Anda di halaman 1dari 12

1

Ileus et causa Hernia Inguinal


Melda Erivhani
102012081 B7
Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana
Jl. Arjuna Utara No.6 Kebon Jeruk, Jakarta Barat. Telp. (021) 56942061
mel_mochi10@yahoo.com

Pendahuluan
Secara umum hernia merupakan penonjolan (protrusi) isi suatu rongga melalui defek
atau bagian lemah dari dinding rongga bersangkutan. Pada umumnya hernia abdomen dewasa,
isi perut menonjol melalui defek atau bagian lemah dari lapisan muskulo-aponeurotik dinding
perut.

Semua hernia terjadi melalui celah lemah atau kelemahan yang potensial pada dinding
abdomen yang dicetuskan oleh peningkatan tekanan intra abdomen yang berulang atau
berkelanjutan.

Hernia dapat terjadi diantara dua rongga yang saling berdekatan seperti abdomen dan
toraks atau ke dalam bagian dari suatu rongga yang demikian disebut hernia internal. Hernia
yang paling sering adalah yang eksternal dari dinding abdomen di inguinal. Pada hernia
abdomen, isi perut menonjol melalui defek atau bagian lemah dari lapisan muskulo-aponeurotik
dinding perut, yang normalnya tidak dapat dilewati
.

Tujuan
Tujuan dari pembuatan makalah ini adalah agar mahasiswa fakultas kedokteran
diharapkan dapat mempelajari dan memahami mengenai topik pembahasan tentang ileus
obstruktif et causa hernia inkarserata yang akan dibahas lebih lanjut pada makalah ini.





2

Anamnesis
Seorang laki-laki berusia 45
th
datang ke UGD dengan keluhan nyeri perut hebat yang
timbul disetai mual muntah sejak 12 jam yang lalu. Selain itu, pasien tersebut juga mengeluh
tentang adanya benjolan pada lipat pahanya yang bersifat hilang timbul sejak 1 tahun yang lalu.
Pada pemeriksaan fisik, pasien tampak kesakitan, tekanan darah 130/80 mmHg, nadi 92x/menit,
frekuensi nafas 24x/menit, suhu 36,5
o
C. Pada pemeriksaan fisik abdomen, tampak distensi
abdomen, nyeri tekan (+), bising usus meningkat. Tampak massa pada region inguinal sinistra
dengan ukuran 2x2cm, konsistensi kenyal, tidak melekat pada jaringan sekitar, berbatas tegas,
nyeri tekan (+), bising usus (+).
PEMBAHASAN
I. EPIDEMIOLOGI HERNIA
Hernia terdapat 6 kali lebih banyak pada pria dibandingkan wanita
1
.

Pada pria, 97 % dari hernia terjadi di daerah inguinalis, 2 % sebagai hernia femoralis dan 1%
sebagai hernia umbilicalis
1
. Pada wanita variasinya berbeda, yaitu 50 % terjadi pada daerah
inguinalis, 34 % pada canalis femoralis dan 16 % pada umbilicus
1

Tempat umum hernia adalah lipat paha, umbilikus, linea alba, garis semilunaris dari Spiegel,
diafragma, dan insisi bedah.

II. ETIOLOGI HERNIA
Terdapat dua faktor predisposisi utama hernia yaitu peningkatan tekanan intrakavitas dan
melemahnya dinding abdomen
2
.

Tekanan yang meningkat pada abdomen terjadi karena
2
:
1. Mengangkat beban berat
2. Batuk PPOK
3. Tahanan saat miksi BPH atau karsinoma
4. Tahanan saat defekasi konstipasi atau obstruksi usus besar
5. Distensi abdomen yang mungkin mengindikasikan adanya gangguan intraabdomen
6. Perubahan isi abdomen, misalnya : adanya asites, tumor jinak atau ganas, kehamilan,
lemak tubuh.
3

Kelemahan dinding abdomen terjadi karena
2
:
1. Umur yang semakin bertambah
2. Malnutrisibaik makronutrien (protein, kalori) atau mikronutrien (misalnya: Vit. C)
3. Kerusakan atau paralisis dari saraf motorik
4. Abnormal metabolisme kolagen.
Seringkali, berbagai faktor terlibat. Sebagai contoh, adanya kantung kongenital yang telah
terbentuk sebelumnya mungkin tidak menyebabkan hernia sampai kelemahan dinding
abdomen akuisita atau kenaikan tekanan intra abdomen mengizinkan isi abdomen memasuki
kantong tersebut
2
.
III. GAMBARAN ANATOMIS

