Oleh :
Sulfiana (G111 13 318)
Astri Asia (G111 13 326)
Zulfidah (G111 13 331)
Dwi Juliana Hasmita (G111 13 344)
Nurmita M (G111 13 350)
PENDAHULUAN
1.2 Tujuan
Pembuatan paper ini bertujuan untuk menambah wawasan pembaca sehingga
dapat mengetahui kelayakan benih atau biji sebagai bahan untuk dikonsumsi atau
sebagai bahan tanaman.
BAB II
PEMBAHASAN
Panen
Aktifitas: Menyimpan biji dalam
ruang penyimpanan untuk
memperthankan mutu
Pengangkutan
Balitkabi juga telah merancang alat pemipil jagung bertenaga gerak enjin 7
HP yang diberi nama SENAPIL. Kapasitas kerja efektif SENAPIL untuk memipil
jagung tongkol dengan diameter >5,0 cm adalah 1,1 t/jam. Untuk jagung tongkol
berdiameter <5 cm dan >25 cm masing-masing 1,3 t dan 0,8 t/jam. Efisiensi
pemipilan SENAPIL mencapai 99,96% dengan tingkat kerusakan biji 6% pada kadar
air 15,5% basis basah (Tastra 1996).
Balitsereal telah memodifikasi mesin pemipil model PJ-M1 yang dilengkapi
dengan komponen pengayak (Gambar 8). Komponen pengayak tersebut dimaksudkan
untuk memisahkan biji jagung dengan serpihan tongkol. Hasil pengujian
menunjukkan bahwa biji jagung yang dipipil dengan PJ-M1 telah memenuhi
persyaratan SNI pada kadar air biji 15% saat pemipilan. Biaya pemipilan dengan
mesin pemipil model PJ-M1 lebih murah (Rp 25/kg) dibanding mesin pemipil yang
digunakan oleh umumnya petani (Rp 30/kg).
2.5. Penyimpanan
Fasilitas penyimpanan sangat diperlukan di sentra produksi jagung yang
letaknya jauh dari industri pakan dan pangan. Adanya fasilitas yang memadai akan
membantu petani dalam mendapatkan penawaran harga yang lebih baik.
Dalam proses penyimpanan, biji jagung masih mengalami proses pernafasan
dan menghasilkan karbondioksida, uap air , dan panas (Champ and Highley 1986).
Apabila kondisi ruang simpan tidak terkontrol maka akan terjadi kenaikan
konsentrasi air di udara sekitar tempat penyimpanan, sehingga memberikan kondisi
ideal bagi pertumbuhan serangga dan cendawan perusak biji. Pengaruh negatif
lanjutan dari kenaikan suhu dan konsentrasi uap jenuh udara adalah meningkatnya
proses respirasi dengan akibat sampingan makin meningkatnya suhu udara di ruang
penyimpanan, yang akan mempercepat proses degradasi biji.
Penyimpanan jagung dapat berlangsung lama tanpa menurunkan kualitas biji
apabila terjadi keseimbangan kondisi simpan antara kelembaban udara relatif
lingkungan dengan kandungan air biji pada kondisi suhu tertentu. Penelitian
menunjukkan bahwa pada suhu ruang simpan 28C, kelembaban udara nisbi 70%,
dan kadar air 14%, biji jagung masih mempunyai daya tumbuh 92% setelah disimpan
selama enam bulan, sedangkan pada suhu simpan 38C daya tumbuh benih menurun
menjadi 81%.
Harga jagung umumnya rendah pada musim panen raya karena produksi
yang berlebihan. Petani tidak dapat menunda penjualan jagungnya, karena tidak
memiliki fasilitas penyimpanan yang memadai. Mereka umumnya menyimpan
jagung dalam jumlah kecil, untuk keperluan benih dan konsumsi keluarga. Alat
penyimpan berupa silo (Gambar 9) dari kayu yang berlapis seng di dinding bagian
dalamnya dengan kapasitas satu ton dapat menyimpan benih/biji jagung sampai
delapan bulan dan terhindar dari serangan kumbang bubuk Sitophilus zeamays
(Tabel 7). Daya berkecambah benih masih di atas 80% setelah disimpan selama
delapan bulan.
Dengan menyimpan selama beberapa bulan saja, petani akan mem- peroleh
tambahan pendapatan karena harga jagung biasanya meningkat beberapa bulan
setelah panen raya. Sebelum disimpan, biji/benih sebaiknya dikemas terlebih dahulu
dalam kantung plastik, kemudian baru disimpan dalam fasilitas penyimpan yang
terbuat dari bahan kayu atau multiplek.
2.6. Standar Nasional Indonesia (SNI) Mutu Jagung
SNI telah menetapkan standar mutu untuk produk jagung, baik untuk pangan
maupun pakan. Penetapan standar mutu jagung dilakukan berdasarkan berbagai
kriteria seperti warna dengan ketentuan dan peng- gunaan sebagai berikut:
Warna :
- Jagung kuning apabila sekurang-kurangnya 90% bijinya berwarna kuning
- Jagung putih apabila sekurang-kurangnya 90% bijinya berwarna putih
Penggunaan :
- Benih
- Nonbenih
Klasifikasi dan penentuan standar mutu jagung dibagi atas dua persyaratan
yaitu persyaratan umum dan khusus (Warintek 2007).
Syarat umum standar mutu jagung:
Bebas dari hama penyakit
Bebas bau busuk, asam, atau bau asing lainnya
Bebas dari bahan kimia seperti insektisida dan fungisida
Memiliki suhu normal
Syarat khusus standar mutu jagung dapat dilihat pada Tabel 8.
