Anda di halaman 1dari 15

Sirosis Hati yang Disebabkan Hepatitis B Kronik

Dewa Ayu Agung Gita Sugandhi

102013196
Fakultas Kedokteran Universitas Krida Wacana
Jl. Arjuna No.6 Jakarta Barat 11510 Telp. 021-56942061 Fax. 021-5631731
Email : agitas07@ymail.com

Pendahuluan
Sirosis hati / penyakit hati menahun yang ditandai dengan proses peradangan,
nekrosis sel hati, usaha regenerasi dan penambahan jaringan ikat difus dengan terbentuknya
nodul yang menggangu susunan lobulus hati, merupakan penyakit hati yang sering ditemukan
dalam ruang perawatan Bagian Ilmu Penyakit Dalam di beberapa rumah sakit kota besar di
Indonesia. Sirosis hati dengan berbagai penyulitnya merupakan salah satu dari lima penyakit
yang banyak memerlukan perawatan setelah gagal jantung, gagal ginjal dan diabetes melitus.
Perawatan di rumah sakit tejadi pada sebagian besar kasus terutama ditujukan untuk
mengatasi keadaan penyulit yang timbul yaitu perdarahan saluran cerna atas atau koma
hepatikum atau yang bertalian dengan keadaan kegagalan sel hati.1

Dalam kasus, yaitu seorang laki laki 58 tahun datang ke UGD RSUD dengan
keluhan perut membesar disertai sesak sejak 1 minggu yang lali sebelum masuk rumah sakit.
Ada kembung dan mual. BAB dan BAK biasa. Riwayat sakit kuning 3 tahun yang lalu,
beberapa kali kambuh, dokter mengatakan sakit hepatitis B.

Anamnesis

Anamnesis yang akurat untuk memperoleh gambaran keluhan yang terjadi, karakteristik
keterkaitan dengan penyakit tertentu, penyakit hati kronis bisa menimbulkan keluhan akibat
gangguan fungsi sintetik, seperti edema, memar, ikterus, atau pruritus, disertai tanda-tanda
hipertensi portal, seperti asites, nyeri abdomen atau perdarahan varises, atau malaise umum,
kelelahan, dan anoreksia. Selain itu, etiologi yang mendasarinya, seperti konsumsi alkohol

1
berlebihan, juga bisa menjadi masalah yang tampak atau bisa ditemukan secara tak sengaja
saat melakukan pemeriksaan darah rutin.4

Penyebab yang penting di antaranya adalah penyakit hati akibat alkohol, hepatitis virus,
penyakit hati autoimun, sirosis biliaris primer, hemakromatosis, kolangitis skelrosis primer,
dan penyakit wilson.

Pada anamnesis penyakit hati kronis perlu ditanyakan :

o Identitas dan pekerjaan


o Umur
o Jenis kelamin
o Keluhan utama/ Keadaan umum yang dirasakan
Adakah ikterus, memar, distensi abdomen,rasa tidak enak, anoreksia, edema
perifer, bingung atau tremor ?
o Riwayat penyakit sekarang
Kapan pertama kali menyadari timbulnya gejala ? pernahkah ada perburukan, dan
jika ya, mengapa ? pernahkah ada perubahan obat atau bukti adanya infeksi ?
apakah urin pasien gelap ? apakah tinja pasien pucat ?
o Riwayat penyakit dahulu
Apakah pasien pernah ikterus ?
Adakah riwayat hematemesis atau melena ?
Adakah riwayat hepatitis sebelumnya ? jika ya, didapat dari mana ( misalnya
transfusi darah, penggunaan obat intravena ) ?
o Riwayat keluarga
Adakah riwayat penyakit hati dalam keluarga /
Adakah riwayat diabetes melitus dalam keluarga (pertimbangkan hemakromatosis)
o Riwayat obat yang sudah digunakan
Obat-obatan apa yang sedang dikonsumsi pasien ? adakah baru-baru ini terdapat
perubahan pemakaian obat ? apakah pasien pernah mengkonsumsi obat ilegal,
terutama intravena ?
o Penggunaan alkohol
Apakah pasien pernah minum bir, anggur, minuman keras lainnya ?
Bagaiman konsumsi alkohol pasien ? apakah pasien mengalami ketergantungan
alkohol ?

Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan Umum
o Pemeriksaan tekanan darah

2
o Pemeriksaan suhu tubuh

o Pemeriksaan pernapasan

o Pemeriksaan nadi

o Inspeksi keadaan tubuh menyeluruh dari rambut sampai kaki secara selintas

Pemeriksaan Khusus

o Inspeksi
Pada inspeksi, dapat ditemukan tanda-tanda klinis pada sirosis yaitu, spider
telangiekstasis (Suatu lesi vaskular yang dikelilingi vena-vena kecil), eritema
palmaris (warna merah saga pada thenar dan hipothenar telapak tangan), caput
medusa, asites (perut membuncit) fetor hepatikum (bau napas yang khas pada
penderita sirosis), dan ikterus.1
o Palpasi

Palpasi pada penderita sirosis hati ditemukan:

Pada palpasi organ, hepar tidak teraba.


Pada palpasi organ, lien membesar, dan teraba pada titik schuffner (sesuai dengan
seberapa besar pembesaran dari lien)
Untuk memeriksa kemungkinan asites dapat menggunakan shifting dullness (tes
untuk pekak pindah), atau fluid wave (tes untuk gelombang cairan). 1
Shifting dullness (tes untuk pekak pindah). Setelah membuat batas antara bunyi
timpani dan redup, minta pasien untuk memutar tubuhnya ke salah satu sisi.
Lakukan perkusi dan tandai batas tersebut sekali lagi. Pada pasien yang tidak
mengalami asites, biasanya batas antara bunyi timpani dan redup relatif tidak
berubah.2
Fluid wave (tes untuk gelombang cairan). Pasien atau asisten menekan dengan
kuat ke arah bawah pada garis tengah abdomen mengunakan permukaan ulnar
kedua tangan. Tekanan ini membantu menghentikan transmisi gelombang
melalui jaringan lemak. Sementara itu, dokter menggunakan ujung jari-jari
tangan untuk mengetuk dengan cepat salah satu pinggang pasien, raba sisi
pinggang yang lain untuk merasakan impuls yang ditransmisikan melalui cairan
asites.5

Pemeriksaan Penunjang

3
Tes laboratorium juga dapat digunakan untuk membantu diagnosis sirosis hati.
Beberapa pemeriksaan yang dapat menilai fungsi hati antara lain dengan memeriksa
kadar aminotransferase, alkali fosfatase, gamma glutamil transpeptidase, serum albumin,
prothrombin time, dan bilirubin.

Serum glutamil oksaloasetat (SGOT) dan serum glutamil piruvat transaminase


(SGPT) meningkat tapi tidak begitu tinggi dan juga tidak spesifik.
Alkali fosfatase, meningkat 2-3 kali batas atas normal.
Gamma glutamil transpeptidase (GGT) konsentrasinya meningkat.
Bilirubin, konsentrasinya bisa normal pada sirosis hati kompensata, tapi bisa
meningkat pada sirosis yang lanjut.
Albumin, sintesisnya terjadi di jaringan hati, konsentrasinya menurun sesuai
dengan perburukan sirosis.
Globulin konsentrasinya meningkat.
Natrium serum menurun terutama pada sirosis dengan asites, dikaitkan dengan
ketidakmampuan ekskresi air bebas.1

Selain itu juga ada beberapa pemeriksaan, antara lain:

Pemeriksaan radiologis seperti USG Abdomen, sudah secara rutin digunakan


karena pemeriksaannya noninvasif dan mudah dilakukan. Pemeriksaan USG
meliputi sudut hati, permukaan hati, ukuran, homogenitas, dan adanya massa.
Pada sirosis lanjut, hati mengecil dan noduler, permukaan irreguler, dan ada
peningkatan ekogenitas parenkim hati. Selain itu USG juga dapat menilai
asites, splenomegali, thrombosis vena porta, pelebaran vena porta, dan
skrining karsinoma hati pada pasien sirosis.
CT dan MRI, namun harganya relatif mahal dan peranannya tidak terlalu jelas
dalam mendiagnosis sirosis hati.
Pada kasus tertentu, diperlukan pemeriksaan biopsi hati karena sulit
membedakan hepatitis kronik aktif yang berat dengan sirosis hati dini.1