Isi hernia bervariasi, tetapi yang paling sering adalah organ dalam. pada abdomen isi
terbanyak adalah usus halus dan omentum majus
2
. Kemungkinan lainnya termasuk :
Usus besar dan apendiks
Divertikulum Meckel
Vesica Urinaria
Ovarium dengan atau tanpa tuba falopi
Cairan asites

IV. KLASIFIKASI
Berdasarkan terjadinya, hernia dibagi atas
1. Hernia bawaan atau congenital
2,3

Pada hernia congenital, sebelumnya telah terbentuk kantong yang terjadi sebagai akibat
dari perintah atau gangguan proses perkembangan
2
.
4

2. Hernia dapatan atau akuisita
2,3

Terdapat dua tipe hernia akuisita
2
:
Hernia primer : terjadi pada titik lemah yang terjadi alamiah, seperti pada :
o Struktur yang menembus dinding abdomen : seperti pembuluh darah femoralis
yang melalui kanalis femoralis.
o Otot dan aponeurosis yang gagal untuk saling menutup secara normal, seperti
pada regio lumbal.
o Jaringan fibrosa yang secara normal berkembang untuk menutup defek, seperti
pada umbilicus.
Hernia Sekunder : terjadi pada tempat pembedahan atau trauma, seperti pada
laparatomi dan trauma tembus
2
.
Hernia diberi nama menurut letaknya: diafragma, inguinal, umbilical, femoral, dll.
Hernia menurut riwayat alamiah dan komplikasi yang terjadi : Riwayat alamiah
perkembangan hernia yaitu pembesaran progresif. Pengecualian untuk hernia umbilikalis
kongenital pada neonatus, dimana orifisium dapat menutup beberapa tahun setelah lahir.
Seiring berjalannya waktu, hernia membesar dan kecenderungan untuk terjadi komplikasi
yang mengancam jiwa semakin bertambah.
Hernia dapat reponibel, ireponibel, obstruksi, strangulasi, atau terjadi inflamasi
2
.
1. Hernia reponibel
Bila isi hernia dapat keluar masuk
3
, tetapi kantungnya menetap
2
. Isinya tidak serta merta
muncul secara spontan, namun terjadi bila disokong gaya gravitasi atau tekanan intra
abdominal yang meningkat
2
. Usus keluar jika berdiri atau mengedan dan masuk lagi jika
berbaring atau didorong masuk perut, tidak ada keluhan nyeri atau gejala obstruksi usus
4
.

2. Hernia Ireponibel
Bila isi kantong tidak dapat direposisi kembali kedalam rongga perut. Ini biasanya
disebabkan oleh perlekatan isi kantong pada peritoneum kantong hernia. Hernia ini
disebut hernia akreta
3
. Dapat juga terjadi karena leher yang sempit dengan tepi yang
kaku (misalnya pada : femoral, umbilical)
2
. Tidak ada keluhan rasa nyeri ataupun
sumbatan usus
2
. Hernia ireponibel mempunyai resiko yang lebih besar untuk terjadi
obstruksi dan strangulasi daripada hernia reponibel
2
.

5

3. Hernia obstruksi/Inkarserata
Hernia obstruksi berisi usus, dimana lumennya tertutup. Biasanya obstruksi terjadi pada
leher kantong hernia. Jika obstruksi terjadi pada kedua tepi usus, cairan berakumulasi di
dalamnya dan terjadi distensi (closed loop obstruction). Biasanya suplai darah masih
baik, tetapi lama kelamaan dapat terjadi strangulasi
2
. Istilah inkarserata terkadang
dipakai untuk menggambarkan hernia yang ireponibel tetapi tidak terjadi
strangulasi. Oleh sebab itu, hernia ireponibel yang mengalami obstruksi dapat juga
disebut dengan inkarserata
2
. Operasi darurat untuk hernia inkarserata merupakan operasi
terbanyak nomor dua adalah operasi darurat untuk apendisitis. Selain itu, hernia
inkarserata merupakan penyebab obstruksi usus nomor satu di Indonesia
2
.

