Abstrak
Kita sebagai manusia sehari-hari memerlukan energi agar kita dapat beraktifitas dengan baik.
Energi yang kita dapatkan dapat masuk dalam berbagai macam bentuk, salah satunya melalui
makanan. Makanan yang kita makan akan melalui serangkaian proses metabolisme agar makanan
dapat diubah menjadi sumber energi dan nutrisi lainnya. Namun ada kalanya dimana perut kita
tidak berfungsi secara baik, ataupun dengan adanya kelainan. Contoh penyakitnya adalah hernia
dan ileus. Tentu apa yang masuk ke tubuh kita, akan keluar sebagai hasil metabolik, dan pada
masalah pencernaan, terkadang timbul masalah-masalah seperti keluarnya darah dari lubang anus,
perut yang nyeri, muntah berdarah, dan masih banyak lagi masalah kesehatan yang dapat terjadi
di perut kita.
Abstract
We as humans everyday need energy so that we can do our activities well. The energy we get can
come in various forms, one of which is through food. The food we eat will go through a series of
metabolic processes so that food can be converted into a source of energy and other nutrients. But
there are times when our stomach doesn't function properly, or with abnormalities. Examples of
the disease are hernias and ileus. Of course what enters our body, will come out as a metabolic
result, and in digestive problems, sometimes problems arise such as discharge of blood from the
anal canal, painful stomach, bloody vomiting, and many more health problems that can occur in
our stomach .
Pendahuluan
Kita sebagai manusia sehari-hari memerlukan energi agar kita dapat beraktifitas dengan baik.
Energi yang kita dapatkan dapat masuk dalam berbagai macam bentuk, salah satunya melalui
makanan. Makanan yang kita makan akan melalui serangkaian proses metabolisme agar makanan
dapat diubah menjadi sumber energi dan nutrisi lainnya. Namun ada kalanya dimana perut kita
tidak berfungsi secara baik, ataupun dengan adanya kelainan. Tentu apa yang masuk ke tubuh kita,
akan keluar sebagai hasil metabolik, dan pada masalah pencernaan, terkadang timbul masalah-
masalah seperti keluarnya darah dari lubang anus, perut yang nyeri, muntah berdarah, dan masih
banyak lagi masalah kesehatan yang dapat terjadi di perut kita. Tujuan diadakannya makalah ini
adalah untuk membahas sebuah penyakit yang terdapat dari scenario yang telah ditentukan, dan
memperdalam pembelajaran dari kasus tersebut.
Anamnesis
Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan Penunjang
Pada pemeriksaan penunjang dapat dilakukan radiografi seperti USG (Ultrasonografi), X-Ray
Abdomen, dan CT-Scan, namun tidak menjadi urgensi untuk dilakukan karena diagnosis sudah
kemungkinan mendekati kebulatan. USG dapat dilakukan apabila tidak yakin dalam membedakan
Diagnosis
Working Diagnosis
Gejala extrainguinal seperti perubahan pada habitual pengeluaran atau gangguan pada system urin
merupakan gejala yang jarang timbul. Hernia Inguinal dapat mengenai saraf yang terdekat dengan
lokalisasi yang menyebabkan adanya sensasi tekan, nyeri menusuk, dan nyeri referral.3
Diagnosis dapat ditegakan dengan menggunakan pemeriksaan Ziemann’s Method, dimana 3 jari
diletakan di daerah inguinal, lalu menyuruh pasien untuk batuk. Akan terasa impuls yang
menunjak saat pasien batuk, dan Teknik ini digunakan untuk pembedaan Hernia, dimana tes ini
tidak diperlukan pada hernia indirect.1 Dan masih banyak metode lain dalam penegakan diagnosis
hernia.
