 1
Plantarfleksi 0-30 0-30 sde sde 1 1
Ankle
Eversi 0-50 0-50 sde sde 1 1
Inversi 0-40 0-40 sde sde 1 1

P. Status Ambulansi

7
Skor ADL dengan Barthel Index
Activity Score
Feeding
0 = unable 5
5 = butuh bantuan memotong, mengoleskan mentega, dll, atau
membutuhkan modifikasi diet
10 = independen
Bathing
0 = dependen 0
5 = independen (atau menggunakan shower)
Grooming
0 = membutuhkan bantuan untuk perawatan diri 0
5 = independen dalam perawatan muka, rambut, gigi, dan bercukur
Dressing
0 = dependen 5
5 = membutuhkan bantuan, tapi dapat melakukan sebagian pekerjaan
sendiri
10 = independen (termasuk mengancingkan resleting, menalikan pita,
dll.
Bowel
0 = inkontinensia (atau membutuhkan enema) 0
5 = occasional accident
10 = kontinensia
Bladder
0 = inkontinensia atau memakai kateter dan tidak mampu menangani 0
sendiri
5 = occasional accident
10 = kontinensia
Toilet use
0 = dependen 0
5 = membutuhkan bantuan, tapi dapat melakukan beberapa hal
sendiri
10 = independen (on and off, dressing)
Transfer
0 = unable, tidak ada keseimbangan duduk 0
5 = butuh bantuan besar (satu atau dua orang, fisik), dapat duduk
10 = bantuan kecil (verbal atau fisik)
15 = independen
Mobility
0 = immobile atau < 50 yard 0
5 = wheelchair independen, > 50 yard
10 = berjalan dengan bantuan satu orang (verbal atau fisik) > 50 yard
15 = independen (tapi dapat menggunakan alat bantu apapun,
tongkat) > 50 yard

8
Stairs
0 = unable 0
5 = membutuhkan bantuan (verbal, fisik, alat bantu)
10 = independen
Total (0-100) 10 (Dependen
Total)
Nilai Interpretasi:
0-20 : Dependen Total
25-45 : Dependen Berat
50-75 : Dependen Sedang
80-90 : Dependen Ringan
100 : Mandiri
III. PEMERIKSAAN PENUNJANG
A. Laboratorium Darah (4 Januari 2017)

Hasil Satuan Rujukan


SITOLOGI
Hb 9.8 g/dl 12.0-15.6
HCT 31 33-45
AE 3.25 106/l 4.10-5.10
AL 7.5 103/l 4,5-11
AT 369 103/l 150-450
KIMIA KLINIK
HbA1c 5.6 % 4.8 5.9
GDP 87 mg/dl 70 110
G2PP 127 mg/dL 80140
Asam urat 4.6 mg/dL 2.4 6.1
Kolesterol mg/dl
125 50-200
Total
LDL 86 mg/dl 100 224
HDL 28 mg/dl 38 92
Trigliserida 115 mg/dl <150
TUMOR MARKER
CEA 14.67 ng/mL <3
CA 19-9 22 U/ mL <37

B. Foto CT Scan (3 Januari 2017)

9
Kesimpulan: Chronic infark di corona radiata dan ganglia basal kiri

10
C. Foto Thorax (3 Januari 2017)

Kesimpulan: Tidak ada kelainan pada jantung dan paru-paru

IV. ASSESSMENT
Klinis : Paraparese inferior UMN, Hipoestesi setinggi VTh
VII, Retensio Alvi
Topis : Myelum Th VII, L II
Etiologis : Suspek Tumor Medula Spinalis

V. DAFTAR MASALAH
A. Masalah Medis : Paraparese inferior
B. Problem Rehabilitasi Medik :
1. Fisioterapi : penderita sulit menggerakkan ekstremitas bawahnya
2. Okupasi Terapi : gangguan dalam melakukan aktivitas fisik sehari-hari
3. Sosiomedik : memerlukan bantuan untuk melakukan aktivitas
sehari-hari
4. Ortesa-protesa : keterbatasan saat ambulasi
5. Psikologi : beban pikiran penderita dalam menghadapi penyakit
karena merasa tidak didukung oleh keluarga.
VI. PENATALAKSANAAN
A. Terapi Medikamentosa
1. Infus NaCl 0,9% 14 tpm
2. Injeksi Vitamin B12 500 mg/ 12 jam
3. Injeksi Ranitidin 50 mg/ 12 jam
4. Ibuprofen 400 mg/ 8 jam po
5. Laxadin syr CI/ 8 jam po

B. Rehabilitasi Medik
1. Fisioterapi:
a. Proper bed positioning
b. ROM dan stretching excercise
c. Strengthening excercise

11
2. Okupasi Terapi:
Melatih pasien agar dapat menjalankan ADL sesuai fungsi awalnya.
3. Sosiomedik:
Edukasi terhadap keluarga pasien mengenai bagaimana perawatan pasien dan
pentingnya peran keluarga dalam pengawasan dan membantu pasien untuk
melakukan latihan rehabilitasi di rumah serta evaluasi sosial ekonomi.
4. Ortesa-protesa:
Menyiapkan alat bantu jalan jika diperlukan (quadripod atau tripod).
5. Psikologi:
Evaluasi status mental pasien dan merencanakan terapi psikologis berdasarkan
hasil pemeriksaan status mental pasien tersebut, memberikan terapi suportif pada
keluarga pasien.