4. Hernia Strangulata
Suplai darah untuk isi hernia terputus. Kejadian patologis selanjutnya adalah oklusi vena
dan limfe; akumulasi cairan jaringan (edema) menyebabkan pembengkakan lebih lanjut ;
dan sebagai konsekuensinya peningkatan tekanan vena. Terjadi perdarahan vena, dan
berkembang menjadi lingkaran setan, dengan pembengkakan akhirnya mengganggu
aliran arteri. Jaringannya mengalami iskemi dan nekrosis. Jika isi hernia
abdominal bukan usus, misalnya omentum, nekrosis yang terjadi bersifat steril, tetapi
strangulasi usus yang paling sering terjadi dan menyebabkan nekrosis yang terinfeksi
(gangren). Mukosa usus terlibat dan dinding usus menjadi permeabel terhadap bakteri,
yang bertranslokasi dan masuk ke dalam kantong dan dari sana menuju pembuluh darah.
Usus yang infark dan rentan, mengalami perforasi (biasanya pada leher pada kantong
hernia) dan cairan lumen yang mengandung bakteri keluar menuju rongga peritonial
menyebabkan peritonitis. Terjadi syok sepsis dengan gagal sirkulasi dan kematian
2
. Bila
strangulasi hanya menjepit sebagian dinding usus, hernianya disebut hernia Richter. Ileus
obstruksi mungkin parsial atau total, sedangkan benjolan hernia tidak ditemukan dan
baru terdiagnosis pada waktu laparatomi. Komplikasi hernia Richter adalah strangulasi
sehingga terjadi perforasi usus, dan pada hernia femoralis tampak seperti abses di daerah
inguinal
2
.

V. ILEUS OBSTRUKTIF BERHUBUNGAN DENGAN HERNIA INKARSERATA
Hernia inkarserata timbul karena usus yang masuk ke dalam kantung hernia terjepit oleh
cincin hernia sehingga timbul gejala obstruksi dan strangulasi usus.
1

6

Hernia inkarserata adalah salah satu hernia yang tidak dapat direposisi kembali kedalam
cavum abdominalis yang disertai dengan gejala gangguan obstruksi abdomen. Keadaan ini
dapat dicegah dengan melakukan bedah pada hernia yang masih bersifat reponibel. Sekali
terjadi inkarserasi, maka resiko untuk mengalami strangulasi akan semakin besar. Hal ini
terjadi karena pembengkakan progresif akibat inkarserasi dari hernia menimbulkan obstruksi
di pembuluh vena, arteri dan pembuluh limfe di kantong hernia. Hal ini menimbulkan edema
lebih lanjut sehingga tekanan meningkat sedemikian rupa, sehingga aliran arteri terancam
dan bisa berlanjut menjadi iskemik dan nekrosis pada bagian hernia. Jika hernia yang sudah
mengalami inkarserasi tidak dapat dilakukan reposisi secepatnya, dapat menimbulkan
strangulasi yang dapat diikuti dengan nekrosis dan gangren usus yang bisa membahayakan.

Patofisiologi Terjadinya Ileus Obstruksi
Patofisiologi obstruksi mekanik pada usus berhubungan dengan perubahan fungsi dari
usus, dimana terjadi peningkatan tekanan intraluminal. Bila terjadi obstruksi maka bagian
proksimal dari usus mengalami distensi dan berisi gas, cairan dan elektrolit. Bila terjadi
peningkatan tekanan intraluminal, hipersekresi akan meningkat pada saat kemampuan
absorbsi usus menurun, sehingga terjadi kehilangan volume sistemik yang besar dan
progresif. Awalnya, peristaltik pada bagian proksimal usus meningkat untuk melawan
adanya hambatan. Peristaltik yang terus berlanjut menyebabkan aktivitasnya pecah, dimana
frekuensinya tergantung pada lokasi obstruksi. Bila obstruksi terus berlanjut dan terjadi
peningkatan tekanan intraluminal, maka bagian proksimal dari usus tidak akan berkontraksi
dengan baik dan bising usus menjadi tidak teratur dan hilang. Peningkatan tekanan
intraluminal dan adanya distensi menyebabkan gangguan vaskuler terutama stasis vena.
Dinding usus menjadi udem dan terjadi translokasi bakteri ke pembuluh darah. Produksi
toksin yang disebabkan oleh adanya translokasi bakteri menyebabkan timbulnya gejala
sistemik.
4
Efek lokal peregangan usus adalah iskemik akibat nekrosis disertai absorpsi toksin
-toksin bakteri ke dalam rongga peritoneum dan sirkulasi sistemik.
5