Diagnosis

Asites ec Siosis Hati

4
Sirosis hati merupakan penyakit hati kronis yang ditandai dengan kerusakan sel-sel
hati oleh jaringan-jaringan ikat dan parut serta sering diiringi dengan pembentukan nodulus
(benjolan).3

Manifestasi Klinis

Gejala klinis sngat bervariasi tergantung dari stadiumnya, mulai dari tidak ada gejala
sampai gejala yang sudah berat. Sirosis memiliki 2 fase yaitu fase awal/fase kompensasi,
kemudian diikuti dengan fase dekompensasi dimana sudah timbul gejala akibat meningkatnya
tekanan porta atau karena gangguan fungsi hati atau keduanya. Sirosis dapat tetap
terkompensasi selama bertahun-tahun, sebelum berubah menjadi dekompensasi

Fase kompensata biasanya tanpa gejala atau gejala ringan seperti lemas,mudah
lelah,nafsu makan berkurang, kembung, mual, berat badan turun. Sirosis dekompensata
diketahui dari timbulnya berbagai komplikasi seperti ikterus, perdarahan varises, asites, atau
ensefalopati.

Sirosis dapat diklasifikasikan menjadi 4 stadium klinis yaitu :

Stadium 1 : tidak ada varises, tidak ada asites

Stadium 2 : Varises tanpa asites

Stadium 3 : asites dengan atau tanpa asites

Stadium 4 : perdarahan dengan atau tanpa asites

Etiologi
Sirosis hati secara klinis dibagi menjadi sirosis hati kompensata yang berarti belum adanya
gejala klinis yang nyata dan sirosis hati dekompensata yang ditandai gejala-gejala dan tanda
klinis yang jelas. Sirosis hati kompensata merupakan kelanjutan dari proses hepatitis kronik
dan pada satu tingkat tidak terlihat perbedaannya secara klinis. Hal ini hanya dapat dibedakan
melalui pemeriksaan biopsi hati.2

Sirosis secara makroskopik diklasifikasikan sebagai dua golongan besar yaitu golongan
makronodular ( besar nodul lebih dari 3 mm ) dan mikronodular ( besar nodul kurang dari 3
mm ). Dalam perjalanan sirosis hati campuran mikronodular dan makronodular juga dapat
ditemukan.3

5
Jenis mikronodular yang dikaitkan dengan sirosis hati oleh alkohol atau akibat gangguan
gizi yang dikenal dengan nama sirosis Laennec atau nutritional cirrhosis, sedangkan yang
makronodular dikaitkan dengan hepatitis yang berat atau nekrosis yang luas dan dikenal
dengan nama sirosis postnekrotik atau posthepatitis. Sirosis postnekrotik dan sirosis
posthepatitis tidaklah seluruhnya identik, karena pada sirosis postnekrotik, septa jaringan ikat
yang timbul pada daerah nekrosis yang luas itu lebih lebar dan lebih tebal dengan nodul
regenerasi yang lebih besar-besar dengan ukuran heterogen. Pada sirosis posthepatitis septa
tersebut lebih tipis dan nodule regenerasi tidak terlalu besar-besar.3

Epidemiologi
Lebih dari 40% pasien sirosis asimptomatis. Pada keadaan ini sirosis ditemukan waktu
pemeriksaan rutin kesehatan atau pada waktu autopsi. Keseluruhan insidens sirosis di
Amerika diperkirakan 360 per 100.000 penduduk. Penyebabnya sebagian besar akibat
penyakit hati alkoholik maupun infeksi virus kronik. Hasil penelitian lain menyebutkan
perlemakan hati akan mengakibatkan steatohepatitis nonalkoholik ( NASH, prevalensi 4% )
dan berakhir dengan sirosis hati dengan prevalensi 0,3%. Prevalensi sirosis hati akibat
steatohepatitis juga dilaporkan 0,3% juga. Di Indonesia data prevalensi sirosis hati belum
ada, hanya laporan-laporan dari beberapa pusat pendidikan saja. Di RS Dr. Sardjito
Yogyakarta jumlah pasien sirosis hati berkisar 4,1% dari pasien yang dirawat di Bagian
Penyakit Dalam dalam kurun waktu 1 tahun ( 2004 ) ( tidak dipublikasi ). Di Medan dalam
kurun waktu 4 tahun dijumpai pasien sirosis hati sebanyak 819 ( 4% ) pasien dari seluruh
pasien di Bagian Penyakit Dalam.1