VII. IMPAIRMENT, DISABILITAS, HANDICAP


A. Impairment
Paraparese inferior
B. Disabilitas
Terjadi disabilitas personal berdasarkan Barhel Index dengan skor ADL 10 (dependen
total) dengan gangguan mandi, perawatan diri, berpakaian, menggunakan toilet,
transfer, mobilisasi, dan menaiki tangga serta disabilitas dalam berkomunikasi.
C. Handicap
Gangguan untuk bekerja dan berinteraksi dengan masyarakat luas, keterbatasan
menghadiri acara sosial seperti pengajian, arisan dan undangan pernikahan.

VIII. PLANNING
A. Planning diagnostik :-
B. Planning terapi :-
C. Planning edukasi :
1. Penjelasan penyakit dan komplikasi yang bisa
terjadi
2. Penjelasan tujuan pemeriksaan dan tindakan yang
dilakukan
3. Edukasi untuk home exercise dan ketaatan untuk
melakukan terapi
D. Planning monitoring : Evaluasi hasil fisioterapi

IX. GOAL
A. Jangka pendek
1. Perbaikan keadaan umum sehingga mempersingkat lama perawatan
2. Memperbaiki kemampuan penderita dalam melaksanakan aktivitas harian.
3. Meningkatkan dan memelihara kekuatan otot
4. Meningkatkan dan memelihara ROM
5. Mengatasi masalah psikososial yang timbul akibat penyakit yang diderita pasien
B. Jangka panjang

12
1. Memperbaiki kemampuan penderita mengatasi gejala tidak hanya pada fase akut,
tetapi juga fase kronik.
2. Minimalisasi impairment dan disabilitas pada pasien
3. Mencegah terjadinya komplikasi akibat tirah baring lama seperti ulkus decubitus,
pneumonia, atrofi otot, hipotensi ortostatik dan lain sebagainya.

X. PROGNOSIS
Ad vitam : dubia
Ad sanam : dubia
Ad fungsionam : dubia

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

I. TUMOR MEDULA SPINALIS


A. PENDAHULUAN
Medula spinalis tersusun dalam kanalis spinalis dan diselubungi oleh sebuah
lapisan jaringan konektif, dura mater. Tumor medula spinalis merupakan suatu
kelainan yang tidak lazim, dan hanya sedikit ditemukan dalam populasi. Namun, jika
lesi tumor tumbuh dan menekan medula spinalis, tumor ini dapat menyebabkan
disfungsi anggota gerak, kelumpuhan dan hilangnya sensasi.1

B. KLASIFIKASI
Tumor pada medulla spinalis dapat dibagi menjadi tumor primer dan tumor
metastasis. Kelompok yang dominan dari tumor medula spinalis adalah metastasis
dari proses keganasan di tempat lain. Tumor medula spinalis dapat dibagi menjadi tiga
kelompok, berdasarkan letak anatomi dari massa tumor. Pertama, kelompok ini dibagi
dari hubungannya dengan selaput menings spinal, diklasifikasikan menjadi tumor
intradural dan tumor ekstradural. Selanjutnya, tumor intradural sendiri dapat dibagi
menjadi dua kelompok yaitu tumor yang tumbuh pada substansi dari medula spinalis

13
itu sendiri intramedullary tumours- serta tumor yang tumbuh pada ruang
subarachnoid (extramedullary).3

Gambar 1. Letak tumor medulla spinalis, ed = ekstradural; ie = intradural ekstramedular; ii =


intradural intramedular

14
Ekstra dural Intradural ekstramedular Intardural intramedular

Chondroblastoma Ependymoma, tipe myxopapillary Astrocytoma


Chondroma Epidermoid Ependymoma
Hemangioma Lipoma Ganglioglioma
Lipoma Meningioma Hemangioblastoma
Lymphoma Neurofibroma Hemangioma
Meningioma Paraganglioma Lipoma
Metastasis Schwanoma Medulloblastoma
Neuroblastoma Neuroblastoma
Neurofibroma Neurofibroma
Osteoblastoma Oligodendroglioma
Osteochondroma Teratoma
Osteosarcoma
Sarcoma
Vertebral hemangioma
Table 1. Distribusi anatomi dari tumor medulla spinalis berdasarkan
gambaran histologisnya

C. ETIOLOGI
Patogenesis dari neoplasma medula spinalis belum diketahui, tetapi
kebanyakan muncul dari pertumbuhan sel normal pada tempat tersebut. Riwayat
genetik terlihat sangat berperan dalam peningkatan insiden pada keluarga tertentu
atau syndromic group(neurofibromatosis). Astrositoma dan neuroependymoma
merupakan jenis yang tersering pada pasien dengan neurofibromatosis tipe 2, yang
merupakan kelainan pada kromosom 22. Spinal hemangioblastoma dapat terjadi pada
30% pasien dengan von hippel-lindou syndrome sebelumnya,yang merupakan
abnormalitas dari kromosom 3.2

