PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Ilmu Ushul Fiqh tumbuh dan berkembang dengan berpijak pada Al-Quran dan
Sunnah. Ushul Fiqh tidak timbul dengan sendirinya, tetapi sudah ada sejak zaman
Rasulullah dan sahabat. Masalah utama yang menjadi bagian Ushul Fiqih, seperti
ijtihad, qiyas, nash, dan takhsis sudah ada pada zaman Rasulullah dan sahabat.
Berdasarkan latar belakang diatas, maka dapat diketahui rumusan masalah sebagai
berikut:
1|Page
e) Apa saja aliran-aliran Ushul Fiqih?
f) Seperti apa peranan Ushul Fiqih dalam islam?
C. Tujuan
Berdasarkan perumusan masalah diatas maka dapat diketahui tujuan dari pembuatan
makalah ini adalah sebagai berikut:
2|Page
BAB II
PEMBAHASAN
A. USHUL FIQIH
Untuk mengetahui makna dari kata Ushul Fiqh dapat dilihat dari dua aspek: Ushul
Fiqih kata majemuk (murakkab), dan Ushul Fiqih sebagai istilah ilmiah.
Dari aspek pertama, Ushul Fiqih berasal dari dua kata, yaitu kata ushul bentuk
jamak dari ashl dan kata fiqih, yang masing-masing memiliki pengertian yang luas.
Ashl secara etimologi diartikan sebagai fondasi sesuatu, baik yang bersifat materi
ataupun bukan.
1. Dalil, yakni landasan hukum, seperti pernyataan para ulama ushul fiqih bahwa
ashl dari wajibnya shalat 5 waktu adalah firman Allah SWT dan Sunah
Rasulullah
2. Qaidah, yaitu dasar atau fondasi sesuatu, seperti sabda Nabi Muhammad
SAW :
Artinya :
3. Rajih, yaitu yang terkuat, seperti dalam ungkapan para ahli ushul fiqih :
Artinya :
1
Rachmat Syafei, ILMU USHUL FIQIH, (Bandung: CV PUSTAKA SETIA, 2015), hal17
3|Page
Yang terkuat dari (kandungan) suatu hukum adalah makna hakikat dari
perkataan tersebut.
Al-Ghazali menakrifkan ushul Fiqih dengan ilmu yang membahas tentang dalil-
dalil hukum syara, dan tenang bentuk-bentuk penunjukkan dalil-dalil terhadap
hukum.
2
Syahrul Anwar, Ilmu Fiqih & Ushul Fiqih, (Bogor: Penerbit Ghalia Indonesia, 2010), hal 14
3
H.A. Djazuli, Ilmu Fiqih, (Jakarta: PRENADAMEDA, 2005), hal7
4|Page
Menurut hukum syara, mempelajari ilmu ini bagi orang yang mukallaf (yang
baligh dan berakal) adalah Fardhu Kifayah, yaitu fardhu yang diwajibkan kepada
msyarakat islam seluruhnya di dalam satu-satu negeri. Sehingga jika todak seorang
pun yang mahir ilmu ini dalam negeri itu, berdosa lah seluruhnya. Tetapi jika telah
ada yang mahir, walau agak seorang, lepaslah yang lain dari tuntutan untuk
mempelajarinya.
Ilmu ushul ini seakan-akan batu ujian untuk membedakan mana yang emas
dan mana yang Loyang, membedakan mana yang benar dengan yang salah mana
pekerjaan yang di akui dan dipuji syara dan mana yang dicelananya. Semuanya itu
tidak dapat diketahui dan tidak dapat dibedakan, kecuali dengan mengetahui ilmu
ushul fiqh. Apalagi dimasa sekarang; sudah amat banyak orang mengada-adakan
sesuatu yang tidak berpokok-pangkal dari agama, tetapi digolongkannya juga kepada
agama.
Demi, jika tidaklah berusaha orang-orang yang ahli dalam ilmu ini mengarang
atau mengajarkannya, niscaya bersimaharajalela sejalah orang yang menghidup-
hidupkan bidah. Sedang bidah itu kalau telah lama, dikerjakan orang turun-temurun
dan banyak pula orang yang mengikutinya, niscaya datanglah rayuan syetan
membisikkan di telinga mereka, bahwa pekerjaan itu adalah sunnah. Padahal telah
tersebut dalam hadits Nabi Saw. Bahwa apabila suatu bidah telah dihidupkan, berarti
suatu sunnah telah dibunuh. Pendeknya orang yang menimbulkan suatu bidah, adalah
seolah-olah menghilangkan suatu sunnah dan yang menghidupkan suatu bidah adalah
membunuh suatu sunnah.
