Anda di halaman 1dari 66

LAPORAN KELOMPOK 3

SISTEM ONKOLOGI
MODUL 3
BENJOLAN PADA LEHER

Tutor : Dr.Anwar Wardy Sp.S


Ketua : M.alif Zainal
Sekertaris : Balqis Basbeth
Anggota :AMF.Faidzin A
GustiAyu Putri Pitoyo
Hesti Pusparani
Lia Dafia
M.Thanthawi Jauhari
Mahardika Johansyah
Nindya Adeline
Surayya Ardillah

Pendidikan Dokter
sdssjlknjnhijhiohji
Fakultas Kedokteran dan Kesehatan
Universitas Muhammadiyah
Surayya Ardillah Jakarta
2014
KATA PENGANTAR

Assalamualaikum wr. wb
Puji syukur kehadirat Allah SWT atas berkah Rahmah HidayahNYA sehingga kami
akhirnya dapat menyelesaikan laporan modul 3 Benjolan pada Leher sebagai tuntutan
perlengkapan administrasi. Laporan ini merupakan hasil observasi dari problem based
learning yang telah kami jalani yang merupakan sebuah metode pembelajaran yang bertujuan
melatih siswa untuk berpikir kritis dalam menghadapi suatu kasus atau masalah.

Kami menyadari bahwa segala kesempurnaan hanya milik Allah, saran dan kritik yang
bersifat membangun untuk perbaikan laporan ini sangat kami harapkan.

Terima kasih kepada para narasumber yang tidak dapat kami sebutkan satu persatu, dan
seluruh pihak yang ikut terlibat dalam menyumbangkan segala aspirasi, tenaga, dan waktu
sehingga laporan ini dapat tersusun.

Wassalamualaikum Wr. Wb

Jakarta,16 januari 2014

Kelompok 3
PENDAHULUAN

Tujuan pembelajaran
Tujuan Instruksional umum (TIK)
Setelah mempelajari modul ini mahasiswa diharapkan dapat menmperoleh
pembelajaran tentang anatomi, histology dan fisiologi, KGB dan hubungan dengan
infeksi dan neoplasma.

Skenario 1
Perempuan 27 tahun datang ke dokter keluarga dengan keluhan ada benjolan di leher
kiri, berkelompok. Benjolan ini dirasakan agak sakit terutama bila ditekan. Riwayat
sakit TB paru dan batuk-batuk lama disangkal.

kalimat Kunci :

Perempuan 27 tahun
Benjolan kirin berkelompok
Nyeri Tekan

Pertanyanyaan :

1. Jelaskan mekanisme munculnya benjolan pada leher?


2. Jelaskan anatomi Leher,KGB dan Tiroid?
3. Jelaskan Fisiologi pada KGB dan Tiroid?
4. Jelaskan Klasifikasi Neoplasma pada KGB?
5. Jelaskan Penyakit penyakit dengan gejala benjolan pada Leher?
6. Jelaskan Alur Pemeriksaan pada kasus?
7. Jelaskan Upaya Pencegahan pada kasus?
8. Jelaskan DD CA LIMFOMA MALIGNA?
9. Jelaskan DD CA TIROID?
10. Jelaskan DD CA PAROTIS ?
1. Jelaskan anatomi leher, KGB dan tiroid !
Anatomi leher
Leher merupakan bagian dari tubuh manusia yang terletak di antara thoraks
dan caput. Batas disebelah cranial adalah basis mandibula dan suatu garis yang ditarik
dari angulus mandibula menuju ke procesus mastoideus, linea nucrae suprema sampai
ke protuberantia occipitalis eksterna. Batas kaudal dari ventral ke dorsal dibentuk oleh
incisura jugularis sterni, klavikula, acromion, dan suatu garis lurus yang
menghubungkan kedua acromia.(3)

Gambar 1. Anatomi leher


Jaringan leher dibungkus oleh tiga fascia. Fascia koli superfisialis membungkus
musculus sternokleidomastoideus dan berlanjut ke garis tengah di leher untuk bertemu
dengan fascia sisi lain. Fascia colli media membungkus otot-otot pratrakeal dan bertemu pula
dengan fascia sisi lain di garis tengah yang juga merupakan pertemuan dengan fascia colli
superficial. Ke dorsal fascia colli media membungkus arteri karotis komunis, vena jugularis
interna dan nervus vagus jadi satu. Fascia colli profunda membungkus musculus
prevertebralis dan bertemu ke lateral dengan fascia koli media.

Bentuk umum leher adalah sebagai conus dengan basis yang menghadap kea rah
kaudal.Ditentukan oleh processus spinosus vertebra cervicalis, otot-otot panniculus adiposus,
os.hyoideum, trakea dan glandula thyroidea.Turut menentukan adalah posisi kepala dan
columna vertebralis, pada posisi antefleksi kepala dan leher maka prosessus spinosus dari
vertebra prominens sangat menonjol, kulit disebelah ventral melipat-lipat. Pada posisi
retrofleksi kepala dan leher maka kulit disebelah dorsal melipat-lipat sedangkan disebelah
ventral akan kelihatan dengan jelas laring, trakea dan glandula thyroidea (terutama pada
wanita).

Leher dibagi oleh musculus sternokleidomastoideus menjadi trigonum anterior atau


medial dan trigonum posterior atau lateral.

1. Trigonum anterior : di anterior dibatasi oleh sternokleidomastoideus, linea


mediana leher dan mandibula, terdiri dari :

a) Trigonum muscular : dibentuk oleh linea mediana, musculus omohyoid


venter superior, dan musculus sternokleidomastoideus.

b) Trigonum caroticum : dibentuk oleh musculus omohyoid venter superior,


musculus sternokleidomastoideus, musculus digastricus venter posterior.

c) Trigonum submentale : dibentuk oleh venter anterior, musculus digastricus,


os.hyoid dan linea mediana.

d) Trigonum submandibulare : dibentuk oleh mandibula, venter superior,


musculus digastricus, dan venter anterior musculus digastricus.

2. Trigonum posterior : dibatasi superior oleh musculus sternokleidomastoideus,


musculus trapezius dan clavicula, terdiri dari :

a) Trigonum supraclavicular : dibentuk oleh venter inferior musculus


omohyoid, clavicula dan musculus sternokleidomastoideus.

b) Trigonum occipitalis : dibentuk oleh venter inferior musculus omohyoid,


musculus trapezius dan musculus sternokleidomastoideus.
gambar 2. Trigonum anatomicum

Anatomi kelenjar getah bening


Pembesaran KGB dapat dibedakan menjadi pembesaran KGB lokal
(limfadenopati lokalisata) dan pemb esaran KGB umum (limfadenopati
generalisata). Limfadenopati lokalisata didefinisikan sebagai pembesaran KGB
hanya pada satu daerah saja, sedangkan limfadenopati generalisata apabila
pembesaran KGB pada dua atau lebih daerah yang berjauhan dan simetris. Ada
sekitar 300 KGB di daerah kepala dan leher, gambaran lokasi terdapatnya KGB
pada daerah kepala dan le her adalah sebagai berikut:
1,2,6
Secara anatomi aliran getah bening aferen masuk ke dalam KGB melalui
simpai (kapsul) dan membawa cairan getah bening dari jaringan sekitarnya dan
aliran getah bening eferen keluar dari KGB melalui hilus. Cairan getah bening
masuk kedalam kelenjar melalui lobang-lobang di simpai. Di dalam kelenjar,
cairan getah bening mengalir dibawah simpai di dalam ruangan yang disebut sinus
perifer yang dilapisi oleh sel endotel.
4,6-12
Jaringan ikat trabekula terentang melalui sinus-sinus yang menghubung-kan simpai
dengan kerangka retikuler dari bagian dalam kelenjar dan merupakan
alur untuk pembuluh darah dan syaraf.
4,6-12

Dari bagian pinggir cairan getah bening menyusup kedalam sinus


penetrating yang juga dilapisi sel endotel. Pada waktu cairan getah bening di
dalam sinus penetrating melalui hilus, sinus ini menempati ruangan yang lebih
luas dan disebut sinus meduleri. Dari hilus cairan ini selanjutnya menuju aliran
getah bening eferen.
4,6-12

Pada dasarnya limfosit mempunyai dua bentuk, yang berasal dari sel T
(thymus) dan sel B (bursa) atau sumsum tulang. Fungsi dari limfosit B dan sel-sel
turunanya seperti sel plasma, imunoglobulin, yang berhubungan dengan humoral
immunity, sedangkan T limfosit berperan terutama pada cell-mediated immunity .
4,6-12,14

Terdapat tiga daerah pada KGB yang berbeda: korteks, medula,


parakorteks, ketiganya berlokasinya antara kapsul dan hilus. Korteks dan medula
merupakan daerah yang mengandung sel B, sedangkan daerah parakorteks
mengandung sel T.
4,6-12
Dalam korteks banyak mengandung nodul limfatik (folikel), pada masa
postnatal, biasanya berisi germinal center . Akibatnya terjadi stimulasi antigen, sel
B didalam germinal centers berubah menjadi sel yang besar, inti bulat dan anak
inti menonjol. Yang sebelumnya dikenal sebagai sel retikulum, sel-selnya besar
yang ditunjukan oleh Lukes dan Collins (1974) sebagai sel noncleaved besar, dan
sel noncleaved kecil. Sel noncleaved yang besar berperan pada limphopoiesis atau
berubah menjadi immunoblas, diluar germinal center , dan berkembang didalam
sel plasma.

Anatomi tiroid
Tiroid berarti organ berbentuk perisai segi empat. Kelenjar tiroid merupakan
organ yang bentuknya seperti kupu - kupu dan terletak pada leher bagian bawah di
sebelah anterior trakea (Gambar 1). Kelenjar ini merupakan kelenjar endokrin yang
paling banyak vaskularisasinya, dibungkus oleh kapsula yang berasal dari lamina
pretracheal fascia profunda. Kapsula ini melekatkan tiroid ke laring dan trakea .
Kelenjar ini terdiri atas dua buah lobus lateral yang dihubungkan oleh suatu jembatan
jaringan isthmus tiroid yang tipis dibawah kartilago kr iko idea di leher, dan kadang-
kadang terdapat lobus piramidalis yang muncul dari isthmus di depan laring.

Kelenjar tiroid terletak di leher depan setentang vertebra cervicalis 5 sampai


thoracalis 1, terdiri dari lobus kiri dan kanan yang dihubungkan oleh isthmus. Setiap
lobus berbentuk seperti buah pear, dengan apeks di atas sejauh linea oblique lamina
cartilage thyroidea, dengan basis di bawah cincin trakea 5 atau 6.

Kelenjar tiroid
mempunyai panjang 5 cm, lebar 3 cm, dan dalam keadaan normal kelenjar tiroid
pada orang dewasa beratnya antara 10 sampai 20 gram. Aliran darah kedalam tiroid
per gram jaringan kelenjar sangat tinggi ( 5 ml/menit/gram tiroid).
Tiroid terdiri dari nodula - nodula yang tersusun dari folikel- folikel kecil yang

dipisahkan satu dengan lainnya oleh suatu jaringan ikat. Setiap folikel dibatasi oleh

epitel kubus dan diisi oleh bahan proteinaseosa berwarna merah muda yang disebut

koloid. Sel- sel epitel folikel merupakan tempat sintesis hormon tiroid dan

mengaktifkan pelepasannya dalam sirkulasi. Zat koloid, triglobulin, merupakan

tempat hormon tiroid disintesis dan pada akhirnya disimpan.


Dua hormon tiroid utama yang dihasilkan oleh folikel - folikel adalah tiroksin (T

4 ) dan triiodotironin (T3).

Sel pensekresi hormon lain dalam kelenjar tiroid yaitu sel parafolikular yang terdapat

pada dasar folikel dan berhubungan dengan membran folikel, sel ini mensekresi

hormon kalsitonin, suatu hormon yang dapat merendahk an kadar kalsium serum dan

dengan demikian ikut berperan dalam pengaturan homeostasis kalsium.

Tiroksin (T 4 ) mengandung empat atom yodium dan triiodotironin (T3)

mengandung tiga atom yodium. T4 disekresi dalam jumlah lebih banyak

dibandingka n dengan T 3, tetapi apabila dibandingkan milligram per milligram, T3

merupakan hormon yang lebih aktif daripada T 4.

2.Fisiologi KGB dan Tiroid

KGB
Kelenjar getah bening adalah bagian dari sistem pertahanan tubuh kita. Seringkali
timbul benjolan-benjolan di daerah tempat kelenjar getah bening berada. Tubuh kita
memiliki kurang lebih sekitar 600 kelenjar getah bening, namun hanya didaerah
submandibular, ketiak atau lipat paha yang teraba normal pada orang sehat. Pembesaran
kelenjar getah bening 55% berada di daerah kepala dan leher.

Terbungkus kapsul fibrosa yang berisi kumpulan sel-sel pembentuk pertahanan tubuh
dan merupakan tempat penyaringan antigen (protein asing) dari pembuluh-pembuluh
getah bening yang melewatinya. Pembuluh-pembuluh limfe akan mengalir ke KGB
sehingga dari lokasi KGB akan diketahui aliran pembuluh limfe yang melewatinya.

Oleh karena dilewati oleh aliran pembuluh getah bening yang dapat membawa
antigen (mikroba, zat asing) dan memiliki sel pertahanan tubuh maka apabila ada antigen
yang menginfeksi maka kelenjar getah bening dapat menghasilkan sel-sel pertahanan
tubuh yang lebih banyak untuk mengatasi antigen tersebut sehingga kelenjar getah bening
membesar. Pembesaran kelenjar getah bening dapat berasal dari penambahan sel-sel
pertahanan tubuh yang berasal dari KBG itu sendiri seperti limfosit, sel plasma, monosit
dan histiosit atau karena datangnya sel-sel peradangan (neutrofil) untuk mengatasi infeksi
di kelenjar getah bening (limfadenitis), infiltrasi (masuknya) sel-sel ganas atau timbunan
dari penyakit metabolit makrofag (gaucher disease).

