Anda di halaman 1dari 42

KELOMPOK 3

Problem Based Learning


Modul 1
THOHAROH

Ketua : Dimas Hervian Putra


Sekretaris : Patimah Tul Munawaroh

Anggota :
- Fikri idul haq
- Labibah rasyid
- Mahasti andrarini
- M. Kamardi
- RR. Yunisa
- Setiani imaningtias

Kata Pengantar

Page | 1
Puji syukur kami panjatkan atas kehadirat ALLAH SWT yang telah memberikan rahmat
dan karunia-Nya pada kelompok kami, sehingga kami dapat menyelesaikan Laporan PBL
(Problem Based Learning) BLOK AL ISLAM modul 1 tentang thoharoh ini tepat pada
waktunya. Shalawat serta salam semoga tercurah kepada Nabi Muhamma SAW, keluarga serta
pengikutnya hingga akhir zaman. Amin.
Laporan ini kami buat dengan tujuan untuk memenuhi tugas yang wajib dilakukan setelah
selesai membahas kasus PBL. Pembuatan laporan ini pun bertujuan agar kita bisa mengetahui
serta mampu menerapkan thoharoh yang benar untuk menunjang ibadah yang sempurna
berkaitan dengan sistem AL ISLAM.
Terima kasih kami ucapkan kepada tutor kami dr. Sugiarto yang telah membantu kami
dalam kelancaran pembuatan laporan ini. Terima kasih juga kepada semua pihak yang telah
membantu kami dalam mencari informasi, mengumpulkan data, dan menyelesaikan laporan ini.
Semoga laporan ini dapat bermanfaat bagi kelompok kami pada khususnya dan bagi para
pembaca pada umumnya.
Laporan kami bukanlah laporan yang sempurna, oleh karena itu kritik dan saran yang
membangun dari para pembaca sangatlah kami harapkan untuk menambah kesempurnaan
laporan kami.

Jakarta, Desember 2011

Tim Penyusun

DAFTAR ISI

Page | 2
KATA PENGANTAR..2
DAFTAR ISI.....3
BAB I. Pendahuluan
1.1 Latar Belakang..4
1.2 Tujuan Pembelajaran....4
1.3 Sasaran Pembelajaran...4
BAB II. Pembahasan
2.1 Skenario...5
2.2 Klasifikasi Kata Sulit ..5
2.3 Kata Kunci...5
2.4 Mind Mapping.6
2.5 Identifikasi Masalah Dengan Rumusan Pertanyaan....................7
1) Syarat sah sholat..7
2) Syarat-syarat sholat jama dan qhashar.11
3) Tata cara sholat berjamaah.....11
4) Cara menentukan waktu shalat..13
BAB III. Analisa Masalah
3.1 Definisi Thoharoh......26
3.2 Dasar Hukum Thoharoh.........26
3.3 Thoharoh Ditinjau Dari Segi Medis...27
3.4 Macam-Macam Thoharoh..........31
1) Thoharoh Bathiniyah.31
2) Thoharoh Dzohiroh Hissiyah33
A. Hadast.33
B. Najis...36
3.5 Konsep Kebersihan Sebagian Dari Iman....38
BAB IV. Penutup
4.1 Kesimpulan..41
BAB V. Referensi..42
BAB I
PENDAHULUAN

Page | 3
1.1 LATAR BELAKANG
Modul 1 diberikan pada mahasiswa semester pertama yang mengambil mata kuliah BLOK AL
ISLAM. Masalah yang ada didalam modul 1 ini merupakan bagian dari BLOK AL ISLAM, yaitu
Subsistem al islam yang terdiri dari beberapa unit yang masing-masing membicarakan tentang
thoharoh, adab pemeriksaan kesehatan terhadap non muhrim dan dokter yang islami.
Dalam laporan ini, kami akan membahas aspek tentang thoharoh.
Kami sebagai pelaku proses PBL berharap dengan membuat laporan ini tutor dapat mengevaluasi
kinerja yang kami lakukan, agar dilain waktu akan menjadi lebih baik.

1.2 TUJUAN PEMBELAJARAN


Membantu Mahasiswa agar lebih mudah memahami suatu masalah di dalam modul 1, dimana
mahasiswa dapat lebih aktif dalam mencari data dan informasi mengenai cara menerapkan
thoharoh yang benar dan cara menerapkan hal-hal yang berkaitan dengan shalat.
Siswa dapat mengenal contoh-contoh masalah yang dapat dipergunakan sebagai rujukan bagi
penyelesaian masalah yang sama di masa yang akan datang.

1.3 SASARAN PEMBELAJARAN


Mahasiswa diharapkan mampu mengetahui dan memahami masalah yang berkaitan dengan
BLOK AL ISLAM, serta dapat mengambil manfaatnya.
Mahasiswa akan mampu :
1. Memahami definisi, macam, tata cara dan dasar hukum thoharoh.
2. Memahami definisi, macam najis.
3. Memahami definisi, macam hadast.
4. Konsep kebersihan sebagian dari iman.
5. Menjelaskan hukum-hukum dan tata cara membersihkan hadast dan najis.

BAB II
PEMBAHASAN

Page | 4
2.1 SKENARIO
Amran dan Imran mendapat tugas ke jayapura. Pesawat akan berangkat pukul 06.30 WIB
Kebetulan waktu itu di bandara Sukarno Hatta, cuaca kurang baik, hujan lebat dan
Nampak gelap. Amran dan Imran tidak tahu waktu maghrib. Pukul 06.00 WIB, mereka
shalat maghrib berjamaah sekaligus menjama dan qhashar. Mereka berdiri
berdampingan, amran disebelah kiri, ia memimpin shalat. Ternyata waktu maghrib pukul
06.05 WIB. Pakaian mereka tidak begitu bersih, tidak bisa diganti oleh karena koper
mereka sudah dibagasi. Bagaimana shalat mereka, apakah sah dan cara shalat antara
imam dan makmum sudah sesuai aturan?

2.2 KLARIFIKASI KATA SULIT


-Tidak Ada

2.3 KATA KUNCI


1. Pukul 06.00 WIB, Mereka shalat maghrib berjamaah sekaligus menjama dan qhashar
shalat maghrib dan isya.
2. Pakaian mereka tidak begitu bersih.
3. Amran dan Imran tidak tahu waktu maghrib.
4. Amran disebelah kiri, ia memimpin shalat.
5. Ternyata, waktu maghrib pukul 06.05 WIB.
6. Amran dan Imran mendapat tugas ke jayapura.

2.4 MIND MAPPING

Page | 5
THOHAROH

KONSEP
THOHAROH KEBERSIHAN
DEFINISI DASAR HUKUM MACAM-MACAM
DITINJAU DARI SEBAGIAN DARI
THOHAROH THOHAROH THOHAROH
SEGI MEDIS IMAN

THOHAROH
THOHAROH DZOHIROH
BATHINIYAH HISSIYAH

HADAST NAJIS

2.5 IDENTIFIKASI MASALAH DENGAN RUMUSAN PERTANYAAN

Pertanyaan :

Page | 6
1. Bagaimana syarat sah shalat?
2. Apakah syarat-syarat shalat jama dan qhashar?
3. Bagaimana tata cara shalat berjamaah menurut nabi Muhammad SAW?
4. Bagaimana cara menentukan waktu shalat?
5. Apa hikmah dari shalat?
6. Apa yang menandai masuknya waktu shalat?

Jawaban :

1. SYARAT-SYARAT SAH SHOLAT

Tatacara & Menyempurnakan Sholat


Adapun yang dimaksud dengan syarat-syarat shalat di sini ialah syarat-syarat sahnya
shalat tersebut. (Maksudnya, syarat-syarat yang harus ada supaya sholat boleh atau bisa
ditegakkan ).
Adapun syarat-syaratnya ada sembilan:
1) Islam
2) Berakal
3) Tamyiz (dapat membedakan antara yang baik dan yang buruk)
4) Menghilangkan hadats
5) Menghilangkan najis
6) Menutup aurat
7) Masuknya waktu
8) Menghadap kiblat
9) Niat

Penjelasan Dari Sembilan Syarat Sahnya Shalat :

1) Islam
Lawannya adalah kafir. Orang kafir amalannya tertolak walaupun dia banyak
mengamalkan apa saja, dalilnya firman Allah azza wa jalla, Tidaklah pantas bagi

Page | 7
orang-orang musyrik untuk memakmurkan masjid-masjid Allah padahal mereka
menyaksikan atas diri mereka kekafiran. Mereka itu, amal-amalnya telah runtuh dan di
dalam nerakalah mereka akan kekal. (At-Taubah:17)
Dan firman Allah azza wa jalla, Dan Kami hadapi segala amal yang mereka
kerjakan, lalu Kami jadikan amal itu (bagaikan) debu yang berterbangan. (Al-
Furqan:23)
Shalat tidak akan diterima selain dari seorang muslim, dalilnya firman Allah azza wa
jalla, Barangsiapa mencari agama selain agama Islam, maka sekali-kali tidaklah akan
diterima (agama itu) daripadanya, dan dia di akhirat termasuk orang-orang yang rugi.
(Aali Imraan:85)

2) Berakal
Lawannya adalah gila. Orang gila terangkat darinya pena (tidak dihisab
amalannya) hingga dia sadar, dalilnya sabda Rasulullah, Diangkat pena dari tiga orang:
1. Orang tidur hingga dia bangun, 2. Orang gila hingga dia sadar, 3. Anak-anak sampai
ia baligh. (HR. Ahmad, Abu Dawud, An-Nasa-i, dan Ibnu Majah).

