Anda di halaman 1dari 18

PRESENTASI KASUS

Angina Ludwig

Pembimbing:

dr. Kote Noordhianta, Sp. THT-KL, M.KES

Penyusun:

Stella

2011.061.096

Kepaniteraan Klinik
Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala Leher
Fakultas Kedokteran Unika Atma Jaya Jakarta
RSUD Syamsudin, S.H., Sukabumi
Periode 6 Agustus 2012 08 September 2012

1
PRESENTASI KASUS

A. Identitas Pasien
Nama : Ny. P
Usia : 62 tahun
Pekerjaan : Ibu rumah tangga
Alamat : Bojongkembar, Cikembar, Kab. Sukabumi
Agama : Islam
Suku : Sunda
Tanggal masuk : Selasa, 21 Agustus 2012

B. Anamnesa
Dilakukan secara autoanamnesa dan alloanamnesa
Keluhan Utama : nyeri saat menelan sejak 4 hari SMRS
Keluhan Tambahan : leher membengkak, demam, ludah banyak dan kental,
nyeri dan bengkak pada rahang bawah, sulit berbicara

Riwayat Penyakit Sekarang :


Sejak 4 hari yang lalu, pasien mengaku tiba-tiba merasakan nyeri saat
menelan, terutama saat pasien makan dan minum. Semakin hari, nyeri yang
dirasakan semakin bertambah. Nyeri ini membuat pasien sulit menelan makanan
maupun minum. Nyeri dirasakan pada permulaan proses menelan. Pasien
mengaku leher pasien lama-kelamaan terasa makin membesar dan membengkak,
terasa sakit bila disentuh dan terasa hangat. Pasien mengeluh sulit untuk membuka
mulut, kedua pipi terasa kaku dan bengkak, lidah terasa sulit digerakkan sehingga
pasien mengalami kesulitan berbicara. Pasien mengeluh ludah banyak dan kental.
Pasien mengaku mulai merasa sesak, sulit bernafas bebas.
Di saat yang sama, pasien juga mengalami demam namun tidak diukur. Pasien
mengaku pernah berobat namun keluhan tidak berkurang. Menurut pasien,
sebelumnya pasien dalam keadaan yang sehat. Ini merupakan pertama kalinya
pasien mengalami gejala seperti ini.

Riwayat Penyakit Dahulu :


Riwayat darah tinggi
Riwayat sakit gigi berulang
Riwayat kencing manis disangkal

C. Pemeriksaan Fisik
Keadaan Umum : tampak sakit sedang
Kesadaran : compos mentis

2
Tekanan darah : 140/90 mmHg
Nadi : 84 kali/menit
Pernapasan : 20 kali/menit, tidak tampak retraksi cuping hidung
maupun penggunaan otot-otot napas tambahan
Suhu : 36.50C

Pemeriksaan Fisik THT

Telinga
Telinga Kanan
- Aurikula : normal
- Canalis akustikus eksternus: Hiperemis (-), edema (-), massa (-), laserasi (-), sekret
(-), serumen (+)
- Membran timpani : Intak, hiperemis (-), refleks cahaya (+)

Telinga Kiri
- Aurikula : normal
- Canalis akustikus eksternus: Hiperemis (-), edema (-), massa (-), laserasi (-), sekret
(-), serumen (+)
- Membran timpani : Intak, hiperemis (-), refleks cahaya (+)

Cavum Nasi
Cavum Nasi Dextra
- Membran mukosa : Hiperemis (-), edema (-), sekret (-), konka inferior eutrofi,
massa (-), laserasi (-), krusta ()
- Pasase udara : normal
Cavum Nasi Sinistra
- Membran mukosa: Hiperemis (-), edema (-), sekret (-), konka inferior eutrofi,
massa (-), laserasi (-), krusta ()
- Pasase udara : normal

Orofaring
- Pembukaan mulut : maksimal 2.5 cm
- Hipersalivasi : (+)
- Lain-lain : sulit dinilai

Leher: tampak daerah swelling pada daerah submandibula baik kiri maupun
kanan, daerah submental dan sublingual, hiperemis (+), keras, hangat
(+), nyeri tekan (+), fluktuasi (+)