D. EPIDEMOLOGI
Insiden dari semua tumor primer medula spinalis sekitar 10% sampai 19% dari
semua tumor primer susunan saraf pusat. (SSP), dan seperti semua tumor pada aksis
saraf, insidennya meningkat seiring dengan umur. Prevalensi pada jenis kelamin
tertentu hampir semuanya sama, kecuali pada meningioma yang pada umumnya

15
terdapat pada wanita, serta ependymoma yang lebih sering pada laki-laki. Sekitar 70%
dari tumor intradural merupakan ekstramedular dan 30% merupakan intramedular.4-6
Histologi Insiden
Tumor sel glia 23 %
Ependymoma 13%-15%
Astrositoma 7%-11%
Schwanoma 22%-30%
Meningioma 25%-46%
Lesi vascular 6%
Chondroma/chondrosarkoma 4%
Jenis tumor yang lain 3%-4%
Table 2. Distribusi insiden tumor primer medulla spinalis berdasarkan histology

Jenis tumor Total insiden Umur Jenis kelamin Lokasi anatomis


Schwanoma 53,7 % 40-60 tahun > Laki-laki >lumbal
Meningioma 31,3% 40-60 tahun >perempuan >thorakal
Ependymoma 14,9% <> Laki-laki=perempuan >lumbal
Tabel 3. Distribusi tumor intradural ekstramedular berdasarkan umur, jenis kelamin
dan lokasi tersering

Lokasi Insiden

Thorakal 50%-55%
Lumbal 25%-30%
Servikal + Foramen magnum 15%-25%
Tabel 4. Insiden tumor primer medulla spinalis berdasarkan lokasi

Tumor intradural intramedular yang tersering adalah ependymoma,


astrositoma dan hemangioblastoma. Ependymoma merupakan tumor intramedular
yang paling sering pada orang dewasa. Tumor ini lebih sering didapatkan pada orang
dewasa pada usia pertengahan(30-39 tahun) dan lebih jarang terjadi pada usia anak-
anak. insidensi ependidoma kira-kira sama dengan astrositoma. Dua per tiga dari
ependydoma muncul pada daerah lumbosacral . 4,8
Diperkirakan 3% dari frekuensi astrositoma pada susunan saraf pusat tumbuh
pada medula spinalis. Tumor ini dapat muncul pada semua umur, tetapi yang tersering

16
pada tiga dekade pertama. Astrositoma juga merupakan tumor spinal intramedular
yang tersering pada usia anak-anak, tercatat sekitar 90% dari tumor intramedular pada
anak-anak dibawah umur 10 tahun, dan sekitar 60% pada remaja. Diperkirakan 60%
dari astrositoma spinalis berlokasi di segmen servikal dan servikotorakal. Tumor ini
jarang ditemukan pada segmen torakal, lumbosakral atau pada conus medialis.5
Hemangioblastoma merupakan tumor vaskular yang tumbuh lambat dengan
prevalensi 3% sampai 13% dari semua tumor intramedular medula spinalis. Rata-rata
terdapat pada usia 36 tahun, namun pada pasien dengan von Hippel-Lindau
syndrome (VHLS) biasanya muncul pada dekade awal dan mempunyai tumor yang
multipel. Rasio laki-laki dengan perempuan 1.8 : 1.4.
Tumor intradural ekstramedular yang tersering adalah schwanoma, dan
meningioma. Berdasarkan table 3, schwanoma merupakan jenis yang tersering
(53,7%) dengan insidensi laki-laki lebih sering dari pada perempuan, pada usia 40-60
tahun dan tersering pada daerah lumbal.4
Meningioma merupakan tumor kedua tersering pada kelompok intradural-
ekstramedullar tumor. Meningioma menempati kira-kira 25% dari semua tumor
spinal. Sekitar 80% dari spinal meningioma terlokasi pada segmen thorakal, 25%
pada daerah servikal, 3% pada daerah lumbal, dan 2% pada foramen magnum.5,9

E. GAMBARAN KLINIS
Gambaran klinik dari tumor pada aksis spinal tergantung dari fungsi pada
daerah anatomis yang terkena. Tumor medulla spinalis dapat menyebabkan gejala
lokal dan distal dari segmen spinal yang terkena ( melalui keterlibatan traktus sensorik
dan motorik pada medula spinalis.) akibat organisasi anatomik dalam medula spinalis,
maka kompresi lesi-lesi diluar medula spinalis biasanya menimbulkan gejala dibawah
tingkat lesi. Tingkat gangguan sensorik naik secara berangsur-angsur bersama dengan
meningkatnya kompresi, dan melibatkan daerah yang lebih dalam. Lesi yang terletak
jauh didalam medula apinalis mungkin tidak menyerang serabut-serabut yang terletak
sperfisial, dan hanya menimbulkan disosiaasi sensorik, yaitu sensasi nyeri dan
suhu yang hilang, dan sensasi raba yang masih utuh. Kompresi medula spinalis akan
mengakibatkan ataksia karena mengganggu sensasi posisi.4
Gambaran klinik pada tumor medulla spinalis sangat ditentukan oleh lokasi
serta posisi pertumbuhan tumor dalam kanalis spinalis.
1. Gejala klinik berdasarkan lokasi tumor

