SISTEM ONKOLOGI
MODUL 3
BENJOLAN PADA LEHER
Pendidikan Dokter
sdssjlknjnhijhiohji
Fakultas Kedokteran dan Kesehatan
Universitas Muhammadiyah
Surayya Ardillah Jakarta
2014
KATA PENGANTAR
Assalamualaikum wr. wb
Puji syukur kehadirat Allah SWT atas berkah Rahmah HidayahNYA sehingga kami
akhirnya dapat menyelesaikan laporan modul 3 Benjolan pada Leher sebagai tuntutan
perlengkapan administrasi. Laporan ini merupakan hasil observasi dari problem based
learning yang telah kami jalani yang merupakan sebuah metode pembelajaran yang bertujuan
melatih siswa untuk berpikir kritis dalam menghadapi suatu kasus atau masalah.
Kami menyadari bahwa segala kesempurnaan hanya milik Allah, saran dan kritik yang
bersifat membangun untuk perbaikan laporan ini sangat kami harapkan.
Terima kasih kepada para narasumber yang tidak dapat kami sebutkan satu persatu, dan
seluruh pihak yang ikut terlibat dalam menyumbangkan segala aspirasi, tenaga, dan waktu
sehingga laporan ini dapat tersusun.
Wassalamualaikum Wr. Wb
Kelompok 3
PENDAHULUAN
Tujuan pembelajaran
Tujuan Instruksional umum (TIK)
Setelah mempelajari modul ini mahasiswa diharapkan dapat menmperoleh
pembelajaran tentang anatomi, histology dan fisiologi, KGB dan hubungan dengan
infeksi dan neoplasma.
Skenario 1
Perempuan 27 tahun datang ke dokter keluarga dengan keluhan ada benjolan di leher
kiri, berkelompok. Benjolan ini dirasakan agak sakit terutama bila ditekan. Riwayat
sakit TB paru dan batuk-batuk lama disangkal.
kalimat Kunci :
Perempuan 27 tahun
Benjolan kirin berkelompok
Nyeri Tekan
Pertanyanyaan :
Bentuk umum leher adalah sebagai conus dengan basis yang menghadap kea rah
kaudal.Ditentukan oleh processus spinosus vertebra cervicalis, otot-otot panniculus adiposus,
os.hyoideum, trakea dan glandula thyroidea.Turut menentukan adalah posisi kepala dan
columna vertebralis, pada posisi antefleksi kepala dan leher maka prosessus spinosus dari
vertebra prominens sangat menonjol, kulit disebelah ventral melipat-lipat. Pada posisi
retrofleksi kepala dan leher maka kulit disebelah dorsal melipat-lipat sedangkan disebelah
ventral akan kelihatan dengan jelas laring, trakea dan glandula thyroidea (terutama pada
wanita).
Pada dasarnya limfosit mempunyai dua bentuk, yang berasal dari sel T
(thymus) dan sel B (bursa) atau sumsum tulang. Fungsi dari limfosit B dan sel-sel
turunanya seperti sel plasma, imunoglobulin, yang berhubungan dengan humoral
immunity, sedangkan T limfosit berperan terutama pada cell-mediated immunity .
4,6-12,14
Anatomi tiroid
Tiroid berarti organ berbentuk perisai segi empat. Kelenjar tiroid merupakan
organ yang bentuknya seperti kupu - kupu dan terletak pada leher bagian bawah di
sebelah anterior trakea (Gambar 1). Kelenjar ini merupakan kelenjar endokrin yang
paling banyak vaskularisasinya, dibungkus oleh kapsula yang berasal dari lamina
pretracheal fascia profunda. Kapsula ini melekatkan tiroid ke laring dan trakea .
Kelenjar ini terdiri atas dua buah lobus lateral yang dihubungkan oleh suatu jembatan
jaringan isthmus tiroid yang tipis dibawah kartilago kr iko idea di leher, dan kadang-
kadang terdapat lobus piramidalis yang muncul dari isthmus di depan laring.
Kelenjar tiroid
mempunyai panjang 5 cm, lebar 3 cm, dan dalam keadaan normal kelenjar tiroid
pada orang dewasa beratnya antara 10 sampai 20 gram. Aliran darah kedalam tiroid
per gram jaringan kelenjar sangat tinggi ( 5 ml/menit/gram tiroid).
Tiroid terdiri dari nodula - nodula yang tersusun dari folikel- folikel kecil yang
dipisahkan satu dengan lainnya oleh suatu jaringan ikat. Setiap folikel dibatasi oleh
epitel kubus dan diisi oleh bahan proteinaseosa berwarna merah muda yang disebut
koloid. Sel- sel epitel folikel merupakan tempat sintesis hormon tiroid dan
Sel pensekresi hormon lain dalam kelenjar tiroid yaitu sel parafolikular yang terdapat
pada dasar folikel dan berhubungan dengan membran folikel, sel ini mensekresi
hormon kalsitonin, suatu hormon yang dapat merendahk an kadar kalsium serum dan
KGB
Kelenjar getah bening adalah bagian dari sistem pertahanan tubuh kita. Seringkali
timbul benjolan-benjolan di daerah tempat kelenjar getah bening berada. Tubuh kita
memiliki kurang lebih sekitar 600 kelenjar getah bening, namun hanya didaerah
submandibular, ketiak atau lipat paha yang teraba normal pada orang sehat. Pembesaran
kelenjar getah bening 55% berada di daerah kepala dan leher.
Terbungkus kapsul fibrosa yang berisi kumpulan sel-sel pembentuk pertahanan tubuh
dan merupakan tempat penyaringan antigen (protein asing) dari pembuluh-pembuluh
getah bening yang melewatinya. Pembuluh-pembuluh limfe akan mengalir ke KGB
sehingga dari lokasi KGB akan diketahui aliran pembuluh limfe yang melewatinya.
Oleh karena dilewati oleh aliran pembuluh getah bening yang dapat membawa
antigen (mikroba, zat asing) dan memiliki sel pertahanan tubuh maka apabila ada antigen
yang menginfeksi maka kelenjar getah bening dapat menghasilkan sel-sel pertahanan
tubuh yang lebih banyak untuk mengatasi antigen tersebut sehingga kelenjar getah bening
membesar. Pembesaran kelenjar getah bening dapat berasal dari penambahan sel-sel
pertahanan tubuh yang berasal dari KBG itu sendiri seperti limfosit, sel plasma, monosit
dan histiosit atau karena datangnya sel-sel peradangan (neutrofil) untuk mengatasi infeksi
di kelenjar getah bening (limfadenitis), infiltrasi (masuknya) sel-sel ganas atau timbunan
dari penyakit metabolit makrofag (gaucher disease).
A. Kelenjar tiroid mulanya merupakan dua buah tonjolan dari dinding depan bagian
tengah farings, yang terbentuk pada usia kelahiran 4 minggu. Tonjolan pertama
disebut pharyngeal pouch, yaitu antara arcus brachialis 1 dan 2. Tonjolan kedua
pada foramen ceacum, yang berada ventral di bawah cabang farings I.
B. Pada minggu ke-7, tonjolan dari foramen caecum akan menuju pharyngeal pouch
melalui saluran yang disebut ductus thyroglossus.
C. Kelenjar tiroid akan mencapai kematangan pada akhir bulan ke-3, dan ductus
thyroglossus akan menghilang. Posisi akhir kelenjar tiroid terletak di depan
vertebra cervicalis 5, 6, dan 7.
Namun pada kelainan klinis, sisa kelenjar tiroid ini juga masih sering ditemukan
di pangkal lidah (ductus thyroglossus/lingua thyroid) dan pada bagian leher yang lain.
Kelenjar tiroid dialiri oleh beberapa arteri:
1. A. thyroidea superior (arteri utama).
2. A. thyroidea inferior (arteri utama).
3. Terkadang masih pula terdapat A. thyroidea ima, cabang langsung dari aorta atau
A. anonyma.
Kelenjar tiroid mempunyai 3 pasang vena utama:
1. V. thyroidea superior (bermuara di V. jugularis interna).
2. V. thyroidea medialis (bermuara di V. jugularis interna).
3. V. thyroidea inferior (bermuara di V. anonyma kiri).
Ada banyak factor yang dapat menyebabkan timbullnya benjolan pada leher, seperti
trauma, infeksi, hormone, neoplasma dan kelainan herediter. Faktor-faktor ini bekerja dengan
caranya masing-masing dalam menimbulkan benjolan. Hal yang perlu ditekankan adalah
tidak selamanya benjolan yang ada pada leher timbul karena kelainan yang ada pada leher.