3) Tamyiz
Yaitu anak-anak yang sudah dapat membedakan antara yang baik dan yang buruk,
dimulai dari umur sekitar tujuh tahun. Jika sudah berumur tujuh tahun maka mereka
diperintahkan untuk melaksanakan shalat.
Berdasarkan sabda Nabi shallallahu alaihi wa sallam, Perintahkanlah anak-
anak kalian shalat ketika berumur tujuh tahun, dan pukullah mereka ketika berumur
sepuluh tahun (jika mereka enggan untuk shalat) dan pisahkanlah mereka di tempat-
tempat tidur mereka masing-masing. (HR. Al-Hakim, Al-Imam Ahmad dan Abu Dawud)

4) Menghilangkan Hadats (Thaharah)


Hadats ada dua: hadats akbar (hadats besar) seperti janabat dan haidh, dihilangkan
dengan mandi (yakni mandi janabah), dan hadats ashghar (hadats kecil) seperti buang air
besar, air kecil atau buang angin, dihilangkan dengan wudhu`.

Page | 8
sesuai sabda Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam, Allah tidak akan menerima shalat
tanpa bersuci. (HR. Muslim dan selainnya)
Dan sabda Rasul shallallahu alaihi wa sallam, Allah tidak akan menerima shalat orang
yang berhadats hingga dia berwudlu`. (Muttafaqun alaih)

5) Menghilangkan Najis
Menghilangkan najis dari tiga hal: badan, pakaian dan tanah (lantai tempat
shalat).Dalilnya firman Allah azza wa jalla, Dan pakaianmu, maka sucikanlah. (Al-
Muddatstsir:4)
Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda, Bersucilah dari kencing, sebab
kebanyakan adzab kubur disebabkan olehnya.

6) Menutup Aurat
Menutupnya dengan apa yang tidak menampakkan kulit (dan bentuk tubuh),
berdasarkan sabda Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam, Allah tidak akan menerima
shalat wanita yang telah haidh (yakni yang telah baligh) kecuali dengan khimar
(pakaian yang menutup seluruh tubuh, seperti mukenah). (HR. Abu Dawud)
Para ulama sepakat atas batalnya orang yang shalat dalam keadaan terbuka
auratnya padahal dia mampu mendapatkan penutup aurat. Batas aurat laki-laki dan budak
wanita ialah dari pusar hingga ke lutut.
sedangkan wanita merdeka maka seluruh tubuhnya aurat selain wajahnya selama tidak
ada ajnaby (orang yang bukan mahramnya) yang melihatnya, namun jika ada ajnaby
maka sudah tentu wajib atasnya menutup wajah juga.
Di antara yang menunjukkan tentang mentutup aurat ialah hadits Salamah bin Al-
Akwa` radhiyallahu anhu, Kancinglah ia (baju) walau dengan duri.
Dan firman Allah azza wa jalla, Wahai anak cucu Adam, pakailah pakaian kalian yang
indah di setiap (memasuki) masjid. (Al-Araaf:31) Yakni tatkala shalat.
7) Masuk Waktunya Sholat
Dalil dari As-Sunnah ialah hadits Jibril alaihis salam bahwa dia mengimami Nabi
shallallahu alaihi wa sallam di awal waktu dan di akhir waktu (esok harinya), lalu dia
berkata: Wahai Muhammad, shalat itu antara dua waktu ini.

Page | 9
Dan firman Allah azza wa jalla, Sesungguhnya shalat itu adalah kewajiban
yang ditentukan waktunya atas orang-orang yang beriman. (An-Nisa`:103)
Artinya diwajibkan dalam waktu-waktu yang telah tertentu.
Dalil tentang waktu-waktu itu adalah firman Allah azza wa jalla, Dirikanlah
shalat dari sesudah tergelincirnya matahari sampai gelap malam dan (dirikanlah pula
shalat) Shubuh. Sesungguhnya shalat Shubuh itu disaksikan (oleh malaikat). (Al-
Israa`:78).

8) Menghadap Kiblat
Dalilnya firman Allah, Sungguh Kami melihat wajahmu sering menengadah ke
langit, maka sungguh Kami akan memalingkan kamu ke Kiblat yang kamu sukai.
Palingkanlah wajahmu ke arah Masjidil-Haram, dan di mana saja kalian berada maka
palingkanlah wajah kalian ke arahnya. (Al-Baqarah:144)

9) Niat
Tempat niat ialah di dalam hati, sedangkan melafazhkannya adalah bidah (karena
tidak ada dalilnya). Dalil wajibnya niat adalah hadits yang masyhur, Sesungguhnya
amal-amal itu didasari oleh niat dan sesungguhnya setiap orang akan diberi (balasan)
sesuai niatnya. (Muttafaqun alaih dari Umar Ibnul Khaththab)

2. SYARAT-SYARAT SHALAT JAMAK DAN QASHAR

Syarat jamak :

Page | 10
a) Dikerjakan dengan tertib, yakni dengan shalat yang pertama misalnya
zhuhur dahulu, kemudian ashar dan maghrib dahulu kemudian isya;
b) Niat jamak dilakukan pada shalat pertama;
c) Berurutan antara keduanya, yakni tidak boleh disela dengan shalat sunat
atau lain-lain perbuatan.
d) Dalam perjalanan
Syarat qashar :
a) Shalat yang boleh di qashar hanya sholat yang empat rakaat saja dan
bukan qadha;
b) Niat mengqashar pada waktu takbiratul ihram;
c) Tidak makmum kepada orang yang bukan musafir;
d) Dalam perjalanan
e) Bepergian bukan untuk maksiat

3. TATA CARA SHOLAT BERJAMAAH

Posisi makmum dalam sholat berjamaah :


a) Bila makmumnya hanya seorang diri, posisinya disebelah kanan imam dan
agak mundur sedikit untuk membedakan posisinya dengan imam. Jika ada
makmum lain yang datang kemudian maka ia mengambil tempat disebelah
kiri imam. Setelah takbir, imam maju ke depan, atau kedua makmum itu
mundur kebelakang dengan gerakan ringan.
b) Jika makmum yang terdiri dari beberapa shaf laki-laki dewasa, anak-anak
dan wanita, posisi shaf laki-laki dewasa berada di belakang imam,
kemudian anak-anak berada di belakang laki-laki dewasa, dan wanita
posisi paling belakang.
Bila Mengikuti imam :
a) Makmum menyengaja berniat mengikuti imam;
b) Makmum jangan berada di depan imam;
c) Shalat makmum harus sama dengan shalat imam, misalnya sama-
sama maghrib, isya, jamak dan sebagainya;

Page | 11
d) Makmum mengetahui segala yang dilakukan imam;
Antara makmum dan imam jangan ada dinding yang menghadapi,
kecuali bagi perempuan dimasjid hendaklah didindingi dengan
kain, asal ada sebagian atau salah seorang mengetahui gerak-gerik
imam atau makmum yang dapat diikuti;
e) Makmum jangan mendahului imam dalam takbir, dan jangan
mendahului atau melambatkan diri.