17
a. Tumor foramen magnum
Gejala awal dan tersering adalah nyeri servikalis posterior yang
disertai dengan hiperestesi dermatom daerah vertebra servikalis 2 (C2). Setiap
aktivitas yang meningkatkan tekanan intrakranial (misal, batuk, mengedan,
mengangkat barang atau bersin) dapat memperburuk nyeri. Gejala tambahan
adalah gangguan sensorik dan motorik pada tangan dengan pasien yang
melaporkan kesulitan menulis atau memasang kancing. Perluasan tumor
menyebabkan kuadraplegia spastik dan hilangnya sensasi secara bermakna.
Gejala lainnya adalah pusing, disatria, disfagia, nistagmus, kesulitan bernafas,
mual dan muntah, serta atrofi otot sternokleidomastiodeus dan trapezius.
Temuan neurologik tidak selalu timbul tetapi dapat mencakup hiperrefleksia,
rigiditas nuchal, gayaberjalan spastic, palsy N.IX sampai XI, dan kelemahan
ekstremitas.10
b. Tumor daerah servikal
Lesi daerah servikal menimbulkan gejala sensorik dan motorik mirip
lesi radikular yang melibatkan bahu dan lengan dan mungkin juga melibatkan
tangan. Keterlibatan tangan pada lesi servikalis bagian atas diduga disebabkn
oleh kompresi suplai darah ke kornu anterior melaui arteria spinalis anterior.
Pada umumnya terdapat kelemahan dan artrofi gelang bahu dan lengan. Tumor
servikalis yang lebih rendah ( C5, C6, C7) dapat menyebabkan hilangnya
refleks tendon ekstremitas atas (biseps,brakhioradialis, triseps). Defisit
sensorik membentang sepanjang tepi radial lengan bawah dan ibu jari pada
kompresi C6, melibatkan jari tengah dan jari telunjuk pada lesi C7; dan lesi C7
menyebabkan hilangnya sensorik jari telunjuk dan jari tengah.10
c. Tumor daerah thorakal
Penderita lesi daerah thorakal seringkali datang dengan kelemahan
spastik yang timbul perlahan pada ekstremitas bagian bawah dan kemudian
mengalami parastesia. Pasien dapat mengeluh nyeri dan perasaan terjepit dan
tertekan pada dada dan abdomen, yang mungkin dikacaukan dengan nyeri
akibat intrathorakal dan intraabdominal. Pada lesi thorakal bagian bawah,
refleks perut bagian bawah dan tanda beevor dapat menghilang.10
d. Tumor daerah lumbosakral
Kompresi segmen lumbal bagian atas tidak mempengaruhi refleks
perut, namun menghilangkan refleks kremaster dan mungkin menyebabkan
18
kelemahan fleksi panggul dan spastisitas tungkai bawah. Juga terjadi
kehilangan refleks lutut dan refleks pergelangan kaki dan tanda babynski
bilateral. Nyeri umunya dialihkan ke selangkangan. Lesi yang melibatkan
lumbal bagian bawah dan segmen-segmen sakral bagian atas menyebabkan
kelemahan dan atrofi otot-otot perineum, betis dan kaki. Hilangnya sensasi
daerah perianal dan genitalia yang disertai gangguan kontrol usus dan kandung
kemih merupakan tanda khas lesi yang mengenai daerah sakral bagian
bawah.10
e. Tumor kauda ekuina
Lesi dapat menyebabkan nyeri radikular yang dalam., kelemahan dan
atrofi dari otot-otot termasuk gluteus, otot perut, gastrocnemius, dan otot
anterior tibialis. Refleks APR mungkin menghilang, muncul gejala-gejala
sfingter dini dan impotensi. Tanda-tanda khas lainnya adalah nyeri tumpul
pada sakrum dan perineum yang kadang-kadang menjalar ke tungkai. Paralisis
flaksid terjadi sesuai dengan radiks saraf yang terkena dan terkadang
asimetris.10 Refleks lain dapat terpengaruh tergantung letak lesi.
2. Perjalanan klinis tumor berdasarkan letak tumor dalam kanalis spinalis .
a. Lesi Ekstradural
Perjalanan klinis yang lazim dari tumor ektradural adalah kompresi
cepat akibat invasi tumor pada medula spinalis, kolaps kolumna vertebralis,
atau perdarahan dari dalam metastasis. Begitu timbul gejala kompresi medula
spinlis, maka dengan cepat fungsi medula spinalis akan hilang sama sekali.
Kelemahan spastik dan hilangnya sensasi getar dan posisi sendi dibawah
tingkat lesi merupakan tanda awal kompresi medula spinalis.10
b. Lesi Intradural
1) Intradural Ekstramedular
Lesi medula spinalis ekstramedular menyebabkan kompresi medula
spinalis dan radiks saraf pada segmen yang terkena. Sindrom Brown-
Sequard mungkin disebabkan oleh kompresi lateral medula spinalis.Sindrom
akibat kerusakan separuh medula spenalis ini ditandai dengan tanda-tanda
disfungsi traktus kortikospinalis dan kolumna posterior ipsilateral di bawah
tingkat lesi. Pasien mengeluh nyeri, mula-mula di punggung dan kemudian di
sepanjang radiks spinal. Seperti pada tumor ekstradural, nyeri diperberat oleh
traksi oleh gerakan, batuk, bersin atau mengedan, dan paling berat terjadi pada
19
malam hari. Nyeri yang menghebat pada malam hari disebabkan oleh traksi
pada radiks saraf yang sakit, yaitu sewaktu tulang belakang memanjang
setelah hilangnya efek pemendekan dari gravitasi. Defisit sensorik mula-mula
tidak jelas dan terjadi di bawah tingkat lesi (karena tumpah tindih dermaton).
Defisit ini berangsur-angsur naik hingga di bawah tingkat segmen medula
spinalis. Tumor pada sisi posterior dapat bermanifestasi sebagai parestesia dan
selanjutnya defisit sensorik proprioseptif, yang menambahkan ataksia pada
kelemahan. Tumor yang terletak anterior dapat menyebabkan defisit sensorik
ringan tetapi dapat menyebabkan gangguan motorik yang hebat.10
2) Intradural Intramedular
Tumor-tumor intramedular tumbuh ke bagian tengah dari medula
spinalis dan merusak serabut-serabut yang menyilang serta neuron-neuron
substansia grisea. Kerusakan serabut-serabut yang menyilang ini
mengakibatkan hilangnya sensasi nyeri dan suhu bilateral yang meluas ke
seluruh segmen yang terkena, yang pada gilirannya akan menyebabkan
kerusakan pada kulit perifer. Sensasi raba, gerak, posisi dan getar umumnya
utuh kecuali lesinya besar. Defisit sensasi nyeri dan suhu dengan utuhnya
modalitas sensasi yang lain dikenal sebagai defisit sensorik yang terdisosiasi.
Perubahan fungsi refleks renggangan otot terjadi kerusakan pada sel-sel kornu
anterior. Kelemahan yang disertai atrofi dan fasikulasi disebabkan oleh
keterlibatan neuron-neuron motorik bagian bawah. Gejala dan tanda lainnya
adalah nyeri tumpul sesuai dengan tinggi lesi, impotensi pada pria dan
gangguan sfingter.10
F. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Radiologi
Modalitas utama dalam pemeriksaan radiologis untuk mediagnosis semua tipe
tumor medula spinalis adalah MRI. Alat ini dapat menunjukkan gambaran ruang dan
kontras pada struktur medula spinalis dimana gambaran ini tidak dapat dilihat dengan
pemeriksaan yang lain.4
Tumor pada pembungkus saraf dapat menyebabkan pembesaran foramen
intervertebralis. Lesi intra medular yang memanjang dapat menyebabkan erosi atau
tampak berlekuk-lekuk (scalloping) pada bagian posterior korpus vertebra serta
pelebaran jarak interpendikular.4

