Anda di halaman 1dari 7

8.

Definisi Tetanus

Kata tetanus berasal dari bahasa Yunani tetanos yang berarti kencang atau
tegang. Tetanus merupakan suatu infeksi akut yang ditandai kondisi spastik paralisis
yang disebabkan oleh neurotoksin yang dihasilkan oleh Clostridium tetani.

9. Etiologi tetanus

Clostiridium tetani adalah kuman yang berbentuk batang seperti penabuh


genderang berspora, golongan gram positif, hidup anaerob. Kuman ini
mengeluarkan toksin yang bersifat neurotoksik (tetanus spasmin), yang mula-mula
akan menyebabkan kejang otot dan saraf perifer setempat. Timbulnya tetanus ini
terutama oleh clostiridium tetani yang didukung oleh adanya luka yang dalam
dengan perawatan yang salah.

Faktor predis posisi :

a) Umur tua atau anak-anak


b) Luka yang dalam dan kotor
c) Belum terimunisasi

10. Patofisiologi tetanus

Transpor terjadi pertama kali pada saraf motorik, lalu ke saraf sensorik dan
saraf otonom. Jika toksin telah masuk ke dalam sel, ia akan berdifusi keluar dan
akan masuk dan mempengaruhi ke neuron di dekatnya. Apabila interneuron
inhibitor spinal terpengaruh, gejala-gejala tetanus akan muncul. Transpor
intraneuronal retrogred lebih jauh terjadi dengan menyebarnya toksin ke batang otak
dan otak tengah. Penyebaran ini meliputi transfer melewati celah sinaptik dengan
suatu mekanisme yang tidak jelas.

Setelah internalisasi ke dalam neuron inhibitor, ikatan dislufida yang


menghubungkan rantai ringan dan rantai berat akan berkurang, membebaskan rantai
ringan. Efek toksin dihasilkan melalui pencegahan lepasnya neurotransmitter.
Sinaptobrevin merupakan protein membran yang diperlukan untuk keluarnya
vesikel intraseluler yang mengandung neurotransmitter. Rantai ringan tetanoplasmin
merupakan metalloproteinase zink yang membelah sinaptobrevin pada suatu titik
tunggal, sehingga mencegah perlepasan neurotransmitter.

Manisfestasi klinis tetanus yang timbul adalah sebagai akibat pengaruh toksin
pada susunan saraf pusat, toksin menghambat synapsis cholinergik perifer,
menurunkan pengeluaran acetilcholin dan mengganggu saraf syimpatis. Bila
sembuh tetanus tidak meninggalkan kelainan neurologis.
11. Gejala klinis tetanus

Tetanus berdasarkan gejala klinisnya dapat dibagi menjadi 3 bentuk, yaitu


tetanus generalisasi (umum), tetanus local dan tetanus sefalik. Bentuk tetanus yang
paling sering terjadi adalah tetanus generalisasi dan juga merupakan bentuk tetanus
yang paling berbahaya.

Masa inkubasi berkisar 2-56 hari, 80-90% dari penderita timbul gejala dalam
14 hari. Spora dapat tinggal "Dormat" dijaringan dalam waktu yang lama dan
kemudian tumbuh menjadi bentuk vegetatif dan memproduksi toksin bila suasana
menjadi anaerob. Sebagai tanda-tanda permulaan timbul kejang otot sekitar luka,
gelisah,lemah, cemas, mudah tersinggung dan sakit kepala. Kemudian diikuti nyeri
dan kaku rahang, perut dan punggung yang mengeras dan kesukaran untuk
menelan. Gambaran yang spesifik adalah kekakuan dan kejang otot. Kekakuan
mengenai 3 group utama yaitu: masseter, otot-otot perut dan otot-otot punggung.
Penderita selalu sadar penuh. Gejala-gejala sistemik dapat timbul, seperti panas
akibat sepsis dan ini memberi prognosa yang jelek. Tekanan darah menunjukkan
fluktuasi, juga sering takhikardi dan keringat banyak. Untuk menilai gradasi
banyak cara bisa digunakan seperti Phillip`s score dan klasfikasi menurut Owen
Smith, MS (Emergency Surgery).