Fungsi sistem limfe antara lain, yaitu:

1. Mengembalikan kelebihan cairan yang terfiltrasi


2. Pertahanan terhadap penyakit
Cairan limfe mengalir melewati kelenjar limfe (limfonodus) yang terletak di
dalam sistem limfe. Lewatnya cairan ini mrlalui limfonodus adalah suatu aspek
penting mekanisme pertahanan tubuh terhadap penyakit. Sebagai contoh, bakteri
yang diserap dari cairan interstitium dihancurkan oleh fagosit khusus di dalam
kelenjar limfe.
3. Transpor lemak yang diserap
4. Pemgembalian protein yang tersaring
Di sebagian besar kapiler terjadi kebocoran sebagian protein plasma sewaktu
proses filtrasi. Protein-protein ini tidak mudah di reabsorpsi ke dalam kapiler
tetapi mudah memperoleh akses ke pembuluh limfe awal. Jika protein tersebut
dibiarkan menumpuk di cairan interstitium dan tidak dikembalikan ke sirkulasi
melalui pembuluh limfe maka tekanan osmotik koloid plasma (tekanan masuk)
akan turun progresif. Akibatnya, gaya-hgaya filtrasi akan meningkat sementara
gaya-gaya reabsorpsi berkurang sehingga terjadi akumulasi progresif cairan di
ruang interstitium disertai penurunan volume plasma.
Tiroid
Secara anatomi, tiroid merupakan kelenjar endokrin (tidak mempunyai ductus)
dan bilobular (kanan dan kiri), dihubungkan oleh isthmus (jembatan) yang terletak di
depan trachea tepat di bawah cartilago cricoidea. Kadang juga terdapat lobus
tambahan yang membentang ke atas (ventral tubuh), yaitu lobus piramida.
Secara embriologi, tahap pembentukan kelenjar tiroid adalah:

A. Kelenjar tiroid mulanya merupakan dua buah tonjolan dari dinding depan bagian
tengah farings, yang terbentuk pada usia kelahiran 4 minggu. Tonjolan pertama
disebut pharyngeal pouch, yaitu antara arcus brachialis 1 dan 2. Tonjolan kedua
pada foramen ceacum, yang berada ventral di bawah cabang farings I.
B. Pada minggu ke-7, tonjolan dari foramen caecum akan menuju pharyngeal pouch
melalui saluran yang disebut ductus thyroglossus.
C. Kelenjar tiroid akan mencapai kematangan pada akhir bulan ke-3, dan ductus
thyroglossus akan menghilang. Posisi akhir kelenjar tiroid terletak di depan
vertebra cervicalis 5, 6, dan 7.
Namun pada kelainan klinis, sisa kelenjar tiroid ini juga masih sering ditemukan
di pangkal lidah (ductus thyroglossus/lingua thyroid) dan pada bagian leher yang lain.
Kelenjar tiroid dialiri oleh beberapa arteri:
1. A. thyroidea superior (arteri utama).
2. A. thyroidea inferior (arteri utama).
3. Terkadang masih pula terdapat A. thyroidea ima, cabang langsung dari aorta atau
A. anonyma.
Kelenjar tiroid mempunyai 3 pasang vena utama:
1. V. thyroidea superior (bermuara di V. jugularis interna).
2. V. thyroidea medialis (bermuara di V. jugularis interna).
3. V. thyroidea inferior (bermuara di V. anonyma kiri).

Aliran limfe terdiri dari 2 jalinan:


1. Jalinan kelenjar getah bening intraglandularis
2. Jalinan kelenjar getah bening extraglandularis
Kedua jalinan ini akan mengeluarkan isinya ke limfonoduli pretracheal lalu
menuju ke kelenjar limfe yang dalam sekitar V. jugularis. Dari sekitar V. jugularis ini
diteruskan ke limfonoduli mediastinum superior.

Persarafan kelenjar tiroid:


Ganglion simpatis (dari truncus sympaticus) cervicalis media dan inferior
Parasimpatis, yaitu N. laryngea superior dan N. laryngea recurrens (cabang
N.vagus)
N. laryngea superior dan inferior sering cedera waktu operasi, akibatnya pita suara
terganggu (stridor/serak).

Secara histologi, parenkim kelenjar ini terdiri atas:


Folikel-folikel dengan epithetlium simplex kuboideum yang mengelilingi suatu
massa koloid. Sel epitel tersebut akan berkembang menjadi bentuk kolumner
katika folikel lebih aktif (seperti perkembangan otot yang terus dilatih).
Cellula perifolliculares (sel C) yang terletak di antara beberapa folikel yang
berjauhan.

Sintesis dan Sekresi Hormon Tiroid:


Iodide Trapping, yaitu pejeratan iodium oleh pompa Na+/K+ ATPase.
Yodium masuk ke dalam koloid dan mengalami oksidasi. Kelenjar tiroid
merupakan satu-satunya jaringan yang dapat mengoksidasi I hingga mencapai
status valensi yang lebih tinggi. Tahap ini melibatkan enzim peroksidase.
Iodinasi tirosin, dimana yodium yang teroksidasi akan bereaksi dengan residu
tirosil dalam tiroglobulin di dalam reaksi yang mungkin pula melibatkan enzim
tiroperoksidase (tipe enzim peroksidase).
Perangkaian iodotironil, yaitu perangkaian dua molekul DIT (diiodotirosin)
menjadi T4 (tiroksin, tetraiodotirosin) atau perangkaian MIT (monoiodotirosin)
dan DIT menjadi T3 (triiodotirosin). reaksi ini diperkirakan juga dipengaruhi oleh
enzim tiroperoksidase.
Hidrolisis yang dibantu oleh TSH (Thyroid-Stimulating Hormone) tetapi dihambat
oleh I, sehingga senyawa inaktif (MIT dan DIT) akan tetap berada dalam sel
folikel.
Tiroksin dan triiodotirosin keluar dari sel folikel dan masuk ke dalam darah.
Proses ini dibantu oleh TSH.
MIT dan DIT yang tertinggal dalam sel folikel akan mengalami deiodinasi,
dimana tirosin akan dipisahkan lagi dari I. Enzim deiodinase sangat berperan
dalam proses ini.
Tirosin akan dibentuk menjadi tiroglobulin oleh retikulum endoplasma dan
kompleks golgi.

Pengangkutan Tiroksin dan Triiodotirosin ke Jaringan


Setelah dikeluarkan ke dalam darah, hormon tiroid yang sangat lipofilik secara
cepat berikatan dengan beberapa protein plasma. Kurang dari 1% T3 dan kurang dari
0,1% T4 tetap berada dalam bentuk tidak terikat (bebas). Keadaan ini memang luar
biasa mengingat bahwa hanya hormon bebas dari keseluruhan hormon tiroid memiliki
akses ke sel sasaran dan mampu menimbulkan suatu efek.
Terdapat 3 protein plasma yang penting dalam pengikatan hormon tiroid:
1. TBG (Thyroxine-Binding Globulin) yang secara selektif mengikat 55% T4 dan
65% T3 yang ada di dalam darah.
2. Albumin yang secara nonselektif mengikat banyak hormone lipofilik, termasuk
10% dari T4 dan 35% dari T3.
3. TBPA (Thyroxine-Binding Prealbumin) yang mengikat sisa 35% T4.
Di dalam darah, sekitar 90% hormon tiroid dalam bentuk T4, walaupun T3
memiliki aktivitas biologis sekitar empat kali lebih poten daripada T4. Namun,
sebagian besar T4 yang disekresikan kemudian dirubah menjadi T3, atau diaktifkan,
melalui proses pengeluaran satu yodium di hati dan ginjal. T3 mempunyai ikatan
paling besar dengan Albumine sedangkan T4 lebih banyak terikat dengan Globuline.
Sekitar 80% T3 dalam darah berasal dari sekresi T4 yang mengalami proses
pengeluaran yodium di jaringan perifer. Dengan demikian, T3 adalah bentuk hormon
tiroid yang secara biologis aktif di tingkat sel.

Fungsi dari hormon-hormon tiroid antara lain adalah:


a. Mengatur laju metabolisme tubuh.
Baik T3 dan T4 kedua-duanya meningkatkan metabolisme karena
peningkatan komsumsi oksigen dan produksi panas. Efek ini pengecualian
untuk otak, lien, paru-paru dan testis. Kedua hormon ini tidak berbeda
dalam fungsi namun berbeda dalam intensitas dan cepatnya reaksi. T3
lebih cepat dan lebih kuat reaksinya, tetapi waktunya lebih singkat
dibanding dengan T4. T3 lebih sedikit jumlahnya dalam darah. T4 dapat
dirubah menjadi T3 setelah dilepaskan dari folikel kelenjar.
b. Memegang peranan penting dalam pertumbuhan fetus khususnya
pertumbuhan saraf dan tulang.
c. Mempertahankan sekresi GH dan gonadotropin.
d. Efek kronotropik dan Inotropik terhadap jantung yaitu menambah
kekuatan kontraksi otot dan meningkatkan output jantung.
e. Merangsang pembentukan sel darah merah.
f. Mempengaruhi kekuatan dan ritme pernapasan sebagai kompensasi tubuh
terhadap kebutuhan oksigen akibat metabolisme.
3.Mekanisme Timbulnya Benjolan Pada Leher

Ada banyak factor yang dapat menyebabkan timbullnya benjolan pada leher, seperti
trauma, infeksi, hormone, neoplasma dan kelainan herediter. Faktor-faktor ini bekerja dengan
caranya masing-masing dalam menimbulkan benjolan. Hal yang perlu ditekankan adalah
tidak selamanya benjolan yang ada pada leher timbul karena kelainan yang ada pada leher.
Tidak jarang kelainan itu justru berasal dari kelainan sistemik seperti limpoma dan TBC.

Hampir semua sruktur yang ada pada leher dapat mengalami benjolan entah itu
kelenjar triroid, paratiroid dan getah bening, maupun benjolan yang berasal dari struktur
jaringan lain seperti lemak, otot dan tulang.

Infeksi dapat menyebabkan timbulnya benjolan pada leher melalui beberapa cara yang
di antaranya berupa benjolan yang berasal dari invasi bakteri langsung pada jaringan yang
terserang secara langsung maupun benjolan yang timbul sebagai efek dari kerja imunitas
tubuh yang bermanifestasi pada pembengkakan kelenjar getah bening.

Jika jaringan tubuh manusia terkena rangsangan berupa trauma dan reaksi imun, maka
otomatis sel-sel akan mengalami gangguan fisiologis. Sebagai responnya, sel tubuh terutama
mas sel dan sel basophil akan mengalami granulasi dan mengeluarkan mediator radang
berupa histamine, serotonin, bradikinin, sitokin berupa IL-2, IL-6 dan lain-lain. Mediator-
mediatorr radang ini terutama histamine akan menyebabkan dilatasi arteriola dan
meningkatkan cairan yang ada dalam pembuluh darah keluar ke jaringan sekitarnya sehingga
timbul benjolan pada daerah yang terinfeksi ataupun terkena trauma. Infeksi dapat
menimbulkan pembesaran kelenjar limfe karena apabila mekanisme pertahanan tubuh
berfungsi baik, sel-sel pertahanan tubuh seperti makrofag, neutrophil dan sel T akan berupaya
memusnahkan agen infeksius sedangkan agen infeksius itu sendiri berupaya untuk
menghancurkan sel-sel tubuh terutama eritrosit agar bisa mendapat nutrisi. Kedua upaya
perlawanan ini akan mengakibatkan pembesaran kelenjar limfe karena bekerja keras untuk
memproduksi sel limfoid maupun menyaring sel tubuh yang mengalami kerusakan dan aen
infeksius yang masuk agar tidak mennyebar ke organ tubuh lain.

Sedangkan mekanisme timbulnya benjolan akibat neoplasma entah itu di otot, sel
limfoid, tulang maupun kelenjar secara umum hampir sama. Awalnya terjadi dysplasia dan
metaplasia pada sel matur akibat berbagai factor sehingga diferensiasi sel yang tidak lagi
sempurna. Displasia menimbulkan sejumlah kelainan fisiologis molekuler seperti
peningkatan laju pembelahan sel dan inaktifasi mekanisme bunuh diri sel terprogram. Hal ini
berakibat pada proloferasi sel tak terkendali yang bermanifestasi pada timbulnya benjolan
pada jaringan. Neoplasma dapat terjadi pada semua sel yang ada di leher entah itu kelenjar
tiroid-adenoma tiroid, lemak-lipoma, kartilago-kondroma, jaringan limfe-limfoma maupun
akibat dari metastase kanker dari organ di luar leher.

4. Jelaskan patomekanisme terjadinya benjolan pada leher !

Jawab :

Secara umum benjolan di daerah leher, disebabkan oleh lima kelainan atau penyebab utama
yaitu:

Kelainan kongenital

Infeksi

Neoplasma

Trauma

Kelainan lainnya

Kelainan kongenital

Kelainan kongenital adalah kelainan yang dibawa sejak lahir, benjolannya dapat berupa
benjolan yang timbul sejak lahir atau timbul pada usia kanak-kanak bahkan terkadang muncul
setelah usia dewasa. Pada kelainan ini ,benjolan yang paling sering terletak di leher samping
bagian kiri atau kanan di sebelah atas , dan juga di tengah-tengah di bawah dagu. Ukuran
benjolan bisa kecil beberapa cm tetapi bisa juga besar seperti bola tenis. Kelainan kongenital
yang sering terjadi di daerah leher antara lain adalah hygroma colli , kista branchial , kista
ductus thyroglosus.

Hygroma colli adalah kelainan bawaan lahir akibat adanya gangguan saluran limfe,
biasanya muncul sejak lahir dan makin bertambah besar dengan bertambahnya usia,
bahkan bisa sampai ukuran bola tenis atau lebih, biasanya benjolannya agak lunak .

Kista ductus thyroglosus, benjolannya umumnya di garis tengah leher diantara bawah
dagu sampai kelenjar thyroid atau kelnjar gondok Pada jenis kelainan ini bisa muncul
pada masa kanak-kanak atau setelah usia dewasa. Benjolannya berisi cairan.

Kista branchial, seperti kista ductus thyroglosus, juga berisi cairan , namun letaknya
paling sering di samping leher.
Infeksi

Infeksi pada daerah leher dapat berupa infeksi akut atau infeksi menahun.Biasanya infeksi
akut disertai adanya gejala badan panas, rasa sakit dan adanya warna kemerahan pada
benjolan tersebut.Infeksi menahun atau kronis yang paling sering ditemukan adalah benjolan
akibat penyakit TBC kelenjar. Infeksi dapat menyebabkan timbulnya benjolan pada leher
melalui beberapa cara yang di antaranya berupa benjolan yang berasal dari invasi bakteri
langsung pada jaringan yang terserang secara langsung maupun benjolan yang timbul sebagai
efek dari kerja imunitas tubuh yang bermanifestasi pada pembengkakan kelenjar getah
bening.

Pada TBC kelenjar benjolan dapat berupa benjolan kecil ukuran beberapa milimeter sampai
ukuran beberapa centimeter, bisa hanya satu buah namun dapat juga langsung beberapa buah
dan paling sering terletak di samping leher kiri atau kanan , bahkan kadang di samping leher
kiri dan kanan sekaligus.

Neoplasma

Mekanisme timbulnya benjolan akibat neoplasma entah itu di otot, sel limfoid, tulang
maupun kelenjar secara umum hampir sama. Awalnya terjadi displasia dan metaplasia pada
sel matur akibat berbagai faktor sehingga diferensiasi sel tidak lagi sempurna. Displasia ini
menimbulkan sejumlah kelainan fisiologis molekuler seperti peningkatan laju pembelahan
sel dan inaktifasi mekanisme apoptosis. Hal ini berakibat pada proliferasi sel tak terkendali
yang bermanifestasi pada timbulnya benjolan pada jaringan. Neoplasma dapat terjadi pada
semua sel yang ada di leher entah itu kelenjar tiroid-adenoma tiroid, lemak-lipoma, kartilago-
kondroma, jaringan limfe-limfoma maupun akibat dari metastase kanker dari organ di luar
leher.

Kanker pada daerah leher bisa dibedakan tiga macam berdasarkan asal pertumbuhannya yaitu
:

Kanker yang asal pertumbuhannya memang berawal dari daerah leher itu sendiri,
misalnya yang paling sering adalah kanker kelenjar gondok, kanker jaringan lunak
yang berasal dari otot dan jaringan lunak lainnya di leher.

Kanker yang terjadi di daerah leher, namun sebenarnya kanker induknya atau asalnya
ada di tempat lain , dengan kata lain merupakan metastasis tumor dari kanker di
tempat lain yang letaknya bukan di leher. Contoh pada kanker jenis ini adalah kanker
nasofaring, kanker di daerah kepala, kanker di rongga mulut, yang umumnya
menyebabkan metastasis berupa adanya benjolan di leher samping atas sedikit
dibawah telinga kiri atau kanan. Juga kanker-kanker dari organ yang jauh seperti
kanker paru, kanker saluran pencernaan, kanker saluran kemih ,kanker payudara,
kanker alat genitalia wanita yang dapat memberikan metastasis berupa adanya
benjolan diatas tulang selangka atau supraclavicula, terutama di sebelah kanan.