Patogenesis
Terjadinya fibrosis hati, menggambarkan kondisi ketidakseimbangan antara produksi
matriks ekstraseluler dan proses degradasinya. Tiga jalur utama patofisologi dari sirosis hati,
yaitu ;1

Perlemakan hati alkoholik


Sirosis hati atau perlemakan hati, hepatosit teregang oleh vakuola lunak dalam
sitoplasma berbentuk makrovesikel yang mendorong inti hepatosit ke membran sel.
Hepatitis alkoholik
Fibrosis perivenular berlanjut menjadi sirosis panlobular akibat masukan alkohol dan
destruksi hepatosit yang berkepanjangan. Fibrosis yang terjadi dapat berkontraksi di
tempat cedera dan merangsang pembentukan kolagen. Di daerah periportal dan
perisentral timbul septa jaringan ikat seperti jaring yang akhirnya menghubungkan

6
triad portal dengan vena sentralis. Jalinan jaringan ikat halus ini mengelilingi massa
kecil sel hati yang masih ada yang kemudian mengalami regenerasi dan membentuk
nodulus. Namun demikian kerusakan sel yang terjadi melebihi perbaikannya.
Penimbunan kolagen terus berlanjut, ukuran hati mengecil, berbenjol-benjol (nodular)
menjadi keras, terbentuk sirosis alkoholik.1
Mekanisme cedera hati alkoholik masih belum pasti. Diperkirakan mekanismenya
sebagai berikut :1
1. Hipoksia sentrilobular, metabolisme asetaldehid etanol meningkatkan
konsumsi oksigen lobular, terjadi hipoksemia relatif dan cedera sel di daerah
yang jauh dari aliran darah yang teroksigenasi ( misal daerah perisentral ).
2. Infiltrasi/ aktivitas neutrofil, terjadi pelepasan chemoattractanst neutrofil oleh
hepatosit yang memetabolisme etanol. Cedera jaringan dapat terjadi dari
neutrofil dan hepatosit yang melepaskan intermediet oksigen reaktif, protease,
dan sitokin.
3. Formasi acetal-dehyde-protein adducts berperan sebagai neoantigen, dan
menghasilkan limfosit yang tersensitasi serta antibodi.
4. Pembentukan radikal bebas oleh jalur alternatif dari metabolisme etanol,
disebut sistem yang mengoksidasi enzim mikrosomal.
Patogenesis fibrosis alkoholik meliputi banyak sitokin, antara lain faktor nekrosis
tumor, interleukin-1, PDGF, dan TGF beta. Asetaldehid kemungkinan mengaktifasi
sel stelata tetapi bukan suatu faktor patogenik utama pada fibrosis alkoholik.1
Sirosis hati pasca nekrosis/ post hepatitis
Gambaran patologi hati biasanya mengkerut, berbentuk tidak teratur, dan teridir dari
nodulus sel hati yang dipisahkan oleh pita fibrosis yang padat dan lebar. Gambaran
mikroskopik konsisten dengan gambaran makroskopik. Ukuran nodulus sangat
bervariasi, dengan sejumlah besar jaringan ikat memisahkan pulau parenkim
regenerasi yang susunannya tidak teratur.1
Patogenesis sirosis hati menurut penelitian terakhir, memperlihatkan adanya peranan
sel stelata. Dalam keadaan normal sel stelata mempunyai peran dalam keseimbangan
pembentukan matriks ekstraseluler dan proses degradasi. Pembentukan fibrosis
menunjukkan perubahan proses keseimbangan. Jika terpapar faktor tertentu yang
berlangsung secara terus-menerus ( misal: hepatitis virus, bahan-bahan hepatotoksik ),
maka sel stelata akan menjadi sel yang membentuk kolagen. Jika proses berjalan terus
maka fibrosis akan berjalan terus di dalam sel stelata, dan jaringan hati yang normal
akan diganti oleh jaringan ikat.1