20
Mielografi selalu digabungkan dengan pemeriksaan CT. tumor intradural-
ekstramedular memberikan gambaran filling defect yang berbentuk bulat pada
pemeriksaan myelogram. Lesi intramedular menyebabkan pelebaran fokal pada
bayangan medula spinalis.4

Gambar 2. Gambaran MRI tumor medula spinalis (intradural intramedular)

Gambar 3. Gambaran MRI tumor intradural ekstramedular


2. CSF
Pada pasien dengan tumor spinal, pemeriksaan CSS dapat bermanfaat
untuk differensial diagnosis ataupun untuk memonitor respon terapi. Apabila
terjadi obstruksi dari aliran CSS sebagai akibat dari ekspansi tumor, pasien dapat
menderita hidrosefalus. Punksi lumbal harus dipertimbangkan secara hati- hati
pada pasien tumor medula spinalis dengan sakit kepala (terjadi peninggian tekasan
intrakranial).4,5
Pemeriksaan CSS meliputi pemeriksaan sel-sel malignan (sitologi), protein
dan glukosa. Konsentrasi protein yang tinggi serta kadar glukosa dan sitologi yang
normal didapatkan pada tumor-tumor medula spinalis, walaupun apabila telah
menyebar ke selaput otak, kadar glukosa didapatkan rendah dan sitologi yang
menunjukkan malignansi. Adanya xanthocromic CSS dengan tidak terdapatnya
21
eritrosit merupakan karakteristik dari tumor medula spinalis yang menyumbat
ruang subarachnoid dan menyebabkan CSS yang statis pada daerah kaudal tekal
sac.4,5