5|Page
wajib pula dikembangkan untuk mencapai maksud yang utama, yaitu mematikan
bidah dan menghidupkan sunnah. 4
4
Nasrun Haroen, USHUL FIQIH, (Jakarta: PT Logos Wacana Ilmu, 1997), hal 9
6|Page
penulisan dalam Ushul Fiqih. Secara garis besar, ada dua teeori penulisan yang
dikenal yakni :
Pertama, merumskan kaidah-kaidah fiqliyah bagi setiap bab dalam bab-bab fiqih
menganalisasinya serta mengaplikasikan masalah furu atas kaidah-kaidah tersebut.
Misalnya, kaidah-kaidah jual-beli secara umum. Kemudian menetapkan batasan-
batasannya dan menjelaskan cara-cara mengaplikasikannya dalam kaidah-kaidah itu.
Teori inilah yang ditempuh oleh golongan Hanafi dan merekalah yang merintisnya
Secara garis besarnya, perkembangan Ushul Fiqih dapat dibagi dalam tiga tahun
yaitu: Tahap awal (abad 3 H), tahap perkembangan (abad 4). Dan tahap
penyempurnaan (abad 5 H).
Sebagaimana ilmu-ilmu keagamaan lain dalam islam, ilmu Ushul Fiqh tumbuh
dan berkembang dengan tetap berpijak pada Al-Quran dan Sunah. Dengan kata lain,
Ushul Fiqh tidak timbul dengan sendirinya, tetapi benih-benihnya sudah ada sejak
zaman Rasulullah dan sahabat. Masalah utama yang menjadi bagian ushul fiqh.
Seperti ijtihad, qiyas, nasakh, dan takhsis sudah ada pada zaman Rasulullah dan
sahabat.
7|Page
Kasus yang umum dikemukakan mengenai ijtihad adalah penggunaan ijtihad
yang dilakukan oleh Muaz Ibnu Jabal (Abu Daud, IX, 509). Sebagai konsekuensi
dari ijihad ini adalah qiyas, karena penerapan ijtihad dalam persoalan-persoalan yang
bersifat juziyah harus dengan qiyas (Ar-Rahman Asy-Syaidi : 16) contoh qiyas, yang
dapat dikemukakan adalah ucapan Ali dan Abd. Ar-Rahmam Ibnu Auf mengenai
hukuman peminum khamar yang berbunyi :
Artinya :
Adapun pemahan tentang takhsis dapat dilihat dalam cara Abdullah bin Masud
ketika menetapkan iddah wanita hamil. Dia menetapkan bahwa batas iddah-nya
berakhir ketika ia melahirkan. Pendapat tersebut didasarkan pada ayat 4dan 6 surat
At-Thalaq.
Menurutnya ayat ini turun sesudah turunnya ayat tentang iddah yang ada pada
surat Al-Baqarah ayat 228. Dari kasus tersebut terkandung pemahaman ushul, bahwa
nash yang datang kemudian dapat me-naskh atau me-takhsis yang datang terdahulu.
Corak perbedaan pemahaman lebih jelas lagi pada masa sesudah tabiin pada
masa Al-Aimmat Al-Mujtahidin. Sejalan dengan itu, kaidah-kaidah istinbath yang
digunakan juga semakin jelas bentuknya. Abu Hanifah misalnya menempuh metode
8|Page
qiyas dan istihsan. Sementara Imam Malik berpegang pada amalan orang-orang
Madinah. Menurutnya, amalan mereka lebih dapat dipercaya daripada hadis Ahad.
Apa yang dikemukakan di atas menunjukkan bahwa sejak zaman Nabi, Sahabat,
Tabiin dan sesudahnya, pemikiran hukum Islam mengalami perkembangan. Namun
demikian, corak atau metode pemikiran belum terbukukan dalam suatu tulisan yang
sistematis. Dengan kata lain, belum berbentuk sebagai suatu disiplin ilmu.6
Salah satu hasil dari kebangkitan berpikir dari semangat keilmuan islam ketika itu
adalah berkembangnya bidang fiqih, yang pada gilirannya mendorong untuk
disusunnya metode berpikir fiqih, yang disebut Ushul Fiqih.