Maksilofasialis: simetris

Pemeriksaan Penunjang
Darah Rutin
21 Agustus 2012 di IGD
Hemoglobin : 13.1 gr/dL
Hematokrit : 35.9 %
Leukosit : 7.300 /uL
3
Trombosit : 244.000 /uL
GDS : 462 mg/dl

D. Diagnosis
Angina Ludwig

E. Diagnosis Banding
- Abses submandibula

F. Saran Pemeriksaan
- Soft tissue leher AP/lateral

G. Tatalaksana
Rawat dalam bangsal
IVFD RL dengan Humulin 8 U 20 tpm
Pasang NGT tertutup
Intake cair TKTP 6 x 250 cc via NGT
Ceftriaxone 2 x 1 gr IV
Ketorolac 2 x 30 mg IV
Ranitidine 3 x 25 mg IV
Metformin 3 x 500 mg PO
Captopril 3 x 12.5 mg PO

H. Resume
Pasien wanita, 62 tahun, dating dengan keluhan odinofagia, disfagia, swelling
pada leher pasien, nyeri bila disentuh dan terasa hangat, trismus, lidah terasa sulit
digerakkan sehingga pasien mengalami kesulitan berbicara, hipersalivasi, demam.
Pasien mengaku mulai merasa sesak. Disfagia baik makanan padat mapun cair dan
pada awal proses menelan. Keluhan serupa sebelumnya disangkal. Riwayat darah
tinggi diakui, riwayat sakit gigi berulang diakui, riwayat kencing manis disangkal.
Pada pemeriksaan tanda tanda vital ditemukan hipertensi. Telinga dan
hidung dalam batas normal. Pada pemeriksaan orofaring, didapatkan adanya
trismus (pembukaan maksimal 2.5 cm), hipersalivasi (+), sisanya sulit dinilai
karena pasien tidak mampu menggerakkan lidah. Pada pemeriksaan leher
didapatkan pembesaran di region submandibula dekstra dan sinistra, submental,
dan sublingual, hiperemis, hangat, nyeri tekan, indurasi, dan fluktuatif. Dari
pemeriksaan laboratorium didapatkan GDS tinggi (462 mg/dl).

I. Prognosis
Ad vitam : bonam
Ad fungsionam : dubia ad bonam
Ad sanationam : dubia ad bonam

J. Follow Up
4
22 Agustus 2012
Keluhan : nyeri dan sulit menelan, sulit menggerakkan lidah,
sulit berbicara, hipersalivasi, leher makin bengkak
Keadaan Umum : tampak sakit sedang
Tekanan darah : 140/80 mmHg
Nadi : 80 kali/menit
Pernapasan : 20 kali/menit
Suhu : 37.10C

ADS : Normal/Normal
CAE : hiperemis -/-, sekret -/-, massa -/-, laserasi -/-, serumen +/+
CN : hiperemis -/-, sekret -/-, massa -/-, laserasi -/-, konka inferior
eutrofi/eutrofi, septum nasi di tengah
MT : intak / intak, refleks cahaya +/+
NPOP : sulit dinilai (trismus, maksimal 2.5 cm)
Leher : pembengkakan daerah submandibula, submental dan
sublingual, hiperemis +, keras, hangat +, nyeri tekan +,
fluktuasi +
Maksilofasialis : simetris

Pemeriksaan Penunjang
Laboratorium Darah
22 Agustus 2012 di Aster
SGOT : 33.5 U/L (N <31)
SGPT : 43.4 U/L(N <36)
GDS : 517.4 mg/dl
Glukosa 2 JPP : 543.1 mg/dl
Ureum : 102.3 mg/dl (N 20-40)
Creatinine : 3.52 mg/dl (N < 0.9 mg/dl)

Tatalaksana :
IVFD RL dengan Humulin 8 U 20 tpm
Pasang NGT tertutup
Intake cair TKTP 6 x 250 cc via NGT
Ceftriaxone 2 x 1 gr IV
Ketorolac 2 x 30 mg IV
Ranitidine 3 x 25 mg IV
Metformin 3 x 500 mg PO
Captopril 3 x 12.5 mg PO