Pada obstruksi mekanik sederhana, hambatan pasase muncul tanpa disertai gangguan
vaskuler dan neurologik. Makanan dan cairan yang tertelan, sekresi usus dan udara akan
berkumpul dalam jumlah yang banyak jika obstruksinya komplit. Bagian proksimal dari usus
mengalami distensi dan bagian distalnya kolaps. Fungsi sekresi dan absorpsi membran
mukosa usus menurun dan dinding usus menjadi edema dan kongesti. Distensi intestinal
yang berat dengan sendirinya secara terus menerus dan progresif akan mengacaukan
7

peristaltik dan fungsi sekresi mukosa serta meningkatkan risiko terjadinya dehidrasi,
iskemik, nekrosis, perforasi, peritonitis dan kematian.
6,7

Pada obstruksi strangulata, biasanya berawal dari obstruksi vena, yang kemudian diikuti
oleh oklusi arteri, menyebabkan iskemik yang cepat pada dinding usus. Usus menjadi udem
dan nekrosis, memacu usus menjadi gangren dan perforasi.
6,7

Diagnosis
1. Gejala Klinis
Gejala Hernia: Penderita mengeluh nyeri lebih hebat di tempat hernia. Nyeri akan
menetap karena rangsangan peritoneal. Pada pemeriksaan lokal ditemukan benjolan
yang tidak dapat dimasukkan kembali disertai nyeri tekan dan tergantung keadaan isi
hernia dapat dijumpai tanda peritonitis atau abses lokal.
1

Gejala Ileus Obstruktif
Gejala utama dari ileus obstruksi antara lain nyeri kolik abdomen, mual, muntah,
perut distensi dan tidak bisa buang air besar (obstipasi). Mual muntah umumnya
terjadi pada obstruksi letak tinggi. Bila lokasi obstruksi di bagian distal maka gejala
yang dominan adalah nyeri abdomen. Distensi abdomen terjadi bila obstruksi terus
berlanjut dan bagian proksimal usus menjadi sangat dilatasi.
8

Obstruksi pada usus halus menimbulkan gejala seperti nyeri perut sekitar umbilikus atau
bagian epigastrium. Pasien dengan obstruksi partial bisa mengalami diare. Kadang
kadang dilatasi dari usus dapat diraba. Obstruksi pada kolon biasanya mempunyai gejala
klinis yang lebih ringan dibanding obstruksi pada usus halus. Umumnya gejala berupa
konstipasi yang berakhir pada obstipasi dan distensi abdomen. Muntah jarang terjadi.
7

Pada obstruksi bagian proksimal usus halus biasanya muncul gejala muntah.
Nyeri perut bervariasi dan bersifat intermittent atau kolik dengan pola naik turun. Jika
obstruksi terletak di bagian tengah atau letak tinggi dari usus halus (jejenum dan ileum
bagian proksimal) maka nyeri bersifat konstan/menetap. Pada tahap awal, tanda vital
normal. Seiring dengan kehilangan cairan dan elektrolit, maka akan terjadi dehidrasi
dengan manifestasi klinis takikardi dan hipotensi postural. Suhu tubuh biasanya normal
tetapi kadang kadang dapat meningkat.
9

8

Dari pemeriksaan fisik didapatkan adanya demam, takikardi, hipotensi dan gejala
dehidrasi yang berat. Demam menunjukkan adanya obstruksi strangulata. Pada
pemeriksaan abdomen didapatkan abdomen tampak distensi dan peristaltik meningkat
(bunyi Borborigmi). Pada tahap lanjut dimana obstruksi terus berlanjut, peristaltik akan
melemah dan hilang. Adanya feses bercampur darah pada pemeriksaan rectal toucher
dapat dicurigai adanya keganasan dan intusepsi.
6,8,10

2. Pemeriksaan Penunjang
2.1.Laboratorium
Tes laboratorium mempunyai keterbatasan nilai dalam menegakkan diagnosis,
tetapi sangat membantu memberikan penilaian berat ringannya dan membantu dalam
resusitasi. Pada tahap awal, ditemukan hasil laboratorium yang normal. Selanjutnya
ditemukan adanya hemokonsentrasi, leukositosis dan nilai elektrolit yang abnormal.
Peningkatan serum amilase sering didapatkan.
9
Leukositosis menunjukkan adanya
iskemik atau strangulasi, tetapi hanya terjadi pada 38% - 50% obstruksi strangulasi
dibandingkan 27% - 44% pada obstruksi non strangulata. Hematokrit yang
meningkat dapat timbul pada dehidrasi. Selain itu dapat ditemukan adanya gangguan
elektrolit. Analisa gas darah mungkin terganggu, dengan alkalosis metabolik bila
muntah berat, dan metabolik asidosis bila ada tanda tanda shock, dehidrasi dan
ketosis.
4

2.2.Radiologik
4,6,9

Adanya dilatasi dari usus disertai gambaran step ladder dan air fluid level
pada foto polos abdomen dapat disimpulkan bahwa adanya suatu obstruksi. Foto
polos abdomen mempunyai tingkat sensitivitas 66% pada obstruksi usus halus,
sedangkan sensitivitas 84% pada obstruksi kolon.