Seperti telah dikemukan, kitab Ushul Fiqih yang pertama-tama tersusun secara
utuh dan terpisah dari kitab-kitab fiqih ialah Ar-Risalah, karangan Asy-Syafii. kitab
ini dinilai para ulama sebagai kitab yang paling bernilai tinggi. Ar-Razzi berkata,
kedudukan Asy-Syafii dalam ilmu Ushul Fiqih setingkat dengan kedudukan Aristo
dalam ilmu manthiq dan kedudukan Al-Khalil Ibnu Ahmad dalam ilmu Arud. Ulama
sebelum Asy-Syafii berbicara tentang masalah-masalah ushul fiqh dan
menjadikannya pegangan, tetapi mereka belum memperoleh kaidah-kaidah umum
yang menjadi rujukan dalam mengetahui dalil-dalil syariat dan cara memegangi serta
6
Maman Abd. Djaliel, Ilmu USHUL FIQIH, (BANDUNG: CV PIUSTAKA, 2010), hal 26
7
Beni Ahmad Saebani, Ilmu Ushul Fiqih, (BANDUNG: CV PUSTAKA, 2012) hal, 130
9|Page
men-tarjih-kannya, maka datanglah Al-SyafiI menyusun ilmu Ushul Fiqih yang
merupakan kaidah-kaidah umum (qanun kulliy) dan dijadikan rujukan untuk
mengetahui tingkatan-tingkatan dalil Syari. Dan adapun orang yang padamenyusun
kitab UShul Fiqih sesudah Asy-Syafi mereka tetep bergantung pertama pada Asy-
Syafi, karena Asy-Syafi-lah yang membuka jalan untuk kalinya
Selain kitab Ar-Risalah pada abad ke 3 H. telah tersusun pula sejumlah kita
UShul Fiqih lainnya. Isa Ibnu Iban (w. 221 H/835 M) menulis kitab Itsbat Al-Qiyas.
Khabar Al-Wahid, Ijtihad Ar-Ray. Ibrahim Ibnu Syiyar Al-Nazhzham (w. 221 H/835
M) menulis kitab An-Nakl, Daud Ibnu Ali Ibnu Daud Azh-Zhairi (w. 270 H/883 M)
menulis kitab Al-Ijma, Al-Ibthal At-Taqlid, Ibthal Al-Qiyas, Al-Khabar Al-Mujib ki
A-llm, Al-Hujjat, Al-Khushus wa Al-Umm, Al-Mufassar wa Al-Mujmal, dan juga
kitab Ushul. Dalam kitab Al-Ushul ini, Azh-Zhahiri menyatakan tidak perlu
menetapkan hukum atas dasar qiyas dan istihsan. Selain itu, Muhammad Ibnu Daud
Ibnu Ali AL-Khalf Azh-Zhahiri (w. 297 H/909 M). juga menullis kitab AL-Ushul Fi
Marifat Al-Ushul, dan masih banyak lagi kitab-kitab Ushul Fiqih yang ditulis oleh
ulama-ulama lainnya.8
8
Opcit,hal 31
10 | P a g e
Merupakan abad permulaan kelemahan dinasti Abbasiyah dalam bidang politik.
Pada abad ini dinasti Abbasiyah terpecah-pecah menjadi daulah-daulah kecil yang
masing-masing dipimpin oleh seorang sultan. Namun demikian, kelamahan bidang
politik ini tidak mempengaruhi perkembanagn semangat keilmuan dikalangan ulama
ketika itu. Hal ini anatra lain disebabkan masing-masing penguasa daulah-daulah
kecil itu berusaha memajukan negerinya dengan memperbanyak kaum intelektual,
juga disebabkan terjadinya desentralisasi ekonomi yang membawa daulah-daulah
kecil itu semakin makmur dan menopang perkembangan ilmu pengetahuan
dinegerinya.9
9
Ibid, hal 32
10
Ibid, hal 22
11 | P a g e
3. Setiap golongan mendukung mazhab nya sendiri dan men-tarjih-kannya
dalam berbagai masalah khilafiyah. Mereka menyusun kitab AL-Khilaf, yang
di dalamnya diungkapkan masalah-masalah yang diperselisihkan, dan men-
tarjih-kan pendapat atau pendirian mazhab yang dianutnya
Akan tetapi, tidak bisa diingkari bahwa pintu ijtihad pada periode ini telah
tertutup. Akibatnya bagi perkembangan fiqih islam adalah sebagai berikut:11
a. Kegiatan para ulama terbatas dalam menyampaikan apa yang telah ada,
mereka cenderung hanya men-syarah-kan kitab-kitab terdahulu atau
memahami dan meringkasnya
Keadaan tersebut, sangat jauh berbeda di bidang ushul fiqih . Tehentinya ijtihad
dalam fiqih dan adanya usaha-usaha untuk meneliti pendapat-pendapat para ulama-
ulama terdahulu men-tarjih-kannya justru memainkan peranan yang sangat besar
dalam bidang Ushul Fiqih.