Bila Masbuk (makmum yang terlambat datang) :


a) Makmum yang masbuk jika mendapatkan imamnya sedang
rukuk dan terus mengikutinya, maka sempurnalah rakaat itu
baginya meskipun ia tidak sempat membaca fatihah.
b) Apabila makmum yang masbuk mengikuti imam sesudah
rukuk, maka ia harus mengulangi rakaat itu karena rakaat ini
tidak sempurna dan tidak termasuk hitungan baginya.
c) Jika makmum yang mengikuti imam tasyahud akhir dari salah
satu shalat, maka tasyahud yang dikerjakan oleh makmum itu
tidak termasuk bilangan baginya dan ia harus
menyempurnakan shalatnya sebagaimana biasa sesudah imam
member salam.
d) Makmum yang masbuk jika pada saat datang shaf telah penuh,
maka ia tidak boleh membuat barisan baru seorang diri. Dalam
keadaan seperti ini, ia harus memilih masuk kedalam barisan
atau isyarat kepada salah seorang yang ada dalam shaf untuk
mundur dan membuat shaf baru.

e) Makmum yang masbuk, jika pada saat datang imam sedang


membaca surah, maka setelah niat dan takbiratul ihram, ia
sebaiknya langsung membaca al-fatihah tanpa membaca doa
iftitah, karena al-fatihah adalah rukun.

Page | 12
4. CARA MENETUKAN WAKTU SHALAT

Waktu shalat fardhu


Firman Allah SWT :
sesungguhnya shalat itu adalah kewajiban yang ditentukan waktunya atas
orang-orang beriman. ( An-Nisa: 103)
Shalat yang fardhu atau wajib dilaksanakan oleh tiap-tiap mukallaf ( orang
yang telah baligh lagi berakal) ialah lima kali sehari semalam.
Sabda rasullulah SAW :
telah difardhukan Allah atas umatku pada malam isra lima puluh salat.
Maka senantiasa saya kembali ke hadirat ilahi, daan saya minta keringanan
sehingga dijadikan-Nya menjadi lima kali dalam sehari semalam ( sepakat
ahli hadis ).

1. Pada Shalat Dzuhur


waktu sholat dzuhur dimulai saat matahari mulai tergelincir sesuai
dengan sabda Nabi shallallahu alaihi wassalam: Dan waktu dhuhur dimulai
ketika matahari telah tergelincir. (HR. Muslim dari Abdullah bin Amr bin
Ash)
Dan waktu dhuhur berakhir ketika masuk waktu ashar, yaitu saat
matahari mulai condong (ketika bayangan benda sepanjang aslinya). Hal ini
sebagaimana hadits: Dan waktu dhuhur adalah sebelum tiba waktu ashar.
(HR. Muslim dari Abdullah bin Amr bin Ash)

Untuk mengetahui waktu Dhuhur secara tepat maka bisa ditempuh cara-
cara sebagai berikut:
1. Tancapkan tiang sepanjang 1 m (lebih panjang lebih baik) secara
tegak lurus dengan bumi

Page | 13
2. Buatlah lingkaran-lingkaran dengan tiang sebagai titik pusatnya,
usahakan selisih diameter antara lingkaran tidak terlalu lebar,
sehingga perhitungan lebih teliti.

Lebih kurang pukul 11.30 muadzin harus mulai mengamati


panjang bayangan pada lingkaran-lingkaran yang berpusat
pada tiang. Akan didapati, bayangan akan semakin
memendek sekaligus mengalami pergeseran kea rah timur
Suatu saat bayangan tersebut akan mencapai titik jenuh
selama beberapa saat (tidak memendek dan memanjang)
dan hanya mengalami pergeseran kea rah timur. Temponya
lebih kurang 10 hingga 15 menit. Waktu ini disebut waktu
karahah (waktu yang dilarang solat). Panjang bayangan di
saat waktu karahah disebut fai zawal
Setelah melampaui waktu karahah, bayangan akan mulai
memanjang, dan inilah awal waktu dzuhur
Sedangkan akhir waktu dzuhur adalah ketika panjang
bayangan sama dengan tiang ditambah dengan fai zawal.

Page | 14
Sebagai catatan: Arah bayangan dan panjang fai zawal berubah-ubah sesuai
dengan posisi matahari saat penentuan waktu. Jika matahari condong ke arah
selatan maka bayangan berpindah di sebelah utara. Jika posisi matahari tepat di
arah timur maka panjang fai zawal 0 (nol). Allahu alam.

Adapun akhir waktu dhuhur adalah ketika panjang bayangan sama


dengan bendanya (masuknya waktu ashar). Sesuai dengan hadits Nabi
shallallahu alaihi wassalam:
Kemudian Jibril shalat dhuhur ketika bayangannya sama dengan benda.
(HR. Muslim dari Abdullah bin Amr bin Ash)
Demikianlah hadits Nabi shallallahu alaihi wassalam.
Suatu hal yang berlebihan bagi orang yang tidak melakukan shalat sampai
datangnya waktu shalat setelahnya.
(HR. Muslim dari Abu Qatadah)

2. Pada Shalat Ashar


Awal waktu ashar adalah akhir dari waktu dhuhur. Sesuai dengan sabda
Nabi shallallahu alaihi wassalam:
Jibril shalat bersama Nabi shallallahu alaihi wassalam dan para
shahabatnya pada hari pertama ketika bayangannya sama dengan
bendanya.
(HR. Muslim dari Abdullah bin Amr bin Ash)

Akhir waktu ashar ada dua macam:


1. Waktu ikhtiyari, yakni ketika bayangan benda dua kali panjang
aslinya. Hal ini sesuai dengan sabda Nabi shallallahu alaihi wassalam:

Page | 15
Dan pada hari kedua Jibril shalat bersama mereka ketika bayangan
dua kali lipat panjang bendanya. Kemudian dia mengatakan waktu
ashar adalah diantara dua ini.
(HR. Muslim dari Abdullah bin Amr bin Ash)
2. Waktu idlthirary (waktu terpaksa), yakni sampai tenggelamnya
matahari. Hal ini sesuai dengan hadits Nabi shallallahu alaihi
wassalam:
Barangsiapa yang mendapatkan satu rakaat sebelum matahari
tenggelam berarti ia mendapatkan shalat ashar. (HR. Bukhari dan
Muslim dari Abu Hurairah)

Akan tetapi tidak sepantasnya seorang muslim menunaikan shalat ashar


di akhir waktu (semisal jam 5 sore) kecuali jika terpaksa. Hal ini sesuai
dengan perkataan Imam Ibnu Qudamah.
Shalat ashar di saat matahari telah berwarna kuning atau menjelang
terbenamnya matahari merupakan ciri-ciri shalat orang yang munafik sesuai
dengan sabda Rasulullah shallallahu alaihi wassalam:
Itu adalah shalat orang munafik 3x. Mereka duduk-duduk (menunggu
matahari hendak terbenam) sehingga tatkala matahari berada di antara dua
tanduk syaithan, dia lakukan shalat empat rakaat dengan cepat kilat ibarat
ayam yang sedang mematuk, dia tidak berdzikir kepada Allah kecuali sedikit
saja. (HR. Muslim dari Anas bin Malik)

3. Pada Shalat Maghrib


Para ulama bersepakat bahwa waktu maghrib adalah ketika matahari
terbenam, berlainan dengan orang-orang syiah yang menetapkan bahwa
waktu maghrib berawal ketika bintang bersinar.

Adapun caranya sebagai berikut:

Page | 16
1) Bila muadzin berada di pesisir menghadap ke barat maka pengamatan
lebih mudah. Bundaran matahari akan terlihat dengan jelas ketika
terbenam. Di saat itulah, waktu maghrib tiba.
2) Jika di arah barat terbentang gunung tinggi atau tembok yang
menjulang, maka pengamatan bisa dilakukan dengan cara sebagai
berikut:

Lihatlah ke arah timur. Pada bagian no. 1 langit terlihat lebih


terang. Dan harus diingat di mana letak (ketinggian) matahari
di kala terbit. Jika bagian yang berada di bawah (bagian no. 2)
telah terlihat hitam (gelap) secara merata, maka sudah masuk
waktu maghrib.
Jika rona gelapnya belum mendatar dan antara bagian no. 1 dan
no. 2 belum ada perbedaan yang jelas antara dua bagian tadi
maka belum masuk waktu maghrib.

Untuk meyakinkannya seorang muadzin bisa menghadap ke


arah barat di atas bukit atau tembok tinggi. Jika sudah tidak ada

Page | 17
lagi sinar dari arah barat berarti sudah masuk waktu maghrib,
dan biasanya ditandai dengan warna kemerah-merahan di
langit.
Namun jika sinar masih ada, maka diperkirakan matahari
belum terbenam, meskipun langit berwarna merah atau gelap
sekalipun. Adapun dalil tentang awal waktu maghrib adalah
sabda Nabi shallallahu alaihi wassalam:
Dan waktu maghrib ketika terbenam matahari.
(HR. Bukhari no. 527 dan Muslim no. 1023 dari Jabir bin
Abdillah)
Adapun akhir waktu maghrib adalah ketika terbenamnya warna
kemerah-merahan di langit sebagaimana sabda Nabi saw.
Dan waktu maghrib adalah selama syafaq (warna kemerah-
merahan) belum hilang.
(HR. Muslim no. 967 dari Abdullah bin Amr bin Ash)

4. Pada Shalat Isya

Adapun awal waktu isya adalah setelah hilangnya warna kemerah-


merahan di langit sesuai dengan sabda Nabi shallallahu alaihi wassalam:
Adalah Nabi shallallahu alaihi wassalam melakukan shalat isya ketika
terbenamnya warna kemerah-merahan. (HR. Muslim no. 969 dari Abu Musa
Al Asyari) Akhir waktu sholat isya ketika terbitnya fajar shodiq.