23 Agustus 2012
Keluhan : masih hipersalivasi, leher terasa makin membengkak,
sulit bicara dan sulit menelan, muntah 2x isi susu,
tenggorokan terasa nyeri dan panas
5
Keadaan Umum : tampak sakit sedang
Tekanan darah : 140/90 (110-140/80-90)mmHg
Nadi : 80 kali/menit
Pernapasan : 24 kali/menit
Suhu : 36.70C

ADS : Normal/Normal
CAE : hiperemis -/-, sekret -/-, massa -/-, laserasi -/-, serumen +/+
CN : hiperemis -/-, sekret -/-, massa -/-, laserasi -/-, konka inferior
eutrofi/eutrofi, septum nasi di tengah
MT : intak / intak, refleks cahaya +/+
NPOP : sulit dinilai (trismus, maksimal 2.5 cm)
Leher : pembengkakan daerah submandibula, submental dan
sublingual, hiperemis +, keras, hangat +, nyeri tekan +,
fluktuasi +
Maksilofasialis : simetris

Pemeriksaan Penunjang
Laboratorium Darah
23 Agustus 2012
Hemoglobin : 11.5 gr/dl
Hematokrit : 32.2 %
Leukosit : 13.200 /uL
Trombosit : 223.000 /uL
GDS : 190 mg/dl

Tatalaksana :
IVFD RL dengan Humulin 8 U 20 tpm
Intake cair TKTP 6 x 250 cc via NGT
Ceftriaxone 1 x 2 gr IV
Metronidazole 3 x 500 mg IV
Ketorolac 2 x 30 mg IV
Ranitidine 3 x 25 mg IV
Metformin 3 x 500 mg PO
Captopril 3 x 12.5 mg PO
Pro incisi abses
STL AP/lateral

24 Agustus 2012
Keluhan : bisul di bawah lidah sudah pecah dan keluar cairan
cokelat susu, benjolan leher mengecil, masih sulit
buka mulut namun sudah bisa buka lebih besar
daripada kemarin, lidah sudah bisa bergerak, sesak
6
tidak ada, tenggorokan masih nyeri namun sudah
membaik
Keadaan Umum : tampak sakit sedang
Tekanan darah : 140/80 (110-140/80) mmHg
Nadi : 84 kali/menit
Pernapasan : 20 kali/menit
Suhu : 370C

ADS : Normal/Normal
CAE : hiperemis -/-, sekret -/-, massa -/-, laserasi -/-, serumen +/+
CN : hiperemis -/-, sekret -/-, massa -/-, laserasi -/-, konka inferior
eutrofi/eutrofi, septum nasi di tengah
MT : intak / intak, refleks cahaya +/+
NPOP : sulit dinilai (trismus, maksimal 2.5 cm)
Leher : pembengkakan daerah submandibula, submental dan
sublingual, hiperemis +, keras, hangat +, nyeri tekan +,
fluktuasi +
Maksilofasialis : simetris

Tatalaksana :
IVFD RL dengan Humulin 8 U 20 tpm
Intake cair TKTP 6 x 250 cc via NGT
Ceftriaxone 1 x 2 gr IV
Metronidazole 3 x 500 mg IV
Ketorolac 2 x 30 mg IV
Ranitidine 3 x 25 mg IV
Metformin 3 x 500 mg PO
Captopril 3 x 12.5 mg PO

25 Agustus 2012

Keluhan : sulit makan dan minum, nyeri kepala, tiap kali


mengeluarkan ludah terasa nyeri tenggorokan, sesak
dan lemas
Keadaan Umum : tampak sakit sedang
Tekanan darah : 140/90 (120-140/70-90) mmHg
Nadi : 88 kali/menit
Pernapasan : 20 kali/menit
Suhu : 370C

ADS : Normal/Normal
CAE : hiperemis -/-, sekret -/-, massa -/-, laserasi -/-, serumen +/+
CN : hiperemis -/-, sekret -/-, massa -/-, laserasi -/-, konka inferior
eutrofi/eutrofi, septum nasi di tengah
MT : intak / intak, refleks cahaya +/+
7
NPOP : sulit dinilai (trismus, maksimal 2.5 cm)
Leher : pembengkakan daerah submandibula, submental dan
sublingual, hiperemis, keras, hangat +, nyeri tekan +, fluktuasi+
Maksilofasialis : simetris