Hal ini karena dalam menelilti dan men-tarkhrij pendapat para ulama terdahulu,
diperlukan penelusuran sampai pada akar-akarnya dan pengevaluasian kaidah-kaidah
ushul yang menjadi dasarnya.dengan demikian, semakin berkembanglah ilmu ushul
yang menjadi dasarnya. Dan dengan sendirinya Ushul Fiqih pun semakin
berkembang, apalagi masing-masing madzhab menyusun kitab Ushul Fiqih.
Sebagai tanda berkembangnya ilmu Ushul Fiqih pada abad ke 4 H. yaitu munculnya
kitab-kitab Ushul Fiqih yang merupakan hasil karya dari para ulama fiqih.
11
Ibid, hal 33
12 | P a g e
A. kitab Ushul Al-Kharki, ditulis oleh Abu Al-Hasan Ubadillah Ibnu Al-Husain Ibnu
Dilal Dalaham Al-Kharkhi, (w. 304 H). kitab ini bercorak Hanafiyah, memuat 39
kaidah-kaidah Ushul Fiqih. Salah satu kaidah yang menurut sebagian ulama
menunjukan kefanatikan penulisnya terhadap mazhab-nya, ialah kaidah yang
berbunyi,Pada dasarnya setiap ayat yang bertentangan dengan perkataan sahabat-
sahabat kami mengandung arti Nasakh atau tarjih sehingga harus di-takwil-kan untuk
menyesuaikannya jelas sekali bahwa perkataan ini menunjukkan sikap lebih
mementingkan perkataan imam-imamnya daripada teks ayat sunah.
B. Kitab Al-Fushul fi Al-Ushul, ditulis oleh Ahmad Ibnu Ali Abu Bakar Ar-Razim
yang juga dikenal dengan Al-Jashshash (305-370 H). kitab ini juga bercorak
Hanafiyah dan banyak mengkritik isi kitab Ar-Risalah, terutama dalam masalah Al-
Bayan dan istihsan.
C. kitab Bayan Kasf Al-Ahfazh, ditulis oleh Abu Muhammad Badr Ad-Din Mahmud
Ibnu Ziyad Al-Lamisy Al-Hanafi. Kitab ini di tahqiq oleh Dr. Muhammad Hasan
Musthafa Asy-Syalaby.. ia mengatakan bahwa kitab tersebut mere]upakan kamus
yang menerangkan arti lafazh dan arti definisi-definisi yang sangat dibutuhkan oleh
para Qadi dan Mufti. Kitab ini mengandung sekitar 128 lafazh/tarif dan tidak
tersusun berdasarkan abjad, tetapi dengan cara antara lain menurut kaitan pengertian
kata-katanya, misalnya kata Al-Kull, Al-Bad dan Al-Juzu.12
berdasarkan uraian diatas ada beberapa hal yang perlu dicatat sebagai ciri khas
perkembangan ilmu Ushul Fiqh pada abad 4 H. yaitu munculnya kitab-kitab Ushul
Fiqih yang membahas masalah Ushul Fiqih secara utuh .
dalam abad 4 H ini pula mulai tampak adanya pengaruh pemikiran yang bercorak
filsafat, khusunya metode berpikir menurut ilmu Manthiq dalam ilmu Ushul Fiqih.