G. DIAGNOSIS
Diagnosis tumor medula spinalis diambil berdasarkan hasil anamnesis dan
pemeriksaan fisis serta penunjang. Tumor ekstradural mempunyai perjalanan klinis
berupa fungsi medula spinalis akan hilang sama sekali disertai Kelemahan spastik dan
hilangnya sensasi getar dan posisi sendi dibawah tingkat lesi yang berlangsung cepat.
Pada pemeriksaan radiogram tulang belakang, sebagian besar penderita tumor akan
memperlihatkan gejala osteoporosis atau kerusakan nyata pada pedikulus dan korpus
vertebra. Myelogram dapat memastikan letak tumor.10
Pada tumor ekstramedular, gejala yang mendominasi adalah kompresi serabut
saraf spinalis, sehingga yang paling awal tampak adalah nyeri, mula-mula di
punggung dan kemudian di sepanjang radiks spinal. Seperti pada tumor ekstradural,
nyeri diperberat oleh traksi oleh gerakan, batuk, bersin atau mengedan, dan paling
berat terjadi pada malam hari. Nyeri yang menghebat pada malam hari disebabkan
oleh traksi pada radiks saraf yang sakit, yaitu sewaktu tulang belakang memanjang
setelah hilangnya efek pemendekan dari gravitasi. Defisit sensorik berangsur-angsur
naik hingga di bawah tingkat segmen medulla spinalis. Pada tomor ekstramedular,
kadar proteid CSS hampir selalu meningkat. Radiografi spinal dapat memperlihatkan
pembesaran foramen dan penipisan pedikulus yang berdekatan. Seperti pada tumor
ekstradural, myelogram, CT scan, dan MRI sangat penting untuk menentukan letak
yang tepat.10
Pada tumor intramedular, Kerusakan serabut-serabut yang menyilang pada
substansia grisea mengakibatkan hilangnya sensasi nyeri dan suhu bilateral yang
meluas ke seluruh segmen yang terkena, yang pada gilirannya akan menyebabkan
kerusakan pada kulit perifer. Sensasi raba, gerak, posisi dan getar umumnya utuh
kecuali lesinya besar. Defisit sensasi nyeri dan suhu dengan utuhnya modalitas senssi
yang lain dikenal sebagai defisit sensorik yang terdisosiasi. Radiogram akan
memperlihatkan pelebaran kanalis vertebralis dan erosi pedikulus. Pada myelogram,
CT scan, dan MRI, tampak pembesaran medulla spinalis.

H. DIAGNOSIS BANDING

22
Tumor medula spinalis harus dibedakan dari kelainan-kelainan lainnya pada
medula spinalis. Beberapa diferensial diagnosis meliputi : transverse myelitis,
multiple sklerosis, syringomielia, syphilis,amyotropik lateral sklerosis (ALS), anomali
pada vertebra servikal dan dasar tengkorak, spondilosis, adhesive arachnoiditis,
radiculitis cauda ekuina, arthritis hipertopik, rupture diskus intervertebralis, dan
anomaly vascular.5
Multiple sklerosis dapat dibedakan dari tumor medula spinalis dari sifatnya
yang mempunyai masa remisi dan relaps. Gejala klinis yang disebabkan oleh lesi
yang multiple serta adanya oligoklonal CSS merujuk pada multiple sklerosis.
Transverse myelitis akut dapat menyebabkan pembesaran korda spinalis yang
mungkin hampir sama dengan tumor intramedular.5
Diferensial diagnosis antara syringomielia dan tumor intramedular sangat
rumit, karena kista intramedular pada umumnya berhubungan dengan tumor tersebut.
Kombinasi antara atrofi otot-otot lengan dan kelemahan spastic pada kaki pada ALS
mungkin dapat membingungkan kita dengan tumor servikal. Tumor dapat
disingkirkan apabila didapatkan fungsi sensorik yang normal, adanya fasikulasi, dan
atrofi pada otot-otot kaki. Spondilosis servikal, dengan atau tanpa rupture diskus
intervertebralis dapat menyebabkan gejala iritasi serabut saraf dan kompresi medulla
spinalis. Osteoarthritis dapat didiagnosis melalui pemeriksaan radiologi.5
Anomali pada daerah servikal atau pada dasar tengkorak,
seperti platybasia atau klippel-feil syndrome dapat didiagnosis melalui pemeriksaan
radiologi. Kadang kadang arakhnoiditis dapat memasuki sirkulasi dalam medulla
spinalis yang dapat menunjukkan gejala seperti lesi langsung pada medulla spinalis.
Pada arakhnoiditis, terdapat peningkatan protein CSS yang sangat berarti.5
Tumor jinak pada medulla spinalis mempunyai ciri khas berupa pertumbuhan
yang lambat namun progresif selama bertahun-tahun. Apabila sebuah neurofibroma
tumbuh pada radiks dorsalis, akan terasa nyeri yang menjalar selama bertahun-tahun
sebelum tumor ini menunjukkan gejala-gejala lainnya yang dikenali dan didiagnosis
sebagai tumor. Sebaliknya, onset yang tiba-tiba dengan defisit neurologis yang berat,
dengan atau tanpa nyeri, hampir selalu mengindikasikan suatu tumor ekstradural
malignan, seperti karsinoma metastasis atau limfoma.5