Pemeriksaan penunjang:
Lab: GDS 252 mg/dl, 187 mg/dl

Tatalaksana :
IVFD RL 20 tpm (Humulin distop)
Intake cair TKTP 6 x 250 cc via NGT
Ceftriaxone 1 x 2 gr IV
Metronidazole 3 x 500 mg IV
Ketorolac 2 x 30 mg IV
Ranitidine 3 x 25 mg IV
Metformin 3 x 500 mg PO
Captopril 3 x 12.5 mg PO

DASAR TEORI

Angina Ludwig merupakan infeksi dengan keterlibatan kolektif dari ruang


submandibular, sublingual secara bilateral dan ruang submental secara progresif dan cepat.
Angina Ludwig menyebabkan infeksi yang difus, dengan atau tanpa pembentukan abses.
Angina Ludwig tidak boleh disamakan dengan trench mouth, yang merupakan
gingivostomatitis ulseratif. Bila bentuk lebih destruktif dimana terdapat keterlibatan tonsilar
masif disebut angina Vincent. Hal ini dikaitkan dengan penyakit furospirochetal. Kondisi ini
dengan mundah dikontrol dengan antibiotik.
Kebanyakan kasus angina Ludwig terjadi pada orang yang sebelumnya sehat. Faktor
predisposisi termasuk diabetes mellitus, neutropenia, alcoholism, anemia aplastik,
glomerulonefritis, dermatomyositism dan SLE. Kebanyakan pasien yang terkena berusia 20-

8
60 tahun, walaupun range umur dari umur 12 hari sampai 84 tahun juga dilaporkan.
Predominan pria (3:1 sampai 4:1).
Penyebab angina Ludwig biasanya infeksi odontogenik dengan patogen paling umum
adalah bakteri streptococci dan bakteri anaerobik. Organisme penyebab termasuk variasi
bakteri aerobik dan anaerobik gram positif cocci dan gram negatif batang. Organisme yang
paling sering ditemukan adalah Streptococcus viridians dan Staphylococcus aureus. Kadang
flora mikrobial campuran dapat terisolasi.
Penyebaran infeksi yang terjadi secara cepat dari satu ruang ke ruangan lain
disebabkan fasilitas dimana organisme virulen bisa berpindah dari kompartemen-
kompartemen kepala dan leher.

Ruangan submandibula terletak di antara mukosa dasar mulut dan fasia servikal
dalam bagian superfisial. Tulang hyoid membatasi aspek inferior dan mandibula membentuk
batas anterior dan lateral. Batas posterior terdiri dari otot-otot lidah. Ruangan ini secara tidak
sempurna dibagin oleh diafragma otot dari otot mylohyoid menjadi ruangan sublingual untuk
bagian atasnya dan ruangan submandibular serta ruangan submental dibawahnya. Area
submandibular dan submental dibagi oleh bagian anterior dari otot digstarik namun kedua
bagian ini berhubungan secara bebas.

Rongga submental dibatasi oleh tulang hyoid pada bagian inferior, mandibula pda
bagian superior, dan ramus anterior otot digastrikus pada kedua sisi lateral. Rongga
submental berisi vena jugularis anterior, nodus limfatikus submental, otot dan saraf.
mylohyoid, arteri fasialis cabang submental, dan vena fasialis. Jumlah nodus limfatikus pada
submental tidak banyak, namun nodus limfatikus tersebut penting secara klinis karena

9
merupakan tempat drainase dari mukosa bukal, dasar mulut, bagian anterior hidung, gusi, dan
bibir.

Kelenjar saliva submandibular terletak di ujung posterior dari otot mylohyoid dan
mengisi ruangan submandibular dan sublingual. Sehingga infeksi yang dimulai di ruangan
sublingual dapat menyebar ke ruangan submandibula dan sebaliknya. Struktur lain yang
terletak di ruangan sublingual adalah duktus Wharton, kelenjar saliva sublingual dan saraf
hipoglosus. Hal ini juga menjadi alasan kenapa angina Ludwig menyebabkan elevasi dasar
mulut dan pembengkakan dari area submandibula dan submental. Garis oblique dari
mandibula juga penting sebagai presentasi infeksi odontogenik yang menyebar melebihi akar
gigi. Infeksi yang dimulai pada akar gigi yang superior dari garis ini (incisor dan molar
pertama) secara umum menyebabkan infeksi ruang sublingual, sementara infeksi yang mulai
dari akar gigi molar biasanya menyebabkan infeksi ruang submandibula. Infeksi dental secara
umum menghancurkan korteks lingual dari mandibula dan menyebabkan infeksi dari ruangan
ini.