Adapun akhir waktu isya dibagi dua.


1) Waktu ikhtiyary (pilihan) ketika pertengahan malam. Sebagai misal, jika
matahari terbenam pada pukul 6 sore dan terbit pada jam 6 pagi maka
batas akhir waktu isya adalah pukul 12 malam. Hal ini sesuai dengan
sabda Nabi shallallahu alaihi wassalam:
Dan waktu isya sampai pertengahan malam.
(HR. Muslim no. 967 dari Abdullah bin Amr bin Ash)

Page | 18
2) Waktu idlthirary (terpaksa) sampai masuknya waktu subuh, sesuai dengan
hadits Nabi shallallahu alaihi wassalam:
Suatu hal yang berlebih-lebihan bagi orang yang tidak melakukan shalat
sampai datangnya waktu shalat yang lain. (HR. Muslim no. 1099 dari
Abu Qatadah)

5. Pada Shalat Subuh


Adapun waktu subuh ketika terbitnya fajar shadiq, dan ini adalah
kesepakatan para ulama, sesuai dengan hadits Nabi shallallahu alaihi
wassalam:
Dan Nabi shallallahu alaihi wassalam menunaikan shalat subuh ketika
fajar merekah.
(HR. Muslim no. 969 dari Abu Musa Al Asyary)
Fajar ada dua macam yaitu fajar shadiq dan fajar kadzib (dusta).
Adapun fajar kadzib adalah seperti gambar berikut ini:

Page | 19
No. 1 (tempat terbit matahari) cahaya putih ke atas dan akan
No. 1 (tempat terbit matahari) cahaya putih ke atas dan akan turun terus
sampai akhirnya menyebar ke utara dan selatan sampai mendatar. Di saat
tersebut (ketika fajar kadzib) no. 2 dan no. 3 masih dalam keadaan gelap.

Adapun fajar shadiq seperti gambar ini :

Page | 20
No. 1 cahayanya putih mendatar. Ini menunjukkan fajar shadiq.
Patokannya tergantung letak matahari ketika terbitnya.
No. 2 kelihatan gelap/hitam. Warna gelap ini akan berangsur-
angsur hilang dan berubah jadi warna putih.

Akhir waktu subuh dibagi dua:


1) Ikhtiyary (pilihan) terus berlangsungnya waktu tersebut.
2) Idlthirary (terpaksa) sampai terbitnya matahari sesuai dengan hadits Nabi
saw: Barangsiapa menjumpai rakaat sebelum terbitnya matahari
sungguh telah menjumpai shalat subuh. (HR. Bukhari no. 545 dan
Muslim no. 656 dari Abu Hurairah)

Page | 21
5. HIKMAH MENDIRIKAN SOLAT

1. Manusia memiliki dorongan nafsu kepada kebaikan dan keburukan, yang


pertama ditumbuhkan dan yang kedua direm dan dikendalikan, dan sarana
pengendali terbaik adalah ibadah shalat.
Kenyataan membuktikan bahwa orang yang menegakkan shalat adalah
orang yang paling minim melakukan tindak kemaksiatan dan kriminal,
sebaliknya semakin jauh seseorang dari shalat, semakin terbuka peluang
kemaksiatan dan kriminalnya.
Firman Allah, Dan dirikanlah shalat, sesungguhnya shalat itu
mencegah dari perbuatan-perbuatan keji dan mungkar. (Al-
Ankabut: 45).
Dari sini kita memahami makna dari penyandingan Allah antara menyia-
nyiakan shalat dengan mengikuti syahwat yang berujung kepada
kesesatan.
Firman Allah, Maka datanglah sesudah mereka, pengganti (yang
jelek) yang menyia-nyiakan shalat dan memperturutkan hawa
nafsunya, maka mereka kelak akan menemui kesesatan.
(Maryam: 59).
2. Hidup manusia tidak terbebas dari ujian dan cobaan, kesulitan dan
kesempitan dan dalam semua itu manusia memerlukan pegangan dan
pijakan kokoh, jika tidak maka dia akan terseret dan tidak mampu
mengatasinya untuk bisa keluar darinya dengan selamat seperti yang
diharapkan, pijakan dan pegangan kokoh terbaik adalah shalat, dengannya
seseorang menjadi kuat ibarat batu karang yang tidak bergeming di
hantam ombak bertubu-tubi.
Firman Allah, Jadikanlah sabar dan shalat sebagai penolongmu,
dan sesungguhnya yang demikian itu sungguh berat, kecuali bagi
orang-orang yang khusyu. (Al-Baqarah: 45).

Page | 22
Ibnu Katsir berkata, Adapun firman Allah, Dan shalat, maka
shalat termasuk penolong terbesar dalam keteguhan dalam suatu
perkara.
Firman Allah, Hai orang-orang yang beriman, jadikanlah sabar
dan shalat sebagai penolongmu. Sesungguhnya Allah beserta
orang-orang yang sabar. (Al-Baqarah: 153).
Ibnu Katsir berkata, Allah Taala menjelaskan bahwa sarana
terbaik sebagai penolong dalam memikul musibah adalah
kesabaran dan shalat.
Imam Abu Dawud meriwayatkan dari Hudzaefah bahwa jika
Rasulullah saw tertimpa suatu perkara yang berat maka beliau
melakukan shalat. (HR. Abu Dawud nomor 1319).

3. Hidup memiliki dua sisi, nikmat atau musibah, kebahagiaan atau


kesedihan. Dua sisi yang menuntut sikap berbeda, syukur atau sabar. Akan
tetapi persoalannya tidak mudah, karena manusia memiliki kecenderungan
kufur pada saat meraih nikmat dan berkeluh kesah pada saat meraih
musibah, dan inilah yang terjadi pada manusia secara umum, kecuali
orang-orang yang shalat. Orang yang shalat akan mampu
menyeimbangkan sikap pada kedua keadaan hidup tersebut.
Firman Allah, Sesungguhnya manusia diciptakan bersifat keluh
kesah lagi kikir. Apabila ia ditimpa kesusahan ia berkeluh kesah.
Dan apabila ia mendapat kebaikan ia amat kikir, kecuali orang-
orang yang mengerjakan shalat, yang mereka itu tetap
mengerjakan shalatnya. (Al-Maarij: 19-23).
Ibnu Katsir berkata, Kemudian Allah berfirman, Kecuali orang-
orang yang shalat yakni manusia dari sisi bahwa dia memiliki
sifat-sifat tercela kecuali orang yang dijaga, diberi taufik dan
ditunjukkan oleh Allah kepada kebaikan yang dimudahkan sebab-
sebabnya olehNya dan mereka adalah orang-orang shalat.

Page | 23
Sebagian dari hikmah yang penulis sebutkan di atas cukup untuk
membuktikan bahwa shalat adalah ibadah mulia lagi agung di mana kita
membutuhkannya dan bukan ia yang membutuhkan kita, dari sini kita
mendapatkan ayat-ayat al-Qur`an menetapkan bahwa perkara shalat ini
merupakan salah satu wasiat Allah kepada nabi-nabi dan wasiat nabi-nabi
kepada umatnya.
Allah berfirman tentang Isa putra Maryam, Dan Dia
menjadikan aku seorang yang diberkahi di mana saja aku
berada, dan dia mewasiatkan kepadaku (mendirikan) shalat
dan (menunaikan) zakat selama aku hidup. (Maryam: 31).
Allah berfirman tentang Musa, Dan dirikanlah shalat untuk
mengingat Aku. (Thaha: 14).
Allah berfirman tentang Ismail, Dan ia menyuruh ahlinya
untuk shalat dan menunaikan zakat, dan ia adalah seorang
yang diridhai di sisi Tuhannya. (Maryam: 55).
Allah berfirman tentang Ibrahim, Ya Tuhanku, jadikanlah
aku dan anak cucuku orang-orang yang tetap mendirikan
shalat, Ya Tuhan kami, perkenankanlah doaku. (Ibrahim:
40).
Allah berfirman tentang Nabi Muhammad, Dan
perintahkanlah kepada keluargamu mendirikan shalat dan
bersabarlah kamu dalam mengerjakannya. (Thaha: 132).