Kanker di daerah leher yang sebenarnya merupakan penyakit sistemik yang dapat
terjadi di seluruh tubuh, yaitu kanker kelenjar getah bening.
Trauma

Mekanisme trauma dalam menimbulkan benjolan pada leher agak menyerupai mekanisme
infeksi. Hanya saja trauma yang tidak disertai infeksi sekunder pada umumnya tidak
menyebabkan pembesaran kelenjar getah bening.

Jika jaringan tubuh manusia terkena rangsangan berupa trauma dan reaksi imun, maka
otomatis sel-sel akan mengalami gangguan fisiologis. Sebagai responnya, sel tubuh terutama
mast sel dan sel basofil akan mengalami granulasi dan mengeluarkan mediator radang berupa
histamin, serotonin, bradikinin, sitokin berupa IL-2, IL-6 dan lain-lain. Mediator-mediator
radang ini terutama histamin akan menyebabkan dilatasi arteriola dan meningkatkan
permeabilitas venula serta pelebaran intraendothelialjunction. Hal ini mengakibatkan cairan
yang ada dalam pembuluh darah keluar ke jaringan sekitarnya sehingga timbul benjolan pada
daerah yang terinfeksi ataupun terkena trauma. Infeksi dapat menimbulkan pembesaran
kelenjar limfe karena apabila mekanisme pertahanan tubuh berfungsi baik, sel-sel pertahanan
tubuh seperti makrofag, neutrofil dan sel T akan berupaya memusnahkan agen infeksius
sedangkan agen infeksius itu sendiri berupaya untuk menghancurkan sel-sel tubuh terutama
eritrisot agar bisa mendapatkan nutrisi. Kedua upaya perlawanan ini akan mengakibatkan
pembesaran kelenjar limfe karena bekerja keras untuk memproduksi sel limfoid maupun
menyaring sel tubuh yang mengalami kerusakan dan agen infeksius yang masuk agar tidak
menyebar ke organ tubuh lain.

Trauma di daerah leher bisa terjadi akibat benturan benda tumpul sehingga terjadi bekuan
darah atau hematom dan membentuk benjolan seperti tumor.

Kelainan lain

Kelainan lain di daerah leher dapat disebabkan misalnya oleh kelainan pembuluh darah di
daerah leher. Ada juga kelainan di leher yaitu pada kelenjar gondok yang disebabkan
kekurangan yodium di tubuh terutama terjadi di daerah endemis gondok.

Daftar pustaka :

Japaries, Willie. 2011. Buku Ajar Onkologi Klinis. Jakarta : Balai Penerbit FKUI

6. JELASKAN PENYAKIT-PENYAKIT DENGAN GEJALA BENJOLAN DILEHER DAN


JELASKAN FAKTOR RESIKO TERJADINYA KARSINOMA TIROID?

JAWAB:

Karsinoma nasofaring
Definisi
Karsinoma nasofaring disebut juga tumor kanton.Menurut WHO,sekitar 80 % dari
kasus karsinoma nasofaring didunia terjadi di china.
ANATOMI

Nasofaring terletak diantara basis cranial dan pallatum mole,menghubungkan rongga


hidung dan orofaring.Rongga nasofaring menyerupai sebuah kubus yang tidak
beraturan,diameter atas-bawah dan kiri-kanan masing masing sekitar 3 cm, diameter
depan belakang 2-3 cm,dapat dibagi menjadi dinding anterior,superior,inferior dan 2
dinding lateral yang simetri bilateral.Dinding supero-posterior.Dinding superior dan
posterior bersambung dan miring membentuk lengkungan,diantara kedua dinding
tidak terdapat batas anatomis yang jelas

Epidemiologi
Kanker nasofaring dapat terjadi pada segala umur,tapi umumnya menyerang usia 30-
60 tahun,menduduki 75-90 %.Proporsi pria dan wanita 8:1.

Etiologi
Terjadinya kanker nasofaring mungkin multifactor,proses karsinogenesisnya mungkin
mencakup banyak tahap.Faktor yang mungkin terkait dengan timbulnya kanker
nasofaring adalah :

1.Kerentanan genetic
Analisis korelasi menunjukkan gen HLA (human leukocyte antigen) dan gen pengode
enzim sitokrom p4502E (CYP2E1) kemungkinan adalah,gen kerentanan terhadap
kanker nasofaring.

2.Virus EB
Metode imunologi membuktikan antigen spesifik seperti antigen kapsid virus (VCA)
antigen membrane (MA),antigen dini(EA),antigen nuklir,dll.

3.Faktor lingkungan
Menurut laporan luar negeri,orang cina generasi pertama (umumnya penduduk
kanton) yang bermigrasi ke Amerika Serikat,Kanada memiliki angka kematian akibat
kanker nasofaring 30 kali tinggi dari kulit putih setempat.Penelitian akhir akhir ini
menemukan zat berikut berkaitan dengan timbulnya kanker nasofaring:
1.Golongan nitrosamine : ini dapat menilbulkan kanker pada hewan.Diantaranya
dimetilnitrosamin dan dietilnitrosamin kandungannya agak tinggi pada ikan asin
Guangzhou.Tikus putih yang diberi pakan ikan asin dapat timbul kanker rongga nasal
atau sinus nasal.
2.Hidrokarbon aromatic: pada keluarga di area insiden tinggi kanker
nasofaring,kandungan 3,4-benzpiren
3.Unsur renik : nikel sulfat dapat memacu efek karsinogenesis pada proses timbulnya
kanker nasofaring pada tikus akibat dinitrosopiperazin dosis kecil.

Karsinoma laring
ANATOMI LARING
Laring

Laring tersusun atas 9 Cartilago ( 6 Cartilago kecil dan 3 Cartilago besar ).


Terbesar adalah Cartilago thyroid yang berbentuk seperti kapal, bagian depannya
mengalami penonjolan membentuk adams apple, dan di dalam cartilago ini ada
pita suara. Sedikit di bawah cartilago thyroid terdapat cartilago cricoid. Laring
menghubungkan laringopharynx dengan trachea, terletak pada garis tengah anterior
dari Leher Pada Vertebrata Cervical 4 Sampai 6.
Fungsi utama laring adalah untuk memungkinkan terjadinya vokalisasi. Laring juga
melindungi jalan napas bawah dari obstruksi benda asing dan memudahkan batuk.
Laring sering disebut sebagai kotak suara dan terdiri atas:

a. Epiglotis : daun katup kartilago yang menutupi ostium ke arah laringselama


menelan
b. Glotis : ostium antara pita suara dalam laring
c.Kartilago Thyroid : kartilago terbesar pada trakea, sebagian darikartilago ini
membentuk jakun ( Adams Apple )
d. Kartilago Krikoid : satu-satunya cincin kartilago yang komplit dalam laring
(terletak di bawah kartilago thyroid )
e. Kartilago Aritenoid : digunakan dalam gerakan pita suara dengan kartilago thyroid
f. Pita suara : ligamen yang dikontrol oleh gerakan otot yang menghasilkan bunyi
suara; pita suara melekat pada lumen laring.

Ada 2 fungsi lebih penting selain sebagai produksi suara, yaitu :


a. Laring sebagai katup, menutup selama menelan untuk mencegah aspirasi cairan
atau benda padat masuk ke dalam tracheobroncial
b. Laring sebagai katup selama batuk

Etiologi
Etiologi karsinoma larynx belum diketahui dengan pasti. Dikatakan oleh para ahli
bahwa perokok dan peminum alcohol merupakan kelompok orang-orang dengan
resiko tinggi terhadap karsinoma laring. Penelitian epidemiologic menggambarkan
beberapa hal yang diduga menyebabkan terjadinya karsinoma laring yang kuat ialah
rokok, alcohol dan terpajan oleh sinar radioaktif.
Penelitian yang dilakukan di RS Ciptomangunkusomo menunjukan bahwa
karsinoma laring jarang ditemukan pada orang yang tidak merokok, sedangkan risiko
untuk mendapatkan karsinoma laring naik sesuai dengan kenaikan jumlah rokok yang
dihisap.
Yang terpenting pada penanggulangan karsinoma laring ialah diagnosis dini
dan pengobatan/ tindakan yang tepat dan kuratif karena tumornya masih terisolasi dan
dapat diangkat secara radikal. Tujuan utama ialah mengeluarkan bagian laring yang
terkena tumor dengan memperhatikan fungsi respirasi, fonasi serta fungsi sfingter
laring.
1. Tembakau
2. Alkohol Dan Efek Kombinasinya
3. Ketegangan Vocal
4. Laringitis Kronis
5. Pemajanan Industrial Terhadap Karsinogen
6. Defisiensi Nutrisi (riboflavin)
7. Predisposisi keluarga

FREKUENSI
Menurut penelitian dari departemen THT FKUI/RSCM pariode 1982-1987
proporsi karsinoma laring 13,8% dari 1030 kasus keganasan THT. Jumlah kasus rata-
rata 25 pertahun. Perbandingan laki dan perempuan adalah 11:1 terbanyak pada usia
56-69 tahun dengan kebiasaan merokok didapatkan pada 73.94%.
Periode 1988-1992 karsinoma laring sebesar 9,97% menduduki peringkat ketiga
keganasan THT (712 kasus). Karsinoma nasofaring sebesar 71,77% diikuti oleh
keganasan hidung dan paranasal 10.11%, telinga 2,11%, orofaring/tonsil 1,69%,
esophagus/bronkus 1,54%, rongga mulut 1,40% dan parotis 0,28%.

Karsinoma Thyroid

Epidemiologi
Penderita wanita lebih banyak dari pria, ratio pria terhadap wanita adalah 1:2-4,
penyakit tersering terjadi pada usia 20-40 tahun.
Etiologi
Etiologi kanker tiroid belum jelas, pada umumnya beranggapan karsinoma tiroid
berkaitan dengan banyak faktor, termasuk radiasi ionisasi, perubahan genetik dan
onkogen, jenis kelamin, faktor diet,dll.
1) Radiasi Ionisasi
Kontak dengan radiasi merupakan satu-satunya faktor karsinogen terhadap tiroid.
Populasi terpapar sinar X dan radiasi , insiden karsinoma papilar dan folikular
tiroid lebih tinggi.
2) Genetik dan Onkogen
Sebagian Karsinoma medular tiroid bersifat herediter dan familial. Timbulnya
karsinoma medular tiroid familial berkitan dengan mutasi gen RET pada
kromosom nomor 10.
3) Jenis Kelamin dan Hormonal
Pada kelenjar tiroid normal, tumor jinak dan tumor ganas tiroid terdapat reseptor
estrogen dalam jumlah bervariasi. Pada Jaringan karsinoma papilar tiroid
kandungan reseptor estrogen dan reseptor progesteron tertinggi, disimpulkan
bahwa reseptor estrogen , reseptor progesteron merupakan faktor penting yang
mempengaruhi insiden karsinoma tiroid pada wanita.
4) Faktor Diet
Defisiensi iodium dianggap berakitan dengan timbulnya tumor tiroid termasuk
karsinoma tiroid.
5) Lesi Jinak Tiroid
Transformasi ganas adenomaberhubungan dengan tipe patologik, adenoma
folikuler tipe embrional dan tipe fetal lebih mudah menjadi ganas.

LIMFADENITIS TB
Definisi
Limfadenitis merupakan suatu peradangan pada kelenjar getah bening yang terjadi
akibat adanya infeksi pada suatu bagian tubuh sehingga menyebabkan peradangan pada
kelenjar getah bening regional pada lesi primer. Limfadenitis TB merupakan salah salah satu
TB diluar paru atau ekstra paru tuberkulosis.

Etiologi
Limfadenitis TB disebabkan diantaranya oleh Mycobacterim tuberculosis yang
penularannya melalui manusia dan Mycobacterium bovis yang merupakan kasus yang
umumnya terjadi melalui penularan melalui sapi pada anak-anak, yang umumnya disebabkan
dari meminum susu sapi mentah.Saat ini limfadenitis TB berkaitan erat dengan pasien yang
memiliki HIV positif, karena umumnya pasien dengan HIV positif mudah mengalami
limfadenitis TB.

Epidemiologi
limfadenitis mikobakteri telah meningkat secara sehubungan dengan peningkatan
kejadian infeksi mikobakteri di seluruh dunia. Terdapat sekitar 35 persen limfadenitis TB dari
keseluruhan kasus TB. Pada pasien HIV-positif, TB diluar paru mempunyai insiden yang
tinggi dengan jumlah hingga sekitar 53-62 persen dari kasus TB dibandingkan dengan pasien
dengan HIV-negatif. Kelenjar getah bening di leher merupakan lokasi yang paling umum
terlibat dan dilaporkan pada 60% sampai 90% pasien dengan atau tanpa keterlibatan jaringan
limfoid lainnya. Kejadian limfadenitis mikobaterium sangat tergantung pada endemisitas dari
Mycobacterium TBC. Limfadenitis yang disebakan mikobakterium tuberkulosa termasuk
kasus yang paling sering dilaporkan di India dibandingkan non-TB Limfadenopati
mikobakteri (NTM) yang merupakan kasus yang tidak umum terjadi di India diikuti dengan
limfadenitis yang disebabkan mikobakterium tuberkulosa. limfadenitis TB paling sering
mengenai pasien yang berusia di atas dua puluh tahun, namun tidak menutup kemungkinan
untuk
Limfadenitis Tb dapat terjadi pada berbagai usia. Umumnya timbulnya limfadenitis
Tb didominasi (sekitar 2:1) oleh perempuan dibandingkan laki-laki di sebagian besar studi.
Ras dan etnis minoritas, orang berkulit hitam dan ras Asia dibandingakan dengan non-
Hispanik atau orang berkulit putih merupakan insiden yang lebih cenderung untuk terjadinya
perkembangan limfadenitis TB. Ditemukan juga peningkatan frekuensi mikobakteri
limfadenitis pada populasi Asia

Faktor resiko karsinoma tiroid antara lain :


Usia
Kanker tiroid dapat terjadi pada orang dengan usia berapapun, tetapi banyak kasus
dari karsinoma papiliferum dan folikular ditemukan antara usia 20 dan 60 tahun.
Faktor resiko ini terkait dengan jenis histopatologis karsinoma tiroid. Anak-anak usia
dibawah 20 tahun dengan nodul tiroid dingin mempunyai resiko keganasan dua kali
lebih besar dibanding kelompok dewasa

Jenis kelamin, perempuan : laki-laki adalah 2-3 : 1


Ras
Di Amerika, orang kulit hitam memiliki resiko 1,8 kali lebih tinggi dibandingkan
orang kulit putih. Tetapi secara umum, di dunia tidak ada perbedaan ras untuk resiko
karsinoma tiroid

Faktor genetik
Riwayat penyakit serupa dalam keluarga
Diet
Daerah endemik goiter mempunyai resiko karsinoma lebih tinggi, terutama untuk
yang tipe folikuler dan papiliferum. Umumnya orang dewasa memerlukan yodium
hanya 100mcg/hari dan dengan pemberian suplementasi yodium dapat menurunkan
resiko terkena goiter.
Riwayat pernah menderita kelainan tiroid sebelumnya
Pengaruh radiasi di daerah leher dan kepala pada masa lampau
Kecepatan tumbuh tumor
Riwayat gangguan mekanik di daerah leher