Patofisiologi

7
Hati dapat terlukai oleh berbagai macam sebab dan kejadian, kejadian tersebut dapat
terjadi dalam waktu yang singkat atau dalam keadaan yang kronis atau perlukaan hati yang
terus menerus yang terjadi pada peminum alkohol aktif. Hati kemudian merespon kerusakan
sel tersebut dengan membentuk ekstraselular matriks yang mengandung kolagen,
glikoprotein, dan proteoglikans. Sel stellata berperan dalam membentuk ekstraselular matriks
ini. Pada cedera yang akut sel stellata membentuk kembali ekstraselular matriks ini sehingga
ditemukan pembengkakan pada hati. Namun, ada beberapa parakrine faktor yang
menyebabkan sel stellata menjadi sel penghasil kolagen. Faktor parakrine ini mungkin
dilepaskan oleh hepatocytes, sel Kupffer, dan endotel sinusoid sebagai respon terhadap
cedera berkepanjangan. Sebagai contoh peningkatan kadar sitokin transforming growth facto
beta 1 (TGF-beta1) ditemukan pada pasien dengan Hepatitis C kronis dan pasien sirosis.
TGF-beta1 kemudian mengaktivasi sel stellata untuk memproduksi kolagen tipe 1 dan pada
akhirnya ukuran hati menyusut.6

Peningkatan deposisi kolagen pada perisinusoidal dan berkurangnya ukuran dari


fenestra endotel hepatik menyebabkan kapilerisasi (ukuran pori seperti endotel kapiler) dari
sinusoid. Sel stellata dalam memproduksi kolagen mengalami kontraksi yang cukup besar
untuk menekan daerah perisinusoidal.Adanya kapilarisasi dan kontraktilitas sel stellata inilah
yang menyebabkan penekanan pada banyak vena di hati sehingga mengganggu proses aliran
darah ke sel hati dan pada akhirnya sel hati mati, kematian hepatosit dalam jumlah yang besar
akan menyebabkan banyaknya fungsi hati yang rusak sehingga menyebabkan banyak gejala
klinis. Kompresi dari vena pada hati akan dapat menyebabkan hipertensi portal yang
merupakan keadaan utama penyebab terjadinya manifestasi klinis.6

Mekanisme primer penyebab hipertensi portal adalah peningkatan resistensi


terhadap aliran darah melalui hati. Selain itu, biasanya terjadi peningkatan aliran arteria
splancnikus. Kombinasi kedua faktor ini yaitu menurunnya aliran keluar melalui vena
hepatika dan meningkatnya aliran masuk bersama-sama yang menghasilkan beban berlenihan
pada sistem portal. Pembebanan sistem portal ini merangsang timbulnya aliran kolateral guna
menghindari obstruksi hepatik (varises).6

Hipertensi portal ini mengakibatkan penurunan volume intravaskuler sehingga perfusi


ginjal pun menurun. Hal ini mengakibatkan aktifitas plasma rennin meningkat sehingga
aldosteron juga meningkat. Aldosteron berperan dalam mengatur keseimbangan elektrolit
terutama natrium. Dengan peningkatan aldosteron maka terjadi retensi natrium yang pada
8
akhirnya menyebabkan retensi cairan dan lama kelamaan menyebabkan asites dan juga
edema.6

Penjelasan di atas menunjukkan bahwa sirosis hepatis merupakan penyakit hati


menahun yang ditandai dengan pembentukan jaringan ikat disertai nodul dimana terjadi
pembengkakan hati. Etiologi sirosis hepatis ada yang diketahui penyebabnya, misal
dikarenakan alkohol, hepatitis virus, malnutrisi, hemokromatis, penyakit wilson dan juga ada
yang tidak diketahui penyebabnya yang disebut dengan sirosis kriptogenik. Patofisiologi
sirosis hepatis sendiri dimulai dengan proses peradangan, lalu nekrosis hati yang meluas yang
akhirnya menyebabkan pembentukan jaringan ikat yang disertai nodul.6

Differential Diagnosis

Tuberkuloma Peritonitis

Tuberkulosis peritoneal merupakan suatu peradangan peritoneum parietal atau viseral


yang disebabkan oleh kuman Mycobacterium tuberculosis. Penyakit ini sering mengenai
seluruh peritoneum dan alat alat sistem gastrointestinal, mesenterium, serta organ genitalia
interna. Penyakit ini jarang berdiri sendiri, biasanya merupakan kelanjutan proses
tuberkulosis di tempat lain terutama dari paru, namun seringkali ditemukan pada waktu
diagnosis ditegakkan, proses tuberkulosis di paru sudah tidak kelihatan lagi. 1