Tidak jarang kelainan itu justru berasal dari kelainan sistemik seperti limpoma dan TBC.
Hampir semua sruktur yang ada pada leher dapat mengalami benjolan entah itu
kelenjar triroid, paratiroid dan getah bening, maupun benjolan yang berasal dari struktur
jaringan lain seperti lemak, otot dan tulang.
Infeksi dapat menyebabkan timbulnya benjolan pada leher melalui beberapa cara yang
di antaranya berupa benjolan yang berasal dari invasi bakteri langsung pada jaringan yang
terserang secara langsung maupun benjolan yang timbul sebagai efek dari kerja imunitas
tubuh yang bermanifestasi pada pembengkakan kelenjar getah bening.
Jika jaringan tubuh manusia terkena rangsangan berupa trauma dan reaksi imun, maka
otomatis sel-sel akan mengalami gangguan fisiologis. Sebagai responnya, sel tubuh terutama
mas sel dan sel basophil akan mengalami granulasi dan mengeluarkan mediator radang
berupa histamine, serotonin, bradikinin, sitokin berupa IL-2, IL-6 dan lain-lain. Mediator-
mediatorr radang ini terutama histamine akan menyebabkan dilatasi arteriola dan
meningkatkan cairan yang ada dalam pembuluh darah keluar ke jaringan sekitarnya sehingga
timbul benjolan pada daerah yang terinfeksi ataupun terkena trauma. Infeksi dapat
menimbulkan pembesaran kelenjar limfe karena apabila mekanisme pertahanan tubuh
berfungsi baik, sel-sel pertahanan tubuh seperti makrofag, neutrophil dan sel T akan berupaya
memusnahkan agen infeksius sedangkan agen infeksius itu sendiri berupaya untuk
menghancurkan sel-sel tubuh terutama eritrosit agar bisa mendapat nutrisi. Kedua upaya
perlawanan ini akan mengakibatkan pembesaran kelenjar limfe karena bekerja keras untuk
memproduksi sel limfoid maupun menyaring sel tubuh yang mengalami kerusakan dan aen
infeksius yang masuk agar tidak mennyebar ke organ tubuh lain.
Sedangkan mekanisme timbulnya benjolan akibat neoplasma entah itu di otot, sel
limfoid, tulang maupun kelenjar secara umum hampir sama. Awalnya terjadi dysplasia dan
metaplasia pada sel matur akibat berbagai factor sehingga diferensiasi sel yang tidak lagi
sempurna. Displasia menimbulkan sejumlah kelainan fisiologis molekuler seperti
peningkatan laju pembelahan sel dan inaktifasi mekanisme bunuh diri sel terprogram. Hal ini
berakibat pada proloferasi sel tak terkendali yang bermanifestasi pada timbulnya benjolan
pada jaringan. Neoplasma dapat terjadi pada semua sel yang ada di leher entah itu kelenjar
tiroid-adenoma tiroid, lemak-lipoma, kartilago-kondroma, jaringan limfe-limfoma maupun
akibat dari metastase kanker dari organ di luar leher.
Jawab :
Secara umum benjolan di daerah leher, disebabkan oleh lima kelainan atau penyebab utama
yaitu:
Kelainan kongenital
Infeksi
Neoplasma
Trauma
Kelainan lainnya
Kelainan kongenital
Kelainan kongenital adalah kelainan yang dibawa sejak lahir, benjolannya dapat berupa
benjolan yang timbul sejak lahir atau timbul pada usia kanak-kanak bahkan terkadang muncul
setelah usia dewasa. Pada kelainan ini ,benjolan yang paling sering terletak di leher samping
bagian kiri atau kanan di sebelah atas , dan juga di tengah-tengah di bawah dagu. Ukuran
benjolan bisa kecil beberapa cm tetapi bisa juga besar seperti bola tenis. Kelainan kongenital
yang sering terjadi di daerah leher antara lain adalah hygroma colli , kista branchial , kista
ductus thyroglosus.
Hygroma colli adalah kelainan bawaan lahir akibat adanya gangguan saluran limfe,
biasanya muncul sejak lahir dan makin bertambah besar dengan bertambahnya usia,
bahkan bisa sampai ukuran bola tenis atau lebih, biasanya benjolannya agak lunak .
Kista ductus thyroglosus, benjolannya umumnya di garis tengah leher diantara bawah
dagu sampai kelenjar thyroid atau kelnjar gondok Pada jenis kelainan ini bisa muncul
pada masa kanak-kanak atau setelah usia dewasa. Benjolannya berisi cairan.
Kista branchial, seperti kista ductus thyroglosus, juga berisi cairan , namun letaknya
paling sering di samping leher.
Infeksi
Infeksi pada daerah leher dapat berupa infeksi akut atau infeksi menahun.Biasanya infeksi
akut disertai adanya gejala badan panas, rasa sakit dan adanya warna kemerahan pada
benjolan tersebut.Infeksi menahun atau kronis yang paling sering ditemukan adalah benjolan
akibat penyakit TBC kelenjar. Infeksi dapat menyebabkan timbulnya benjolan pada leher
melalui beberapa cara yang di antaranya berupa benjolan yang berasal dari invasi bakteri
langsung pada jaringan yang terserang secara langsung maupun benjolan yang timbul sebagai
efek dari kerja imunitas tubuh yang bermanifestasi pada pembengkakan kelenjar getah
bening.
Pada TBC kelenjar benjolan dapat berupa benjolan kecil ukuran beberapa milimeter sampai
ukuran beberapa centimeter, bisa hanya satu buah namun dapat juga langsung beberapa buah
dan paling sering terletak di samping leher kiri atau kanan , bahkan kadang di samping leher
kiri dan kanan sekaligus.
Neoplasma
Mekanisme timbulnya benjolan akibat neoplasma entah itu di otot, sel limfoid, tulang
maupun kelenjar secara umum hampir sama. Awalnya terjadi displasia dan metaplasia pada
sel matur akibat berbagai faktor sehingga diferensiasi sel tidak lagi sempurna. Displasia ini
menimbulkan sejumlah kelainan fisiologis molekuler seperti peningkatan laju pembelahan
sel dan inaktifasi mekanisme apoptosis. Hal ini berakibat pada proliferasi sel tak terkendali
yang bermanifestasi pada timbulnya benjolan pada jaringan. Neoplasma dapat terjadi pada
semua sel yang ada di leher entah itu kelenjar tiroid-adenoma tiroid, lemak-lipoma, kartilago-
kondroma, jaringan limfe-limfoma maupun akibat dari metastase kanker dari organ di luar
leher.
Kanker pada daerah leher bisa dibedakan tiga macam berdasarkan asal pertumbuhannya yaitu
:
Kanker yang asal pertumbuhannya memang berawal dari daerah leher itu sendiri,
misalnya yang paling sering adalah kanker kelenjar gondok, kanker jaringan lunak
yang berasal dari otot dan jaringan lunak lainnya di leher.
Kanker yang terjadi di daerah leher, namun sebenarnya kanker induknya atau asalnya
ada di tempat lain , dengan kata lain merupakan metastasis tumor dari kanker di
tempat lain yang letaknya bukan di leher. Contoh pada kanker jenis ini adalah kanker
nasofaring, kanker di daerah kepala, kanker di rongga mulut, yang umumnya
menyebabkan metastasis berupa adanya benjolan di leher samping atas sedikit
dibawah telinga kiri atau kanan. Juga kanker-kanker dari organ yang jauh seperti
kanker paru, kanker saluran pencernaan, kanker saluran kemih ,kanker payudara,
kanker alat genitalia wanita yang dapat memberikan metastasis berupa adanya
benjolan diatas tulang selangka atau supraclavicula, terutama di sebelah kanan.
Kanker di daerah leher yang sebenarnya merupakan penyakit sistemik yang dapat
terjadi di seluruh tubuh, yaitu kanker kelenjar getah bening.
Trauma
Mekanisme trauma dalam menimbulkan benjolan pada leher agak menyerupai mekanisme
infeksi. Hanya saja trauma yang tidak disertai infeksi sekunder pada umumnya tidak
menyebabkan pembesaran kelenjar getah bening.