5. JELASKAN KLASIFIKASI LIMFOMA!

1. Konsep Penyakit
a. Pengertian
Limfoma adalah kanker yang berasal dari jaringan limfoid mencakup sistem
limfatik dan imunitas tubuh. Tumor ini bersifat heterogen, ditandai dengan kelainan
umum yaitu pembesaran kelenjar limfe diikuti splenomegali, hepatomegali, dan
kelainan sumsum tulang. Tumor ini dapat juga dijumpai ekstra nodal yaitu di luar
sistem limfatik dan imunitas antara lain pada traktus digestivus, paru, kulit, dan organ
lain. Dalam garis besar, limfoma dibagi dalam 4 bagian, diantaranya limfoma Hodgkin
(LH), limfoma non-hodgkin (LNH), histiositosis X, Mycosis Fungoides. Dalam
praktek, yang dimaksud limfoma adalah LH dan LNH, sedangkan histiositosis X dan
mycosis fungoides sangat jarang ditemukan.
LNH adalah suatu kelompok penyakit heterogen yang dapat didefinisikan sebagai
keganasan jaringan limfoid selain penyakit hodgkin. Penyebabnya tidak diketahui:
kemungkinan virus. Terdapat hubungan dengan keadaan imunosupresi ( mis, AIDS dan
terapi imunosupresi untuk tranplatasi organ). Pada penderita AIDS ; semakin lama
hidup semakin besar resikonya menderita limpoma.
Penyakit lymfoma non hodgkin adalah salah satu penyakit yang tergolong dalam
kasus intern. Kasus penyakit dalam pada penyakit ini terjadi proliferasi abnormal
sistem lymfoid dan struktur yang membentuknya terutama menyerang kelenjar getah
bening. LNH belum diketahui secara pasti penyebabnya oleh karena itu penelitian terus
dilakukan untuk mengembangkan kasus ini (Brunner & Suddart: 2002).
Limfoma maligna (kanker kelenjar getah bening) merupakan bentuk keganasan
dari sistem limfatik yaitu sel-sel limforetikular seperti sel B, sel T dan histiosit sehingga
muncul istilah limfoma maligna (maligna = ganas). Ironisnya, pada orang sehat sistem
limfatik tersebut justru merupakan komponen sistem kekebalan tubuh. Ada dua jenis
limfoma maligna yaitu Limfoma Hodgkin (HD) dan Limfoma non-Hodgkin (LNH)
(Mansjoer, A. 2001).

b. Etiologi
1) Abnormalitas genetic
2) Genetik
3) Faktor lingkungan
4) Infeksi Virus
Virus Eipstein Barr yang berhubungan dengan limfoma Burkitt, (sebuah
penyakit yang bisa ditemukan di Afrika).
Infeksi HTLV 1 (Human T Lymphotropic Virus tipe 1)
Faktor Predisposisi

1. Gaya hidup yang tidak sehat: Risiko Limfoma Maligna meningkat pada orang
yang mengkonsumsi makanan tinggi lemak hewani, merokok, dan yang terkena
paparan UV
2. Pekerjaan: Beberapa pekerjaan yang sering dihubugkan dengan resiko tinggi
terkena limfoma maligna adalah peternak serta pekerja hutan dan pertanian. Hal ini
disebabkan adanya paparan herbisida dan pelarut organik.
(Mansjoer, A. 2001).

c. Klasifikasi
Klasifikasi patologi limfoma telah mengalami perubahan selama bertahun-
tahun. Pada tahun 1956 klasifikasi Rappaport mulai diperkenalkan. Rappaport
membagi limfoma menjadi tipe nodular dan difus kemudian subtipe berdasarkan
pemeriksaan sitologi. Modifikasi klasifikasi ini terus berlanjut hingga pada tahun 1982
muncul klasifikasi Working Formulation yang membagi limfoma menjadi keganasan
rendah, menengah dan tinggi berdasarkan klinis dan patologis. Seiring dengan
kemajuan imunologi dan genetika maka muncul klasifikasi terbaru pada tahun 1982
yang dikenal dengan Revised European-American classification of Lymphoid
Neoplasms (REAL classification). Meskipun demikian, klasifikasi Working
Formulation masih menjadi pedoman dasar untuk menentukan diagnosis, pengobatan,
dan prognosis.
Ada dua jenis penyakit yang termasuk limfoma malignum yaitu penyakit
Hodgkin (PH) dan limfoma non Hodgkin (LNH). Keduanya memiliki gejala yang
mirip. Perbedaannya dibedakan berdasarkan pemeriksaan patologi anatomi dimana
pada PH ditemukan sel Reed Sternberg, dan sifat LNH lebih agresif.
1. Limfoma Non-Hodgkin
Dapat bersifat indolen(low grade), hingga progresif(high grade). Pada LNH
indolen, gejalanya dapat berupa: pembesaran KGB (Kelemjar Getah Bening), tidak
nyeri, dapat terlokalisir atau meluas, dan bisa melibatkan sum-sum tulang. Pada
LNH progresif, terdapat pembesaran KGB baik intra maupun extranodal,
menimbulkan gejala "konstitusional" berupa : penurunan berat badan, febris, dan
keringat malam, serta pada limfoma burkitt, dapat menyebabkan rasa penuh di
perut.

Stadium Limfoma Maligna


Penyebaran Limfoma dapat dikelompokkan dalam 4 stadium. Stadium I
dan II sering dikelompokkan bersama sebagai stadium awal penyakit, sementara
stadium III dan IV dikelompokkan bersama sebagai stadium lanjut.
a. Stadium I : Penyebaran Limfoma hanya terdapat pada satu kelompok yaitu
kelenjar getah bening.
b. Stadium II : Penyebaran Limfoma menyerang dua atau lebih kelompok
kelenjar getah bening, tetapi hanya pada satu sisi diafragma, serta pada seluruh
dada atau perut.
c. Stadium III : Penyebaran Limfoma menyerang dua atau lebih kelompok
kelenjar getah bening, serta pada dada dan perut.
d. Stadium IV : Penyebaran Limfoma selain pada kelenjar getah bening
setidaknya pada satu organ lain juga seperti sumsum tulang, hati, paru-paru,
atau otak. Stadium ini dapat di bagi A atau B berdasarkan ada tidaknya gejala
konstitusionalerupa penurunan berat badan, febris, dan keringat malam.
A = tanpa gejala konstitusional
B = dengan gejala konstitsional
Staging ini penting untuk penatalaksanaan, dimana untuk stadium Ia,
Ib, maupun IIa, diberikan radioterapi, sementara untuk stadium IIb hingga
stadium IV, diberikan kemoterapi.
Untuk kemoterapi, regimen yg biasa digunakan adalah:
1. Untuk Low grade NHL
a) regimen CVP (cyclophospamide, vincristin, dan prednison)
b) Fludarabin
c) Rituximab
2. Untuk High grade NHL
a) Regimen CHOP (cyclophospamide, Doxorubicyn, vincristin, dan
prednison)
b) Regimen CHOP + Rituximab
c) transplantasi sum-sum tulang.
2. Limfoma Hodgkin
Terbagi atas 4 jenis, yaitu:
a) Nodular Sclerosing limfosit
b) mixed cellularity
c) rich lymphocyte
d) limphocyte depletio
Jenis Gambaran Mikroskopik Kejadian Perjalanan
Penyakit
Limfosit Sel Reed-Stenberg sangat sedikit tapi ada 3% dari Lambat
Predominan banyak limfosit kasus
Sklerosis Sejumlah kecil sel Reed-Stenberg & 67% dari Sedang
Noduler campuran sel darah putih lainnya; kasus
daerah jaringan ikat fibrosa
Selularitas Sel Reed-Stenberg dalam jumlah yang 25% dari Agak cepat
Campuran sedang & campuran sel darah putih kasus
lainnya
Deplesi Limfosit Banyak sel Reed-Stenberg & sedikit 5% dari Cepat
limfosit kasus
jaringan ikat fibrosa yang berlebihan

LH lebih bersifat lokal, berekspansi dekat, cenderung intra nodal, hanya di


mediastinum, dan jarang metastasis ke sumsum tulang. ia juga dapat terjadi metastasis
melalui darah. Jika dibandingkan dengan NHL, NHL lebih bersifat tidak lokal, expansi
jauh, cenderung extranodal, berada di abdomen, dan sering metastasis ke sum-sum
tulang. Secara staging, dan pengobatan, sama saja dengan NHL

d. Manifestasi klinik
Gejala klinis dari penyakit limfoma maligna adalah sebagai berikut :

1. Limfodenopati superficial. Sebagian besar pasien datang dengan pembesaran


kelenjar getah bening asimetris yang tidak nyeri dan mudah digerakkan (pada
leher, ketiak atau pangkal paha)
2. Demam
3. Sering keringat malam
4. Penurunan nafsu makan
5. Kehilangan berat badan lebih dari 10 % selama 6 bulan (anorexia)
6. Kelemahan, keletihan
7. Anemia, infeksi, dan pendarahan dapat dijumpai pada kasus yang mengenai
sumsum tulang secara difus
e. Patofisiologi
Proliferasi abmormal tumor dapat memberi kerusakan penekanan atau
penyumbatan organ tubuh yang diserang. Tumor dapat mulai di kelenjar getah bening
(nodal) atau diluar kelenjar getah bening (ekstra nodal).
Gejala pada Limfoma secara fisik dapat timbul benjolan yang kenyal, mudah
digerakkan (pada leher, ketiak atau pangkal paha). Pembesaran kelenjar tadi dapat
dimulai dengan gejala penurunan berat badan, demam, keringat malam. Hal ini dapat
segera dicurigai sebagai Limfoma. Namun tidak semua benjolan yang terjadi di sistem
limfatik merupakan Limfoma. Bisa saja benjolan tersebut hasil perlawanan kelenjar
limfa dengan sejenis virus atau mungkin tuberkulosis limfa.
Biasanya berawal sebagai :

pembesaran nodus limfe tanpa ada nyeri pada salah satu sisi leher yang menjadi
sangat besar.
Nodus limfe mediastinal dan retroperitonial kadang membesar menyebabkan gejala
penekanan berat pada tekanan terhadap trakea menyebabkan sulit bernafas,
penekanan terhadap esofagus menyebabkan sulit menelan, pada syaraf
menyebabkan paralisis faringeal dan nuralgia brakeal lumbal atau sakral, pada vena
mengakibatkan oedem pada salah salah satu atau kedua ekstremitas dan efusi
pleura, pada kandung empedu menyebabkan ikterik obstruktif.
Akhirnya limpa menjadi teraba dan hati membesar. Terkadang penyakit bermula di
nodus mediastinum atau peritonial dan tetep terbatas disana. Pada pasien lain
pembesaran limpa merupakan satu-satunya lesi
Kemudian terjadi anemia progresif. Jumlah leukosit biasanya tinggi dengan jumlah
polimorfomoklear ( PMN ) meningkat secra abnormal dan peningkatan eosinofil.
Sekitar separuh pasien mengalami demam ringan, dengan suhu melebih 38,30C (
1010F ).
Namun pasien yang mengalami keterlibatan mediastinal dan abdominal dapat
mengalami demam tinggi intermiten. Suhunya dapat naik sampai 400C ( 1040F )
selama periode waktu 3-14 hari, kemudian kembali normal dalam beberapa
minggu.
Apabila penyakit ini tidak ditangani pasien akan kehilangan berat badan dan
menjadi kakeksia ( kelemahan secara fisik ), terjadi infeksi, anemia, timbul edema
anasarka ( oedem umum yang berat ), tekanan darah turun dan kematian pasti
terjadi dalam 1-3 tahun tanpa keganasan.

Namun biasanya penyakit ini sudah menyebar keseluruh sistem limfatik


sebelum pertama kali terdianogsa. Apabila penyakit masih terlokalisasi, radiasi
merupakan penanganan pilihan. Jika terdapat keterlibatan umum, dipakai kombinasi
kemoterapi. Pemberian dosis rendah pada penderita HIV positif dianjurkan untuk
mencegah terjadinya infeksi berat yang potensial mematikan. Seperti pada penyakit
Hogkin, infeksi merupakan masalah utama. Keterlibatan sistem saraf pusat juga sering
terjadi.
Beberapa penderita mengalami demam Pel-Ebstein, dimana suhu tubuh
meninggi selama beberapa hari yang diselingi dengan suhu normal atau di bawah
normal selama beberapa hari atau beberapa minggu. Gejala lainnya timbul berdasarkan
lokasi pertumbuhan sel-sel limfoma. Terdapat 3 gejala spesifik pada Limfoma antar
lain:
1. Demam berkepanjangan dengan suhu lebih dari 38oC
2. Sering keringat malam
3. Kehilangan berat badan lebih dari 10% dalam 6 bulan
f. Pathway

Abnormalitas genetic, factor


lingkungan, infeksi virus

Pembesaran kelenjar Gangguan termoregulasi


Nyeri Hipertermi Resiko
getah bening Resiko terjadinya
terjadinya infeksi
infeksi

Mendesak jaringan sekitar Mendesak pembuluh darah Mendesak sel saraf

Sistem Sistem saraf Sistem Sistem Respons psikososial


pernapasan pencernaan muskuluskletal

Pa O2 menurun Paralisis faringeal Efek hiperventilasi Sesak napas

PCO2 meningkat Penurunan suplai Tindakan invasif


oksigen kejaringan
Produksi asam
Sesak napas Kesulitan menelan
lambung
Peningkatan meningkat Koping tidak
produksi sekret efektif
Penurunan nafsu Peristaltik Peningkatan
Penurunan makan menurun metabolisme
imunitas anaerob

Kecemasan

Mual, nyeri Peningkatan


Pola napas tidak lambung konstipasi produksi asam
efektif laktat

Jalan nafas tidak
efektif

Kelemahan fisik
umum,odem
Perubahan nutrisi kurang dari
kebutuhan tubuh

Intoleransi aktivitas
g. Pemeriksaan Penunjang
Untuk mendeteksi limfoma harus dilakukan biopsi dari kelenjar getah bening
yang terkena dan juga untuk menemukan adanya sel Reed-Sternberg. Untuk
mendeteksi Limfoma memerlukan pemeriksaan seperti sinar-X, CT scan, PET scan,
biopsi sumsum tulang dan pemeriksaan darah. Biopsi atau penentuan stadium adalah
cara mendapatkan contoh jaringan untuk membantu dokter mendiagnosis Limfoma.
Ada beberapa jenis biopsy untuk mendeteksi limfoma maligna yaitu :
1. Biopsi kelenjar getah bening, jaringan diambil dari kelenjar getah bening yang
membesar.
2. Biopsi aspirasi jarum-halus, jaringan diambil dari kelenjar getah bening dengan
jarum suntik. Ini kadang-kadang dilakukan untuk memantau respon terhadap
pengobatan.
3. Biopsi sumsum tulang di mana sumsum tulang diambil dari tulang panggul untuk
melihat apakah Limfoma telah melibatkan sumsum tulang.