Peritoneum dapat dikenai oleh tuberkulosis melalui beberapa cara yaitu melalui
penyebaran hematogen terutama dari paru paru, melalui dinding usus yang terinfeksi, dari
kelenjar limfe mesenterium, dan melalui tuba falopii yang terinfeksi. Pada kebanyakan kasus
tuberkulosis peritoneal terjadi bukan sebagai akibat penyebaran perkontinuitatum, tetapi
sering karena reaktifasi proses laten yang terjadi pada peritoneum yang diperoleh melalui
penyebaran hematogen proses primer terdahulu.1

Gejala klinis bervariasi, umumnya keluhan dan gejala timbul perlahan lahan, sering
pasien tidak menyadari keadaan ini. Keluhan yang paling sering ialah tidak ada nafsu makan,
demam. Pada pemeriksaan fisik gejala yang sering dijumpai adalah asites, demam, batuk dan
nyeri, pucat dan kelelahan. Tergantung lamanya keluhan, keadaan umum pasien bisa masih
cukup baik, sampai keadaan yang kurus dan kahektik. Pada perempuan sering dijumpai
tuberkulosis peritoneal disertai oleh proses tuberkulosis pada ovarium atau tuba, sehingga

9
pada pemeriksaan alat genitalia bisa ditemukan tanda tanda peradangan yang sering sukar
dibedakan dari kista ovarii.1

Pada pemeriksaan darah sering ditemui anemia penyakit kronik, leukositosis ringan
atau leukopenia, trombositosis dan sering dijumpai laju endapan darah (LED) yang
meningkat. Sebagian besar pasien mungkin negatif uji tuberkulinnya. Uji faal hati dan sirosis
hati tidak jarang ditemui bersama sama dengan tuberkulosis peritoneal.1

Hepatoma (hepatocellular carcinoma)


Merupakan tumor ganas hati primer yang berasal dari hepatosit, demikian pula
dengan karsinoma fibrolamelar dan hepatoblastoma. Tumor ganas hati lainnya,
kolangiokarsinoma dan sistoadenokarsinoma berasal dari sel epitel bilier. 1
Di Indonesia (khususnya Jakarta) HCC ditemukan tersering pada median umur antara
50 60 tahun, dengan predominasi pada laki laki. Manifestasi klinisnya sangat bervariasi,
dari asimtomatik hingga yang gejala dan tandanya sangat jelas disertai gagal hati. Gejala
yang paling sering dikeluhkan adalah nyeri atau perasaan tidak nyaman di kuadran kanan atas
abdomen. Pasien sirosis hati yang makin memburuk kondisinya, disertai keluhan nyeri di
kuadran kanan atas atau teraba pembengkakakn local di hepar patut dicurigai menderita
HCC. Demikian pula jika tidak terjadi perbaikan pada asites, pendarahan varises atau pre-
koma setelah diberi terapi yang adekuat atau pasien penyakit hati kronik dengan HBs-Ag atau
anti-HCV positif yang mengalami perburukan kondisi secara mendadak. Juga harus
diwaspadai bila ada keluhan rasa penuh di abdomen disertai perasaan lesu, penurunan berat
badan dengan atau tanpa demam.1
Keluhan gastrointestinal lain adalah anoreksia, kembung , konstipasi atau diare. Sesak
nafas dapat dirasakan akibat besarnya tumor yang menekan diafragma. Atau karena sudah
ada metastasi di paru. Sebagian besar pasien HCC sudah menderita sirosis hati, baik yang
masih stadium kompensasi, maupun yang sudah menunjukkan tanda tanda gagal hati
seperti malaise, anoreksia, penurunan berat badan dan ikterus. Temuan fisis tersering pada
HCC adalah hepatomegaly dengan tau tanpa bruit hepatic, splenomegaly, asites, icterus,
demam dan atrofi otot.1

10
Komplikasi
Komplikasi yang sering dijumpai antara lain peritonitis bacterial spontan, yaitu
infeksi cairan asites oleh satu jenis bakteri tanpa ada bukti infeksi sekunder intraabodominal.
1
Biasanya pasien ini tanpa gejala, namun dapat timbul demam dan nyeri abdomen.