Jika jaringan tubuh manusia terkena rangsangan berupa trauma dan reaksi imun, maka
otomatis sel-sel akan mengalami gangguan fisiologis. Sebagai responnya, sel tubuh terutama
mast sel dan sel basofil akan mengalami granulasi dan mengeluarkan mediator radang berupa
histamin, serotonin, bradikinin, sitokin berupa IL-2, IL-6 dan lain-lain. Mediator-mediator
radang ini terutama histamin akan menyebabkan dilatasi arteriola dan meningkatkan
permeabilitas venula serta pelebaran intraendothelialjunction. Hal ini mengakibatkan cairan
yang ada dalam pembuluh darah keluar ke jaringan sekitarnya sehingga timbul benjolan pada
daerah yang terinfeksi ataupun terkena trauma. Infeksi dapat menimbulkan pembesaran
kelenjar limfe karena apabila mekanisme pertahanan tubuh berfungsi baik, sel-sel pertahanan
tubuh seperti makrofag, neutrofil dan sel T akan berupaya memusnahkan agen infeksius
sedangkan agen infeksius itu sendiri berupaya untuk menghancurkan sel-sel tubuh terutama
eritrisot agar bisa mendapatkan nutrisi. Kedua upaya perlawanan ini akan mengakibatkan
pembesaran kelenjar limfe karena bekerja keras untuk memproduksi sel limfoid maupun
menyaring sel tubuh yang mengalami kerusakan dan agen infeksius yang masuk agar tidak
menyebar ke organ tubuh lain.
Trauma di daerah leher bisa terjadi akibat benturan benda tumpul sehingga terjadi bekuan
darah atau hematom dan membentuk benjolan seperti tumor.
Kelainan lain
Kelainan lain di daerah leher dapat disebabkan misalnya oleh kelainan pembuluh darah di
daerah leher. Ada juga kelainan di leher yaitu pada kelenjar gondok yang disebabkan
kekurangan yodium di tubuh terutama terjadi di daerah endemis gondok.
Daftar pustaka :
Japaries, Willie. 2011. Buku Ajar Onkologi Klinis. Jakarta : Balai Penerbit FKUI
JAWAB:
Karsinoma nasofaring
Definisi
Karsinoma nasofaring disebut juga tumor kanton.Menurut WHO,sekitar 80 % dari
kasus karsinoma nasofaring didunia terjadi di china.
ANATOMI
Epidemiologi
Kanker nasofaring dapat terjadi pada segala umur,tapi umumnya menyerang usia 30-
60 tahun,menduduki 75-90 %.Proporsi pria dan wanita 8:1.
Etiologi
Terjadinya kanker nasofaring mungkin multifactor,proses karsinogenesisnya mungkin
mencakup banyak tahap.Faktor yang mungkin terkait dengan timbulnya kanker
nasofaring adalah :
1.Kerentanan genetic
Analisis korelasi menunjukkan gen HLA (human leukocyte antigen) dan gen pengode
enzim sitokrom p4502E (CYP2E1) kemungkinan adalah,gen kerentanan terhadap
kanker nasofaring.
2.Virus EB
Metode imunologi membuktikan antigen spesifik seperti antigen kapsid virus (VCA)
antigen membrane (MA),antigen dini(EA),antigen nuklir,dll.
3.Faktor lingkungan
Menurut laporan luar negeri,orang cina generasi pertama (umumnya penduduk
kanton) yang bermigrasi ke Amerika Serikat,Kanada memiliki angka kematian akibat
kanker nasofaring 30 kali tinggi dari kulit putih setempat.Penelitian akhir akhir ini
menemukan zat berikut berkaitan dengan timbulnya kanker nasofaring:
1.Golongan nitrosamine : ini dapat menilbulkan kanker pada hewan.Diantaranya
dimetilnitrosamin dan dietilnitrosamin kandungannya agak tinggi pada ikan asin
Guangzhou.Tikus putih yang diberi pakan ikan asin dapat timbul kanker rongga nasal
atau sinus nasal.
2.Hidrokarbon aromatic: pada keluarga di area insiden tinggi kanker
nasofaring,kandungan 3,4-benzpiren
3.Unsur renik : nikel sulfat dapat memacu efek karsinogenesis pada proses timbulnya
kanker nasofaring pada tikus akibat dinitrosopiperazin dosis kecil.
Karsinoma laring
ANATOMI LARING
Laring
Etiologi
Etiologi karsinoma larynx belum diketahui dengan pasti. Dikatakan oleh para ahli
bahwa perokok dan peminum alcohol merupakan kelompok orang-orang dengan
resiko tinggi terhadap karsinoma laring. Penelitian epidemiologic menggambarkan
beberapa hal yang diduga menyebabkan terjadinya karsinoma laring yang kuat ialah
rokok, alcohol dan terpajan oleh sinar radioaktif.
Penelitian yang dilakukan di RS Ciptomangunkusomo menunjukan bahwa
karsinoma laring jarang ditemukan pada orang yang tidak merokok, sedangkan risiko
untuk mendapatkan karsinoma laring naik sesuai dengan kenaikan jumlah rokok yang
dihisap.
Yang terpenting pada penanggulangan karsinoma laring ialah diagnosis dini
dan pengobatan/ tindakan yang tepat dan kuratif karena tumornya masih terisolasi dan
dapat diangkat secara radikal. Tujuan utama ialah mengeluarkan bagian laring yang
terkena tumor dengan memperhatikan fungsi respirasi, fonasi serta fungsi sfingter
laring.
1. Tembakau
2. Alkohol Dan Efek Kombinasinya
3. Ketegangan Vocal
4. Laringitis Kronis
5. Pemajanan Industrial Terhadap Karsinogen
6. Defisiensi Nutrisi (riboflavin)
7. Predisposisi keluarga
FREKUENSI
Menurut penelitian dari departemen THT FKUI/RSCM pariode 1982-1987
proporsi karsinoma laring 13,8% dari 1030 kasus keganasan THT. Jumlah kasus rata-
rata 25 pertahun. Perbandingan laki dan perempuan adalah 11:1 terbanyak pada usia
56-69 tahun dengan kebiasaan merokok didapatkan pada 73.94%.
Periode 1988-1992 karsinoma laring sebesar 9,97% menduduki peringkat ketiga
keganasan THT (712 kasus). Karsinoma nasofaring sebesar 71,77% diikuti oleh
keganasan hidung dan paranasal 10.11%, telinga 2,11%, orofaring/tonsil 1,69%,
esophagus/bronkus 1,54%, rongga mulut 1,40% dan parotis 0,28%.
Karsinoma Thyroid
Epidemiologi
Penderita wanita lebih banyak dari pria, ratio pria terhadap wanita adalah 1:2-4,
penyakit tersering terjadi pada usia 20-40 tahun.
Etiologi
Etiologi kanker tiroid belum jelas, pada umumnya beranggapan karsinoma tiroid
berkaitan dengan banyak faktor, termasuk radiasi ionisasi, perubahan genetik dan
onkogen, jenis kelamin, faktor diet,dll.
1) Radiasi Ionisasi
Kontak dengan radiasi merupakan satu-satunya faktor karsinogen terhadap tiroid.
Populasi terpapar sinar X dan radiasi , insiden karsinoma papilar dan folikular
tiroid lebih tinggi.
2) Genetik dan Onkogen
Sebagian Karsinoma medular tiroid bersifat herediter dan familial. Timbulnya
karsinoma medular tiroid familial berkitan dengan mutasi gen RET pada
kromosom nomor 10.
3) Jenis Kelamin dan Hormonal
Pada kelenjar tiroid normal, tumor jinak dan tumor ganas tiroid terdapat reseptor
estrogen dalam jumlah bervariasi. Pada Jaringan karsinoma papilar tiroid
kandungan reseptor estrogen dan reseptor progesteron tertinggi, disimpulkan
bahwa reseptor estrogen , reseptor progesteron merupakan faktor penting yang
mempengaruhi insiden karsinoma tiroid pada wanita.
4) Faktor Diet
Defisiensi iodium dianggap berakitan dengan timbulnya tumor tiroid termasuk
karsinoma tiroid.
5) Lesi Jinak Tiroid
Transformasi ganas adenomaberhubungan dengan tipe patologik, adenoma
folikuler tipe embrional dan tipe fetal lebih mudah menjadi ganas.