Hal ini terlihat dalam masalah mencari makna dan pengertian sesuatu, yang dalam
ilmu Ushul Fiqh Al-Hudud merupakan suatu hal yang tidak pernah dijumpai dalam
12
Ibid, hal 35-36
13 | P a g e
perkembangan (kitab-kitab) sebelumnya. Akibat dari pengaruh ini sekurang-
sekurangnya ada dua yakni :
A. ketergantungan penulis dalam bidang Ushul Fiqih pada pola acuan dan kriteria
manthiq dalam menjelaskan arti-arti peristilahan ushuliyah. Hal ini membuka jalan
bagi mereka untuk melakukan kriteria dan keabsahan berpendapat, yang pada
gilirannya mendorong pertumbuhan ilmu Ushul Fiqih selanjutnya
Salah satu dampak dari perkembangan itu ialah kemajuan di bidang ilmu Ushul
Fiqih yang menyebabkan sebagian ulama memberikan perhatian khusunya untuk
mendalaminya antara lain Al-Baqilani , Al-Qadhi Abd. Al Jabar, Abd Al-Wahab Al-
Baghdadi, Abu Zayd Ad-Dabusy, Abu Husain Al-Bashri, Imam Al-Haramain, Abd Al-
Malik Al-Juwaini, Abu Hamid Al-Ghazaii, dan lain-lain. Mereka itulah pelopor
keilmuan islam di zaman itu. Para pengkaji ilmu keislaman di kemudian hari
mengikuti metode dan jejak mereka, untuk mewujudkan aktivitas ilmiah dalam
bidang ilmu Ushul Fiqih yang tidak ada bandingannya dalam penulisan dan
pengkajian keislaman.
14 | P a g e
Dalam sejarah perkembangan ilmu Ushul Fiqih pada abad 5 dan 6 H. ini
merupakan periode penulisan kitab Ushul Fiqih terpesat yang diantaranya terdapat
kitab-kitab yang menjadi kitab standar dalam pengkajian ilmu uushul fiqih
selanjutnya.
Kitab-kitab ushul fiqih yang paling penting, antara lain sebagai berikut :
B. Kitab AL-Muamad fi Al-Ushul Fiqh, ditulis oleh Abu Al-Husain Al-Bashari (w.
436 H/1044 M). yang juga beraliran Mutazilah. Kitab ini adalah karya yang paling
sempurna dan menjadi sumber utama bagi para ulama Mutazilah pada umumnya,
bahkan dinilai sebagai salah satu dari empat standaar kitab Ushul Fiqih, yang
dijadikan rujukan oleh umumnya pengkaji ilmu Ushul Fiqih sesudahnya. Meskipun ia
penganut aliran Mutazilah dan pernah berguru pada Abd. Al-Jabbar, ia sering tidak
sependapat dengan gurunya. Ia berbeda pendapat dengan Abd. Al-Jabbar antara lain
dalam amsalah Ijza Al-Ibadat (kesempurnaan ibadah), dan soal umum yang diiringi
dengan qayd (sifat). Dia juga mengkritik pengertian Al-Bayan yang diberikan Asy-
Syafii
C. Kitab Al-Iddaf fi Ushul Al-Fiqh, ditulis Abu Al-Qadhi Abu Muhammad Yala
Muhammad Al-Husain Ibnu Muhammad Ibnu Khalf Al-Farra (w. 458/1065 M), yang
dianggap sebagai ulama besar mazhab pada abad 5 H. pengaruhnya dikalangan
Hambali sangat besar dan berlanjut sampai ke generasi sunni sesudahnya, khusus
kaum Hambali, melalui berbagai karangan tentang Al-Quraan, akidah, fikhdan ushul
fikh. Juga terpengaruh oleh kitab Al-ushul karya Abu Bakar Al-Jashshash dalam
masalah Al-Bayan dan macam-macamnya, dan kitab Al-Mutamad karya Abu Al-
Husain Al-Bashri dalam corak pemikiran Mutazilah.
15 | P a g e
D. Kitab Al-Burhan fi Ushul Al-Fiqh, ditulis oleh Abu Al-Maali Abd. Al-Malik Ibnu
Abdillah Ibnu Yusuf Al-Juwaini Imam Al-Haramain (w. 478 H/1094 M). kitab ini
dinilai sebagai salah satu standar ushul fiqih. Ibnu Kaldun menilai kitab ushul fiqh
yamg terbaik dari kalangan mutakallimin, disamping kitab al-mustasyfa yang ditulis
oleh Abu Hamid Al-Ghazali. Kitab Al-Ahd yang ditulis oleh Abu Hamid Abd. Al-
Jabbar, dan kitab Al-Mutamad oleh Al-Husen Al-Bashri (Ibnu Khaldun: 455).