Differential Diagnosis
Hernia Femoral; dimana kantung hernia terletak bukan di inguinal, melainkan dibawah dan lateral
Abscaes inguinal : disebabkan karena infeksi bakteri, bersifat nyeri dan biasa mengeluarkan pus.1
Definisi
Hernia inguinal merupakan tonjolan dari organ dalam abdomen atau bagian dari organ tersebut
melalui sebuah lubang atau bukaan pada tubuh, dikarenakan defek pada otot sekitar maupun fasia
yang melindungi organ tersebut. Jaringan ikat tubuh seharusnya cukup kuat untuk menahan organ
tubuh di dalamnya agar tetap berada di posisinya masing-masing. Namun, beberapa hal
menyebabkan jaringan ikat melemah sehingga tidak dapat menahan organ di dalamnya dan
mengakibatkan hernia. 2
Hernia femoralis, terjadi ketika jaringan lemak atau sebagian usus mencuat ke paha
atas bagian dalam. Risiko wanita menderita jenis hernia ini lebih tinggi, terutama wanita hamil
atau memiliki berat badan berlebih (obesitas).4
Hernia umbilikus, terjadi ketika sebagian usus atau jaringan lemak mendorong dan
mencuat di dinding perut, tepatnya di pusar. Jenis hernia ini biasanya dialami oleh bayi dan
anak di bawah usia 6 bulan akibat lubang tali pusat tidak tertutup sempurna setelah bayi lahir.4
Hernia hiatus, terjadi ketika sebagian lambung mencuat ke dalam rongga dada melalui
diafragma (sekat antara rongga dada dan rongga perut). Jenis hernia ini umumnya terjadi pada
lansia (>50 tahun). Jika seorang anak mengalami hernia hiatus, kondisi tersebut disebabkan
oleh kelainan bawaan.4
Gambar 2. Hernia
Reponibel, bila isi hernia dapat keluar masuk dalam waktu yang singkat; Hernia
Irreponibel, bila isi kantung hernia tidak dapat dikembalikan ke dalam rongga;
Strangulata, bila terdapat keluhan nyeri, biasanya karena terjepitnya pembuluh darah;
Incarserata, terdapat tanda obstruktif, sperti tidak bisa buang air besar, tidak bisa buang
angin dan terdapat nyeri;Hernia Akreta, jika tidak ada keluhan rasa nyeri ataupun tanda
sumbatan usus akibat perlekatan tersebut.4
Gambar selanjutnya menunjukan gambaran pada orang normal, hernia sebagian dan hernia penuh.
Lihat gambar 4.
Ileus
Ileus obstruksi adalah hambatan usus di saluran cerna, dan dapat diartikan sebagai kegagalan usus
untuk melakukan propulsi (pendorongan) isi dari saluran cerna (intestinal content). Kondisi
tersebut dapat terjadidalam berbagai bentuk baik yang terjadi pada usus halus maupun usus besar
(kolon), baik yang diakibatkan oleh obstruksi mekanik maupun akibat gangguan motilitas karena
gangguan neuromuscular atau proses iskemik.5,6
Berdasarkan kondisi yang menyebabkannya itu, maka ileus dibedakan menjadi dua, yaitu:
Ileus obstruktif, yakni terhentinya perjalanan makanan karena adanya sumbatan (obstruksi) di
saluran pencernaan.
Ileus paralitik, yakni keadaan terhentinya perjalanan makanan karena menghilangnya gerakanan
peristaltik usus. Pada ileus paralitik, penyebabnya bukan karena sumbatan, tetapi akibat malfungsi
sistem saraf dan otot di saluran cerna. Ileus paralitik menunjukkan obstruksi non mekanik dimana
ritme kontraksi otot usus (peristalitk) mengalami penghentian. Ileus dapat menyerang semua
bagian usus dengan persentase yang berbeda.