LIMFADENITIS TB
Definisi
Limfadenitis merupakan suatu peradangan pada kelenjar getah bening yang terjadi
akibat adanya infeksi pada suatu bagian tubuh sehingga menyebabkan peradangan pada
kelenjar getah bening regional pada lesi primer. Limfadenitis TB merupakan salah salah satu
TB diluar paru atau ekstra paru tuberkulosis.
Etiologi
Limfadenitis TB disebabkan diantaranya oleh Mycobacterim tuberculosis yang
penularannya melalui manusia dan Mycobacterium bovis yang merupakan kasus yang
umumnya terjadi melalui penularan melalui sapi pada anak-anak, yang umumnya disebabkan
dari meminum susu sapi mentah.Saat ini limfadenitis TB berkaitan erat dengan pasien yang
memiliki HIV positif, karena umumnya pasien dengan HIV positif mudah mengalami
limfadenitis TB.
Epidemiologi
limfadenitis mikobakteri telah meningkat secara sehubungan dengan peningkatan
kejadian infeksi mikobakteri di seluruh dunia. Terdapat sekitar 35 persen limfadenitis TB dari
keseluruhan kasus TB. Pada pasien HIV-positif, TB diluar paru mempunyai insiden yang
tinggi dengan jumlah hingga sekitar 53-62 persen dari kasus TB dibandingkan dengan pasien
dengan HIV-negatif. Kelenjar getah bening di leher merupakan lokasi yang paling umum
terlibat dan dilaporkan pada 60% sampai 90% pasien dengan atau tanpa keterlibatan jaringan
limfoid lainnya. Kejadian limfadenitis mikobaterium sangat tergantung pada endemisitas dari
Mycobacterium TBC. Limfadenitis yang disebakan mikobakterium tuberkulosa termasuk
kasus yang paling sering dilaporkan di India dibandingkan non-TB Limfadenopati
mikobakteri (NTM) yang merupakan kasus yang tidak umum terjadi di India diikuti dengan
limfadenitis yang disebabkan mikobakterium tuberkulosa. limfadenitis TB paling sering
mengenai pasien yang berusia di atas dua puluh tahun, namun tidak menutup kemungkinan
untuk
Limfadenitis Tb dapat terjadi pada berbagai usia. Umumnya timbulnya limfadenitis
Tb didominasi (sekitar 2:1) oleh perempuan dibandingkan laki-laki di sebagian besar studi.
Ras dan etnis minoritas, orang berkulit hitam dan ras Asia dibandingakan dengan non-
Hispanik atau orang berkulit putih merupakan insiden yang lebih cenderung untuk terjadinya
perkembangan limfadenitis TB. Ditemukan juga peningkatan frekuensi mikobakteri
limfadenitis pada populasi Asia
Faktor genetik
Riwayat penyakit serupa dalam keluarga
Diet
Daerah endemik goiter mempunyai resiko karsinoma lebih tinggi, terutama untuk
yang tipe folikuler dan papiliferum. Umumnya orang dewasa memerlukan yodium
hanya 100mcg/hari dan dengan pemberian suplementasi yodium dapat menurunkan
resiko terkena goiter.
Riwayat pernah menderita kelainan tiroid sebelumnya
Pengaruh radiasi di daerah leher dan kepala pada masa lampau
Kecepatan tumbuh tumor
Riwayat gangguan mekanik di daerah leher
1. Konsep Penyakit
a. Pengertian
Limfoma adalah kanker yang berasal dari jaringan limfoid mencakup sistem
limfatik dan imunitas tubuh. Tumor ini bersifat heterogen, ditandai dengan kelainan
umum yaitu pembesaran kelenjar limfe diikuti splenomegali, hepatomegali, dan
kelainan sumsum tulang. Tumor ini dapat juga dijumpai ekstra nodal yaitu di luar
sistem limfatik dan imunitas antara lain pada traktus digestivus, paru, kulit, dan organ
lain. Dalam garis besar, limfoma dibagi dalam 4 bagian, diantaranya limfoma Hodgkin
(LH), limfoma non-hodgkin (LNH), histiositosis X, Mycosis Fungoides. Dalam
praktek, yang dimaksud limfoma adalah LH dan LNH, sedangkan histiositosis X dan
mycosis fungoides sangat jarang ditemukan.
LNH adalah suatu kelompok penyakit heterogen yang dapat didefinisikan sebagai
keganasan jaringan limfoid selain penyakit hodgkin. Penyebabnya tidak diketahui:
kemungkinan virus. Terdapat hubungan dengan keadaan imunosupresi ( mis, AIDS dan
terapi imunosupresi untuk tranplatasi organ). Pada penderita AIDS ; semakin lama
hidup semakin besar resikonya menderita limpoma.
Penyakit lymfoma non hodgkin adalah salah satu penyakit yang tergolong dalam
kasus intern. Kasus penyakit dalam pada penyakit ini terjadi proliferasi abnormal
sistem lymfoid dan struktur yang membentuknya terutama menyerang kelenjar getah
bening. LNH belum diketahui secara pasti penyebabnya oleh karena itu penelitian terus
dilakukan untuk mengembangkan kasus ini (Brunner & Suddart: 2002).
Limfoma maligna (kanker kelenjar getah bening) merupakan bentuk keganasan
dari sistem limfatik yaitu sel-sel limforetikular seperti sel B, sel T dan histiosit sehingga
muncul istilah limfoma maligna (maligna = ganas). Ironisnya, pada orang sehat sistem
limfatik tersebut justru merupakan komponen sistem kekebalan tubuh. Ada dua jenis
limfoma maligna yaitu Limfoma Hodgkin (HD) dan Limfoma non-Hodgkin (LNH)
(Mansjoer, A. 2001).
b. Etiologi
1) Abnormalitas genetic
2) Genetik
3) Faktor lingkungan
4) Infeksi Virus
Virus Eipstein Barr yang berhubungan dengan limfoma Burkitt, (sebuah
penyakit yang bisa ditemukan di Afrika).
Infeksi HTLV 1 (Human T Lymphotropic Virus tipe 1)
Faktor Predisposisi
1. Gaya hidup yang tidak sehat: Risiko Limfoma Maligna meningkat pada orang
yang mengkonsumsi makanan tinggi lemak hewani, merokok, dan yang terkena
paparan UV
2. Pekerjaan: Beberapa pekerjaan yang sering dihubugkan dengan resiko tinggi
terkena limfoma maligna adalah peternak serta pekerja hutan dan pertanian. Hal ini
disebabkan adanya paparan herbisida dan pelarut organik.
(Mansjoer, A. 2001).
c. Klasifikasi
Klasifikasi patologi limfoma telah mengalami perubahan selama bertahun-
tahun. Pada tahun 1956 klasifikasi Rappaport mulai diperkenalkan. Rappaport
membagi limfoma menjadi tipe nodular dan difus kemudian subtipe berdasarkan
pemeriksaan sitologi. Modifikasi klasifikasi ini terus berlanjut hingga pada tahun 1982
muncul klasifikasi Working Formulation yang membagi limfoma menjadi keganasan
rendah, menengah dan tinggi berdasarkan klinis dan patologis. Seiring dengan
kemajuan imunologi dan genetika maka muncul klasifikasi terbaru pada tahun 1982
yang dikenal dengan Revised European-American classification of Lymphoid
Neoplasms (REAL classification). Meskipun demikian, klasifikasi Working
Formulation masih menjadi pedoman dasar untuk menentukan diagnosis, pengobatan,
dan prognosis.
Ada dua jenis penyakit yang termasuk limfoma malignum yaitu penyakit
Hodgkin (PH) dan limfoma non Hodgkin (LNH). Keduanya memiliki gejala yang
mirip. Perbedaannya dibedakan berdasarkan pemeriksaan patologi anatomi dimana
pada PH ditemukan sel Reed Sternberg, dan sifat LNH lebih agresif.
1. Limfoma Non-Hodgkin
Dapat bersifat indolen(low grade), hingga progresif(high grade). Pada LNH
indolen, gejalanya dapat berupa: pembesaran KGB (Kelemjar Getah Bening), tidak
nyeri, dapat terlokalisir atau meluas, dan bisa melibatkan sum-sum tulang. Pada
LNH progresif, terdapat pembesaran KGB baik intra maupun extranodal,
menimbulkan gejala "konstitusional" berupa : penurunan berat badan, febris, dan
keringat malam, serta pada limfoma burkitt, dapat menyebabkan rasa penuh di
perut.
d. Manifestasi klinik
Gejala klinis dari penyakit limfoma maligna adalah sebagai berikut :
pembesaran nodus limfe tanpa ada nyeri pada salah satu sisi leher yang menjadi
sangat besar.