Infeksi rongga submandibula biasanya berasal dari molar mandibula kedua dan
ketiga, namun juga bisa akibat trauma. Infeksi rongga submandibula harus dibedakan dengan
infeksi kelenjar liur submandibula atau nodus limfatikus. Pada infeksi rongga submandibula,
mandibula membengkak dan nyeri, namun trismus minimal atau tidak ada karena otot
mastikator tidak terlibat. Infeksi rongga sublingual umumnya berasal dari gigi insisivus
mandibula dengan gejala eritema dan nyeri pada dasar mulut yang dimulai dekat mandibula
dan menyebar ke medial. Terkadang dapat menyebabkan elevasi lidah.

10
11
Tiga ruangan mandibula sekunder terletak posterior dan superior terhadap bagian gigi
mandibula pada area angle-ramus. Mereka disebut ruangan sekunder karena mereka menjadi
terinfeksi dari penyebaran infeksi sekunder dari ruangan anterior lain yaitu buccal, sublingual
dan submandibular. Ruangan sekunder ini tidak biasa terinfeksi dari ekstensi langsung infeksi
dari jaringan yang mengelilingi sebagian erupsi molar ketiga. Hallmark dari infeksi dari

12
ruang sekunder mandibula ini adalah trismus yang disebabkan iritasi otot dan disfungsi
dikarenakan infeksi.

Bila semua ketiga ruangan primer secara bilateral terinfeksi, maka infeksi tersebut
disebut sebagai angina Ludwig. Angina Ludwig dikarakteristikan bahkan di era antibiotik
sebagai selulitis gangrenous bilateral yang cepat dari ketiga ruangan primer. Biasanya dapat
menyebar ke posterior untuk melibatkan ruangan sekunder. Angina Ludwig menyebabkan
pembengkakan yang masif, elevasi dan displacement dari lidah, dan indurasi yang tegang dari
regio submandibula superior dari tulang hyoid (brawny induration). Pembengkakan
signifikan dari leher bagian atas yang melibatkan ruang submandibula bilateral, ruang
submental, dan ruang sublingual juga terlibat yang menyebabkan obstruksi jalan nafas oral
oleh lidah. Biasanya hanya terdapat fluktuasi yang minimal atau tidak ada fluktuasi karena
kecepatan dari proses selulitis. Biasanya pasien memiliki riwayat sakit gigi, kebersihan mulut
yang buruk. Pasien mengalami trismus hebat, hipersalivasi, ketidakmampuan untuk menelan,
odinofagia, takipnea dan dispnea. Gangguan jalan nafas menghasilkan kecemasan yang
nyata. Pasien serak, stridor, respiratory distress, sianosis, merupakan tanda-tanda gangguan
jalan nafas. Pasien juga dapat mengalami disfonia, suara muffled (hot potato voice) karena
13
edema dari apparatus vokalis. Bila tidak ditangani, selulitis dapat menyebabkan obstruksi
jalan nafas dengan cepat dan pada akhirnya bisa menyebabkan kematian. Pada pasien dengan
Angina Ludwig, gangguan jalan nafas adalah penyebab awal kematian. Begitu angina
Ludwig di diagnosa, memonitor masalah jalan nafas harus dilakukan berulang kali dan hati-
hati. Pasien-pasien ini tidak dapat berbaring terlentang dan memiliki kesulitan dalam
menelan.

Dalam mendiagnosis angina Ludwig, terdapat empat tanda cardinal yang harus
diperhatikan, yaitu (1) keterlibatan bilateral pada lebih dari satu ruangan leher dalam, (2)
gangrene dengan cairan serosanguineus, infiltrasi putrid tetapi dengan pus murni yang sedikit
atau tidak ada, (3) keterlibatan jaringan penyambung, fascia, dan otot tetapi bukan struktur
kelenjar, (4) penyebaran lewat ruangan fascial yang berkelanjutan dibandingkan dengan
system limfatik.
Pemeriksaan darah lengkap biasanya menggambarkan leukositosis. Kekurangan
respon leukositik mungkin mengindikasikan penyakit viral, imunodefisiensi, atau kondisi
seperti tumor. Pengukuran jumlah sel darah putih membantu dalam memonitor respons pasien
terhadap terapi seperti antibiotik intravena atau drainase bedah.