Pada foto polos abdomen dapat ditemukan gambaran step ladder dan air fluid
level terutama pada obstruksi bagian distal. Pada kolon bisa saja tidak tampak gas.
Jika terjadi stangulasi dan nekrosis, maka akan terlihat gambaran berupa hilangnya
mukosa yang reguler dan adanya gas dalam dinding usus. Udara bebas pada foto
thoraks tegak menunjukkan adanya perforasi usus. Penggunaan kontras tidak
dianjurkan karena dapat menyebabkan peritonitis akibat adanya perforasi.

9

VI. PENATALAKSANAAN
Dasar pengobatan ileus obstruksi adalah koreksi keseimbangan elektrolit dan cairan,
menghilangkan peregangan dan muntah dengan dekompresi, mengatasi peritonitis dan syok
bila ada, dan menghilangkan obstruksi untuk memperbaiki kelangsungan dan fungsi usus
kembali normal
5.

1. Resusitasi
Dalam resusitasi yang perlu diperhatikan adalah mengawasi tanda tanda vital, dehidrasi
dan syok. Pasien yang mengalami ileus obstruksi mengalami dehidrasi dan gangguan
keseimbangan ektrolit sehingga perlu diberikan cairan intravena seperti ringer laktat.
Respon terhadap terapi dapat dilihat dengan memonitor tanda tanda vital dan jumlah
urin yang keluar. Selain pemberian cairan intravena, diperlukan juga pemasangan
nasogastric tube (NGT). NGT digunakan untuk mengosongkan lambung atau
dekompresi, mencegah aspirasi pulmonum bila muntah dan mengurangi distensi
abdomen.
4,9


2. Farmakologis
Pemberian obat obat antibiotik spektrum luas dapat diberikan sebagai profilaksis.
Antiemetik dapat diberikan untuk mengurangi gejala mual muntah.
11

3. Operatif
Operasi dilakukan setelah rehidrasi dan dekompresi nasogastrik untuk mencegah sepsis
sekunder. Operasi diawali dengan laparotomi kemudian disusul dengan teknik bedah
yang disesuaikan dengan hasil eksplorasi selama laparotomi. Berikut ini beberapa
kondisi atau pertimbangan untuk dilakukan operasi.
12
Situations necessitating emergent operation
Incarcerated, strangulated hernias
Peritonitis
Pneumatosis cystoides intestinalis
Pneumoperitoneum
Suspected or proven intestinal strangulation
Closed-loop obstruction
Nonsigmoid colonic volvulus
10

Sigmoid volvulus associated with toxicity or peritoneal signs
Complete bowel obstruction

Situations necessitating urgent operation
Progressive bowel obstruction at any time after nonoperative measures are
started
Failure to improve with conservative therapy within 2448 hr
Early postoperative technical complications
Situations in which delayed operation is usually safe
Immediate postoperative obstruction

Jika obstruksinya berhubungan dengan suatu simple obstruksi atau adhesi, maka tindakan
lisis yang dianjurkan. Jika terjadi obstruksi stangulasi maka reseksi intestinal sangat
diperlukan.
9

Pada umumnya dikenal 4 macam (cara) tindakan bedah yang dikerjakan pada obstruksi
ileus.
13