Nodus limfe mediastinal dan retroperitonial kadang membesar menyebabkan gejala
penekanan berat pada tekanan terhadap trakea menyebabkan sulit bernafas,
penekanan terhadap esofagus menyebabkan sulit menelan, pada syaraf
menyebabkan paralisis faringeal dan nuralgia brakeal lumbal atau sakral, pada vena
mengakibatkan oedem pada salah salah satu atau kedua ekstremitas dan efusi
pleura, pada kandung empedu menyebabkan ikterik obstruktif.
Akhirnya limpa menjadi teraba dan hati membesar. Terkadang penyakit bermula di
nodus mediastinum atau peritonial dan tetep terbatas disana. Pada pasien lain
pembesaran limpa merupakan satu-satunya lesi
Kemudian terjadi anemia progresif. Jumlah leukosit biasanya tinggi dengan jumlah
polimorfomoklear ( PMN ) meningkat secra abnormal dan peningkatan eosinofil.
Sekitar separuh pasien mengalami demam ringan, dengan suhu melebih 38,30C (
1010F ).
Namun pasien yang mengalami keterlibatan mediastinal dan abdominal dapat
mengalami demam tinggi intermiten. Suhunya dapat naik sampai 400C ( 1040F )
selama periode waktu 3-14 hari, kemudian kembali normal dalam beberapa
minggu.
Apabila penyakit ini tidak ditangani pasien akan kehilangan berat badan dan
menjadi kakeksia ( kelemahan secara fisik ), terjadi infeksi, anemia, timbul edema
anasarka ( oedem umum yang berat ), tekanan darah turun dan kematian pasti
terjadi dalam 1-3 tahun tanpa keganasan.
Kecemasan
Kelemahan fisik
umum,odem
Perubahan nutrisi kurang dari
kebutuhan tubuh
Intoleransi aktivitas
g. Pemeriksaan Penunjang
Untuk mendeteksi limfoma harus dilakukan biopsi dari kelenjar getah bening
yang terkena dan juga untuk menemukan adanya sel Reed-Sternberg. Untuk
mendeteksi Limfoma memerlukan pemeriksaan seperti sinar-X, CT scan, PET scan,
biopsi sumsum tulang dan pemeriksaan darah. Biopsi atau penentuan stadium adalah
cara mendapatkan contoh jaringan untuk membantu dokter mendiagnosis Limfoma.
Ada beberapa jenis biopsy untuk mendeteksi limfoma maligna yaitu :
1. Biopsi kelenjar getah bening, jaringan diambil dari kelenjar getah bening yang
membesar.
2. Biopsi aspirasi jarum-halus, jaringan diambil dari kelenjar getah bening dengan
jarum suntik. Ini kadang-kadang dilakukan untuk memantau respon terhadap
pengobatan.
3. Biopsi sumsum tulang di mana sumsum tulang diambil dari tulang panggul untuk
melihat apakah Limfoma telah melibatkan sumsum tulang.
2. Konsep Askep
a. Pengkajian
1) Identitas klien
Meliputi nama, umur, jenis kelamin, agama, bahan yang dipakai sehari-hari, status
perkawinan, kebangsaan, pekerjaan, alamat, pendidikan, tanggal atau jam MRS, dan
diagnosa medis.
2) Keluhan Utama
Pada umumnya pasien mengeluh tindak nyamanan kerena adanya benjolan.
d. Diagnosa Keperawatan
1. Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake yang tidak
adekuat ( mual, muntah)
2. Resiko terjadinya infeksi berhubungan dengan proses inflamasi.
3. Cemas berhubungan dengan kurangnya pengetahuan tentang penyakitnya.
4. Hipertermi berhubungan dengan tak efektifnya termoregulasi sekunder terhadap
inflamasi
5. Intoleransi aktivitas yang berhubungan dengan tidak seimbangnya persediaan dan
kebutuhan oksigen kelemahan umum serta kelelahan karena gangguan pola tidur
6. Nyeri berhubungan dengan interupsi sel saraf
e. Perencanaan
No Diagnosa Tujuan / Kriteria Hasil Intervensi Rasional
Keperawatan
1. Nutrisi kurang dari Setelah dilakukan 1. Lakukan pendekatan pada pasien 1. pasien dan keluarga lebih kooperatif.
kebutuhan tubuh tindakan keperawatan dan keluarganya.
berhubungan selama 3 x24 jam 2. Jelaskan pada pasien dan keluarga 2. pasien mendapat informasi yang tepat.
dengan intake yang Kebutuhan nutrisi klien
penyebabnya dari rasa sakit dan
tidak adekuat ( dapat terpenuhi dengan
mual, muntah) Kriteria Hasil : cara mengurangi rasa sakit.
BB meningakat 3. Jelaskan pada pasien tentang 3. pasien mendapat informasi yang tepat.
Nafsu makan penyakitnya dan akibatnya jika ia
pasien meningkat tidak makan.
Gangguan 4. Anjurkan pada kelurga untuk 4. untuk memudahkan pasien menelan.
penelanan memberikan makanan tambahan
berkurang yang ringan untuk dicerna
Rasa sakit pada 5. Obervasi TTV
5. untuk mengetahui perkembangan pasien
waktu menelan
6. Kolaborasi dengan tim kesehatan 6. untuk menetukan diet yang diperoleh
berkurang
dan ahli gizi oleh px
2. Resiko terjadinya Setelah dilakukan 1. beri penjelasan tentang terjadinya 1. pasien mengetahui proses terjadinya
infeksi tindakan keperawatan infeksi infeksi
berhubungan selama 2x24 Tidak 2. beritahu pasien tentang tanda-tanda 2. pasien mengetahui tanda-tanda
dengan proses terjadi infeksi, dengan
inflamasi inflamasi dan pencegahannya
inflamasi. Kriteria Hasil :
3. beri kompres basah 3. menurunkan suhu tubuh pasien
Suhu tubuh dalam
batas normal 4. Anjurkan pasien untuk memakai 4. agar keringat mudah diserap dan suhu
Tidak ada tanda baju yang menyerap keringat. tubuh tidak meningkat
inflamasi 5. Kolaborasi dengan tim dokter 5. diharapkan dapat mempercepat proses
Keringat dalam pemberian obat kesembuahn pasien
berkurang
3 Cemas Setelah dilakukan 1. Observasi nafsu makan klien 1. Porsi makan yang tidak habis
berhubungan tindakan keperawatan menunjukkan nafsu makan belum
dengan kurangnya selama 2x24 jam tidak membaik
pengetahuan terjadi nutrisi kurang 2. Beri makan klien sedikit tapi sering 2. Meningkatkan masukan secara perlahan
tentang dari kebutuhan tubuh 3. Beritahu klien pentingnya nutrisi 3. Klien dapat memahami dan mau
penyakitnya. dengan kriteria hasil : meningkatkan masukan nutrisi
Nafsu makan 4. Pemberian diet TKTP 4. Peningkatan energi dan protein pada
meningkat, tubuh sebagai pembangun
porsi habis,
BB tidak turun
drastis
4 Hipertermi Setelah dilakukan 1. Observasi suhu tubuh pasien 1. Dengan memantau suhu diharapkan
berhubungan tindakan keperawatan diketahui keadaan sehingga dapat
dengan tak selama 1x24 jam mengambil tindakan yang tepat.
efektifnya diharapkan suhu tubuh
2. Anjurkan dan berikan banyak 2. Dengan banyak minum diharapkan
termoregulasi klien menurun dengan
sekunder terhadap Kriteria Hasil : minum (sesuai kebutuhan cairan dapat membantu menjaga
inflamasi TTV dalam batas anak menurut umur) keseimbangan cairan dalam tubuh
normal 3. Berikan kompres hangat pada dahi, 3. Kompres dapat membantu menurunkan
aksila, perut dan lipatan paha. suhu tubuh pasien secara konduksi
4. Anjurkan untuk memakaikan 4. Dengan pakaian tersebut diharapkan
pasien pakaian tipis, longgar dan dapat mencegah evaporasi sehingga
mudah menyerap keringat. cairan tubuh menjadi seimbang.