h. Penatalaksanaan & Therapy


Cara pengobatan bervariasi dengan jenis penyakit. Beberapa pasien dengan
tumor keganasan tingkat rendah, khususnya golongan limfositik, tidak membutuhkan
pengobatan awal jika mereka tidak mempunyai gejala dan ukuran lokasi limfadenopati
yang bukan merupakan ancaman.
1. Radioterapi
Walaupun beberapa pasien dengan stadium I yang benar-benar terlokalisasi dapat
disembuhkan dengan radioterapi, terdapat angka yang relapse dini yang tinggi pada
pasien yang dklasifikasikan sebagai stadium II dan III. Radiasi local untuk tempat
utama yang besar harus dipertimbangkan pada pasien yang menerima khemoterapi
dan ini dapat bermanfaat khusus jika penyakit mengakibatkan sumbatan/ obstruksi
anatomis.
Pada pasien dengan limfoma keganasan tingkat rendah stadium III dan IV,
penyinaran seluruh tubuh dosis rendah dapat membuat hasil yang sebanding
dengan khemoterapi.
2. Khemoterapi
a. Terapi obat tunggal Khlorambusil atau siklofosfamid kontinu atau intermiten
yang dapat memberikan hasil baik pada pasien dengan limfoma maligna
keganasan tingkat rendah yang membutuhkan terapi karena penyakit tingkat
lanjut.Terapi kombinasi. (misalnya COP (cyclophosphamide, oncovin, dan
prednisolon)) juga dapat digunakan pada pasien dengan tingkat rendah atau
sedang berdasakan stadiumnya. Paling baik selalu diberikan kemoterapi
kombinasi MOPP:
M = Mustard nitrogen 6mg / sqm iv hari ke 1 dan 8.
O = Oncovin = vincristine 1,0 1,mg / sqm iv hari ke 1 dan 8.
P = Procarbazine 100mg / sqm per os tiap hari ke 1-14.
P = Prednison 40mg / sqm per os tiap hari ke 1-14.
Satu seri adalah 14 hari kemudian istirahat 14 hari.
i. Komplikasi
Komplikasi yang dialami pasien dengan limfoma maligna dihubungkan dengan
penanganan dan berulangnya penyakit. Efek-efek umum yang merugikan berkaitan
dengan kemoterapi meliputi : alopesia, mual, muntah, supresi sumsum tulang,
stomatitis dan gangguan gastrointestinal. Infeksi adalah komplikasi potensial yang
paling serius yang mungkin dapat menyebabkan syok sepsis. Efek jangka panjang dari
kemoterapi meliputi kemandulan, kardiotoksik, dan fibrosis pulmonal.
Efek samping terapi radiasi dihubungkan dengan area yang diobati. Bila
pengobatan pada nodus limfa servikal atau tenggorok maka akan terjadi hal-hal
sebagai berikut : mulut kering, disfagia, mual, muntah, rambut rontok, dan penurunan
produksi saliva.
Bila dilakukan pengobatan pada nodus limfa abdomen, efek yang mungkin
terjadi adalah muntah, diare, keletihan, dan anoreksia.

2. Konsep Askep
a. Pengkajian
1) Identitas klien
Meliputi nama, umur, jenis kelamin, agama, bahan yang dipakai sehari-hari, status
perkawinan, kebangsaan, pekerjaan, alamat, pendidikan, tanggal atau jam MRS, dan
diagnosa medis.

2) Keluhan Utama
Pada umumnya pasien mengeluh tindak nyamanan kerena adanya benjolan.

3) Riwayat Penyakit Sekarang


Pada umumnya pasien dengan limfoma didapat keluhan benjolan terasa nyeri bila
ditelan kadang-kadang disertai dengan kesulitan bernafas, gangguan penelanan,
berkeringat di malam hari. Pasien biasanya megnalami dendam dan disertai dengan
penurunan BB.
4) Riwayat Penyakit Dahulu
Pada pasien dengan limfoma biasanya diperoleh riwayat penyakit seperti
pembesaran pada area seperti : leher, ketiak, dll. Pasien dengan transplantasi ginjal
atau jantung.

5) Riwayat kesehatan keluarga


Meliputi susunan anggota keluarga yang mempunyaio penyakit yang sama dengan
pasien, ada atau tidaknya riwayat penyakit menular, penyakit turunan seperti DM,
Hipertensi, dan lain-lain.

b. Data dasar pengkajian pasien


1) Pemeriksaan Fisik
a. Keadaan umum
Pasien lemah, cemas, nyeri pada benjolan, demam, berkeringat pada malam hari,
dan menurunnya BB.

b. Kulit, rambut, kuku


( tidak ada perubahan )

c. Kepala dan leher


Terdapat benjolan pada leher, yang terasa nyeri bila ditekan.

d. Mata dan mulut


Tidak ada masalah/perubahan.
e. Thorak dan abdomen
Pada pemeriksa yang dilakukan tidak didapatkan perubahan
pada thorak maupun abdomen.
f. Sistem respirasi
Biasanya pasien mengeluh dirinya mengeluh sulit untuk bernafas karena ada
benjolan.
g. Sistem gastrointestinal
Biasanya pasien mengalami anorexia karena rasa sakit yang dirasakan saat
menelan makanan, sehingga pasien sering mengalami penurunan BB.
h. Sistem muskuluskeletal
Pada pasien ini tidak ada masalah.
i. Sistem endokrin
Terjadi pembesaran kelenjar limfe.
j. Sistem persyarafan
Pasien ini sering merasa cemas akan kondisinya, penyakit yang sedang
dideritanya.
c. Pemeriksaan Penunjang
1. USG
Banyak digunakan untuk melihat pembesaran kelenjar getah bening.
2. Foto thorak
Digunakan untuk menentukan keterlibatan kelenjar getah bening mediastina.
3. CT- Scan
Digunakan untuk diagnosa dan evaluasi pertumbuhan limpoma
4. Pemeriksaan laboratorium (pemeriksaan Hb, DL, pemeriksaan uji fungsi hati /
ginjal secara rutin).
5. Laparatomi
Laparatomi rongga abdomen sering dilakukan untuk melihat kondisi kelenjar getah
bening pada illiaka, para aortal dan mesentrium dengan tujuan menentukan
stadiumnya.

d. Diagnosa Keperawatan
1. Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake yang tidak
adekuat ( mual, muntah)
2. Resiko terjadinya infeksi berhubungan dengan proses inflamasi.
3. Cemas berhubungan dengan kurangnya pengetahuan tentang penyakitnya.
4. Hipertermi berhubungan dengan tak efektifnya termoregulasi sekunder terhadap
inflamasi
5. Intoleransi aktivitas yang berhubungan dengan tidak seimbangnya persediaan dan
kebutuhan oksigen kelemahan umum serta kelelahan karena gangguan pola tidur
6. Nyeri berhubungan dengan interupsi sel saraf
e. Perencanaan
No Diagnosa Tujuan / Kriteria Hasil Intervensi Rasional
Keperawatan
1. Nutrisi kurang dari Setelah dilakukan 1. Lakukan pendekatan pada pasien 1. pasien dan keluarga lebih kooperatif.
kebutuhan tubuh tindakan keperawatan dan keluarganya.
berhubungan selama 3 x24 jam 2. Jelaskan pada pasien dan keluarga 2. pasien mendapat informasi yang tepat.
dengan intake yang Kebutuhan nutrisi klien
penyebabnya dari rasa sakit dan
tidak adekuat ( dapat terpenuhi dengan
mual, muntah) Kriteria Hasil : cara mengurangi rasa sakit.
BB meningakat 3. Jelaskan pada pasien tentang 3. pasien mendapat informasi yang tepat.
Nafsu makan penyakitnya dan akibatnya jika ia
pasien meningkat tidak makan.
Gangguan 4. Anjurkan pada kelurga untuk 4. untuk memudahkan pasien menelan.
penelanan memberikan makanan tambahan
berkurang yang ringan untuk dicerna
Rasa sakit pada 5. Obervasi TTV
5. untuk mengetahui perkembangan pasien
waktu menelan
6. Kolaborasi dengan tim kesehatan 6. untuk menetukan diet yang diperoleh
berkurang
dan ahli gizi oleh px

2. Resiko terjadinya Setelah dilakukan 1. beri penjelasan tentang terjadinya 1. pasien mengetahui proses terjadinya
infeksi tindakan keperawatan infeksi infeksi
berhubungan selama 2x24 Tidak 2. beritahu pasien tentang tanda-tanda 2. pasien mengetahui tanda-tanda
dengan proses terjadi infeksi, dengan
inflamasi inflamasi dan pencegahannya
inflamasi. Kriteria Hasil :
3. beri kompres basah 3. menurunkan suhu tubuh pasien
Suhu tubuh dalam
batas normal 4. Anjurkan pasien untuk memakai 4. agar keringat mudah diserap dan suhu
Tidak ada tanda baju yang menyerap keringat. tubuh tidak meningkat
inflamasi 5. Kolaborasi dengan tim dokter 5. diharapkan dapat mempercepat proses
Keringat dalam pemberian obat kesembuahn pasien
berkurang
3 Cemas Setelah dilakukan 1. Observasi nafsu makan klien 1. Porsi makan yang tidak habis
berhubungan tindakan keperawatan menunjukkan nafsu makan belum
dengan kurangnya selama 2x24 jam tidak membaik
pengetahuan terjadi nutrisi kurang 2. Beri makan klien sedikit tapi sering 2. Meningkatkan masukan secara perlahan
tentang dari kebutuhan tubuh 3. Beritahu klien pentingnya nutrisi 3. Klien dapat memahami dan mau
penyakitnya. dengan kriteria hasil : meningkatkan masukan nutrisi
Nafsu makan 4. Pemberian diet TKTP 4. Peningkatan energi dan protein pada
meningkat, tubuh sebagai pembangun
porsi habis,
BB tidak turun
drastis
4 Hipertermi Setelah dilakukan 1. Observasi suhu tubuh pasien 1. Dengan memantau suhu diharapkan
berhubungan tindakan keperawatan diketahui keadaan sehingga dapat
dengan tak selama 1x24 jam mengambil tindakan yang tepat.
efektifnya diharapkan suhu tubuh
2. Anjurkan dan berikan banyak 2. Dengan banyak minum diharapkan
termoregulasi klien menurun dengan
sekunder terhadap Kriteria Hasil : minum (sesuai kebutuhan cairan dapat membantu menjaga
inflamasi TTV dalam batas anak menurut umur) keseimbangan cairan dalam tubuh
normal 3. Berikan kompres hangat pada dahi, 3. Kompres dapat membantu menurunkan
aksila, perut dan lipatan paha. suhu tubuh pasien secara konduksi
4. Anjurkan untuk memakaikan 4. Dengan pakaian tersebut diharapkan
pasien pakaian tipis, longgar dan dapat mencegah evaporasi sehingga
mudah menyerap keringat. cairan tubuh menjadi seimbang.
5. Kolaborasi dalam pemberian 5. antipiretik akan menghambat pelepasan
antipiretik. panas oleh hipotalamus.
5 Intoleransi aktivitas Setelah dilakukan 1. Mengevaluasi respon pasien 1. Memberikan kemampuan atau
yang berhubungan tindakan keperawatan
terhadap aktivitas, mencatat dan kebutuhan pasien dan memfasilitasi
dengan tidak selama 2x24 jam
seimbangnya Aktivitas dapat melaporkan adanya dispnea, dalam pemilihan intervensi
persediaan dan terpenuhi selama
peningkatan kelelahan, serta
kebutuhan oksigen perawatan dengan
kelemahan umum kriteria hasil : perubahan dalam tanda vital
serta kelelahan Laporan secara
selama dan setelah aktivitas.
karena gangguan verbal, kekuatan
pola tidur otot meningkat dan 2. Memberikan lingkungan yang 2. Mengurangi stress dan stimulasi yang
tidak ada perasaan berlebihan, serta meningkatkan
nyaman dan membatasi
kelelahan.
Tidak ada sesak pengunjung selama fese akut atas istirahat.
Denyut nadi dalam indikasi. Menganjurkan untuk
batas normal
Tidak muncul menggunakan memejen stress dan
sianosis aktivitas yang beragam.
3. Menjelaskan pentingnya 3. Bedrest akan memelihara tubuh selama
beristirahat pada rencana tindakan fase akut untuk menurunkan kebutuhan

dan perlunya keseimbangan antara metabolisme dan memelihara energy

aktivitas dengan istirahat. untuk penyembuhan

4. Membantu pasien untuk berada 4. Pasien mungkin merasa nyaman dengan


pada posisi yang nyaman untuk kepala dalam keadaan elevasi, tidur di
beristirahat dan atau tidur. kursi atau istirahat pada meja dengan
bantuan bantal
5. Membantu pasien untuk memenuhi
5. Meminimalkan kelelahan dan menolong
kebutuhan self-care. Memberikan menyeimbangkan suplai oksigen dan
aktivitas yang meningkat selama kebutuhan.
fase penyembuhan.
6 Nyeri berhubungan Setelah dilakukan 1. Tentukan karakteristik dan lokasi 1. menentukan tindak lanjut intervensi.
dengan interupsi sel tindakan keperawatan nyeri, perhatikan isyarat verbal
saraf selama 2x24 jam dan non verbal setiap 6 jam
diharapkan intensitas 2. nyeri dapat menyebabkan gelisah serta
nyeri berkurang dengan 2. Pantau tekanan darah, nadi dan
pernafasan tiap 6 jam tekanan darah meningkat, nadi,
kriteria hasil :
pernafasan meningkat
Klien merasa 3. Terapkan tehnik distraksi
nyaman (berbincang-bincang) 3. mengalihkan perhatian dari rasa nyeri

Skala nyeri 4. Ajarkan tehnik relaksasi (nafas 4. relaksasi mengurangi ketegangan otot-
menurun dalam) dan sarankan untuk otot sehingga mengurangi penekanan
mengulangi bila merasa nyeri
GCS E4V5M6 dan nyeri.
5. Beri dan biarkan pasien memilih
5. mengurangi keteganagan area nyeri.
Tanda-tanda vital posisi yang nyaman
normal(nadi : 60- 6. analgetika akan mencapai pusat rasa
6. Kolaborasi dalam pemberian
100 kali permenit, nyeri dan menimbulkan penghilangan
analgetika.
suhu: 36-36,7 C,
pernafasan 16-20 nyeri.
kali permenit)
7. Alur Diagnosis pada skenario ?

Anamnesis

- Onset benjolan sudah berapa lama ?


- Besar benjolannya berapa ? Awalnya berapa lama ?
- Asimetris tidak ?
- Lokasi benjolannya dimana ?
- Sakit atau tidak benjolannya ?
- Ada demam atau tidak ?
- Sebelumnya terlihat kemerahan atau tidak pada benjolan ?
- Kesulitan menelan atau tidak ?
- Terjadi penurunan atau kenaikan berat badan atau tidak ?
- Apakah pasien mengalami gangguan emosi ?
- Nafsu makan ?
- Anemia
- Apakah ada gangguan menelan pada pasien ?
- Apakah pasien tahan panas dan tahan dingin ?
- Apakah ada nyeri rahang belakang ?
- Riwayat keluarga ?