Meskipun kitab ini merupakan kebanggaan aliran Asy-Syafii, ulama-ulama
terkemuka dan madzhab Malikiyah menaruh perhatian dan membuat syarah
untuknya, antara lain: Abu Abdillah Al-Maziri (w. 536 H./1141 M.), Abu Al-Hasan,
Ali Ibnu Ismail Al-Ayyari (w. 616 H./1219 M.), dan Ash-Shaf Abu Yahya. Hal ini
mungkin disebabkan adanya kemiripan pendapat dengan pendapat Imam Malik dalam
masalah istihsan dan maslahah mursalah.
E. Kitab Al-Mustashfa min Ilm Al-Ushul, ditulis oleh Abu Hamid Al-Ghazali (w. 505
H./1111 M.), yang dikenal sebagai hujjah Al-Islam. Al-Ghazali telah berguru kepada
Imam Al-Haramain, dan pernah memimpin madrasah Nizhamiyah. Kitabnya Al-
Mustashfa, menurut Ibnu Khaldun adalah kitab terakhir dari seluruh kitab standar
Ushul Fiqih. Hasil Ijtihad Al-Ghazali yang terpenting dalam Al-Mustashfa, antara
lain adalah penolakannya terhadap hadis mursal; dalam hal ini, ia berbeda pendapat
dengan Malik dan Abu Hanifah. Ia juga menolak pendapat bahwa fatwa-fatwa
sahabat dapat dijadikan hujjah jika sahabat lainnya mendiamkannya. Menurut Al-
Ghazali fatwa itu tidak dapat menjadi hujjah sebelum yakin bahwa diamnya sahabat
itu menyetujui fatwa itu.13
Dalam sejarah pekembangan fiqih dikenal du aliran ushul fiqh yang berbeda.
Perbedaan ini muncul akibat perbedaan dalam membangun teori ushul fiqh masing-
13
Ibid, hal 37-39
16 | P a g e
masing dalm menggali hukum islam.Aliran pertama disebut aliran Syafiiyah dan
Jumbur Mutakallimin (ahli kalam). Aliran ini membangun ushul fiqh mereka secara
teoritis, tanpa terpengaruh oleh masakah-masalah furu (masalah keagamaan yang
tidak pokok). Dalam membangun teori aliran ini menetapkan kaidah-kaidah dengan
alasan yang kuat, baik dalail naqli maupun dalil aqli, tanpa dipengaruhi oleh masalah-
masalah furudari berbagai madzhab, sehinnga teori ini adakalanya sesuai furu dan
ada kalanya tidak. Setiap permasalahan yang bditerima akal dan didukung oleh dalil
naqli, dapat dijadikan kaidah, baik kaidah itu sejalan dengan furu madzhab maupun
tidak, sejalan dengan kaidah yang ditetapkan imam madzhab atau tidak.
Akibat dari perhatian yang hanya tertuju kepada masalah-masalah teoritis, teri
yang dibangun aliran Syafii/Mutakallimin sering tidak membawa pengaruh pada
keperluan prektis. Aspek-aspek bahasa sangat dominan dalam pembahsan usul fiqh
mereka. Misalnya masalah tahsin (mengannagap suatu perbuatan baik dan dapat
dicapai oleh akal atau tidak) dan taqbih (mengannagap suatu perbuatan buruk dan
dapat dicapai oleh akal atau tidak). Pembahasan seperti ini biasanya dikemukakan
oleh ahli usul fiqh berkaitan dangan pembahasan hakim (pembuat hukum). Kedua
konsepp ini berkaitan erat dengan pembahasan ilmu kalam yang juga berpengaruh
dalam penetuan teori usul fiqh. Akibat lain dari teori ini adalah terjebak dengan
masalah-masalah yang terkadang mustahil terjadi, seperti persoalan talif al-madum
(pembebanan hukum atas sesuatu yang tidak ada), atau terjebak dalam permasalahan
aqidah, seperti ke-mashum-an (terpelihara dari kesalahan) Rasul.
17 | P a g e
Kitab ushul fiqh standar dalam aliran Syafiiyah/Mutakallimin ini adalah al-
Risalah yang disusun Imam Syafii, kitab al-Mutamad, disusun Abu al-Husain
Muhammad Ali al-Bashri (w.463 H), kitab al-Burhan fi Ushul al-Fiqh disusun Imam
Haramain al-Juwaini (w. 487 H), dan tiga rangkaian kitab ushul fiqh Imam Abu
Hamid al-Ghazali (450-505 H/1085-1111 H), yaitu: al Mankhul min Taliqat al-
Ushul; Syifa al Ghalil fi Bayan al-Syabah wa al-Mukhil wa Masalik al Ta lil; dan al-
Mustashfa fi Ilm al-Ushul. Sekalipun kutab ushul fiqih aliran
Syafiiyah/Mutakallimin cukup banyak, tetapi yang menjadi sumber dan standar
dalam aliran ini adalah kitab ushul fiqh diatas.