Patofisiologi
Hernia inguinal dapat terjadi secara kongenital atau didapat. Kebanyakan orang dewasa yang
memiliki hernia dikarenakan oleh adanya defect ataupun kelemahan dari dinding abdomen dan
kekurangan kolagen menjadi salah satu faktor kelemah dinding abdomen bisa terjadi. Sedangkan,
pada anak – anak hernia mayoritas yang terjadi adalah kongenital hernia yang merupakan kelainan
pada pertumbuhan normal. Apabila hernia pada orang dewasa dikarenakan adanya kelemahan
pada dinding abdomen, maka pada anak – anak dikarenakan saat perkembangan dimana testis
turun ke ruang intra-abdomen menuju ke skrotum pada trimester ketiga. Antara umur gestasi 36 –
40 minggu prosesus vaginalis menutup dan mengeliminasi bukaan peritoneal pada anulus
inguinalis internus. Kegagalan atas penutupan ini dinamakan Patent processus vaginalis (PPV),
yang menyebabkan hernia inguinal indirect pada bayi. Bayi yang menderita hernia inguinal
indirect akan terlihat tanda PPV, walaupun tanda PPV tersebut bukanlah indikasi adanya hernia
inguinal. 1,3
Manifestasi Klinis
Gejala klinis bervariasi pada pasien hernia, tergantung komplikasi yang diebabkan oleh hernia itu
sendiri. Pada hernia kongenital, biasanya orang tua yang menyadari bahwa ada benjolan dekat
daerah kemaluan, yang membengkak padasaat mengejan atau menangis, namun akan mengempes
pada saat istirahat atau tenang. Pada orang dewasa, hernia inguinal disadari oleh pasien karena
adanya pembengkakan, rasa nyeri pada lokalisasi, dan ketidak adaan flatus maupun buang air
besar. Biasanya pasien melapor bahwa benjolan mengecil saat tidur dan membesar saat batuk,
Gejala berdasarkan kasus scenario yang didapati merupakan obstruksi ileus yang merupakan
terhambatnya jalan metabolism di usus dikarenakan adanya penghambat pada saluran. Obstruksi
bisa berupa tumor, benda asing, kista, dan hernia. Hernia inguinal terkhususnya dengan jenis
inkarserata membuat usus keluar melewati lubang cincin dan melakukan penyempitan pada jalan
usus, sehingga usus tidak bisa berfungsi dengan baik. Gejala yang ditimbulkan paling umum
merupakan adanya konstipasi dan tidak adanya flatus (80-90%), diikuti dengan adanya mual serta
muntah (60-80%), distensi abdomen (±60%). Hal ini terjadi dikarenakan tidak adanya jalan keluar
usus, maka konstipasi terjadi diikuti dengan gejala tidak adanya flatus. Selanjutnya karena bahan
metabolism tertumpuk di usus, dan tidak ada jalan keluar, tekanan intraluminal akan bertambah,
maka perut menjadi distensi dan terlihat mencembung. Karena tidak ada pengeluaran, perut
membuat mekanisme kompensasi untuk mengeluarkan sisa metabolism melalui muntah, sehingga
apabila terjadi distensi perut, mual, dan konstipasi, perlu di pertimbangkan diagnosis untuk
obstruksi ileus.5,6
Diagnosis obstruksi ileus dapat didukung dengan pemeriksaan auskultasi yaitu dengan adanya
metallic sound dan bising usus yang meningkat. Peristaltic usus yang berdilatasi dapat terlihat pada
pasien kurus, dan nyeri tekan disertai terabanya massa mendukung adanya diagnosis, namun juga
Komplikasi yang dapat terjadi apabila obstruksi tidak di resolusi secepatnya antara lain dapat
menyebabkan sepsis, dikarenakan translokasi bakteri intestinal ke jaringan yang rusak. Abses
intra-abdomen menjadi salah satu komplikasi. Juga apabila tidak di tangani secepat mungkin dapat
Tatalaksana
Tatalaksana operatif merupakan definitive untuk hernia inguinal, namun demikian, operasi tidak
menjadi urgensi utama untuk beberapa pasien. Terapi non operatif dilakukan pada pasien yang
mempunyai kondisi medis condong ke tidak disarankan untuk menjalankan operasi. Pasien dengan
hernia inguinal diberi terapi berupa obat-obatan simptomatis, untuk meminimalisir rasa nyeri.