12. Komplikasi tetanus


Komplikasi tetanus yang sering terjadi adalah pneumonia, bronkopneumonia
dan sepsis. Komplikasi terjadi karena adanya gangguan pada sistem respirasi antara
lain spasme laring atau faring yang berbahaya karena dapat menyebabkan hipoksia
dan kerusakan otak. Spasme saluran nafas atas dapat menyebabkan aspirasi
pneumonia atau atelektasis. Komplikasi pada sistem kardiovaskuler berupa
takikardi, bradikardia, aritmia, gagal jantung, hipertensi, hipotensi, dan syok.
Kejang dapat menyebabkan fraktur vertebra atau kifosis. Komplikasi lain yang
dapat terjadi berupa tromboemboli, pendarahan saluran cerna, infeksi saluran
kemih, gagal ginjal akut, dehidrasi dan asidosis metabolik.

13. DD
Penyakit-penyakit yang menyerupai gejala tetanus adalah :
1. Meningitis 6. Subarachnoid hemorage
2. Temporalmandibular arthralgia 7. Phenotiazine terapi
3. Tetani 8. Serum sickness
4. Histeri 9. Epilepsy
5. Encephalitis 10. Rabies
14 . Penatalaksanaan tetanus dan Pencegahan

1. Penatalaksanaan Dasar
1.1. Memutuskan invasi toksin dengan antibiotik dan tindakan bedah.
1.1.1. Antibiotik
Penggunaan antibiotik ditujukan untuk memberantas kuman
tetanus bentuk vegetatif. Clostridium peka terhadap penisilin grup
beta laktam termasuk penisilin G, ampisilin, karbenisilin, tikarsilin,
dan lain-lain. Kuman tersebut juga peka terhadap klorampenikol,
metronidazol, aminoglikosida dan sefalosporin generasi ketiga.
Penisilin G dengan dosis 1 juta unit IV setiap 6 jam atau
penisilin prokain 1,2 juta 1 kali sehari. Penisilin G digunakan pada
anak dengan dosis 100.000 unit/kgBB/hari IV selama 10-14 hari.
Pemakaian ampisilin 150 mg/kg/hari dan kanamisin 15
mg/kgBB/hari digunakan bila diagnosis tetanus belum ditegakkan,
kemudian bila diagnosa sudah ditegakkan diganti Penisilin G.
Rauscher (1995) menganjurkan pemberian metronidazole awal
secara loading dose 15 mg/kgBB dalam 1 jam dilanjutkan 7,5
mg/kgBB selama 1 jam perinfus setiap 6 jam. Hal ini pemberian
metronidazole secara bermakna menunjukkan angka kematian yang
rendah, perawatan di rumah sakit yang pendek dan respon yang baik
terhadap pengobatan tetanus sedang.
Pada penderita yang sensitif terhadap penisilin maka dapat
digunakan tetrasiklin dengan dosis 25-50 mg/kg/hari, dosis maksimal
2 gr/hari dibagi 4 dosis dan diberikan secara peroral. Bila terjadi
pneumonia atau septikemia diberikan metisilin 200 mg/kgBB/hari
selama 10 hari atau metisilin dengan dosis yang sama ditambah
gentamisin 5-7,5 mg/kgBB/hari.

1.1.2. Perawatan luka


Luka dibersihkan atau dilakukan debridemen terhadap benda
asing dan luka dibiarkan terbuka. Sebaiknya dilakukan setelah
penderita mendapat anti toksin dan sedasi. Pada tetanus neonatorum
tali pusat dibersihkan dengan betadine dan hidrogen peroksida, bila
perlu dapat dilakukan omphalektomi.