Aliran kedua dalam aliran ilmu ushul fiqh adalah aliran fuqaha, uang dianut
ulama-ulama madzhab Hanafi. Dinamakan aliran fuqaha , karena aliran ini dalam
membangun teori ushuk fiqhnya banyak dipengaruhi oleh masalah furu dalam
madzhab mereka. Artinya mereka tidsk membangun suatu teori kecuali setelah
melakukan analisis terhadap masalah-maslah furu, yang ada dalam madzhab mereka.
Dalam menetapkan teori tersebut, apabila terdapat pertentangan antara kaidah yang
ada dengan hukum furu tersebut. Oleh sebab itu aliran ini berupaya agar kaidah
mereka sesuai dengan hukum-hukum furu yang berlaku dalam madzhabnya,
sehingga tidak satu kaidah pun yang tidak bisa diterapkan. Berbeda dangan aliran
Syafiiyah/Mutakallimin yang ama sekali tidak terpengaruh dengan furu yang ada
dalam madzhabnya, sehingga sering terjadi pertentanga kaidah dengan hukum furu
dan terkdang kaidah yang dibangun sulit untuk diterapkan. Apabila suatu kaidah
bertentangan dengan furu, maka mereka berusaha untuk mengubah kaidah tersbut
dan membangun kaidah lain yang sesuia dengan masalah furu yang emreka hadapi.
Misalnaya, mereka menetapkan kaidah bahwa dalil yang umum itu bersifat qati
(pasti). Akibatnya apabila terjadi pertentangan dengan dalil umum denga hadits
ahad hanya bersifat zhanni (relatif), sedangkan dalil umum tersebut bersifat qathi;
yang qathi tidak bisa dikalahkan dan di khususkan oleh zhanni.
18 | P a g e
Di kalangan aliran fuqaha sendiri ada ahli ushul fiqh yang berupaya
utkompromikan kedua aliran tersebut, di antaranya adalah Imam KamalIibn al-
Humam dalam kitab ushul fiqhnya, al-tahrir. Dari sekian banyak kitab ushul fiqh
standar dalam aliran ini adalah Kitab al-Ushul yang disusun Imam Abu al-Hasan al-
Kharki, Kitab al-Ushul, disusun Abu Bakar al-Jashshash, Usuhl al-Sharakhsi, disusun
Imam al-Sharakhsi Tasis al-Nazhar, disusun Imam Abi Zaid al-Dabusi (w. 430 H),
dan kitab Kasyif al-Asrar, disusun Imam al-Basdawi.
1. Tankih al-Ushul, yang disusun Shadr(w, 747 H). Kitab ini merupakan
rangkuman dari tiga kitab ushuk fiqh, yaitu Kasyif al-Asrar, karya Imam
al-Bazdawi al-hanafi, al-Mahshul karya Fakh al-Din al-Razi al-Syafii,
dan Mukhtashat ibn al-Hijab karya ibn al-Hijab al-Maliki.
2. Al Tahrir, disusun Kamal al-Din Ibn al-Humam al-Hanafi (w. 861 H)
3. Jumu al-Jawani, disusun Taj al-Din Adb al-Wahhab al-Subki al-Syafii
(w. 771 H).
4. Mussalam al-Tsubut, disususn Muhibbulah ibn Abd al-Syakur (w. 1119
H).