Sebuah pemnelitian pada tahun 2012 menemukan 72% pasien hernia inguinal asimptomatis
berkembang menjadi simptomatis (umumnya nyeri) dalam kurun waktu kurang dari 7,5 tahun
setelah diagnosis.3 Terapi non operatif untuk hernia inguinal dipusatkan kepada minimalisir rasa
nyeri, tekanan, dan protrusi isi abdomen pada pasien. Namun pasien yang tidak menjalankan
operasi dapat berkembang penyakitnya manjadi lebih buruk, dan pengobatan non operatif hanya
dilakukan dengan tujuan untuk menunda waktu apabila pasien belum siap, atau keadaan medis
belum memadai.8
Pada terapi operatif, 3 kunci utama yang dilakukan adalah Herniotomi, Herniorraphy, dan
tonus otot baik, dan pasien muda dengan tonus otot yang baik. Teknik Shouldice memakai jaringan
local untuk menutup lokasi, dengan sambungan jahit non-absorbable, Teknik ini mempunyai 3
lapisan penting; lapisan pertama adalah fascia transversalis, lapisan kedua adalah tendon yang
disambung ke ligamentum inguinalis, dan lapisan ketiga adalah sebagian aponeurosis obliquus
externus yang di jahit ke ligamentum inguinalis.1 Hernioplasty dilakukan apabila pasien memiliki
Prognosis tergantung pada tipe dan besarnya hernia, juga tergantung pada kemampuan untuk
mengurangi faktor resiko yang di asosiasi dengan perkembangan hernia. Prognosis seharusnya
mengarah ke baik apabila ditangani secepatnya, dan dengan diagnosis yang benar. Apabila
diagnosis salah atau penyakit sudah terlalu berlarut, dapat mengarah ke morbiditas.9
Kesimpulan
Diagnosis pasien sebagai Hernia Inguinalis dengan Ileus Obstruktif merupakan diagnosis paling
mendukung pada kasus tersebut. Dikarenakan usus halus yang keluar ke lubang inguinalis tercekik
1. Sabiston L. Text book of surgery the biological basis of modern surgical practice. 20th ed.
London: Saunders Company,2016. p.1219-32
2. Hansen JT. Netter’s clinical anatomy, 2nd ed. Philadelphia: Saunders Elsevier,2010. p. 126
3. Assar AR, editor. Abdominal hernias. Medscape; 3 December 2018 diunduh dari
https://emedicine.medscape.com, pada tanggal 12 Mei 2019
4. Vather R, O’Grady G, Bissett IP, Dinning PG. Pathophysiologic, translational and clinical
aspects of postoperative ileus - a review. Proceedings of the Australian Physiological
Society. 2013;44:85-99 diunduh dari https://pdfs.semanticscholar.org, pada tanggal 12
Mei 2019
5. Henry M. M, Thompson JN, 2005, Principles of surgery, 2nd edition, Elsevier Saunders,
page 431-445.
6. Hayes PC, Mackay TW. Diagnosis dan terapi. Jakarta: Buku Kedokteran EGC,2003. h.117
7. Pajajaran MU, Roekmantara T, Wurarah JK. Angka kejadian, karakteristik dan gambaran
radiologi foto polos abdomen pada pasien ilus obstruktif di rumah sakit Al-Ihsan Bandung
tahun 2014-2015. Muhammad Uhud Pajajaran 205-2016; 2(2): 638-44 diunduh dari
https://karyailmiah.unisba.ac.id, pada tanggal 12 Mei 2019
8. Pasinggi Y, Lampus H, Sapan HB. Efek coklat dalam mempersingkat durasi ileus
pascaoperasi pada laparotomy karena apendisitis perforate. Jurnal Bio Medik (JBM)
November 2015; 7(3): 29-40 diunduh dari https://ejournal.unsrat.ac.id, pada tanggal 12
Mei 2019
9. Simadibrata M, editor. Buku ajar ilmu penyakit dalam; Perhimpunan Dokter Spesialis