5. Kolaborasi dalam pemberian 5. antipiretik akan menghambat pelepasan
antipiretik. panas oleh hipotalamus.
5 Intoleransi aktivitas Setelah dilakukan 1. Mengevaluasi respon pasien 1. Memberikan kemampuan atau
yang berhubungan tindakan keperawatan
terhadap aktivitas, mencatat dan kebutuhan pasien dan memfasilitasi
dengan tidak selama 2x24 jam
seimbangnya Aktivitas dapat melaporkan adanya dispnea, dalam pemilihan intervensi
persediaan dan terpenuhi selama
peningkatan kelelahan, serta
kebutuhan oksigen perawatan dengan
kelemahan umum kriteria hasil : perubahan dalam tanda vital
serta kelelahan Laporan secara
selama dan setelah aktivitas.
karena gangguan verbal, kekuatan
pola tidur otot meningkat dan 2. Memberikan lingkungan yang 2. Mengurangi stress dan stimulasi yang
tidak ada perasaan berlebihan, serta meningkatkan
nyaman dan membatasi
kelelahan.
Tidak ada sesak pengunjung selama fese akut atas istirahat.
Denyut nadi dalam indikasi. Menganjurkan untuk
batas normal
Tidak muncul menggunakan memejen stress dan
sianosis aktivitas yang beragam.
3. Menjelaskan pentingnya 3. Bedrest akan memelihara tubuh selama
beristirahat pada rencana tindakan fase akut untuk menurunkan kebutuhan
Skala nyeri 4. Ajarkan tehnik relaksasi (nafas 4. relaksasi mengurangi ketegangan otot-
menurun dalam) dan sarankan untuk otot sehingga mengurangi penekanan
mengulangi bila merasa nyeri
GCS E4V5M6 dan nyeri.
5. Beri dan biarkan pasien memilih
5. mengurangi keteganagan area nyeri.
Tanda-tanda vital posisi yang nyaman
normal(nadi : 60- 6. analgetika akan mencapai pusat rasa
6. Kolaborasi dalam pemberian
100 kali permenit, nyeri dan menimbulkan penghilangan
analgetika.
suhu: 36-36,7 C,
pernafasan 16-20 nyeri.
kali permenit)
7. Alur Diagnosis pada skenario ?
Anamnesis
Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan Penunjang
8. LIMFOMA MALIGNUM
Adalah tumor ganas primer dari kelenjar limfe dan jaringan limfatik di organ lain.
Ia merupakan salah satu keganasan sistem hematopoietic, terbagi dalam 2
golongan besar , yaitu limfoma Hodgkin (HL) dan limfoma non-hodgkin (NHL).
Belakangan ini insiden limfoma meningkat relative cepat . Sekitar 90% limfoma
Hodgkin timbul dari kelenjar limfe, hanya 10% timmbul dari jaringan limfatik
diluar kelenjar limfe. Sedangkan limfoma non-hodgkin 60% timbul dari kelenjar
limfe, 40% timbul dari jaringan limfatik di luar kelenjar. Jika diberikan terapi
segera dan tepat angka kesembuhan limfoma Hodgkin dapat mencapai 80% lebih.
Prognosis limfoma non-hodgkin lebih buruk, tapi sebagian dapat disembuhkan.
Etiologi
Terdapat kaitan jelas antara limfoma Hodgkin dan infeksi virus Ebstein bar. Pada
kelompok terinfeksi HIV , insiden limfoma Hodgkin agak meningkat disbanding
masyarakat umum , selain itu manifestasi klinis limfoma Hodgkin yang terkait
HIV sangat kompleks, sering kali terjadi pada stadium lanjut penyakit, mengenai
region yang jarang diteemukan, seperti sumsum tulang, kulit, meningen , dll.
Limfoma hodgkin
Karakteristik histologis utamanya adalah sel datia tumor berinti tunggal, inti
banyak atau berinti sepasang simetris (secara terpisah disebut dengan sel Hodgkin
atau sel reed-sternberg) yang tersebar spooradis , dengan latar belakang berbagai
jenis sel radang reaktif nonneoplastik , termasuk limfosit, sel plasma, granulosit
eosinofilik, dan unsur selular lain dan matriks fibrosis.
Klasifikasi Rye tahun 1969 membagi limfoma Hodgkin menjadi 4 jenis yang
hingga kini masih luas digunakan :
Sistem klasifikasi WHO tahun 2001 yang baru hanya membuat sedikit
perubahan yaitu dengan menambahkan satu jenis yaitu jenis klasik sarat
limfositik. Menurut klasifikasi WHO hodgkn limfoma dapat dibagi menjadi :
Limfoma non-hodgkin
Manifestasi klinis
1. limfadenopati
60% lebih pasien mengalami pembesaran kelenjar limfe superfisial,
60-80% mengenai kelenjar limfe leher, 6-20% mengenai kelenjar
aksila. Pembesaran kelenjar limfe seringkali asimteri , konsistensi
padat dan kenyal, tidak nyeri, pada stadium dini tidak saling melekat ,
pembesaran kelenjar limfe profunda , dapat menimbulkan tanda invasi
dan kompresi setempat. Bila tonsil dan jaringan limfatik lingkar faring
terkena dapat timbul pembesaran tonsil, massa faring, nasofaring,
gangguan napas, dan mudah mengenai kelenjar limfe gaster dan
retroperitoneal.
2. kelainan limpa
3. kelainan hati
4. kelainan skeletal
5. gejala sistemik
Kriteria klasifikasi stadium klinis kini masih memakai patokan yang ditentukan
Ann Arbor tahun 1971,
A : tanpa symptom B
B : terdapat symptom B (demam >38o C, keringat malam atau dalam 6 bulan berat
badan turun lebih dari 10% tanpa etiologi lainyang dapat menjelaskan ).
X : terdapat massa besar (bulky disease), yaitu di atas bidang T 5-6 massa
supradiafragma melebihi 1/3 diameter toraks atau diameter massa melebihi 10 cm
Terapi
9.CA TIROID
Definisi
Kanker tiroid adalah suatu keganasan pada tiroid yang memiliki 4 tipe ;
papiler, folikuler, anaplastik atau meduler. Kanker jarang menyebabkan
pembesaran kelenjar, lebih sering menyebabkan pertumbuhan kecil (nodul) di
dalam kelenjar. Sebagian besar nodul tiroid bersifat jinak dan biasanya kanker
tiroid bisa disembuhkan.
Kanker tiroid seringkali membatasi kemampuan menyerap yodium dan
membatasi kemampuan menghasilkan hormon tiroid; tetapi kadang kanker
menghasilkan cukup banyak hormon tiroid sehingga terjadi hipertiroidisme.
Epidemiologi
Karsinoma tiroid diperkirakan sebesar 1,5% dari keganasan seluruh tubuh
di negara-negara berkembang. Karsinoma tiroid menempati urutan ke-9 dari
sepuluh keganasan tersering di Indonesia. Angka insidensi bervariasi di seluruh
dunia, yaitu dari 0,5-10 jiwa per 100.000 populasi. American Cancer Society
memperkirakan sekitar 17.000 kasus baru muncul setiap tahunnya di Amerika
Serikat dan sekitar 1700 diantaranya mengakibatkan kematian. Di Amerika
Serikat, karsinoma ini relatif jarang ditemukan, mencakup 1% dari seluruh jenis
kanker dan 0,4% kematian akibat kanker. Lebih banyak ditemukan pada wanita
dengan distribusi berkisar 2:1 sampai 3:1. Secara primer dijumpai pada dewasa
muda dan usia pertengahan serta jarang ditemukan pada anak-anak.
Karsinoma tiroid merupakan jenis keganasan jaringan endokrin yang
terbanyak, yaitu 90% dari seluruh kanker endokrin. Diantara tumor-tumor
epitelial, karsinoma yang berasal dari sel-sel folikular jauh lebih banyak
ditemukan daripada yang berasal dari sel C. Kebanyakan yang berasal dari sel
folikular merupakan keganasan yang berkembang secara perlahan dengan 10 year
survival lebih dari 90%. Limfoma tiroid dan keganasan-keganasan non epitelial
lain jarang ditemukan.
Etiologi
Etiologi yang pasti dari karsinoma ini belum diketahui. Dari beberapa
penelitian,
dijumpai beberapa faktor yang berperan dalam patogenesis karsinoma tiroid yaitu
genetik dan lingkungan.