a. Koreksi sederhana (simple correction). Hal ini merupakan tindakan bedah sederhana
untuk membebaskan usus dari jepitan, misalnya pada hernia inkarserata non-strangulasi,
jepitan oleh streng/adhesi atau pada volvulus ringan.
b. Tindakan operatif by-pass. Membuat saluran usus baru yang "melewati" bagian usus
yang tersumbat, misalnya pada tumor intralurninal, Crohn disease, dan sebagainya.
c. Membuat fistula entero-cutaneus pada bagian proximal dari tempat obstruksi, misalnya
pada Ca stadium lanjut.
d. Melakukan reseksi usus yang tersumbat dan membuat anastomosis ujung-ujung usus
untuk mempertahankan kontinuitas lumen usus, misalnya pada carcinomacolon,
invaginasi, strangulata, dan sebagainya. Pada beberapa obstruksi ileus, kadang-kadang
dilakukan tindakan operatif bertahap, baik oleh karena penyakitnya sendiri maupun
karena keadaan penderitanya, misalnya pada Ca sigmoid obstruktif, mula-mula
dilakukan kolostomi saja, kemudian hari dilakukan reseksi usus dan anastomosis.
Dan pada kasus ileus obstruksi karena hernia inkarserata, dilakukan koreksi sederhana
(simple correction).
11

VII. Komplikasi
Komplikasi yang dapat timbul antara lain perforasi usus, peritonitis, sepsis, syok-dehidrasi,
abses, pneumonia aspirasi dari proses muntah dan meninggal.
6,11

VIII. Prognosis
Mortalitas obstruksi tanpa strangulata adalah 5% sampai 8% asalkan operasi dapat segera
dilakukan. Keterlambatan dalam melakukan pembedahan atau jika terjadi strangulasi atau
komplikasi lainnya akan meningkatkan mortalitas sampai sekitar 35% atau 40%.
3
Prognosisnya baik bila diagnosis dan tindakan dilakukan dengan cepat.
11


















12

Daftar Pustaka
1. Widjaja,H. Anatomi abdomen, Jakarta. EGC, 2007. Hal: 21-25
2. Henry MM, Thompson JN. 2005. Principles of surgery, 2
nd
edition. Elsevier Saunders.
Hal:431,445
3. Sjamsuhidayat Sjamsuhidajat, R.; Dahlan, Murnizat; Jusi, Djang. Gawat Abdomen. Dalam
Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi 2. Editor: Sjamsuhidajat, R. dan De Jong, Wim. Jakarta: EGC,
2003. Hal: 181-192
4. Yates K. Bowel obstruction. In: Cameron P, Jelinek G, Kelly AM, Murray L, Brown AFT,
Heyworth T, editors. Textbook of adult emergency medicine. 2
nd
ed. New York: Churchill
Livingstone;2004. p.306-9.
5. Wilson LM, Lester LB. Usus kecil dan usus besar. Dalam : Price SA, Wilson LM,editor.
Patofisiologi konsep klinis proses- proses penyakit. Alih bahasa: dr.Peter Anugerah. Jakarta:
EGC;1995. Hal.389 412
6. Anonymous. Ileus. [Online].2007 September 13 [cited 2008 May 19];[6 screens]. Available
from:URL:http://medlinux.blogspot.com/2007/09/ileus.html.
7. Ansari P. Intestinal obstruction. [Online]. 2007 September [cited 2008 May 21];[4 screens].
Available from: URL:http://www.merck.com/mmpe/sec02/choll/chollh.html.
8. Evers BM. Small intestine. In: Townsend CM, Beauchamp RD, Evers BM, Mttox
KL,editors. Sabiston textbook of surgery. The biological basis of modern surgical practice.
17
th
ed. Philadelphia: Elsevier Saunders;2004. p.1323 1342.
9. Naude GP. Gastrointestinal failure in the ICU. In: Bongard FS, Sue DY, editors. A lange
medical book Current critical care diagnosis and treatment. 2
nd
ed. New York : McGraw-
Hill;2003. p. 383-88
10. Suyono YJ,editor. Disunting oleh R.Putz & R. Pabst. Atlas Anatomi manusia Sobotta.
Ed.21. Jakarta: EGC,2003.
11. Nobie BA. Obstruction, small bowel. [Online] 2007 Sept 17 [cited 2008 June 2];[6 screens].
Available from: URL:http://www.emedicine.com
12. Souba, Wiley W.; Fink, Mitchell P.; Jurkovich, Gregory J.; Kaiser, Larry R.; Pearce,
William H.; Pemberton, John H.; Soper, Nathaniel J, editors. Sigmoid volvulus successfully
decompressed by sigmoidoscopy. In : ACS Surgery: Principles & Practice, 2007 Edition.
13. Manif Niko, Kartadinata. Obstruksi Ileus. Cermin Dunia Kedokteran No.29 [Online]. 1983
[cited 2008 May 16];[3 screens]. Available from:
URL:http://www.portalkalbe.com/files/obstruksiileus.pdf.

Anda mungkin juga menyukai