1.2. Netralisasi toksin


1.2.1. Anti tetanus serum
Dosis anti tetanus serum yang digunakan adalah 50.000-
100.000 unit, setengah dosis diberikan secara IM dan setengahnya
lagi diberikan secara IV, sebelumnya dilakukan tes hipersensitifitas
terlebih dahulu. Pada tetanus neonatorum diberikan 10.000 unit IV.
Udwadia (1994) mengemukakan sebaiknya anti tetanus serum tidak
diberikan secara intrathekal karena dapat menyebabkan meningitis
yang berat karena terjadi iritasi meningen. Namun ada beberapa
pendapat juga untuk mengurangi reaksi pada meningen dengan
pemberian ATS intratekal dapat diberikan kortikosteroid IV, adapun
dosis ATS yang disarankan 250-500 IU.

1.2.2. Human Tetanus Immunuglobulin (HTIG)


Human tetanus imunoglobulin merupakan pengobatan utama
pada tetanus dengan dosis 3000-6000 unit secara IM, HTIG harus
diberikan sesegera mungkin. Kerr dan Spalding (1984) memberikan
HTIG pada neonatus sebanyak 500 IU IV dan 800-2000 IU
intrathekal. Pemberian intrathekal sangat efektif bila diberikan dalam
24 jam pertama setelah timbul gejala. Namun penelitian yang
dilakukan oleh Abrutyn dan Berlin (1991) menyatakan pemberian
immunoglobulin tetanus intratekal tidak memberikan keuntungan
karena kandungan fenol pada HTIG dapat menyebabkan kejang bila
diberikan secara intrathekal. Pemberian HTIG 500IU IV atau IM
mempunyai efektivitas yang sama. Dosis HTIG masih belum
dibakukan, Miles (1993) mengemukakan dosis yang dapat diberikan
adalah 30-300IU/kgBB IM, sedangkan Kerr (1991) mengemukakan
HTIG sebaiknya diberikan 1000 IU IV dan 2000 IU IM untuk
meningkatkan kadar antitoksin darah sebelum debridemen luka.

1.3. Menekan efek toksin pada SSP


1.3.1. Benzodiazepin
Diazepam merupakan golongan benzodiazepin yang sering
digunakan. Obat ini mempunyai aktivitas sebagai penenang, anti
kejang, dan pelemas otot yang kuat. Pada tingkat supraspinal
mempunyai efek sedasi, tidur, mengurangi ketakutan dan ketegangan
fisik serta penenang dan pada tingkat spinal menginhibisi refleks
polisinaps. Efek samping dapat berupa depresi pernafasan, terutama
terjadi bila diberikan dalam dosis besar. Dosis diazepam yang
diberikan pada neonatus adalah 0,3-0,5 mg/kgBB/kali pemberian.
Udwadia (1994), pemberian diazepam pada anak dan dewasa 5-20
mg 3 kali sehari, dan pada neonatus diberikan 0,1-0,3 mg/kgBB/kali
pemberian IV setiap 2-4 jam. Pada tetanus ringan obat dapat
diberikan per oral, sedangkan tetanus lain sebaiknya diberikan drip
IV lambat selama 24 jam.

1.3.2. Barbiturat
Fenobarbital (kerja lama) diberikan secara IM dengan dosis 30
mg untuk neonatus dan 100 mg untuk anak-anak tiap 8-12 jam, bila
dosis berlebihan dapat menyebabkan hipoksisa dan keracunan.
Fenobarbital intravena dapat diberikan segera dengan dosis 5
mg/kgBB, kemudian 1 mg/kgBB yang diberikan tiap 10 menit
sampai otot perut relaksasi dan spasme berkurang. Fenobarbital dapat
diberikan bersama-sama diazepam dengan dosis 10 mg/kgBB/hari
dibagi 2-3 dosis melalui selang nasogastrik.

1.3.3. Fenotiazin
Klorpromazin diberikan dengan dosis 50 mg IM 4 kali sehari
(dewasa), 25 mg IM 4 kali sehari (anak), 12,5 mg IM 4 kali sehari
untuk neonatus. Fenotiazin tidak dibenarkan diberikan secara IV
karena dapat menyebabkan syok terlebih pada penderita dengan
tekanan darah yang labil atau hipotensi.