6. TANDA MASUKNYA WAKTU SHALAT

Masuknya waktu shalat ditandai dengan adanya adzan dan iqamat.


Asal makna adzan ialah memberitahukan. Yang dimaksud disini ialah
memberitahukan bahwa waktu shalat telah tiba dengan lafadz yang
ditentukan oleh syara . dalam lafadz adzan itu terdapat pengertian yang
mengandung beberapa maksud penting, yaitu sebagai akidah.

Page | 24
Seperti adanya Allah yang Mahabesar yang bersifat Esa, tidak ada
sekutu bagi-Nya; serta menerangkan bahwa Nabi Muhammad adalah utusan
Allah yang cerdas dan bijaksana untuk menerima wahyu dari Allah. Sesudah
kita bersaksi bahwa tidak ada tuhan melainkan Allah dan Nabi Muhammad
utusan-Nya, kita diajak menaati perintah-Nya, yakni mengerjakan shalat,
kemudian diajaknya pula pada kemenangan dunia dan akhirat.
Akhirnya disudahi pula pada kemenangan dunia dan akhirat. Akhirnya
disudahi dengan kalimat tauhid.Adzan dimaksudkan untuk memberitahukan
bahwa waktu shalat telah tiba dan Menyerukan untuk melakukan shalat
berjamaah.
Yang menandai shalat selain adzan juga ada Iqamah yaitu
memberitahukan kepada hadirin supaya siap berdiri untuk shalat, dengan
lafadz yang ditentukan oleh syara.
Adzan dan iqamah hukumnya sunnah menurut pendapat kebanyakan
ulama.Tetapi, sebagian ulama berpendapat bahwa adzan dan iqamat itu adalah
fardhu kifayah karena keduanya menjadi syiar islam.

Page | 25
BAB III
ANALISA MASALAH

3.1 Definisi Thoharoh

Thaharah " "secara bahasa berarti bersih dan terlepas dari hadats.

Adapun secara istilah adalah suatu bentuk kegiatan untuk menghilangkan najis atau
hadats baik menggunakan air maupun debu, batu, dan semisalnya.
cara morfologi (bahasa): Thoharoh berarti An-Nazhofah (pembersihan) atau An-
Nazahah (pensucian).
Secara Etimologi (istilah): membersihkan diri dari najis (kotoran) dan hadats.
Atau mensucikan diri dari segala macam sifat/ perangai/ akhlak/ perilaku yang kotor/
tidak terpuji.

3.2 Dasar Hukum Thoharoh

Hukum thaharah adalah wajib sebagaimana Allah memerintahkan :



"Dan pakaianmu maka bersihkanlah" Al Muddatsir : 4.
Hai orang-orang yang beriman, apabila kalian hendak mengerjakan salat,
maka basuhlah muka kalian dan tangan kalian sampai dengan siku, dan
sapulah kepala kalian, dan (basuh) kaki kalian sampai dengan kedua mata
kaki. (Al-Maidah: 6).
Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang tobat dan menyukai orang-
orang yang menyucikan diri. (Al-Baqarah: 222).
Rasulullah bersabda (yang artinya), Kunci salat adalah bersuci. Dan
sabdanya, Salat tanpa wudu tidak diterima. (HR Muslim). Rasulullah saw.
Bersabda, Kesucian adalah setengah iman. (HR Muslim).

Page | 26
3.3 Thoharoh Ditinjau Dari Segi Medis

Kesadaran beragama seseorang dalam islam pada dasarnya adalah kesadaran


akan keesaan Tuhan. Firman Allah SWT. Falam annahu laa ilaahaillallah
(QS.Muhammad: 9) sebagai sebuah tradisi religius yang utuh, islam tidak hanya
membahas apa yang wajib dan yang dilarang untuk dilakukan, tetapi juga
membahas apa yang perlu diketahuinya.
Dengan kata lain, islam adalah sebuah cara berbuat dan melakukan sesuatu
sekaligus sebuah cara untuk mengetahui.Aspek mengetahui adalah aspek yang
lebih penting, karena secara esensial islam adalah agama pengetahuan.
Thaharah, Shalat dan dzikir merupakan ibadah yang esensial bagi muslim
tanpa kecuali. Ibadah ini tidak pernah gugur kewajibanya oleh sebab apapun,
sementara ibadah lainya (puasa, zakat dan haji) dapat gugur kewajibanya karena
syarat istihoah (kemampuan).
Oleh karenanya, wajib bagi setiap kita untuk mengetahui syariatnya secara
global maupun detailnya. Selanjutnya wajib bagi kita untuk melaksanakan sesuai
dengan ilmu yang kita ketahui tentang terhadap kesempurnaan islam seerti firman
Allah SWT al-yauma akmaltu lakum dienukum wa atmamtu alaikum nimatii
wa rodliitu lakum al-islama dienna.(QS.AlMaidah:3)

Pemahaman Islam tentang menjaga kesehatan

Dalam kedokteran islam, kesehatan adalah keadaan seseorang secara


alamiah atau normal yang dalam keadaan itu Tuhan menciptakan manusia (Fitrah).
Penekanan besar yang diberikan pada pencegahan penyakit adalah konsekuensi
langsung dari ajaran syariat islam.
Ightanim khomsan qabla khomsin;.sihataka qabla saqamika Kita
harus menjaga dan menghargai ksehatan diri, yang merupakan Pemberian Tuhan
sebelum ditimpa penyakit. Tanggapan demikian melibatkan semua aspek eksistensi,
spiritual, psikologis dan fisik seseorang.

Page | 27
Penyakit dipandang sebagai fenomena multidimensi yang tidak boleh
direduksi menjadi aspek kedokteran/pengobatan semata. Ada Hadits yang
menyatakan bahwa: sehat menjadi penghubung antara kamu dengan Tuhanmu. Dan
banyak lagi yang menekankan nilai positif sakit, dan mengemukakan signifikansi
spiritual dan sosialnya.
Thaharah sangat bertepatan dengan prinsip-prinsip hygiene, shalat
menggambarkan gerakan kehidupan fisiologis, sementara dzikir merupakan wujud
eksistensi ruhiyah manusia berhubungan dengan tuhanya. Pelaksanaan syariat-syariat
tersebut erat kaitanya dengan terpeliharanya kesehatan manusia secara pribadi
maupun social.
Telah diketahui bahwa 80-90% penyakit yang menimpa adalah akibat
kebiasaan hidup yang salah, ketidak seimbangan gerak-istirahat, salah makan-
minum, perubahan lingkungan karena ulah manusia., dan hilangnya ketenangan batin
dan kekacauan emosional.

Wudlu, Anatomi tubuh dan konsep Hygiene

Prinsip thaharah adalah mengangkat najis dan hadats bsar maupun kecil,
sebagai syarat sahnya peribadatan yang berkaitan denganya. Dalam kesempatan ini
akan dibahas pandangan kedokteran terhadap ritual wudlu. Wudlu adalah perbuatan
thaharah dengan cara mencuci bagian-bagian tubuh tertentu (anggota wudlu) sesuai
syariat islam (syariat dan rukun).
Kita dapat memahami bahwa anggota wudlu yang dibasuh adalah bagian-
bagian tubuh yang biasanya terpapar pada dunia luar. Bagian-bagian tersebut
umumnya tidak tertutup pakaian, bahkan memang menjadi alat kontak tubuh kita
dengan lingkungan, sehingga paling banyak mengalami kontaminasi (kotoran) dan
oleh karena inilah yang secara logis paling perlu dibasuh. Inilah aspek hygiene
memandang terhadap ritual wudlu.

Page | 28
Secara anatomis anggota wudlu terletak pada ujung-ujung tubuh
(kepala,tangan,kaki). Bagian-bagian tersebut paling banyak mengandung susunan
tulang dan sendi, dan banyak pula melakukan gerakan-gerakan. Dalam kaitanya
dengan ritual wudlu, dimana pembasuhan anggota wudlu kebanyakan 3 kali, ada
yang 1 kali, maka timbul suatu pertanyaan: adakah rahasia matematis hubungan
ritual wudlu dengan susunan tulang dan sendi?. Jumlah tulang manusia dewasa ada
206 ruas.
Akan tetapi secara embriologis pusat penulangan semasa kehidupan janin
dalam kandungan itu ada 350-an pusat penulangan, yang kemudian banyak pusat-
pusat penulangan yang menyatu, membentuk satu tulang dewasa. Bilangan pusat
penulangan ini dekat dengan bilangan hari dalam 1 tahun.