Pada sindroma hepatorenal, terjadi gangguan fungsi ginjal akut berupa oliguria,
peningkatan ureum, kreatinin tanpa adanya kelainan organic ginjal. Kerusakan hati lanjut
menyebabkan penurunan perfusi ginjal yang berakibat pada penurunan filtrate glomerulus.1
Salah satu manifestasi hipertensi porta adalah varises esophagus. Duapuluh sampai
40% pasien sirosis dengan varises esophagus yang pecah menimbulkan pendarahan. Angka
kematiannya sangat tinggi, sebanya duapertiganya akan meninggal dalam waktu satu tahun
walaupun dilakukan tindakan untuk menanggulangi varises ini dengan beberapa cara.1
Enselopati hepatic, merupakan kelainan neuropsikiatrik akibat disfungsi hati. Mula
mula ada gangguan tidur (insomnia dan hipersomia), selanjutnya dapat timbul gangguan
kesadaran yang berlanjut sampai koma.1

Penatalaksanaan

Etiologi sirosis mempengaruhi penganan sirosis. Terapi ditujukan mengurangi


progresi penyakit, menghindarkan bahan-bahan yang bisa menambah kerusakan hati,
pencegahan dan penanganan komplikasi. Bilamana tidak ada koma hepatik diberikan diet
yang mengandung protein 1g/kgBB dan kalori sebanyak 2000-3000 kkal/hari.1

Tatalaksana pasien sirosis yang masih kompensata ditujukan untuk mengurangi


progresi kerusakan hati. Terapi pasien ditujukan untuk menghilangkan etiologi, di antaranya:
alkohol dan bahan bahan lain yang toksik dan dapat mencederai hati dihentikan
penggunaannya. Pemberian asetaminofen, kolkisin dan obat herbal bisa menghambat
kolagenik.1

Pada hepatitis autoimun bisa diberikan steroid atau imunosupresif. Pada


hemokromatosis flebotomi setiap minggu sampai konsentrasi besi menjadi normal dan
diulang sesuai kebutuhan. Pada penyakit hati non alkoholik; menurunkan berat badan akan
mencegah terjadinya sirosis. Pada hepatitis B, interferon alfa dan lamivudin (analog
nukleosida) merupakan terapi utama. Lamivudin sebagai terapi lini pertama diberikan 100 mg
secara oral setiap hari selama 1 tahun. Namun pemberian lamivudin setelah 9-12 bulan

11
menimbulkan mutasi, sehingga terjadi resistensi obat. Interferon alfa diberikan secara
suntikan subkutan 3 MIU, tiga kali seminggu selama 4-6 bulan, namun ternyata juga banyak
yang kambuh.1

Pada hepatitis C kronik; kombinasi interferon dengan ribavirin merupakan terapi


standard. Interferon diberikan secara suntikan subkutan dengan dosis MIU tiga kali seminggu
dan dikombinasi ribavirin 800-1000 mg/hari selama 6 bulan.1

Pada pengobatan fibrosis hati; pengobatan antifibrotik pada saat ini lebih mengarah
kepada peradangan dan tidak terhadap fibrosis. Di masa datang, menempatkan sel stelata
sebagai target pengobatan dan mediator fibrogenik akan menjadi terapi utama. Pengobatan
untuk mengurangi aktifasi dari sel stelata bisa merupakan salah satu pilihan. Interferon
mempunyai aktivitas antifibrotik yang dihubungkan dengan pengurangan aktivasi sel stelata.
Kolkisin memiliki efek anti peradangan dan mencegah pembentukan kolagen, namun belum
terbukti dalam penelitian sebagai anti fibrosis dan sirosis. Metotreksat dan vitamin A juga
dicobakan sebagai anti fibrosis. Selain itu, obat-obatan herbal juga sedang dalam penelitian.1

Pencegahan

Angka kejadian sirosis hati cukup banyak. Sirosis hati merupakan penyakit sangat
berbahaya. Bila tidak segera tertangani bisa mengancam jiwa penderita. Untuk itu
keberadaannya perlu dicegah. Ada 6 cara yang patut dilakukan untuk mencegah sirosis hati.3

1. Senantiasa menjaga kebersihan diri dan lingkungan

Jagalah kebersihan diri. Mandilah sebersih mungkin menggunakan sabun.