Karsinoma papiler dipengaruhi oleh faktor lingkungan (iodine), genetik
dan hormonal serta interaksi diantara ketiga faktor tersebut. Sedangkan pada
karsinoma folikular radiasi merupakan faktor penyebab terjadinya karsinoma ini.
Faktor yang berperan pada karsinoma meduler adalah genetik dan sampai saat ini
belum diketahui karsinogen yang menjadi penyebab berkembangnya karsinoma
meduler dan anaplastik. Diperkirakan karsinoma anaplastik tiroid berasal dari
perubahan karsinoma tiroid berdiferensiasi baik (papiler dan folikular) dengan
kemungkinan jenis folikular dua kali lebih besar.
Gambaran Klinis
Kebanyakan penderita datang disebabkan oleh karena pembesaran tiroid
atau dijumpainya nodul atau beberapa nodul. Untuk alasan yang tidak diketahui,
kebanyakan penderita adalah perempuan. Usia tidaklah begitu penting oleh karena
lesi-lesi malignan dapat ditemukan pada usia yang sangat muda hingga yang
sangat tua. Meskipun demikian, hal yang penting diketahui adalah telah berapa
lama kelainan tersebut dijumpai dan apakah pertumbuhannya lambat, cepat atau
timbul secara tiba-tiba. Informasi ini merupakan diagnostik yang signifikan
karena nodul atau massa multipel yang tumbuh perlahan sedikit sekali yang
menjadi malignan dibandingkan dengan pembesaran nodul soliter yang
berkembang dengan cepat. Ukuran yang bertambah dengan tiba-tiba dapat diduga
sebagai hemorrhage.
Biasanya nodul tiroid tidak disertai rasa nyeri, apabila ditemukan nyeri
diagnosis banding yang harus dipertimbangkan adalah tiroiditis akut, kista dengan
acute hemorrhage, tiroiditis subakut atau De Quervain, infark tumor sel Hrtle
(jarang) dan tiroiditis Hashimoto. Sebagian besar keganasan pada tiroid tidak
memberikan gejala yang berat, kecuali jenis anaplastik yang sangat cepat
membesar bahkan dalam hitungan minggu. Pada pasien dengan nodul tiroid yang
besar, kadang disertai dengan adanya gejala penekanan pada oesofagus dan
trakea.
Pemeriksaan
- Anamnesis
Anamnesis pada penderita dilakukan secara mendalam agar
dapat menggali faktor risiko yang berperan, selain itu juga
mengidentifikasi jenis nodul berdasarkan gejala klinis yang muncul,
apakah sudah tampak gejala metastasis jauh seperti benjolan pada
kalvaria sebagai tanda metastasis tulang, sesak nafas sebagai tanda
gangguan organ paru, rasa penuh di ulu hati dapat mengarahkan
kecurigaan akan gangguan organ hepar, dan lain sebagainya.
- Pemeriksaan fisik
Nodul diidentifikasi berdasarkan konsistensinya keras atau
lunak, ukurannya, terdapat tidaknya nyeri, permukaan nodul rata atau
berbenjol-benjol, berjumlah tunggal atau ganda, memiliki batas yang
tegas atau tidak, dan keadaan mobilitas nodul.
- Pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan laboratorium yang membedakan neoplasma jinak
dan ganas tiroid belum ada yang khusus. Kecuali karsinoma meduler,
yaitu pemeriksaan kalsitonin (tumor marker) dalam serum.
Pemeriksaan T3 dan T4 kadang-kadang diperlukan karena pada
karsinoma tiroid dapat terjadi tirotoksikosis walaupun jarang. Human
Thyroglobulin (HTG) Tera dapat dipergunakan sebagai tumor marker
terutama pada karsinoma berdiferensiasi baik. Walaupun pemeriksaan
ini tidak khas untuk karsinoma tiroid, namun peninggian HTG setelah
tiroidektomi total merupakan indikator tumor residif.
- Pemeriksaan Isotop scan dan Ultrasonographic
Metode Isotop scan (IS), ultrasonograhic (USG) dan sitologi
saat ini digunakan untuk mengevaluasi nodul-nodul pada tiroid. IS
memiliki spesifisitas tinggi dalam mendiagnosis neoplasma malignan
apabila akumulasi ekstratiroid 99mTc pertechnetate atau I 3IJ pada
nodul metastasis servikal atau demarcated nodul tiroid cold kabur
dipertimbangkan positif. Karsinoma tiroid terlihat sebagai nodul
hipoechogenik pada pemeriksaan USG, meskipun demikian beberapa
lesi benign juga
mirip dengan gambaran echographic seperti pada lesi malignan.
- Biopsi aspirasi jarum halus
Biopsi aspirasi jarum halus tiroid telah berusia lebih dari 50
tahun dan merupakan metode utama yang digunakan untuk diagnosis
preoperatif pada anakanak dan dewasa. Biopsi aspirasi jarum halus
memegang peranan yang penting dalam mendeteksi neoplasma tiroid
dan membantu dalam penanganan reseksi pembedahan selanjutnya
serta mengidentifikasi lesi-lesi non neoplastik yang dapat ditangani
secara konservatif.
Biopsi aspirasi jarum halus merupakan test yang sensitif dan
spesifik untuk diagnosis lesi tiroid dan telah banyak publikasi yang
mengkonfirmasi keunggulan dari biopsi aspirasi jarum halus ini. Akan
tetapi, walaupun merupakan test yang akurat dengan biaya yang murah
dan sering tanpa komplikasi, biopsi aspirasi jarum halus juga memiliki
keterbatasan-keterbatasan yaitu :
Ketidakmampuan biopsi aspirasi jarum halus untuk
memberikan diagnosis banding nodul pada hypercellular
goitre dan neoplasma folikular benign dan malignan.
Keterbatasan ini menyebabkan ahli sitologi sering
mendiagnosisnya sebagai suspect (4-24%) dan
mengharuskan penderita untuk melakukan lobectomy untuk
diagnosis yang lebih obyektif.
Keterbatasan yang berkaitan dengan jumlah negatif palsu
(1,3-17%) yang akhirnya akan menyebabkan kegagalan
penanganan neoplasma malignan.
Sejumlah kasus dimana tidak mungkin merumuskan satu
diagnosis disebabkan karena material inadekuat (2-31%)
sehingga menurunkan akurasi metode ini dan jumlah
penderita yang menjalani lobectomy meningkat untuk
mendapatkan hasil diagnosis yang lebih akurat.
M (Metastasis jauh)
Mx = metastasis jauh tidak dapat dinilai
M0 = tidak terdapat metastasis jauh
M1 = terdapat metastasis jauh
Faktor Risiko
- Pengaruh usia dan jenis kelamin
Apabila nodul tiroid terdapat pada penderita berusia dibawah 20 tahun
dan diatas 50 tahun, resiko keganasan lebih tinggi. Demikian pula
dengan jenis kelamin, penderita laki-laki memiliki resiko keganasan
lebih tinggi daripada penderita perempuan.
- Pengaruh radiasi di daerah leher dan kepala pada masa lampau
- Kecepatan pertumbuhan tumor
- Riwayat gangguan mekanik di daerah leher
- Riwayat penyakit serupa dalam keluarga
Penatalaksaan
- Pembedahan
Bila diagnosis kemungkinan telah ditegakkan dan operabel,
operasi yang dilakukan adalah lobektomi sisi yang patologik (Kaplan),
atau lobektomi subtotal dengan risiko bila ganas kemungkinan ada sel-
sel karsinoma yang tertinggal. Pembedahan umumnya berupa
tiroidektomi total. Enukleasi nodulnya saja adalah berbahaya karena
bila ternyata nodul tersebut ganas, telah terjadi penyebaran
(implantasi) sel-sel tumor dan operasi ulang untuk tiroidektomi secara
teknis akan menjadi lebih sukar.
Bila hasilnya jinak, lobektomi tersebut sudah cukup. Bila
ganas, lobus kontra lateral diangkat seluruhnya (tiroidektomi totalis).
Dapat pula dilakukan near total thyroidectomy. Bila dari hasil
pemeriksaan kelenjar getah bening dicurigai adanya metastasis,
dilakukan diseksi radikal kelenjar getah bening pada sisi yang
bersangkutan. Komplikasi-komplikasi operasi antara lain terputusnya
nerws laringeus rekurens dan cabang eksterna dari nervus laringeus
superior, hipoparatirodisme, dan ruptur esophagus.