Sampai saat ini masih dalam kajian, akan adanya rahasia matematis tersebut. Ada 2
premis (dari Hadits) :

1. Apabila kamu ditimpa demam 1 hari, kemudian kamu bersabar, kamu akan
mendapat pahala seperti ibadah 1 tahun
2. Tiap-tiap ruas tulang anak adam itu sedekahnya setiap hari.
Dari 2 premis tersebut dapat dihubungkan , bahwa tubuh ini mengandung
tulang sejumlah bilangan hari dalam setahuan. Tulang-tulang penyusun anggota
wudlu jumlahnya tertentu, dikalikan masing-masing dengan jumlah kali pembasuhan
pada ritual wudlu, akan ketemu jumlah sama dengan bilangan kseluruhan jumlah
tulang manusia. Dengan demikian, membasuh anggota wudlu pada ritual wudlu ini
seakan-akan sudah membasuh seluruh tubuh.
Apabila kajian ini tuntas/benar maka ini akan menjadi bukti ilmiah
kemujizatan syariat islam. Kita ketahui bahwa mahluk Tuhan yang memiliki
susunan tulang itu banyak jenis atau spesiesnya, tetapi dalam jumlah hal tulang tidak
ada yang sama dengan manusia. Demikian juga ritual wudlu (bersuci) dimiliki oleh
semua/kepercayaan, akan tetapi islam secara mendetail menjelaskan keunikan
sekaligus kemujizatan

Page | 29
Thaharah mesti dimaknai sebagai upaya maksimal membentuk pola fikir
dan pola hidup bersih dan sehat. Islam sebagai agama yang suci menginginkan
umatnya menerapkan pola hidup yang bersih dan sehat. Tubuh bersih, pakaian
bersih, dan lingkungan bersih.
Sinyalemen ini termaktub dalam QS. Al-Mudatsir : 1-5,
"Yaa, ayyuhal mudatsir, qum faandzir, wa rabbaka fakabbir, wa tsiyaabaka fathahhir,
war rujza fahjur!" (Wahai orang yang berselimut, bangun, dan berilah peringatan,
agungkanlah Rabb-mu, bersihkan pakaianmu, dan tinggalkanlah perbuatan dosa!)
Meskipun kitab ayat itu ditujukan kepada Rasulullah SAW., tetapi secara
otomatis ditujukan kepada umatnya. Watsiyabaka fathahhir (bersihkan pakaianmu,
bersihkan tubuhmu, bersihkan lingkunganmu). Hiduplah dengan pola hidup bersih
dan sehat.
Menurut penelitian UNICEF, kondisi kebersihan air dan lingkungan di
sebagian besar daerah di Indonesia masih sangat buruk. Situasi ini menyebabkan
tingginya kerawanan anak terhadap penyakit yang ditularkan lewat air.
Pada 2004, hanya 50 persen penduduk Indonesia yang mengambil air
sejauh lebih dari 10 meter dari tempat pembuangan kotoran.Ukuran ini menjadi
standar universal keamanan air. Di Jakarta, misalnya, 84 persen air dari sumur-sumur
dangkal ternyata terkontaminasi oleh bakteri Faecal coliform.
Kebersihan mestinya bukan sekadar kebutuhan, melainkan harus menjadi
bagian dari hidup, mendarah daging. Kebersihan menjadi pangkal dari kesehatan dan
kesehatan merupakan jalan untuk beraktivitas. Islam memandang setiap aktivitas
yang positif adalah ibadah.
Ada kaidah ushul yang menjelaskan, "Maa laa yatimmul waajibu illa bihiifahuwa
waajib (perkara yang menjadi penyempurna yang wajib, adalah wajib pula
hukumnya)."

Dengan demikian, mempertahankan hidup agar tetap bersih adalah ibadah dan
dikategorikan wajib. Kekhusyukkan beribadah sangat ditentukan oleh kondisi dan

Page | 30
stamina tubuh, terutama ibadah mahdhah, seperti shalat, puasa, dan haji.
Kekhusyukkan dan nilai ihsan tidak akan diraih secara maksimal ketika tubuh dalam
keadaan sakit. Generasi Muslim tidak boleh lemah fisik, akal, hati, akidah, dan
ekonomi. Semuanya dipengaruhi oleh pola hidup bersih dan sehat.

3.4 Macam-Macam Thoharoh

A. Thoharoh Bathiniyah

Thaharah batin ada dua macam yaitu:

1) Thaharah amal perbuatan dari dosa dan maksiat, baik dosa besar
maupun dosa kecil. Dosa besar seperti dosa-dosa besar yang disebutkan Nabi
Saw. yaitu, perbuatan syirik , membunuh manusia dengan jalan yang tidak
benar, sihir, memakan harta riba, memakan harta anak yatim, berbuat zina,
durhaka kepada orang tua, mencuri, menuduh perembuan baik-baik berzina,
lari dari medan pertempuran dan sebagainya.
Dosa kecil seperti melalaikan tugas dan kewajiban, menyia-nyikan
waktu, berkata yang tidak bermanfaat dan tidak baik dengan sengaja,
memandang kepada hal-hal yang diharamkan, suka membicarakan dan
mendengar aib orang lain, tidak proporsional dalam memberikan hak-hak
orang, suka berbicara atau berbuat kasar yang menyakiti hati orang lain dan
sebagainya.
Cara membersihkan semua itu adalah dengan bertaubat dan
menggantinya dengan amal shalih. Allah berfirman, "Inna 'l-hasant
yudzhibna 's-sayyi't." (Sesungguhnya perbuatan baik itu akan menghapus
perbuatan buruk)

2) Thaharah dari aib dan penyakit hati, seperti riya' dan 'ujub dalam
melaksanakan kebaikan (tidak ikhlas karena Allah), sombong, dengki terhadap
kebahagiaan orang lain, khianat terhadap kepercayaan yang diberikan, tidak

Page | 31
merasa takut kepada Allah dan meremehkan perintah dan larangannya, tidak
bersyukur kepada nikmat-Nya, tidak bersabar terhadap cobaan-Nya dan
sebagainya, tidak ridha dengan qadha' dan qadar-Nya, dan sebagainya.
Cara membersihkannya adalah dengan bertaubat sebagaimana firman
Allah di atas (Innallha yuhibbu 't-tawwbn...) dan menyempurnakan ibadah
hati seperti ikhlas, ridha, khauf, roja' syukur, sabar, tawakkal, mahabbatullah
dan sebagainya.

Rasulullah saw bersabda, "At-Thuhr syathru 'l-mn." (kesucian adalah


setengah dari iman). Tidakkah kita memperhatikan betapa tinggi makna ungkapan
Rasulullah di atas? Iman adalah segala-galanya bagi orang muslim, dan setengah
dari iman itu adalah kesucian.
Hal ini menunjukkan betapa istimewanya kedudukan thaharah dalam Islam. Dan
jelas bahwa kesucian yang dimaksud bukan hanya kesucian jasmani tetapi juga
kesucian rohani.
Apa hikmah mengapa Rasulullah mengatakan thaharah adalah setengah dari
iman? Menurut ijm' ulama salaf, iman adalah ikrar hati, ungkapan lisan dan
amalan anggota badan. Artinya bahwa iman mencakup amalan hati dan amalan
badan.
Sedangkan amalan ini ada dua macam yaitu mengerjakan perintah dan
meninggalkan larangan. Dengan demikian, ketika seseorang berupaya
membersihkan hati dengan meninggalkan maksiat-maksiat hati, meninggalkan
perbuatan maksiat dan menghindari najis 'ainy, maka ia telah melakukan setengah
keimanan.

Karena setengah lainnya adalah melaksanakan ibadah hati dan melakukan


amal shalih dan melakukan thaharah badan.
Allah mewajibkan kita wudhu paling sedikit lima kali sehari. Hal ini karena wajah,
tangan, kepala, dan kaki adalah organ-organ tubuh yang bersentuhan langsung
dengan alam luar, bersentuhan dengan kotoran, debu, sinar matahari, terpaan angin

Page | 32
yang membawa kuman sehingga wajar saja jika diperintah untuk selalu
membasuhnya sehingga selalu bersih dan segar.
Tidak kalah pentingnya adalah, bahwa dosa-dosa kita akan mengalir keluar
dari akhir tetesan air wudhu kita. Jadi ibadah wudhu bukan sekedar membersihkan
anggota badan tetapi juga membersihkan diri dari dosa-dosa kecil.