Pemeriksaan Fisik

- Palpasi kelenjar KGB


- Palpasi Hepar

Pemeriksaan Penunjang

Sel Reed Stenberg yang merupakan bentuk histiosit (makrofag jaringan)


ganas adalah temuan khas pada limfoma Hodgkin. Pemeriksaan rontgen terdiri
atas foto toraks dan CT-scan toraks untuk mencari kalau ada perluasan
mediastinal atau pleural. Untuk pemeriksaan perut ada dua kemungkinan, CT-
scan atau limfangiografi. Sebaiknya dimulai dengan CT-scan. Jika ini negatif,
diperlukan limfangiografi, karena kadang-kadang terdapat kelenjar yang
mempunyai struktur abnormal tetapi tidak jelas membesar, sehingga mungkin
tidak terlihat pada CT-scan. Keuntungan limfangiografi di samping itu adalah
bahwa kontrasnya masih tampak 1-2 tahun, sehingga perjalanan penyakit dapat
diikuti dengan foto polos abdomen biasa.
- ALK gene rearrangements
- Beta-2-microglobulin (B2M)
- CD20 (non Hodgkin lymphoma)
- Thyroglobulin

8. LIMFOMA MALIGNUM

Adalah tumor ganas primer dari kelenjar limfe dan jaringan limfatik di organ lain.
Ia merupakan salah satu keganasan sistem hematopoietic, terbagi dalam 2
golongan besar , yaitu limfoma Hodgkin (HL) dan limfoma non-hodgkin (NHL).
Belakangan ini insiden limfoma meningkat relative cepat . Sekitar 90% limfoma
Hodgkin timbul dari kelenjar limfe, hanya 10% timmbul dari jaringan limfatik
diluar kelenjar limfe. Sedangkan limfoma non-hodgkin 60% timbul dari kelenjar
limfe, 40% timbul dari jaringan limfatik di luar kelenjar. Jika diberikan terapi
segera dan tepat angka kesembuhan limfoma Hodgkin dapat mencapai 80% lebih.
Prognosis limfoma non-hodgkin lebih buruk, tapi sebagian dapat disembuhkan.

Etiologi

Terdapat kaitan jelas antara limfoma Hodgkin dan infeksi virus Ebstein bar. Pada
kelompok terinfeksi HIV , insiden limfoma Hodgkin agak meningkat disbanding
masyarakat umum , selain itu manifestasi klinis limfoma Hodgkin yang terkait
HIV sangat kompleks, sering kali terjadi pada stadium lanjut penyakit, mengenai
region yang jarang diteemukan, seperti sumsum tulang, kulit, meningen , dll.

Infeksi virus dan regulasi abnormal imunitas berkaitan dengan timmbulnya


limfoma non-hodgkin , bahkan kedua mekanisme tersebut saling berinteraksi.
Virus RNA , HTLV-1 berkaitan dengan leukemia sel T dewasa ; virus
imunodefisiensi humanus (HIV) menyebabkan AIDS , defek imunitas yang
diakibatkan berkaitan dengan timbulnya limfoma sel B keganasan tinggi ; virus
hepatitis C (HCV) berkaitan dengan timbulnya limfoma sel C indolen ; infeksi
kronis helicobacter pylory berkaitan jelas dengan timbulnya limfoma lambung.
Obat seperti fenitoin dan radiasi dapat menimbulkan setiap fase penyakit dari
penyakit limfoproliferatif hingga limfoma.
Patologi

Pemeriksaan histopatologik merupakan dasar utama diagnosis pastilimfoma,


biopsy kelenjar limfe utut sangat penting bagi diagnosis pasti limfoma. Pada
umumnya dasar untuk menegakkan diagnosis limfoma secara histologic terutama
adalah destruksi struktur normal kelenjar limfe , invasi kapsul kelenjar limmfe,
dan atipia selular.

Limfoma hodgkin

Karakteristik histologis utamanya adalah sel datia tumor berinti tunggal, inti
banyak atau berinti sepasang simetris (secara terpisah disebut dengan sel Hodgkin
atau sel reed-sternberg) yang tersebar spooradis , dengan latar belakang berbagai
jenis sel radang reaktif nonneoplastik , termasuk limfosit, sel plasma, granulosit
eosinofilik, dan unsur selular lain dan matriks fibrosis.

Klasifikasi Rye tahun 1969 membagi limfoma Hodgkin menjadi 4 jenis yang
hingga kini masih luas digunakan :

- Predominan limfositik (LP)

- Nodular skeloris (NS)

- Sel campuran (MC)

- Deplesi limfositik (LD)

Sistem klasifikasi WHO tahun 2001 yang baru hanya membuat sedikit
perubahan yaitu dengan menambahkan satu jenis yaitu jenis klasik sarat
limfositik. Menurut klasifikasi WHO hodgkn limfoma dapat dibagi menjadi :

1. limfoma Hodgkin : jenis predominan limfosit nodular (NLPHL)

Merupakan neoplasia sel B monoclonal yang ditandai proliferasi pleomorfik


nodular atau nodular dan difus , sel ganas yang tersebar sporadic falam
jaringan neoplastic sering kali berbeda dari morfologi sel reed-sternbergg
klasik, seing kali berupa sel sangat besar berinti tunggal, sedikit plasma, inti
sering tampak terlipat atau lobular , disebut sebagai sel popkon (popcorn cell)
atau sel R-S deformasi limfositik dan atau histiositik (sel L/H). sel L / H ini
terletak dalam jaringan bundar besar yang terbentuk dari tonjolan yang
dipenuhi sel dendritic folikular dari sel limfosit non-neoplastik.

2. limfoma Hodgkin : klasik


Karakteristiknya terdapat sel reed-stenberg klasik atau sel Hodgkin berinti sel
tunggal dalam jaringan neoplasia , sel tumor bereksresi imunologik CD30 +,
CD15 juga umumnya +. Berdasarkan jumlah sel limfosit kecil, sel granulosit
eosinofilik , netrofilik, histiosit , sel plasma fibroblast dan serat kolagen dan
karakteristik sebukan reaktif lain di latar belakanya, dan morfologi sel HRS,
limfoma Hodgkin klasik dapat dibagi menjadi 4 subtipe histologic. Ke empat
subtype berdasarkan histologic ini memiliki ekspresi imunologik dan ciri
genetic yang sama namun berbeda dalam karakteristik klinis dan hubungannya
denggan ebstein bar virus . berikut 4 subtipe :

a. limfoma Hodgkin klasik : kaya limfosit . Terutama mengenai kelenjar


limffe superfisial , jarang ditemukan mengenai kelenjar limfe mediastinal
maupun membentuk massa limfatik besar.

b. limfoma Hodgkin klasik : nodular sclerosis . ditandai dengan setidaknya


terdapat satu nodul dikelilingi serabut kolagen dan adanya sel HRS bercelah.
Umunya ditemukan pada wanita muda, tersing mengenai mediastinum.

c. limfoma Hodgkin klasik : sel campuran. Ditandai dengan latar belakang


inflammatorik campuran difus atau nodular samar dan didalamnya tersebar
sporadic sel HRS tipikal. Sering ditemukan pada dewasa . tersering mengenai
kelenjar limfe superfisial , juga sering mengenai limpa, tapi jarang mengenai
mediastinum.

d. limfoma Hodgkin klasik : deplesi limfosit. Tersering mengenai rongga


abdominal , kelenjar limfe retroperitoneal dan sumsum tulang. Kelenjar
superfisial jarang kali terkena, secara klinis sering kali stadium lanjut.

Limfoma non-hodgkin

Morfologinya kompleks dan bervariasi. Sejak tahun 1960an , bermunculan


berbagai metode klasifikasi. Pada waktu diagnosis , pasien harus jelas
termasuk pada jenis yang mana. Pewarnaan histopatologik merupakan suatu
keharusan dalam diagnosis patologik, pemeriksaan ciri genetika membantu
klasifikasi lebih lanjut.
FORMULASI KERJA LIMFOMA NON-HODGKIN

a limfoma sel kecil

limfoma jenis predominan sel belah kecil


KEGANASAN b
folikuular
RENDAH
limfoma jenis campuran sel besar dan sel
c
belah kecil folikular

d limfoma jenis sel besar folikular

limfoma jenis predominan sel belah


e
KEGANASAN keccil difus
SEDANG limmfoma jenis campuran sel besar dan
f
sel belah kecil difus

g limfoma jenis sel besar difus

h leimfoma jenis imunoblastik

limfoma jenis sel limfoblastik (inti


i
KEGANASAN TINGGI berkelok atau tdk berkelok)

limfoma jenis sel kecil tdk belah (burkit


j
atau norn-burkit)

Manifestasi klinis

Gejala dan tanda fisik

Manifestasi klinis limfoma malignum bervariasi , karena jaringan limfatik


tersebar luas dalamm tubuh, jaringan limfatik fibagia manapun dapat menjadi
lesi primer atau dalam perjalanan penyakit mengalami invasi, kelainan
dibagian tubuh berbeda dapat menunjukkan manifestasi berbeda. Selainitu ,
limfoma maligna stadium lanjut dapat menginvasi jaringan di luar limfatik ,
maka gejalanya lebih rumit lagi.

1. limfadenopati
60% lebih pasien mengalami pembesaran kelenjar limfe superfisial,
60-80% mengenai kelenjar limfe leher, 6-20% mengenai kelenjar
aksila. Pembesaran kelenjar limfe seringkali asimteri , konsistensi
padat dan kenyal, tidak nyeri, pada stadium dini tidak saling melekat ,
pembesaran kelenjar limfe profunda , dapat menimbulkan tanda invasi
dan kompresi setempat. Bila tonsil dan jaringan limfatik lingkar faring
terkena dapat timbul pembesaran tonsil, massa faring, nasofaring,
gangguan napas, dan mudah mengenai kelenjar limfe gaster dan
retroperitoneal.

2. kelainan limpa

Umumnya ditemukan pada limfoma Hodgkin , dapat timbul


splenomegaly, hipersplenisme.

3. kelainan hati

Terjadi pada stadium lanjut, hepatomegaly dan gangguan fungsi hati.


Sebagian pasien dapat menderita icterus obstruktif.

4. kelainan skeletal

Kelainan tulang rangka 0-15%. Pada limfoma non-hodgkin lebih


sering ditemukan invasi sumsum tulang.

5. gejala sistemik

a. demam. Dapat berupa demam irregular, atau demam rekuren


periodic spesifik. Kausa demam mungkin terkait masuknya sel
ganas ke dalamm sirkulasi.

b. keringat malam. Sangat menonjol

c. penurunan berat badan lebih dari 10% dalam kurang dari 6


bulan tanpa kausa spesifik.

Limfoma sendiri memiliki gejala relative khas berupa demam , keringat


dingin, dan penurunan berat badan, salah satu dari ketiga gejala ini disebut
symptom B. Gejala sistemik limfoma Hodgkin lebih banyak dibandingkan
leimfoma non-hodgkin. Pada umumnya perbedaan karakteristik limfoma
Hodgkin dan non-hodgkin :

a) limfoma Hodgkin (HL) memiliki keluhan pertama berupa


limfadenopati superfisial , khususnya limfadenopati leher, sedangkan
NHL sekitar 40% timbul pertama di jaringan limfatik ekstranodi,
termasuk linkgar Waldeyer faring dan antraabdomen , dengan
manifestassi pembesaran tonsil, massa faring , massa abdomen, nyeri
abdomen dan lainlain. Namun pasien HL dengan jenis nodular juga
dapat menampilkan manifestasi utama massa mediastinum.

b) HL sering tampil pertama berupa pembesaran satu kelompok kelenjar


limfe, dan dapat dalam jangka waktu yang sangat panjang tetap stabil
atau kadang membesar dan kadal mengecil, lalu melalui jalur tertentu
secara gradual ekspansi ke jaringan limfatik didekatnya. Sedangkan
NHL perkembangannya tidak beraturan , tidak jarang pasien sejak
awal tampil dengan limfadenopati generalisata.

c) Limfadenopati pada HL sering kali lebih lunak, lebih mobil , antara


kulit dan dasar beberapa massa kelenjar limfe tidak saling melekat,
sedangkan NHL khususnya berderajat keganasan tinggi seringkali
mengginvasi jaringan lunak sekitar kelenjar limfe bahkan kulit,
membentuk suatu massa relative keras terfiksasi.

d) Pada HL sering terjadi demam, keringat dingin, ruam kulit, pruritus,


eosinofiliam dll.

e) Secara umum, HL berkembang lebih relative lambat, perjalanan


penyakit lebih panjang, reaksi terapi lebih baik. Sedangkan kasus NHL
(selain jenis derajat keganasan yang rendah) seringkali progresi lebih
cepat , perjalanan penyakit lebih pendek , reaksi terapi tidak seragam,
walaupun terjadi remisi tapi mudah kambuh , prognosis lebih buruk.
Klasifikasi stadium

Kriteria klasifikasi stadium klinis kini masih memakai patokan yang ditentukan
Ann Arbor tahun 1971,

Stadium Lingkup terkena

I Mengenai satu region kelenjar limfe (I) atau satu lokasi


ekstranodi (IE)

II Mengenai 2 regio lebih kelenjar limfe, tapi semuanya masih di


satu sisi diafragma (II) , atau selain itu juga terdapat invasi
organ ekstranodi terlokalisasi di sisi yang sama (IIE)

III Terdapat invasi region kelenjar llimfe di atas dan di bawah


diafragma (III), dapat disertai invasi organ ekstranodi
terlokalisasi (IIIE) atau disertai invasi limpa (IIIS) atau
keduanya terkena.

IV Invasi jaringan atau organ ekstranodi difus atau diseminata ,


tak peduli ada atau tidak ada invasi kelenjar limfe.

A : tanpa symptom B

B : terdapat symptom B (demam >38o C, keringat malam atau dalam 6 bulan berat
badan turun lebih dari 10% tanpa etiologi lainyang dapat menjelaskan ).

E : satu organ ekstranodal di aera dekat kelenjar limfe

X : terdapat massa besar (bulky disease), yaitu di atas bidang T 5-6 massa
supradiafragma melebihi 1/3 diameter toraks atau diameter massa melebihi 10 cm

Terapi

Terapi limfoma hidgkin

Kemoterapi dan radioterapi merupakan metode sangat efektif terhadap limfoma


Hodgkin. Namun dalam hal aplikasi radioterapi , kemoterapi ataupun kombinasi
keduanya , berdasarkan stadium klinis pasien dan faktor prognosis , masih
terdapat pilihan yang berlainan.

Terapi limfoma non-hodgkin


Terapi terpenting terhadap limfoma non-hodgkin adalah kemoterapi, utama
terutama terhadap tingkat keganasan sedang dan tinggi. Radioterapi juga memiliki
peranan tertentu dalam terapi NHL. Sedangkan operasi juga merupakan pilihan
berguna dalam terapi gabungan terhadap sebagian lesi ekstranodus

9.CA TIROID
Definisi
Kanker tiroid adalah suatu keganasan pada tiroid yang memiliki 4 tipe ;
papiler, folikuler, anaplastik atau meduler. Kanker jarang menyebabkan
pembesaran kelenjar, lebih sering menyebabkan pertumbuhan kecil (nodul) di
dalam kelenjar. Sebagian besar nodul tiroid bersifat jinak dan biasanya kanker
tiroid bisa disembuhkan.
Kanker tiroid seringkali membatasi kemampuan menyerap yodium dan
membatasi kemampuan menghasilkan hormon tiroid; tetapi kadang kanker
menghasilkan cukup banyak hormon tiroid sehingga terjadi hipertiroidisme.