I. TERAPI

23
Penatalaksanaan untuk sebagian besar tumor baik intramedular maupun
ekstramedular adalah dengan pembedahan. Tujuannya adalah untuk menghilangkan
tumor secara total dengan menyelamatkan fungsi neurologis secara maksimal.
Kebanyakan tumor intradural-ekstramedular dapat direseksi secara total dengan
gangguan neurologis yang minimal atau bahkan tidak ada post operatif. Tumor-tumor
yang mempunyai pola pertumbuhan yang cepat dan agresif secara histologist dan
tidak secara total di hilangkan melalui operasi dapat diterapi dengan terapi radiasi post
operasi.1
Terapi yang dapat dilakukan pada tumor medulla spinalis adalah :
1. Pembedahan
Pembedahan sejak dulu merupakan terapi utama pada tumor medulla
spinalis. Pengangkatan yang lengkap dan defisit minimal post operasi, dapat
mencapai 90% pada ependymoma, 40% pada astrositoma dan 100% pada
hemangioblastoma. Pembedahan juga merupakan penatalaksanaan terpilih untuk
tumor ekstramedular. Pembedahan, dengan tujuan mengangkat tumor seluruhnya,
aman dan merupakan pilihan yang efektif. Pada pengamatan kurang lebih 8.5
bulan, mayoritas pasien terbebas secara keseluruhan dari gejala dan dapat
beraktifitas kembali.4,7,11
2. Terapi radiasi
Tujuan dari terapi radiasi pada penatalaksanaan tumor medulla spinalis
adalah untuk memperbaiki kontrol lokal, serta dapat menyelamatkan dan
memperbaiki fungsi neurologik. Tarapi radiasi juga digunakan pada reseksi tumor
yang inkomplit yang dilakukan pada daerah yang terkena.4
3. Kemoterapi
Penatalaksanaan farmakologi pada tumor intramedular hanya mempunyai
sedikit manfaat. Kortikosteroid intravena dengan dosis tinggi dapat meningkatkan
fungsi neurologis untuk sementara tetapi pengobatan ini tidak dilakukan untuk
jangkawaktu yang lama. Walaupun steroid dapat menurunkan edema vasogenik,
obat-obatan ini tidak dapat menanggulangi gejala akibat kondisi tersebut.
Penggunaan steroid dalam jangka waktu lama dapat menyababkan ulkus gaster,
hiperglikemia dan penekanan system imun dengan resikocushing
symdrome dikemudian hari. Regimen kemoterapi hanya meunjukkan angka
keberhasilan yang kecil pada terapi tumor medulla spinalis. Hal ini mungkin

24
disebabkan oleh adanya sawar darah otak yang membatasi masuknya agen
kemotaksis pada CSS.2

J. PROGNOSIS
Tumor dengan gambaran histopatologi dan klinik yang agresif mempunyai
prognosis yang buruk terhadap terapi. Pembedahan radikal mungkin dilakukan pada
kasus-kasus ini. Pengangkatan total dapat menyembuhkan atau setidaknya pasien
dapat terkontrol dalam waktu yang lama. Fungsi neurologis setelah pembedahan
sangat bergantung pada status pre operatif pasien. Prognosis semakin buruk seiring
meningkatnya umur (>60 tahun).5

II. REHABILITASI
Tujuan rehabilitasi medik adalah tercapainya sasaran fungsional yang realistik dan
untuk menyusun suatu program rehabilitasi yang sesuai dengan sasaran. Hal yang perlu
dievaluasi pada pasien stroke adalah:
A. Evaluasi neuromuskuloskeletal:
1. Tingkat kesadaran
2. Fungsi mental termasuk intelektual.
3. Kemampuan bicara.
4. Nervus kranialis.
5. Pemeriksaan sensorik.
6. Pemeriksaan fungsi persepsi.
7. Pemeriksaan motorik
8. Pemeriksaan gerak sendi.
9. Pemeriksaan fungsi vegetatif.
B. Evaluasi medik umum
Mencakup sistem kardiovaskuler, sistem pernapasan, sistem endokrin serta sistem
saluran urogenital.

C. Evaluasi kemampuan fungsional


Meliputi kegiatan sehari-hari (ADL) seperti makan dan minum, mencuci,
kebersihan diri, transfer dan ambulasi. Untuk setiap jenis aktivitas tersebut ditentukan
derajat kemandiriaan dan ketergantungan penderita juga kebutuhan alat bantu.
D. Evaluasi psikososial-vokasional

25
Mencakup faktor psikologis, vokasional dan aktifitas rekreasi, hubungan dengan
keluarga, sumber daya ekonomi dan sumber daya lingkungan Evaluasi psikososial
dapat dilakukan dengan menyuruh penderita mengerjakan suatu hal sederhana yang
dapat dipakai untuk penilaian tentang kemampuan mengeluarkan pendapat,
kemampuan daya ingat dan orientasi.
Rangkaian program rehabilitasi stroke pada pasien ini adalah sebagai berikut:
A. Fisioterapi:
1. Proper bed positioning