3) Thoharoh Dzohiroh Hissiyah

1) Hadast

Hadats adalah sesuatu yang terjadi atau berlaku yang mengharuskan


bersuci atau membersihkan diri sehingga sah untuk melaksanakan ibadah. Dia
terbagi menjadi dua: Hadats akbar yaitu hadats yang hanya bisa diangkat dengan
mandi junub, dan hadats ashghar yaitu yang cukup diangkat dengan berwudhu atau
yang biasa dikenal dengan nama pembatal wudhu.
Contoh hadats yang bukan najis adalah mani dan kentut. Keluarnya mani
adalah hadats yang mengharuskan seseorang mandi akan tetapi dia sendiri bukan
najis karena Nabi -alaihishshalatu wassalam- pernah shalat dengan memakai
pakaian yang terkena mani, sebagaimana disebutkan dalam hadits Aisyah.
Demikian pula buang angin adalan hadats yang mengharuskan wudhu
akan tetapi anginnya bukanlah najis, karena seandainya dia najis maka tentunya
seseorang harus mengganti pakaiannya setiap kali dia buang angin. Karenanya jika
seseorang sudah berwudhu lalu dia buang air maka wudhunya batal, akan tetapi
jika setelah dia berwudhu lalu menginjak kencing maka tidak membatalkan
wudhunya, dia hanya harus mencucinya lalu pergi shalat tanpa perlu mengulangi
wudhu, dan demikian seterusnya.
Macam-macam Hadats

1. Hadats Kecil, ialah keadaan seseorang tidak suci dan supaya ia menjadi suci
maka ia harus wudhu atau jika tidak air/berhalangan, maka dengan tayammum.
Hal-hal yang menyebabkan seseorang berhadats kecil ialah :

Page | 33
Keluar sesuatu dari dua lubang yakni qubul dan dubur. Firman Allah : "...
atau kembali dari tempat buang air (kakus) ..." (QS. Al-Maidah : 6).
Karena hilang akal sebab mabuk, gila atau sebab lain seperti tidur.
Rasulullah SAW bersabda : "Telah diangkat pena itu dari tiga perkara,
yaitu dari anak-anak sehingga ia dewasa (baligh), dari yang tidur
sehingga ia bangun dan dari orang gila sehingga ia sehat kembali." (HR.
Abu Daud dan Ibnu Majah).
Karena persentuhan antara kulit laki-laki dengan perempuan yang bukan
mahram tanpa batas yang menghalanginya. Allah SWT berfirman :
" ....atau kamu menyentuh perempuan (yang bukan mahram)..." (Al-
Maidah : 6).
Karena menyentuh kemaluan, baik kemaluan orang lain maupun kemaluan
sendiri dengan telapk tangan atau jari. Jika yang mengenai kemaluan selain
telapak tangan dan jari maka tidak termasuk yang mengharuskan bersuci
dari hadats kecil.
Dari Basrah bin Shafwan sesungguhnya Rasulullah SAW bersabda : "Siapa yang
menyentuh kemaluannya hendaklah ia bersudhu." (HR. Lima Ahli Hadits).

2) Hadat Besar, adalah keadaan seseorang tidak suci dan supay suci maka ia
harus mandi atau jika tidak ada air/berhalangan maka denga tayammum.

Hal-hal yang menyebabkan seseorang berhadats besar ialah :


Bertemunya kelamin laki-laki dengan perempuan (bersetubuh) baik keluar
mani maupun tidak."Apabila bertemu dua khitan maka sungguh ia wajib
mandi meskipun tidak keluar mani." (HR. Muslim).

Page | 34
Keluar mani, baik karena mimpi atau sebab lain. Dari Abu Said Al-Khudri
ra, ia berkata : Rasulullah SAW besabda : "Air itu dari air." -- maksudnya
wajib mandi karena keluar air mani -- (HR. Muslim).
Meninggal dunia. Dari Ibnu Abbas ra, sesungguhnya Nabi SAW bersabda
tentang orang yang meninggal karena terjatuh dari kendaraannya,
mandikanlah dengan air dan bidara dan kafanilah dengan dua kainnya."
(HR. Al-Bukhori dan Muslim).
Haid (menstruasi), yaitu darah yang keluar dari kemaluan wanita yang telah
dewasa pada setiap bulannya.
Nifas, yaitu darah yang keluar dari kemaluan wanita sehabis melahirkan.
Wiladah, yaitu melahirkan anak.
Hal-hal yang Terlarang Bagi Orang yang Berhadats
Orang yang berhadats kecil dilarang :
Sholat
Thowaf
Menyentuh dan membawa mushaf Al-Qur'an. Sebagian ulama ada yang
membolehkan menyentuh dan membawa mushaf bagi orang yang
berhadats kecil.
I'tikaf
Dari Aisyah ra. berkata : Hadapkan rumah-rumah ini ke lain masjid, sebab
sesungguhnya aku tidak menghalalkan masjid untuk ditempati orang yang
haidh dan junub. (HR. Annasai)

Orang yang berhadats besar karena haid, nifas dan wiladah dilarang :
Sholat
Thowaf

Page | 35
Membaca Al-Qur'an
Dari Ibnu Umar ra. berkata : Seorang yang junub dan wanita yang haidh
tidak diperbolehkan membaca Al-Qur'an. (HR. Ibnu Majah dan Tirmidzi).
Menyentuh dan membawa mushaf Al-Qur'an
Dari Abdullah bin Abu Bakar : bahwa dalam surat yang ditulis oleh
Rasulullah SAW untuk Amar bin Hazem, terdapat keterangan bahwa tidak
boleh menyentuh Al-Qur'an kecuali olrang yang suci. (Diriwayatkan oleh
Imam Malik dalam keadaan mursal; Nasai dan Ibnu Hibban dengan
maushul tapi ma'lul).
Berpuasa
Beri'tikaf dan dan berhenti di dalam masjid
Dari Aisyah ra. berkata : Hadapkan rumah-rumah ini ke lain masjid,
sebab sesungguhnya aku tidak menghalalkan masjid untuk ditempati
orang yang haidh dan junub. (HR. Annasai)
Berhubungan sumi istri (bersenggama)
Dari Abu Hurairah ra, berkata : Rasulullah SAW bersabda : Barang siapa
yang bersetubuh melalui farji istri yang sedang haidh atau menggauli istri
melewati jalan belakangnya atau mendatangi tukang tenung (untuk minta
diramal lalu percaya) maka sungguh telah kufur/ingkar terhadap apa
yang diturunkan kepada Muhammad. (HR. Abu Dawud dan Tirmidzi)

3) Najis

Najis adalah sesuatu yang menjadi penghalang beribadah kepada Allah SWT
yang berbentuk kotoran yang menempel pada zat, tubuh, pakaian atau benda
lainnya.

Dalam agama islam mengajarkan kita untuk selalu bersih dari kotoran atau
najis, terutama pada saat hendak melakukan ibadah kepada Allah SWT. Najis bisa
menempel di badan/tubuh, di pakaian atau di suatu tempat.

Page | 36
Najis terbagi atas beberapa tingkatan dari mulai yang ringan sampai yang
berat :
1. Najis Mukhaffafah (Najis Ringan)
Yang termasuk najis ringan ini adalah air seni atau air kencing bayi laki-laki yang
hanya diberi minum asi (air susu ibu) tanpa makanan lain dan belum berumur 2
tahun. Untuk mensucikan najis mukhafafah ini yaitu dengan memercikkan air
bersih pada bagian yang kena najis.
2. Najis Mutawassithah (Najis Biasa/Sedang)
Segala sesuatu yang keluar dari kubul dan dubur manusia dan binatang/hewan
adalah najis biasa dengan tingkatan sedang. Air kencing, kotoran buang air besar
dan air mani/sperma adalah najis, termasuk bangkai (kecuali bangke orang, ikan
dan belalang), air susu hewan haram, khamar, dan lain sebagainya.

Najis Mutawasitah terdiri atas dua bagian, yakni :


Najis 'Ainiyah : Jelas terlihat rupa, rasa atau tercium baunya.
Najis Hukmiyah : Tidak tampat (bekas kencing & miras)
Untuk membuat suci najis mutawasithah 'ainiyah caranya dengan dibasuh
1 s/d 3 dengan air bersih hingga hilang benar najisnya. Sedangkan untuk
najis hukmiyah dapat kembali suci dan hilang najisnya dengan jalan
dialirkan air di tempat yang kena najis.

3. Najis Mughallazhah (Najis Berat)


Najis mughallazhah contohnya seperti air liur anjing, air liur babi dan
sebangsanya. Najis ini sangat tinggi tingkatannya sehingga untuk membersihkan
najis tersebut sampai suci harus dicuci dengan air bersih 7 kali di mana 1 kali
diantaranya menggunakan air dicampur tanah.