Baju juga harus bersih. Cuci tangan sehabis mengerjakan sesuatu. Perhatikan pula
kebersihan lingkungan. Hal itu untuk menghindari berkembangnya berbagai virus
yang sewaktu-waktu bisa masuk kedalam tubuh kita

2. Hindari penularan virus hepatitis

Hindari penularan virus hepatitis sebagai salah satu penyebab sirosis hati.
Caranya tidak mengkonsumsi makanan dan minuman yang terkontaminasi virus. Juga
tidak melakukan hubungan seks dengan penderita hepatitis.

3. Gunakan jarum suntik sekali pakai.

12
Jangan memakai jarum suntik bekas orang lain. Bila jarum bekas pakai
penderita hepatitis kemudian digunakan kembali untuk menyuntik orang lain, maka
orang itu bisa tertular virus.

4. Pemeriksaan darah donor

Ketika akan menerima transfusi darah harus hati hati. Permriksaan darah
donor perlu dilakukan utnuk memastiikan darah tidak tercemar virus hepatitis.bila
darah mengandung virus hepatitis penerima donor akan tertular dan berisiko terkena
sirosis.

5. Tidak mengkonsumsi alkohol

Hindari mengkonsumsi alkohol, barang haram ini terbukti merusak fungsi


organ tubuh, termasuk hati. Bila sudah terlanjur sering mengkonsumsi minuman
beralkohol, hentikan kebiasaan itu.

Prognosis. Tabel 1. Tabel Klasifikasi Prognosis Sirosis Hati1

Dari seluruh faktor risiko yang terkumpul maka prognosis ternyata tergantung pada
variabel berikut yaitu, pria, usia yang lanjut, masa protrombin yang memanjang, CHE yang
rendah dan sediaan biopsi yang banyak fokal nekrosis dan reaksi radang yang sedikit. Secara
khusus dapat disebutkan bahwa sirosis hati oleh alkohol mungkin prognosisnya lebih baik

13
bila berhenti minum alkohol. Gagal hati ekstrinisk lebih baik daripada intrinsik. Ikterus yang
menetap mempunyai prognosis yang jelek. Asites yang sukar diobati secara medikamentosa

Tabel Klasifikasi Child Pasien Sirosis Hati dalam Terminologi Cadangan Fungsi
Hati
Derajat Minimal Sedang Berat
kerusakan
Bil.Serum <35 35-50 >50
(mu.mol/dl)
Alb.Serum (gr/dl) >35 30-35 <30
Asites Nihil Mudah dikontrol Sukar
PSE/ensefalopati Nihil Minimal Berat/koma
Nutrisi Sempurna baik Kurang/kurus
mempunyai prognosis yang kurang baik.7

Kesimpulan

Sirosis hati adalah suatu keadaan patologis yang menggambarkan stadium akhir fibrosis
hepatik yang berlangsung progresif yang ditandai dengan distorsi dari arsitektur hepar dan
pembentukan nodulus regeneratif. Pada saat ini penegakkan diagnosis sirosis hati terdiri atas
pemeriksaan fisis, laboratorium, dan USG. Diagnosa pasti dapat dilakukan secara
mikrokopis, dengan melakukan biopsi hati atau peritoneoskopi. Pacu utama yang
mengakibatkan sirosis hati adalah peradangan yang menimbulkan nekrosis dan fibrogenesis.
Terjadinya fibrosis hati, menggambarkan kondisi ketidakseimbangan antara produksi matriks
ekstraseluler dan proses degradasinya. komplikasi hipertensi portal merupakan kondisi yang
menyumbang risiko morbiditas dan mortalitas secara signifikan. Terapi ditunjukan
mengurangi progresi penyakit, menghindarkan bahan-bahan yang bisa menambah kerusakan
hati, pencegahan dan penanganan komplikasi. Tatalaksana pasien sirosis yang masih
kompensata ditujukan untuk mengurangi progresi kerusakan hati.

Daftar Pustaka

14
1. Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata KM, Setiati S. Ilmu penyakit dalam, edisi
V jilid 1. Jakarta: Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia, 2009: 644-
72.
2. Bickley L.S. Buku ajar pemeriksaan fisik dan riwayat kesehatan bates, edisi 8. Jakarta:
Penerbit Buku Kedokteran EGC ; 2009, hal 352-3.

15

Anda mungkin juga menyukai