Gambar 2.1. Proper bed positioning untuk pasien stroke


2. ROM dan stretching excercise
3. Strengthening excercise
B. Speech Terapi:
Mengembalikan kemampuan dalam berkomunikasi yang akurat. Dalam hal ini
meliputi percakapan, membaca atau menulis, mungkin juga mengoreksi angka /kata
yang lebih baik. Terapi wicara difokuskan pada pembentukan organ bicara agar dapat
memproduksi bunyi dengan tepat. Terapi ini biasanya meliputi bagaimana
menempatkan posisi lidah dengan tepat, bentuk rahang, dan mengontrol nafas agar
dapat memproduksi bunyi dengan tepat. Bunyi yang dihasilkan oleh adanya getaran
udara, akan diterima oleh saraf pendengaran. Melalui saraf pendengaran, rangsangan
diterima dan diolah sebagai informasi. Sehingga terapi wicara ini dapat meningkatkan
kemampuan bicara.
C. Okupasi Terapi:
Melatih pasien agar dapat menjalankan ADL sesuai fungsi awalnya.
Mengembalikan kemandirian dalam melakukan aktivitas sehari-hari setelah stroke
merupakan fokus utama rehabilitasi stroke fase subakut. Terapi latihan dan remediasi

26
yang diberikan merupakan paduan latihan sederhana dan latihan spesifik
menggunakan berbagai metode terapi dan melibatkan berbagai disiplin ilmu.
Menentukan jenis, metode pendekatan, waktu pemberian, frekuensi dan intensitas
terapi yang tepat harus disesuaikan dengan kondisi medis pasien. Selain itu terapi
latihan fungsional baru efektif apabila terpenuhi beberapa kondisi yaitu:
1. Tidak ada nyeri, keterbatasan gerak sendi atau pemendekan otot. Apabila ada,
maka kondisi tersebut perlu diatasi terlebih dahulu.
2. Pasien memahami tujuan dan hasil yang akan dicapai melalui latihan yang
diberikan.12
D. Sosiomedik:
Edukasi terhadap keluarga pasien mengenai bagaimana perawatan pasien dan
pentingnya peran keluarga dalam pengawasan dan membantu pasien untuk melakukan
latihan rehabilitasi di rumah serta/ mengevaluasi kondisi sosial ekonomi pasien.
E. Ortesa-protesa:
Menyiapkan alat bantu jalan jika diperlukan (quadripod atau tripod).

Gambar 2.2. Quadripod

F. Psikologi:
Evaluasi status mental pasien dan merencanakan terapi psikologis berdasarkan
hasil pemeriksaan status mental pasien tersebut, memberikan terapi suportif pada
keluarga pasien
DAFTAR PUSTAKA

1. Go AS, Mozaffarian D, Roger VL, Benjamin EJ, Berry JD, Borden WB, Bravata DM et
al. (2013). Heart disease and stroke statistics2013 update: A report from the American
Heart Association. Circulation., 127: e6-e245.

2. Jauch, EC (2015). Ischemic Stroke. Diakses dari


http://emedicine.medscape.com/article/1916852-overview#aw2aab6b2b7 pada 5 Januari
2017.

3. Kisner, Carolyn, and Lynn, Colby (1996). Therapeutic Exercise Foundation and
Technique, Third edition, F.A Davis Company. Philadelphia.

27
4. Loubinoux I, Kronenberg G, Endres M, Schumann-Bard P, Freret T, Filipkowski RK,
Kaczmarek L et al.. (2012). Post-stroke depression: Mechanisms, translation and therapy.
J. Cell. Mol. Med., 16 (9): 1961-1969.

5. Misbach J, Achmad A, Soertidewi L, Jannis J, Harris S, Lumempauw S, Rasyid A,


Mulyatsih E (2007). Unit Stroke Manajemen Stroke secara Komprehensif. Jakarta: Balai
Penerbit FK-UI.

6. PERDOSSI (2011). Guideline Stroke 2011. Jakarta: Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf
Indonesia.

7. Setyopranoto I (2011). Stroke: Gejala dan penatalaksanaan. Cermin Dunia Kedokteran.,38


(4): 247-250.

8. Srivastava A, Taly AB, Gupta A, Murali T (2010). Post-stroke depression: Prevalence and
relationship with disability in chronic stroke survivors. Ann Indian Acad Neurol., 13: 123-
127.

9. Townend E, Tinson D, Kwan J, Sharpe M (2010). Feeling sad and useless: An


investigation into personal acceptance of disability and its association with depression
following stroke. Clinical Rehabilitation., 24: 555-564.

10. Varona JF, Bermejo F, Guerra JM, Molina JA (2004). Long-term prognosis of
ischemic stroke in young adults: Study of 272 cases. J Neurol., 251: 1507-1514.

11. WHO (2014). Stroke, cerebrovascular accident. http://www.who.int


/topics/cerebrovascular_accident/en/- Diakses 14 Oktober 2015.

12. Wirawan RP (2009). Rehabilitasi medik pada pelayanan kesehatan primer. Maj
Kedokteran Indonesia., 59(2): 61-71.

28

Anda mungkin juga menyukai