Pada abad ke-8 Hijriah muncul Imam Abu Ishaq al-Shatibi (w. 790 H) dengan
bukunya al-Muwafaqat fi al-Ushul al-Syariah. Pembahasan ushul fiqh yang
dikemukakan Imam Ashatibi dalam kitabnya ini, disamping menguraikan berbagai
kaidah yang berkitan dennga spek-aspek kebahasaan ia juga mengemukakan
maqashid al-syariah (tujuan-tujuan syariat dalam menetapkan hukum), yang selama
in kurang diperhatiak oleh ulama ushul fiqh. Setiap permaslahan dan kaidah
kebahasaan yang ia kemukakan senantiasa dikaitkan dengan tujuan syara dalam
menetapkan hukum. Dengan demikian, Imam Asyatibi memberikan warna baru
dibidang ushul fiqh dan kitabnya al-Muwafaqat fi al-Ushul al-Syariah yang oleh para
19 | P a g e
ahli ushukl fiqh kontemporer dianggap sebagai sebagai buku ushul fiqh yang
komprehensif dan akomodatif untuk zaman sekarang.14
Kegiatan ulama dalam penulisan ilmu ushul fiqih merupakan salah satu upaya
dalam menjaga keasrian hukum syara dan menjabarkan pada kehidupan social yang
berubah-ubah. Kegiatan tersebut dimulai pada abad ketiga hijriyyah yang terus
berkembang menuju kesempurnaannya hingga puncaknya pada abad kelima dan awal
abad keenam hijriyyah, abad tersebut merupakan abad keemasan penulisan ilmu
ushul fiqih. Pada abad inilah muncul kitab-kitab ushul fiqih yang menjadi standar dan
rujukan untuk perkembangan ushul fiqih selanjutnya.
Target yang hendak dicapai oleh ilmu ushul fiqih adalah tercapainya kemampuan
seseorang untuk mengetahui hukum syara yang bersifat furu dan kemampuannya
untuk mengetahui metode istinbath hukum dari dalil-dalilnya dengan jalan yang
benar. Selain itu, agar ia mampu meng-istinbath hukum yang ia hadapi dan terhindar
dari kekeliruan. Sejarah At-Tasyri Al-Islami dan mengikuti perkembangan fiqih Islam
serta periode yang dilaluinya, setelah madzhab fiqih terbentuk, hukum fiqih hanya
terbekukan pada berbagai kita madzhab. Banyak ulama yang berpendapat bahwa
mulai tahun 400 H. pintu ijtihad tertutup, fiqih Islam hanya terbatas pada pendapat
para imam dan yang tertulis dalam kitab-kitab fiqih tanpa ada yang berusaha untuk
mengeluarkan hukum dari dalil-dalilnya.
Fiqih Islam adalah kebutuhan pada ilmu ushul fiqih. Hal ini karena mujtahid
madzhab yang tidak sampai ke tingkat mujtahid mutlak perlu mengetahui kaidah-
kaidah dan undang-undang ushul fiqih dan bagi mujtahid madzhab yang hendak
mempertahankan imam madzhab-nya tidak mungkin dapat melaksanakannya dengan
baik tanpa mengetahui ushul fiqih dan kaidah-kaidahnya. Demikian pula bagi para
ulama yang hendak men-tarjih pendapat imam madzhab-nya, ia pun memerlukan
14
Ibid, hal 45-46
20 | P a g e
ilmu ushul fiqih sebab tanpa mengetahui ilmu tersebut, ia tidak dapat men-tarjih
dengan baik dan benar. Dengan demikian, peranan ushul fiqih dalam pengembangan
fiqih Islam dapat dikatakan sebagai penolong faqih dalam mengeluarkan hukum-
hukum syara dan dalil-dalilnya. Bisa juga dikatakan sebagai kerangka acuan yang
dapat digunakan sebagai pengembangan pemikiran fiqih Islam dan sebagai
penyaringan pemikiran-pemikiran seorang mujtahid.15
15
Ibid, hal 42-44
21 | P a g e
BAB III
PENUTUP
SIMPULAN
Apa yang telah dikemukan di dalam makalah ini bahwa Sebagaimana ilmu-ilmu
keagamaan lain dalam islam, ilmu Ushul Fiqh tumbuh dan berkembang dengan tetap
berpijak pada Al-Quran dan Sunah. Dengan kata lain, Ushul Fiqh tidak timbul
dengan sendirinya, tetapi benih-benihnya sudah ada sejak zaman Rasulullah dan
sahabat. Masalah utama yang menjadi bagian ushul fiqh. Seperti ijtihad, qiyas,
nasakh, dan takhsis sudah ada pada zaman Rasulullah dan sahabat.
22 | P a g e
DAFTAR PUSTAKA
Anwar ,Syahrul. 2010. Ilmu Fiqih & Ushul Fiqih. Bogor: Penerbit Ghalia Indonesia
Saebani, Ahmad, Beni. 2012. Ilmu Ushul Fiqih. Bandung: Pustaka Setia
23 | P a g e