Beberapa negara, seperti Cina, Malaysia, dan Singapura telah menerapkan
standar batas maksimum mikotoksin dalam biji jagung seperti disajikan pada Tabel
9.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Berdasarkan pembahsan di atas dapat disimpulkan beberapa hal yaitu:
3.2 Saran :
Untuk memudahka mahasiswa perlu dilakukan pengenalan mesin yang ada di
fakultas., agar mahasiswa bisa lebih mengerti tentang materi mata kuliah Dasar-Dasar
Teknologi dan Mekanisasi Pertanian.
DAFTAR PUSTAKA
Baco, D., M. Yasin, J. Tandiabang, s. Saenong, dan T.M. Lando. 2000. Penggunaan
kerusakan biji jagung oleh hama S. zeamays dengan berbagai alat/cara
penyimpana. Penelitian Pertanian Tanaman Pangan 19:1-5.
Brooker, D.B., F.W. Bakker., and C.W. Arkema. 1974. Drying cereal grains. The A
VI Publishing Co. Inc, West Port. USA.
Champ, B.R. and Highley. 1996. Technological change in postharvest handling and
transportation of grains in humid tropics. The international Seminar,
Bangkok, Yhailand. 10 12 september 1986.
Dharmaputra, O. S. 2005. Kontaminasi mikotoksin pada bahan pangan dan pakan di
Indonesia. Makalah disampaikan pada Simposium Mikotoksin dan Mikotoksis.
Jakarta, 30 Juli 2005.
Dharmaputra, O.S., I. Retnowati, H.K. Purwadaria, and M. Sidik. 1996. Survey on
postharvest handling, A. flavus infection, and aflatoxin contamination of
maize colleted from farmers and traders. In: B.R. Champ and E. Highley
(Eds. ). Bulk handling and storage of grain in 384 the humid tropics. Proc. of
an International Workshop held at Kuala Lumpur, Malaysia, 6-9 October
1987, p. 58-68.
Firmansyah, I.U., S. Saenong, B. Abidin, Suarni, Y. Sinuseng, F . Koes, dan J.
Tandiabang. 2004. Teknologi pascapanen primer jagung dan sorgum untuk
pangan, pakan, benih yang bermutu dan kompetitif. Laporan Hasil
Penelitian, Balai Penelitian Tanaman Serealia. Maros. p. 1-35.
Firmansyah, I.U., S. Saenong, B. Abidin, Suarni, dan Y. Sinuseng. 2005. Proses
pascapanen untuk menunjang perbaikan produk biji jagung berskala industri
dan ekspor . Laporan Hasil Penelitian, Balai Penelitian Tanaman Serealia.
Maros. p. 20 25.
Firmansyah, I.U., S. Saenong, B. Abidin, Suarni, dan Y . Sinuseng. 2006. Proses
pascapanen untuk menunjang perbaikan produk biji jagung berskala industri
dan ekspor. Laporan Hasil Penelitian, Balai Penelitian Tanaman Serealia.
Maros. p. 1-15.
Handerson, S.M and R.L. Perry . 1982. Agricultural process engineering. Third
edition. The AVI Publishing Company Inc., Westport Connecticut.
Lando, T .M. dan B. Prastowo. 1990. Penelitian penampilan perontok multikomoditi.
Hasil Penelitian Mekanisasi dan Teknologi. 10:93-101.
Muda, B.A.R., I. Abas, B.M. Nour , and R. Abdullah. 1988. Sealed storage of milled
rice under carbon dioxide. In: B.R. Champ and E. Highley ( Eds. ). Bulk
handling and storage of grain in the humid tropics. Proc. of an International
Workshop held at Kuala Lumpur , Malaysia, 6-9 October 1987, p. 189-196.
Muhlbauer , W . 1983. Drying of agricultural products with solar energi. Procedings
of T echnical Consultstion of European Cooperative Network on Rural
Energy , Tel. Aviv , Israel. 3:29-36.
Prabowo, A., Y . Sinuseng, dan IGP . Sarasutha. 2000. Evaluasi alat pengering
jagung dengan sumber panas sinar matahari dan pembakaran tongkol jagung.
Hasil Penelitian Kelti Fisiologi. Balitjas, Maros.
Prastowo, B,. I G.P . Sarasutha, T .M. Lando, Zubachtirodin, B. Abidin, dan R.H.
Anasiru. 1998. Rekayasa teknologi mekanis untuk budi daya tanaman jagung
dan upaya pascapanennya pada lahan tadah hujan. Jurnal Engineering
Pertanian 5(2):39 62.
Subandi, Zubachtirodin, S. Saenong, W . Wakman, M.Dahlan, M. Mejaya, I.U.
Firmansyah, dan Suryawati. 2003. Highligth Balai Penelitian Tanaman Serealia 2002.
Balai Penelitian Tanaman Serealia. Maros. p. 14-16.
Syarief, R. dan J. Kumendong. 1997. Penanganan panen dan pascapanen jagung
dalam rangka peningkatan mutu jagung untuk industri/ ekspor . Seminar
Temu Teknis Badan Pengendali Bimas, Departemen Pertanian. Jakarta, 27
Pebruari 1997.
Tastra, I.K. 1996. Pemipil jagung SENAPIL, komponen paket supra insus dan
pemacu agroindustri dan agribisnis jagung di pedesaan lahan kering.
Monograf Balitkabi No. 1-1996.
Warintek. 2007. Jagung ( zea mays ), klasifikasi dan standar mutu. www.
warintek.progressio.or .id. p. 1-3.W eibe, L.A. and L.F . Bjeldanes. 1981.
Fusarium, a mutagen from fusarium monoliforne grown on corn. Journal of
Food Science 24. p. 14-24.