Foto x-ray memainkan peran penting dalam mengevaluasi angina Ludwig.


Keuntungannya adalah tidak mahal, cepat, dan mudah tersedia serta memberikan informasi
yang baik. Pada kasus dimana dicurigai awal infeksi dental, maka panorex dari rahang bisa

14
menolon mengidentifikasi sumber infeksi dental bila tidak jelas pada pemeriksaan fisik.
Translusent pada apek dari akar gigi merupakan penemuan umum pada abses terkait dental.

CT-scan kepala dan leher juga bisa dilakukan karena pemeriksaan fisik saja dapat
salah mengidentifikasi ruangan yang terlibat. CT scan dengan kontras intravena memberikan
visualisasi yang baik mengenai jaringan lunak dan struktur tulang dari kepala dan leher.

Bahaya yang paling utama adalah obstruksi jalan nafas dan pasien mungkin
membutuhkan trakeostomi sampai pembengkakan berkurang. Terapi dengan antibiotik dan
drainase dari area yang berfluktuasi. Penisilin diberikan dalam dosis besar sampai 20 juta
unit/hari untuk intravena penisilin. Terapi dengan antibiotik intravena dapat menyembuhkan
dan harus dapat mengenai bakteri anaerobik bila diberikan dari awal mula sakit. Bila gejala
memburuk selama diberikan antibiotik atau terdapat abses terlokalisasi dengan fluktuasi yang
jarang terjadi, atau gangguan jalan nafas, pasien dilakukan operasi untuk insisi dan drainase.
Inisisi dilakukan secara horizontal melalui otot platisma. Fasia servikal dalam diinsisi vertikal
dari symphisis menti ke tulang hyoid dan cairan edema berwarna jerami atau cairan cucian
dikeluarkan. Cairan ini terinfeksi dan akan menumbuhkan organisme anaerobik yang sulit
untuk dikultur.

15
Terapi antibiotik sistemik bukan merupakan pengganti untuk trakeostomi kecuali pada
kasus awal dengan pembengkakan dasar mulut yang minimal yang harus diobservasi secara
berkelanjutan. Setelah edema masif terjadi, mungkin dibutuhkan waktu 1 minggu atau lebih
untuk membaik dengan terapi antibiotik. Kontol jalan nafas dengan trakeostomi diperlukan.
Intubasi nasotrakeal ketika pasien sadar dapat memicu obstruksi jalan nafas akut dan
sebaiknya tidak dilakukan, walaupun intubasi dengan bantuan nasofaringoskop fiberoptic
dapat dilakukan. Persiapan trakeostomi harus dibuat pada setiap kasus bahkan bila intubasi
dilakukan oleh ahli anestesi. Narkotik harus dihindari karena dapat menebabkan depresi
pernafasan dan memicu kesulitan ventilasi. Beberapa penulis menyarankan penggunakan
anestesi inhalasi. Bila intubasi tidak dapat dilakukan, maka trakeostomi atau
krikotiroidektomi yang diikuti dengan trakeostomi merupakan pilihan.
Prognosis angina Ludwig tergantung dari kecepatan perlindungan jalan nafas primer
dan pada antibiotic yang tepat dan kemungkinan terapi pembedahan. Mortalitas pada era
preantibiotik adalah 50%, namun dengan terapi yang sekarang, mortalitas telah menurun
menjadi kurang dari 5%.

16
17
DAFTAR PUSTAKA

Bailey BJ, Johnson JT. Head and Neck Surgery Otolaryngology, 4 th Ed. USA:
Lippincot Williams & Wilkins. 2006.
Cummings CW, et al. Cummings Otolaryngology Head and Neck Surgery, 4th Ed.
USA: Elsevier Mosby. 2005.
David M L.Ludwigs angina: diagnosis and treatment. Hospital Physician. July 2002.

18

Anda mungkin juga menyukai