2. Penatalaksanaan Umum
Penderita perlu dirawat dirumah sakit, diletakkan pada ruang yang tenang
pada unit perawatan intensif dengan stimulasi yang minimal. Pemberian cairan
dan elektrolit serta nutrisi harus diperhatikan. Pada tetanus neonatorum, letakkan
penderita di bawah penghangat dengan suhu 36,2-36,5oC (36-37oC), infus IV
glukosa 10% dan elektrolit 100-125 ml/kgBB/hari. Pemberian makanan dibatasi
50 ml/kgBB/hari berupa ASI atau 120 kal/kgBB/hari dan dinaikkan bertahap.
Aspirasi lambung harus dilakukan untuk melihat tanda bahaya. Pemberian
oksigen melalui kateter hidung dan isap lendir dari hidung dan mulut harus
dikerjakan.
Trakheostomi dilakukan bila saluran nafas atas mengalami obstruksi oleh
spasme atau sekret yang tidak dapat hilang oleh pengisapan. Trakheostomi
dilakukan pada bayi lebih dari 2 bulan. Pada tetanus neonatorum, sebaiknya
dilakukan intubasi endotrakhea.
Bantuan ventilator diberikan pada :
1. Semua penderita dengan tetanus derajat IV
2. Penderita dengan tetanus derajat III dimana spasme tidak terkendali dengan
terapi konservatif dan PaO2
3. Terjadi komplikasi yang serius seperti atelektasis, pneumonia dan lain-lain.

1. Penatalaksanaan berdasarkan tingkat penyakit tetanus


3.1. Tetanus ringan
Penderita diberikan penaganan dasar dan umum, meliputi pemberian
antibiotik, HTIG/anti toksin, diazepam, membersihkan luka dan perawatan
suportif seperti diatas.

3.2. Tetanus sedang


Penanganan umum seperti diatas. Bila diperlukan dilakukan intubasi
atau trakeostomi dan pemasangan selang nasogastrik delam anestesia
umum. Pemberian cairan parenteral, bila perlu diberikan nutrisi secara
parenteral.
3.3. Tetanus berat
Penanganan umum tetanus seperti diatas. Perawatan pada ruang
perawatan intensif, trakeostomi atau intubasi dan pemakaian ventilator
sangat dibutuhkan serta pemberikan cairan yang adekuat. Bila spasme
sangat hebat dapat diberikan pankuronium bromid 0,02 mg/kgBB IV diikuti
0,05 mg/kg/dosis diberikan setiap 2-3 jam. Bila terjadi aktivitas simpatis
yang berlebihan dapat diberikan beta bloker seperti propanolo
atau alfa dan beta bloker labetolol.

15. Pencegahan tetanus

1. Perawatan luka harus dicegah timbulnya jaringan anaerob pada pasien termasuk
adanya jaringan mati dan nanah.
2. Pemberian ATS profilaksis.
3. Imunisasi aktif.
4. Khusus untuk mencegah tetanus neonatorum perlu diperhatikan kebersihan pada
waktu persalinan terutama alas tempat tidur, alat pemotong tali pusat, dan cara
perawatan tali pusat.
5. Pendidikan atau penjelasan kepada orang tua mengenai kebersihan individu dan
lingkungan serta cara pemeriksaan dan perawatan di RS dan perlunya
pemeriksaan lanjutan.

16. Prognosis tetanus


Tanpa pengelolaan yang dini dan adekuat, angka kematian tetanus mencapai
25-35%, penyebab utama kematian ialah kegagalan pernafasan, dengan pengelolaan
yang baik angka kematian ialah sekitar 10%. Angka kematian tetanus neonatorum
yang telah mendapat pengelolaan tetap tinggi sekitar 60-80 %.

Kesimpulan :
Anak laki lakiumur 9 tahun di diagnose tetanus derajat II

Anda mungkin juga menyukai