Epidemiologi
Karsinoma tiroid diperkirakan sebesar 1,5% dari keganasan seluruh tubuh
di negara-negara berkembang. Karsinoma tiroid menempati urutan ke-9 dari
sepuluh keganasan tersering di Indonesia. Angka insidensi bervariasi di seluruh
dunia, yaitu dari 0,5-10 jiwa per 100.000 populasi. American Cancer Society
memperkirakan sekitar 17.000 kasus baru muncul setiap tahunnya di Amerika
Serikat dan sekitar 1700 diantaranya mengakibatkan kematian. Di Amerika
Serikat, karsinoma ini relatif jarang ditemukan, mencakup 1% dari seluruh jenis
kanker dan 0,4% kematian akibat kanker. Lebih banyak ditemukan pada wanita
dengan distribusi berkisar 2:1 sampai 3:1. Secara primer dijumpai pada dewasa
muda dan usia pertengahan serta jarang ditemukan pada anak-anak.
Karsinoma tiroid merupakan jenis keganasan jaringan endokrin yang
terbanyak, yaitu 90% dari seluruh kanker endokrin. Diantara tumor-tumor
epitelial, karsinoma yang berasal dari sel-sel folikular jauh lebih banyak
ditemukan daripada yang berasal dari sel C. Kebanyakan yang berasal dari sel
folikular merupakan keganasan yang berkembang secara perlahan dengan 10 year
survival lebih dari 90%. Limfoma tiroid dan keganasan-keganasan non epitelial
lain jarang ditemukan.
Etiologi
Etiologi yang pasti dari karsinoma ini belum diketahui. Dari beberapa
penelitian,
dijumpai beberapa faktor yang berperan dalam patogenesis karsinoma tiroid yaitu
genetik dan lingkungan.
Karsinoma papiler dipengaruhi oleh faktor lingkungan (iodine), genetik
dan hormonal serta interaksi diantara ketiga faktor tersebut. Sedangkan pada
karsinoma folikular radiasi merupakan faktor penyebab terjadinya karsinoma ini.
Faktor yang berperan pada karsinoma meduler adalah genetik dan sampai saat ini
belum diketahui karsinogen yang menjadi penyebab berkembangnya karsinoma
meduler dan anaplastik. Diperkirakan karsinoma anaplastik tiroid berasal dari
perubahan karsinoma tiroid berdiferensiasi baik (papiler dan folikular) dengan
kemungkinan jenis folikular dua kali lebih besar.

Gambaran Klinis
Kebanyakan penderita datang disebabkan oleh karena pembesaran tiroid
atau dijumpainya nodul atau beberapa nodul. Untuk alasan yang tidak diketahui,
kebanyakan penderita adalah perempuan. Usia tidaklah begitu penting oleh karena
lesi-lesi malignan dapat ditemukan pada usia yang sangat muda hingga yang
sangat tua. Meskipun demikian, hal yang penting diketahui adalah telah berapa
lama kelainan tersebut dijumpai dan apakah pertumbuhannya lambat, cepat atau
timbul secara tiba-tiba. Informasi ini merupakan diagnostik yang signifikan
karena nodul atau massa multipel yang tumbuh perlahan sedikit sekali yang
menjadi malignan dibandingkan dengan pembesaran nodul soliter yang
berkembang dengan cepat. Ukuran yang bertambah dengan tiba-tiba dapat diduga
sebagai hemorrhage.
Biasanya nodul tiroid tidak disertai rasa nyeri, apabila ditemukan nyeri
diagnosis banding yang harus dipertimbangkan adalah tiroiditis akut, kista dengan
acute hemorrhage, tiroiditis subakut atau De Quervain, infark tumor sel Hrtle
(jarang) dan tiroiditis Hashimoto. Sebagian besar keganasan pada tiroid tidak
memberikan gejala yang berat, kecuali jenis anaplastik yang sangat cepat
membesar bahkan dalam hitungan minggu. Pada pasien dengan nodul tiroid yang
besar, kadang disertai dengan adanya gejala penekanan pada oesofagus dan
trakea.
Pemeriksaan
- Anamnesis
Anamnesis pada penderita dilakukan secara mendalam agar
dapat menggali faktor risiko yang berperan, selain itu juga
mengidentifikasi jenis nodul berdasarkan gejala klinis yang muncul,
apakah sudah tampak gejala metastasis jauh seperti benjolan pada
kalvaria sebagai tanda metastasis tulang, sesak nafas sebagai tanda
gangguan organ paru, rasa penuh di ulu hati dapat mengarahkan
kecurigaan akan gangguan organ hepar, dan lain sebagainya.
- Pemeriksaan fisik
Nodul diidentifikasi berdasarkan konsistensinya keras atau
lunak, ukurannya, terdapat tidaknya nyeri, permukaan nodul rata atau
berbenjol-benjol, berjumlah tunggal atau ganda, memiliki batas yang
tegas atau tidak, dan keadaan mobilitas nodul.
- Pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan laboratorium yang membedakan neoplasma jinak
dan ganas tiroid belum ada yang khusus. Kecuali karsinoma meduler,
yaitu pemeriksaan kalsitonin (tumor marker) dalam serum.
Pemeriksaan T3 dan T4 kadang-kadang diperlukan karena pada
karsinoma tiroid dapat terjadi tirotoksikosis walaupun jarang. Human
Thyroglobulin (HTG) Tera dapat dipergunakan sebagai tumor marker
terutama pada karsinoma berdiferensiasi baik. Walaupun pemeriksaan
ini tidak khas untuk karsinoma tiroid, namun peninggian HTG setelah
tiroidektomi total merupakan indikator tumor residif.
- Pemeriksaan Isotop scan dan Ultrasonographic
Metode Isotop scan (IS), ultrasonograhic (USG) dan sitologi
saat ini digunakan untuk mengevaluasi nodul-nodul pada tiroid. IS
memiliki spesifisitas tinggi dalam mendiagnosis neoplasma malignan
apabila akumulasi ekstratiroid 99mTc pertechnetate atau I 3IJ pada
nodul metastasis servikal atau demarcated nodul tiroid cold kabur
dipertimbangkan positif. Karsinoma tiroid terlihat sebagai nodul
hipoechogenik pada pemeriksaan USG, meskipun demikian beberapa
lesi benign juga
mirip dengan gambaran echographic seperti pada lesi malignan.
- Biopsi aspirasi jarum halus
Biopsi aspirasi jarum halus tiroid telah berusia lebih dari 50
tahun dan merupakan metode utama yang digunakan untuk diagnosis
preoperatif pada anakanak dan dewasa. Biopsi aspirasi jarum halus
memegang peranan yang penting dalam mendeteksi neoplasma tiroid
dan membantu dalam penanganan reseksi pembedahan selanjutnya
serta mengidentifikasi lesi-lesi non neoplastik yang dapat ditangani
secara konservatif.
Biopsi aspirasi jarum halus merupakan test yang sensitif dan
spesifik untuk diagnosis lesi tiroid dan telah banyak publikasi yang
mengkonfirmasi keunggulan dari biopsi aspirasi jarum halus ini. Akan
tetapi, walaupun merupakan test yang akurat dengan biaya yang murah
dan sering tanpa komplikasi, biopsi aspirasi jarum halus juga memiliki
keterbatasan-keterbatasan yaitu :
Ketidakmampuan biopsi aspirasi jarum halus untuk
memberikan diagnosis banding nodul pada hypercellular
goitre dan neoplasma folikular benign dan malignan.
Keterbatasan ini menyebabkan ahli sitologi sering
mendiagnosisnya sebagai suspect (4-24%) dan
mengharuskan penderita untuk melakukan lobectomy untuk
diagnosis yang lebih obyektif.
Keterbatasan yang berkaitan dengan jumlah negatif palsu
(1,3-17%) yang akhirnya akan menyebabkan kegagalan
penanganan neoplasma malignan.
Sejumlah kasus dimana tidak mungkin merumuskan satu
diagnosis disebabkan karena material inadekuat (2-31%)
sehingga menurunkan akurasi metode ini dan jumlah
penderita yang menjalani lobectomy meningkat untuk
mendapatkan hasil diagnosis yang lebih akurat.

Sitologi biopsi jarum halus terutama diindikasikan pada


nodul tiroid soliter atau nodul dominan pada multinodul goiter.
Empat sampai tujuh persen orang dewasa memiliki nodul tiroid
yang dapat diraba dan angka ini meningkat dengan ultrasonografi
atau pada pemeriksaan otopsi (>60%).
Klasifikasi
Klasifikasi Histopatologi
1. Adenokarsinoma berdifferensiasi baik, terdiri dari
a. Papiller
b. Follikuler
c. Campuran papiller dan follikuler
2. Adenokarsinoma berdifferensiasi buruk, terdiri dari:
a. Karsinoma sel kecil (Small cell carcinoma)
b. Karsinoma sel besar (giant cell carcinoma)
c. Karsinoma sel spindle (spindle cell carcinoma)
3. Karsinoma meduller
4. Karsinoma sel skuamosa
5. Non epithelial: limfoma, sarkoma, metastatik tumor, teratoma
maligna, dan tumor yang tak dapat diklasifikasikan.

Karsinoma papiller: Karsinoma papiller adalah jenis keganasan tiroid


yang paling sering ditemukan (50- 60%) yang timbul pada akhir masa kanak-
kanak atau awal kehidupan dewasa. Tumor ini tumbuh lambat dan terutama
menyebar ke kelenjar limfe. Karsinoma ini merupakan karsinoma paling kronik
dan juga mempunyai prognosis yang paling baik diantara jenis karsinoma tiroid
lainnya. Faktor yang mempengaruhi prognosis baik adalah usia dibawah 40 tahun,
wanita dan jenis histologik papiller. Sering lesi ini tampil sebagai nodul tiroid
soliter dan biasanya diagnosis dapat ditegakkan dengan biopsi jarum halus dan
pemeriksaan sitologi.
Karsinoma Follikuler: Karsinoma follikullaris meliputi sekitar 25%
keganasan tiroid dan biasa ditemukan pada wanita setengah baya. Kadang
ditemukan tumor soliter besar di tulang seperti di tengkorak atau humerus, yang
merupakan metastasis jauh dari karsinoma follikuler yang tidak ditemukan karena
kecil dan tidak bergejala. Pembedahan untuk jenis karsinoma ini adalah lobektomi
total pada sisi yang terkena. Juga karena sel karsinoma ini menangkap yodium,
maka radioterapi dengan Y 131 dapat digunakan dengan pengukuran kadar TSH
sebagai follow up bahwa dosis yang digunakan bersifat supresif dan untuk
memantau kekambuhan tumor.
Karsinoma Meduller: Karsinoma meduller meliputi sekitar 5 10 %
keganasan tiroid dan berasal dari parafolikuler, atau sel C yang memproduksi
kalsitonin. Ia timbul secara sporadik dalam populasi dan dalam berbagai keadaan
familial, dimana tempat tumor ini diturunkan sebagai sifat dominan autosom.
Tumor ini berbatas tegas dan keras pada perabaan. Tumor ini terutama didapat
pada usia diatas 40 tahun tetapi ditemukan pada usia yang lebih muda bahkan
anak, dan biasanya disertai dengan gangguan endokrin lainnya. Bila dicurigai
adanya karsinoma meduller maka diperiksa kadar kalsitonin darah sebelum dan
sesudah perangsangan dengan suntikan pentagastrin atau kalsium.
Karsinoma anaplastik: Karsinoma anaplastik sangat jarang ditemukan
dibandingkan dengan karsinoma berdiferensiasi baik, yaitu sekitar 20%. Tumor
ini sangat ganas terutama pada usia tua, dan lebih banyak pada wanita. Sering
pasien ini tampil dengan riwayat pembengkakan yang cepat membesar didalam
leher, sering dengan kesulitan bernafas dan menelan, serta suara serak karena
infiltrasi ke nervus rekurens. Pemeriksaan penunjang berupa foto rontgen torak
dan seluruh tulang tubuh untuk mencari metastasis.

Klasifikasi Klinis TMN karsinoma tiroid:


T (Tumor primer)
T0 = tidak terbukti ada tumor
Tx = tumor tidak dapat dinilai
T1 = < 1 cm
T2 = 1-4 cm masih terbatas pada tiroid
T3 = > 4 cm terbatas pada tiroid atau tumor dengan ukuran
berapa saja dengan ekstensi ekstra triod yang minimal
(misal ke otot sternotiroid atau jaringan lunak peritiroid)
T4a = tumor telah berestensi keluar kapsul tiroid dan
menginvasi ke tempat berikut ; jaringan lunak subkutan,
laring, trakea, esofagus, n. Laringeus recurren atau
karsinoma anaplastik terbatas pada tiroid (intra tiroid)
T4b = tumor telah menginvasi fasia prevertebra, pembuluh
mediastinal atau arteri carotis atau karsinoma anaplastik
berestensi keluar kapsul (ekstra tiroid)

N (Kelenjar getah bening regional)


Nx = kelenjar getah bening tidak dapat dinilai
N0 = tidak ditemukan metastasis ke kelenjar getah bening
N1 = pembesaran (dapat dipalpasi)
N1a = hanya ipsilateral
N1b = kontralateral, bilateral, garis tengah, atau mediastinum

M (Metastasis jauh)
Mx = metastasis jauh tidak dapat dinilai
M0 = tidak terdapat metastasis jauh
M1 = terdapat metastasis jauh

Faktor Risiko
- Pengaruh usia dan jenis kelamin
Apabila nodul tiroid terdapat pada penderita berusia dibawah 20 tahun
dan diatas 50 tahun, resiko keganasan lebih tinggi. Demikian pula
dengan jenis kelamin, penderita laki-laki memiliki resiko keganasan
lebih tinggi daripada penderita perempuan.
- Pengaruh radiasi di daerah leher dan kepala pada masa lampau
- Kecepatan pertumbuhan tumor
- Riwayat gangguan mekanik di daerah leher
- Riwayat penyakit serupa dalam keluarga

Penatalaksaan
- Pembedahan
Bila diagnosis kemungkinan telah ditegakkan dan operabel,
operasi yang dilakukan adalah lobektomi sisi yang patologik (Kaplan),
atau lobektomi subtotal dengan risiko bila ganas kemungkinan ada sel-
sel karsinoma yang tertinggal. Pembedahan umumnya berupa
tiroidektomi total. Enukleasi nodulnya saja adalah berbahaya karena
bila ternyata nodul tersebut ganas, telah terjadi penyebaran
(implantasi) sel-sel tumor dan operasi ulang untuk tiroidektomi secara
teknis akan menjadi lebih sukar.
Bila hasilnya jinak, lobektomi tersebut sudah cukup. Bila
ganas, lobus kontra lateral diangkat seluruhnya (tiroidektomi totalis).
Dapat pula dilakukan near total thyroidectomy. Bila dari hasil
pemeriksaan kelenjar getah bening dicurigai adanya metastasis,
dilakukan diseksi radikal kelenjar getah bening pada sisi yang
bersangkutan. Komplikasi-komplikasi operasi antara lain terputusnya
nerws laringeus rekurens dan cabang eksterna dari nervus laringeus
superior, hipoparatirodisme, dan ruptur esophagus.
- Radiasi

Prognosis
Prognosis karsinoma papiler baik, 10-year survival lebih dari 90% dan
untuk pasien muda lebih dari 98%. Perbandingan relatif area-area papiler dan
folikular tidak berhubungan dengan prognosis, tetapi invasi vaskular dan nuklear
atypia mungkin merupakan tanda-tanda prognostik yang berlawanan. Sedangkan
pada tall-cell variant dan
columnar cell variant prognostiknya sangat jelek oleh karena memiliki behavior
yang sangat agresif.
Karsinoma folikularl ebih agresif daripada karsinoma papiler. Prognosis
bergantung pada invasi jauh dan staging. Secara langsung berhubungan dengan
ukuran tumor (<1,0 cm mempunyai prognosis yang baik). Lebih dari setengah
penderita meninggal dunia dalam 10 tahun tetapi hal ini bervariasi tergantung
pada derajat invasi tumor ke dalam pembuluh darah, kapsul tumor, atau jaringan
sekitarnya.
Gambaran klinis umum berhubungan dengan prognosis bergantung pada
usia, ukuran tumor, perluasan keluar dari tiroid, pembedahan yang komplet dan
metastasis jauh. Efek prognostik yang berlawanan pada usia tua ditekankan
terhadap ukuran tumor yang besar dan perluasan ekstraglandular dari tumor.