Tambahan :
Najis Ma'fu adalah najis yang tidak wajib dibersihkan/disucikan karena
sulit dibedakan mana yang kena najis dan yang tidak kena najis.

Page | 37
Contoh dari najis mafu yaitu seperti sedikit percikan darah atau nanah, kena debu,
kena air kotor yang tidak disengaja dan sulit dihindari. Jika ada makanan
kemasukan bangkai binatang sebaiknya jangan dimakan kecuali makanan kering
karena cukup dibuang bagian yang kena bangkai saja.

3.5 Konsep Kebersihan Sebagian Dari Iman

Ungkapan Kebersihan Sebagian Dari Iman (Arab : an-nazhaafatu minal


iimaan) sebenarnya bukanlah hadits Nabi SAW, namun hanya sekedar peribahasa
atau kata mutiara yang baik atau Islami.
Ringkasnya, jika ditinjau apakah ungkapan itu hadits Nabi SAW atau bukan,
jawabnya bukan hadits Nabi SAW. Sebab tidak terdapat hadits berbunyi demikian
dalam berbagai kitab hadits yang ada, sejauh pengetahuan kami. Namun kalau
ditinjau apakah ungkapan itu Islami atau tidak, jawabnya Islami. Sebab ungkapan
itu didukung oleh sebuah hadits hasan seperti yang akan kami sebutkan.
Memang, ada hadits sahih dari Nabi SAW yang mirip dengan kalimat
Kebersihan Sebagian Dari Iman. Hadits itu adalah sabda Nabi SAW yang
berbunyi, "Ath-thahuuru syatrul iimaan (HR. Ahmad, Muslim, dan Tirmidzi)
(Lihat Imam As-Suyuthi, Al-Jami Ash-Shaghir, II/57; Imam Al-Qazwini,
Bingkisan Seberkas 77 Cabang Iman (Terj. Mukhtashar Syuabul Iman Li Al-
Imam Baihaqi), hal. 66-67).

Namun arti hadits Nabi tersebut adalah,Bersuci [thaharah] itu setengah


daripada iman. Kata ath-thahuuru dalam hadits itu artinya tiada lain adalah
bersuci (ath-thaharah), bukan kebersihan (an-nazhafah), meskipun patut diketahui
ath-thaharah secara makna bahasa artinya memang kebersihan [an-nazhaafah]
(Taqiyuddin al-Husaini, Kifayatul Akhyar, I/6).
Tetapi dalam ushul fiqih terdapat kaidah bahwa arti asal suatu kata dalam al-
Qur`an dan Al-Hadits adalah arti terminologis (makna syari), bukan arti
etimologis (makna bahasa).

Page | 38
Imam Taqiyuddin An-Nabhani dalam kitab Asy-Syakhshiyyah Al-Islamiyah Juz III
hal. 174 menyebutkan kaidah ushul fiqih yang berbunyi :
Al-Ashlu fi dalalah an-nushush asy-syariyah huwa al-mana asy-syariy
Arti asal nash-nash syariah [Al-Qur`an dan As-Sunnah] adalah makna syari.
Karenanya hadis Nabi SAW di atas hendaknya diartikan Bersuci itu setengah
daripada iman, dan bukannya Kebersihan itu sebagian daripada iman.
Suci dan bersih itu berbeda. Suci (thahir) adalah keadaan tanpa najis dan
hadas, baik hadas besar maupun hadas kecil, pada badan, pakaian, tempat, air, dan
sebagainya. Bersuci (thaharah) adalah aktivitas seseorang untuk mencapai kondisi
suci itu, misalnya berwudhu, tayammum, atau mandi junub. (Taqiyuddin al-
Husaini, Kifayatul Akhyar, I/6).
Sedang bersih (nazhif) adalah lawan dari kotor yaitu keadaan sesuatu tanpa
kotoran. Sesuatu yang kotor bisa saja suci, meski ini tentu kurang afdhol. Sajadah
yang lama tidak dicuci adalah kotor. Tapi tetap disebut suci selama kotoran yang
menempel hanya sekedar debu atau daki, bukan najis seperti kotoran binatang.
Demikian pula sesuatu yang bersih juga tidak otomatis suci. Seorang muslim
yang berhadats besar (misal karena haid atau berhubungan seksual) bisa saja
tubuhnya bersih sekali karena mandi dengan sabun anti kuman atau desinfektan.
Tapi selama dia tidak meniatkan mandi junub, dia tetaplah tidak suci alias masih
berhadas besar.
Alhasil, suci atau bersuci berkaitan dengan keyakinan seorang muslim, yang
sifatnya tidak universal. Maksudnya hanya menjadi pandangan khas di kalangan
umat Islam. Sedang bersih atau kebersihan berkaitan dengan fakta empiris yang
universal, yaitu diakui baik oleh umat Islam maupun umat non Islam.
Kembali ke masalah hadits di atas. Kesimpulannya, yang ada adalah hadits
Nabi SAW yang berarti Bersuci Adalah Sebagian Dari Iman, dan bukan
Kebersihan Sebagian Dari Iman.
Namun demikian, kalimat Kebersihan Sebagian Dari Iman merupakan
ungkapan yang baik (Islami), karena didukung sebuah hadits yang menurut Imam
Suyuthi berstatus hasan, yakni sabda Nabi SAW :

Page | 39
Sesungguhnya Allah Taala adalah baik dan mencintai kebaikan, bersih dan
mencintai kebersihan, mulia dan mencintai kemuliaan, dermawan dan mencintai
kedermawanan. Maka bersihkanlah halaman rumahmu dan janganlah kamu
menyerupai orang Yahudi. (HR. Tirmidzi) (Lihat Imam As-Suyuthi, Al-Jami Ash-
Shaghir, I/70; Muhammad Faiz Almath, 1100 Hadits Terpilih, [Jakarta : GIP],
cetakan keenam, 1993, hal. 311).
Hadits di atas menunjukkan bahwa kebersihan (an-nazhafah) merupakan
sesuatu yang dicintai Allah SWT. Maka dari itu ungkapan Kebersihan Sebagian
Dari Iman kami katakan sebagai ungkapan yang baik atau Islami karena ada
dasarnya dalam Islam yaitu hadits riwayat Tirmidzi di atas.
Ungkapan itu dapat diberi arti, bahwa menjaga kebersihan segala sesuatu
merupakan bukti atau buah keimanan seorang muslim, karena dia telah beriman
bahwa Allah SWT adalah Dzat Yang Mahabersih (nazhif).

BAB IV
PENUTUP

Page | 40
6.1 KESIMPULAN

Thaharah " "secara bahasa berarti bersih dan terlepas dari hadats.
Adapun secara istilah adalah suatu bentuk kegiatan untuk menghilangkan
najis atau hadats baik menggunakan air maupun debu, batu, dan semisalnya.
cara morfologi (bahasa): Thoharoh berarti An-Nazhofah (pembersihan) atau
An-Nazahah (pensucian).
Secara Etimologi (istilah): membersihkan diri dari najis (kotoran) dan hadats.
Atau mensucikan diri dari segala macam sifat/ perangai/ akhlak/ perilaku
yang kotor/ tidak terpuji.
Dan thoharoh itu sendiri dibagi menjadi dua yaitu thoharoh bathiniyah dan
thoharoh dzohiroh hissiyah. Yang thoharoh dzohiroh itu sendiri dibagi
menjadi hadast dan najis.

BAB V
REFERENSI

Page | 41
Tafsir Ibnu Katsir
Bulughul maram
Riyadhus Sholihin
Hadits Arbain An-Nawawiyah
Al-Adzkar
Kitab Tauhid
Hisnul Muslim
Tuhid dan Sains
Healing Words
Ilmu Akupunctur
Bimbingan Islam untuk pribadi dan Masyarakat
http://blog.uin-malang.ac.id/keilmuan/2011/02/09/cara-
menentukan-waktu-sholat-lima-waktu/
http://kaahil.wordpress.com/2011/06/28/gambar-praktis-cara-
mengetahui-waktu-awal-akhir-sholat-dhuhur-ashar-maghrib-isya-
dan-shubuh-posisi-bayangan-matahari-terbitfajar-dan-terbenam/
Buku fiqh islam H.Sulaiman Rasjid hal 53-66
Artikel Asy-Syaikh Ibnu Baaz dengan susunan Muhammad bin
Ali Al-Arfaj.
Bulletin Al Wala wal Bara Edisi ke-27 Tahun ke-3 / 03 Juni 2005
M / 25 Rabiuts Tsani 1426 H
Hanafi. 2003. Tuntunan Sholat Lengkap. Jakarta : Bintang
Indonesia

Page | 42

Anda mungkin juga menyukai