- Radiasi
Prognosis
Prognosis karsinoma papiler baik, 10-year survival lebih dari 90% dan
untuk pasien muda lebih dari 98%. Perbandingan relatif area-area papiler dan
folikular tidak berhubungan dengan prognosis, tetapi invasi vaskular dan nuklear
atypia mungkin merupakan tanda-tanda prognostik yang berlawanan. Sedangkan
pada tall-cell variant dan
columnar cell variant prognostiknya sangat jelek oleh karena memiliki behavior
yang sangat agresif.
Karsinoma folikularl ebih agresif daripada karsinoma papiler. Prognosis
bergantung pada invasi jauh dan staging. Secara langsung berhubungan dengan
ukuran tumor (<1,0 cm mempunyai prognosis yang baik). Lebih dari setengah
penderita meninggal dunia dalam 10 tahun tetapi hal ini bervariasi tergantung
pada derajat invasi tumor ke dalam pembuluh darah, kapsul tumor, atau jaringan
sekitarnya.
Gambaran klinis umum berhubungan dengan prognosis bergantung pada
usia, ukuran tumor, perluasan keluar dari tiroid, pembedahan yang komplet dan
metastasis jauh. Efek prognostik yang berlawanan pada usia tua ditekankan
terhadap ukuran tumor yang besar dan perluasan ekstraglandular dari tumor.
10.Ca Parotis
Definisi
Tumor pada kelenjar liur relatif jarang terjadi, persentasenya kurang dari 3% dari
seluruh keganasan pada kepala dan leher. Keganasan pada tumor kelenajar liur
berkaitan dengan paparan radiasi, faktor genetik, dan karsinoma pada dada.
Sebagian besar tumor pada kelenjar liur terjadi pada kelenjar parotis, dimana 75%
- 85% dari seluruh tumor berasal dari parotis dan 80% dari tumor ini adalah
adenoma pleomorphic jinak (benign pleomorphic adenomas)
Klasifikasi
Tumor jinak
Papiloma intraduktal
Merupakan tumor bagian kepala dan leher yang paling sering pada anak-anak,
eksisi merupakan penanganan piliha bila tumor terletak pada struktur yang vital.
Limfangioma jarang menimbulkan gejala-gejala obstruksi jalan napas dan eksisi
biasanya untuk alasan kosmetik.
Lipoma
Jarang terjadi pada kelenjar liur mayor. tumor terdiri dari sel-sel adiposa dengan
inti yang uniform. Rasio laki-laki dan perempuan adalah 10:1. Pertumbuhan
tumor lambat dengan diameter rata-rata 3 cm. Penenganan adalah eksisi.
Mukoepidermoid karsinoma
kebanyakan berasal dari kelenjar parotis dan biasanya memiliki gradasi yang
rendah
Adenokarsinoma
karsinoma sel asinik: paling banyak berasal dari kelenjar parotis dan
pertumbuhannya lambat
squamous sel karsinoma: terutama pada laki-laki yang tua. Dapat berkembang
setelah terapi radiasi untuk kanker yang lain pada area yang sama.
epitelial-mioepitelial karsinoma
Adenoma Pleomorphic 14
Menurut Armstrong et al, sebanyak 16 % dari pasien dengan tumor parotis dan
8% pasien dengan tumor pada submandibula atau sub lingual secara klinis
menunjukkan keterlibatan kelenjar limfe pada penampilannya.15
3.4 Pemeriksaan
Pada anamnesis harus ditanyakan mengenai radiasi terdahulu pada daerah kepala-
leher, operasi yang pernah dilakukan pada kelenjar ludah dan penyakit tertentu
yang dapat menimbulkan pembengkakan kelenjar ini (diabetes,sirosis,hepatitis,
alkoholisme). Juga obat-obat seperti opiate, antihipertensi, derivate fenotiazin,
diazepam, dan klordiazepoksid dapat menyebabkan pembengkakan, karena obat-
obat ini menurunkan fungsi kelenjar ludah.16
Dengan inspeksi dalam keadaan istirahat dan pada gerakan dapat ditentukan
apakah ada pembengkakan abnormal dan dimana, bagaimana keadaan kulit dan
selaput lendir di atasnya dan bagaimana keadaan fungsi nervus fasialis. Kadang-
kadang pada inspeksi sudah jelas adanya fiksasi ke jaringan sekitarnya, dan
langsung tampak adanya trismus. Penderita juga harus diperiksa dari belakang,
untuk dapat melihat asimetrisitas yangmungkin lolos dari perhatian kita.16
Palpasi yang dilakukan dengan teliti dapat mengarah ke penilaian lokalisasi tumor
dengan tepat, ukuran (dalam cm), bentuknya, konsistensi, dan hubungan dengan
sekelilingnya. Jika mungkin palpasi harus dilakukan bimanual. Palpasi secara
sistematis dari leher untuk limfadenopati dan tumor Warthin yang jarang terjadi
juga harus dilakukan. Berikut ini kelainan patologi yang dapat terjadi :16
3. HIV infection
4. Sarcoidosis
5. Masseteric hypertrophy
7. Chronic parotitis
8. Lymphangioma (paediatric)
9. Haemangioma.
Foto rontgen kepala dan leher dapat menunjukkan ada atau tidak ada gangguan
tulang, tau mungkin penting juga untuk diagnostic diferensial (batu kelenjar
ludah; kelenjar limfe yang mengalami kalsifikasi). Foto toraks diperlukan untuk
menemukan kemungkinan metastasis hematogen. Dengan ekografi atau CT, tetapi
lebih baik lagi dengan MRI dapat diperoleh gambaran mengenai sifat pembatasan
dan hubungan ruang tumornya: ukuran, lokalisasi, letaknya di dalam atau di luar
kelenjar limfe. Adenoma pleomorf dapat dibedakan dari tumor kelenjar ludah
yang lain dengan MRI. Metode ini tidak dapat membedakan antara tumor benigna
dan maligna. Pemeriksaan dengan rontgen kontras glandula parotidea dan
glandula submandibularis (sialografi) diperlukan untuk pemeriksaan lebih lanjut
inflamasi (kronik) atau kalsifikasi dan dapat mempunyai arti untuk diagnosis
diferensial.
Benjolan pada pipi bagian belakang di depan atau di bawah daun telinga, tidak
nyeri, sulit digerakan, kadang-kadang disertai lesi otot-otot wajah (muka
mencong), bila minum air merembes dan sulit menutup mata.
DETEKSI DINI
1. Operasi : lesi nervus fasialis, fistel pada luka operasi yang cukup lama,
sayatkan operasi yang masih berbekas
2. Komplikasi radioterapi/ khemoterapi : depresi sumsum tulang, rasa kering
di tenggorokan.
PROGNOSIS
Black, Joyce M & John Hokanson Hawks. 2005. Medical Surgical Nursing
Clinical
Carpenito, Lynda Juall. Diagnosa Keperawatan. Jakarta: EGC.
Mehta, Atul. & Hoffbrand, Victor. 2006. At a Glance Hematologi. Edisi kedua.
Jakartaa: Erlangga
Price, Sylvia A dan Lorraine M. Wilson. Alih bahasa : Brahm U. Pendit. 2005.
Patofisiologi : Konsep Klinis Proses-proses Penyakit Volume 1.Edisi
6. Jakarta : EGC.
Sarwono. 1996. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid Pertama, Edisi Ketiga.
Jakrta: EGC
Sherwood, Lauralee. Fisiologi Manusia: Dari Sel ke Sistem, edisi keenam. 2009.
Jakarta: EGC.
Ganong, William. Kelenjar Thyroid, Buku Ajar Fisiologi Kedokteran, edisi kedua
Shah J.P Patel SG : Salivary glands. In Head & Neck Surgery & Oncology, 3rd
ed, Mosby, Oxford Philadelphia 2005 p. 439-473
Oh YS Eisele DW : Salivary gland Neoplasms. In Head & Neck Surgery-
Otolaryngology 4th ed, Byron J. Bailey & Jonas T. Johnson Eds. 2006 p. 1515-
1533.
Helmus C. Subtotal parotidectomy : A 10-year review (1985 to 1994)
Laryngoscope 1997 ; 107 : 1024-1027.
Japaries, Willie. 2011. Buku Ajar Onkologi Klinis. Jakarta : Balai Penerbit FKUI