10.Ca Parotis

Definisi

Menurut kamus kedokteran Dorland edisi 29, Tumor didefinisikan sebagai


pertumbuhan baru suatu jaringan dengan multiplikasi sel-sel yang tidak terkontrol
dan progresif, disebut juga neoplasma. Kelenjar Parotis adalah kelenjar air liur
terbesar yang terletak di depan telinga.8
Epidemiologi

Tumor pada kelenjar liur relatif jarang terjadi, persentasenya kurang dari 3% dari
seluruh keganasan pada kepala dan leher. Keganasan pada tumor kelenajar liur
berkaitan dengan paparan radiasi, faktor genetik, dan karsinoma pada dada.
Sebagian besar tumor pada kelenjar liur terjadi pada kelenjar parotis, dimana 75%
- 85% dari seluruh tumor berasal dari parotis dan 80% dari tumor ini adalah
adenoma pleomorphic jinak (benign pleomorphic adenomas)

Klasifikasi

Tumor-Tumor Kelenjar Liur

Tumor jinak

Pleomorfik adenoma (mixed tumor jinak):


merupakan tumor tersering pada kelenjar liur dan paling sering terjadi pada
kelenjar parotis. Dinamakan pleomorfik karena terbentuk dari sel-sel epitel dan
jaringan ikat. Pertumbuhan tumor ini lambat, berbentuk bulat, dan konsistensinya
lunak. Secara histologi dikarakteristik dengan struktur yang beraneka ragam.
biasanya terlihat seperti gambaran lembaran, untaian atau seperti pulau-pulau dari
spindel atau stellata. Penatalaksanaanya yaitu eksisi bedah dari kelenjar yang
terkena

Warthin's tumor (cth kistadenoma limfomatosum papiler, adenoma kistik papiler)


tumor ini tampak rata, lunak pada daerah parotis, memiliki kapsul apabila terletak
pada kelenjar parotis dan terdiri atas kista multipel. Histologi Warthin's tumor
yaitu memiliki stroma limfoid dan sel epitelial asini. Perubahan menjadi ganas
tidak pernah dilaporkan. Lebih sering ditemukan pada kelenjar mayor.

Papiloma intraduktal

berbentuk kecil, lunak dan biasanya ditemukan pada lapisan submukosa.


Gambaran mikroskopiknya tampak dilatasi kistik duktus parsial dengan epitel
kuboid. Sangat jarang terjadi pada kelenjar minor.
d. Oxyphil adenoma (oncosistoma)
sangat jarang ditemukan, lebih sering terjadi pada wanita dibandingkan pria
dengan ratio 2:1. Diameternya kecil (< 5 cm), pertumbuhannya lambat dan
berbentuk sferis. dapat terjadi rekurens jika eksisi tumor tidak komplit.

Tumor Jinak Nonepitelial


Hemangioma
Kebanyakan terajadi pada anak-anak biasnya pada kelenjar parotis. Biasanya
asimptomatik, unilateral dan massa yang kompresibel. berwarna merah gelap,
berlobus-lobus dan tidak berkapsul. Penanganan dengan pemberian steroid 2-4
mg/kgBB/hari. 40-60% hemengioma tidak berespon terhdap steroid.

limfangioma (higroma kistik)

Merupakan tumor bagian kepala dan leher yang paling sering pada anak-anak,
eksisi merupakan penanganan piliha bila tumor terletak pada struktur yang vital.
Limfangioma jarang menimbulkan gejala-gejala obstruksi jalan napas dan eksisi
biasanya untuk alasan kosmetik.

Lipoma

Jarang terjadi pada kelenjar liur mayor. tumor terdiri dari sel-sel adiposa dengan
inti yang uniform. Rasio laki-laki dan perempuan adalah 10:1. Pertumbuhan
tumor lambat dengan diameter rata-rata 3 cm. Penenganan adalah eksisi.

Tumor Ganas Kelenjar Liur

Mukoepidermoid karsinoma

kebanyakan berasal dari kelenjar parotis dan biasanya memiliki gradasi yang
rendah

Kista Adenoma karsinoma

merupakan karsinoma yang paling banyak pada kelenjar minor. pertumbuhannya


lambat dan kebanyakan memiliki gradasi yang rendah. dapat berulang setelah
dilakukan pembedahan, kadang-kadang beberapa bulan setelah operasi.

Adenokarsinoma

terdapat beberapa tipe adenokarsinoma:

karsinoma sel asinik: paling banyak berasal dari kelenjar parotis dan
pertumbuhannya lambat

adenokarsinoma polimorfik grade rendah:


kebanyakan berasal dari kelenjar minor

adenokarsinoma yang tidak dispesifikasikan:


bila dilihat di mikroskop tumor ini memiliki penempakan yang cukup untuk
disebut adenokarsinoma, tetapi belim memiliki penampakan untuk
dispesifikasikan. sering berasal dari kelenjar parotis dan kelenjar minor.

adenokarsinoma yang jarang:


contohnya seperti basal sel adenokarsinoma, clear cell adenokarsinoma,
kistadenokarsinoma, sebaceus adenokarsinoma, musinous adenokarsinoma

Mixed tumor maligna

Terdiri atas 3 tipe yaitu, ex adenoma pleomorfik, karsinosarkoma dan mixed


tumor metastasis.kasrinoma ex pleomorfik adenoma merupakan tipe yang paling
banyak. Karsinoma ex pleomorfik adenoma merupakan kanker yang berkembang
dari mixed tumor jinak (pleomorfik adenoma). Kebanyakan terjdi pada kelenjar
liur mayor

Kanker kelenjar liur lainnya yang jarang

squamous sel karsinoma: terutama pada laki-laki yang tua. Dapat berkembang
setelah terapi radiasi untuk kanker yang lain pada area yang sama.

epitelial-mioepitelial karsinoma

anaplastik small sel karsinoma

karsinoma yang tidak berdiferensiasi

limfoma non hodgin

Adenoma Pleomorphic 14

Menurut Armstrong et al, sebanyak 16 % dari pasien dengan tumor parotis dan
8% pasien dengan tumor pada submandibula atau sub lingual secara klinis
menunjukkan keterlibatan kelenjar limfe pada penampilannya.15

3.4 Pemeriksaan

Pada anamnesis harus ditanyakan mengenai radiasi terdahulu pada daerah kepala-
leher, operasi yang pernah dilakukan pada kelenjar ludah dan penyakit tertentu
yang dapat menimbulkan pembengkakan kelenjar ini (diabetes,sirosis,hepatitis,
alkoholisme). Juga obat-obat seperti opiate, antihipertensi, derivate fenotiazin,
diazepam, dan klordiazepoksid dapat menyebabkan pembengkakan, karena obat-
obat ini menurunkan fungsi kelenjar ludah.16

Dengan inspeksi dalam keadaan istirahat dan pada gerakan dapat ditentukan
apakah ada pembengkakan abnormal dan dimana, bagaimana keadaan kulit dan
selaput lendir di atasnya dan bagaimana keadaan fungsi nervus fasialis. Kadang-
kadang pada inspeksi sudah jelas adanya fiksasi ke jaringan sekitarnya, dan
langsung tampak adanya trismus. Penderita juga harus diperiksa dari belakang,
untuk dapat melihat asimetrisitas yangmungkin lolos dari perhatian kita.16

Palpasi yang dilakukan dengan teliti dapat mengarah ke penilaian lokalisasi tumor
dengan tepat, ukuran (dalam cm), bentuknya, konsistensi, dan hubungan dengan
sekelilingnya. Jika mungkin palpasi harus dilakukan bimanual. Palpasi secara
sistematis dari leher untuk limfadenopati dan tumor Warthin yang jarang terjadi
juga harus dilakukan. Berikut ini kelainan patologi yang dapat terjadi :16

1. Penyakit dengan metastase ke kelenjar lymph

2. Reactive lymph nodes

3. HIV infection

4. Sarcoidosis

5. Masseteric hypertrophy

6. Prominent transverse cervical process of C1

7. Chronic parotitis

8. Lymphangioma (paediatric)

9. Haemangioma.

3.5 Pemeriksaan Pelengkap

Pemeriksaan sitologik (biopsi jarum kecil) sangat penting dalam diagnostic


pembengkakan yang dicurigai tumor kelenjar ludah. Dengan metode ini pada
umumnya dapat dicapai diagnosis kerja sementara. Dan pada mayoritas tumor
klinis dan sitologik benigna, tidak diperlukan lagi pemeriksaan tambahan dengan
pencitraan. 16

Foto rontgen kepala dan leher dapat menunjukkan ada atau tidak ada gangguan
tulang, tau mungkin penting juga untuk diagnostic diferensial (batu kelenjar
ludah; kelenjar limfe yang mengalami kalsifikasi). Foto toraks diperlukan untuk
menemukan kemungkinan metastasis hematogen. Dengan ekografi atau CT, tetapi
lebih baik lagi dengan MRI dapat diperoleh gambaran mengenai sifat pembatasan
dan hubungan ruang tumornya: ukuran, lokalisasi, letaknya di dalam atau di luar
kelenjar limfe. Adenoma pleomorf dapat dibedakan dari tumor kelenjar ludah
yang lain dengan MRI. Metode ini tidak dapat membedakan antara tumor benigna
dan maligna. Pemeriksaan dengan rontgen kontras glandula parotidea dan
glandula submandibularis (sialografi) diperlukan untuk pemeriksaan lebih lanjut
inflamasi (kronik) atau kalsifikasi dan dapat mempunyai arti untuk diagnosis
diferensial.

TANDA DAN GEJALA

Benjolan pada pipi bagian belakang di depan atau di bawah daun telinga, tidak
nyeri, sulit digerakan, kadang-kadang disertai lesi otot-otot wajah (muka
mencong), bila minum air merembes dan sulit menutup mata.

DETEKSI DINI

1. Gejala klinis seperti di atas


2. Pemeriksaan sitologi (FNAB)
3. Pemeriksaan USG, CT Scan (kalau perlu)
PENGOBATAN

1. Operasional parotidektomi superficial atau parotidektomi total. Persiapan


operasi : pemeriksaan darah lengkap, faal hemostasis, Rontgen toraks,
konsultasi ke bagian Penyakit Dalam, konsultasi ke bagian Anestesiologi.
2. Radioterapi, khemoterapi sebagai terapi paliatif bila tumor bersifat ganas
sedangkan tindakan operasi tidak memungkinkan.
Komplikasi yang dapat terjadi

1. Operasi : lesi nervus fasialis, fistel pada luka operasi yang cukup lama,
sayatkan operasi yang masih berbekas
2. Komplikasi radioterapi/ khemoterapi : depresi sumsum tulang, rasa kering
di tenggorokan.

PROGNOSIS

1. Sembuh tanpa cacat.


2. Sembuh dengan cacat.
3. Kanker parotis stadium lanjut bisa berakibat fatal.
4. Sesudah terapi adekuat pada tumor benigna terjadi residif lokal kurang
dari 1% kasus. Namun, jika tumor benigna tidak diangkat secara luas,
sering timbul residif lokal. Hal ini terutama dapat terjadi jika hanya
dikerjakan enukleasi sederhana. Pada operasi ulang terdapat kemungkinan
yang lebih besar kerusakan saraf penting seperti nervus fasialis dan dalam
beberapa kasus residif demikian adalah maligna. 16,19,22,23,24
5. Prognosis pada tumor maligna sangat tergantung pada histology, perluasan
lokal dan besarnya tumor dan jumlah metastasis kelenjar leher. Jika
sebelum penanganan tumor maligna telah ada kehilangan fungsi saraf,
maka prognosisnya lebih buruk. Ketahanan hidup 5 tahun kira-kira 5%,
namun hal ini masih tetap tergantung kepada histologinya. 16,24
DAFTAR PUSTAKA

Brunner & Suddarth. 2002. Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta:EGC

Black, Joyce M & John Hokanson Hawks. 2005. Medical Surgical Nursing
Clinical
Carpenito, Lynda Juall. Diagnosa Keperawatan. Jakarta: EGC.

Lewis, Sharon L. 2007. Medical Surgical Nursing : Assessment and Management


of Clinical Problems Volume 2. Seventh Edition. St.Louis : Mosby.

Mansjoer, A. 2001. Kapita Selecta Kedokteran. Edisi 3, Jilid 1. Jakarta:


Aesculapius

Mehta, Atul. & Hoffbrand, Victor. 2006. At a Glance Hematologi. Edisi kedua.
Jakartaa: Erlangga

Melia. Penatalaksanaan Penyakit Kanker Limfoma Non Hodgin.


http://terapimelia.blogspot.com diakses 14 desember 2013 pukul
09.00 Management for Positive Outcome. 7th edition. St. Louis :
Elsevier Saunders.

Price, Sylvia A dan Lorraine M. Wilson. Alih bahasa : Brahm U. Pendit. 2005.
Patofisiologi : Konsep Klinis Proses-proses Penyakit Volume 1.Edisi
6. Jakarta : EGC.

Sarwono. 1996. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid Pertama, Edisi Ketiga.
Jakrta: EGC

Siregar, R. S. 1996. Atlas Berwarna Saripati Penyakit Kulit. Jakarta: EGC


Sherwood, Lauralee. Alih bahasa : Brahm U. Pendit. 2001. Fisiologi Manusia
Dari Sel ke Sistem. Edisi 2. Jakarta : EGC.

Tiener, Lawrence M, Steohen J, McPhee dan Maxine A. Papadakis. Alih bahasa :


Abdul Gofir. 2003. Diagnosis & Terapi Kedokteran Penyakit Dalam
Buku 2. Jakarta : Salemba Medika.

Sumber : (Mansjoer, A. 2001) Kapita Selecta Kedokteran. Edisi 3, Jilid 1.

Sherwood, Lauralee. Fisiologi Manusia: Dari Sel ke Sistem, edisi keenam. 2009.

Jakarta: EGC.

Guyton, Arthur C. Hormon Thyroid, Fisiologi Manusia dan Mekanisme Penyakit,

edisi ketiga. 1995. Jakarta, EGC.

Ganong, William. Kelenjar Thyroid, Buku Ajar Fisiologi Kedokteran, edisi kedua

puluh. 2003. Jakarta, McGraw-Hill & EGC.

Shah J.P Patel SG : Salivary glands. In Head & Neck Surgery & Oncology, 3rd
ed, Mosby, Oxford Philadelphia 2005 p. 439-473
Oh YS Eisele DW : Salivary gland Neoplasms. In Head & Neck Surgery-
Otolaryngology 4th ed, Byron J. Bailey & Jonas T. Johnson Eds. 2006 p. 1515-
1533.
Helmus C. Subtotal parotidectomy : A 10-year review (1985 to 1994)
Laryngoscope 1997 ; 107 : 1024-1027.
Japaries, Willie. 2011. Buku Ajar Onkologi Klinis. Jakarta : Balai Penerbit FKUI

Anda mungkin juga menyukai