Anda di halaman 1dari 9

Kata akhlak diartikan sebagai suatu tingkah laku, tetapi tingkah laku tersebut harus dilakukan

secara berulang-ulang tidak cukup hanya sekali melakukan perbuatan baik, atau hanya
sewaktu-waktu saja.[4] Seseorang dapat dikatakan berakhlak jika timbul dengan sendirinya
didorong oleh motivasi dari dalam diri dan dilakukan tanpa banyak pertimbangan pemikiran
apalagi pertimbangan yang sering diulang-ulang, sehingga terkesan sebagai keterpaksaan
untuk berbuat.[2] Apabila perbuatan tersebut dilakukan dengan terpaksa bukanlah
pencerminan dari akhlak.[2]

Dalam Encyclopedia Brittanica[5], akhlak disebut sebagai ilmu akhlak yang mempunyai arti
sebagai studi yang sistematik tentang tabiat dari pengertian nilai baik, buruk, seharusnya
benar, salah dan sebaginya tentang prinsip umum dan dapat diterapkan terhadap sesuatu,
selanjutnya dapat disebut juga sebagai filsafat moral.[2]

Headline

10 Tata Cara Shalat Idul Fitri Lengkap

Tuesday 26th, September 2017 /


17 November,2016

Home
Dasar Islam
Akhlaq
Doa dan Dzikir
Hukum Islam
Info Islami
Makanan dan Minuman

Sponsors Link

Home Akhlaq Akhlak Dalam Islam : Pengertian, Golongan dan Keutamaannya

Akhlak Dalam Islam : Pengertian,


Golongan dan Keutamaannya
Sponsors Link

Kata akhlak sering kita dengar dalam kehidupan sehari-hari dan sebagai muslim kita
mengetahui bahwa akhlak adalah salah satu hal yang harus diperhatikan terutama dalam
kehidupan bermasyarakat. Seorang muslim senantiasa dianjurkan untuk memiliki akhlak
yang baik dan menjauhi akhlak yang buruk. Sedemikian pentingnya akhlak dalam islam
disebutkan juga dalam hadits bahwa Rasulullah SAW diutus kepada kaumnya dan seluruh
umat didunia adalah untuk memperbaiki akhlak manusia dimana saat itu akhlak masyarakat
terutama masyarakat jahiliyah masih jauh dari perilaku akhlak yang terpuji (baca sejarah
islam di Arab Saudi dan sejarah agama islam) .

ads
Mereka tak segan mengubur anak perempuannya dan memperlakukan orang lain terutama
wanita dan budak dengan cara yang tidak baik (baca wanita dalam islam dan emansipasi
wanita dalam islam) . Untuk mengetahui lebih jelas perihal akhlak dalam islam, ada baiknya
kita simak pembahasan mengenai akhlak berikut ini.

Definisi Akhlak
Disebutkan bahwa akhlak adalah buah dari keimanan dan keistiqomahan seseorang dalam
menjalankan ibadah baca istiqomah dalam islam dan cara agar tetap istiqomah dijalan Allah).
Akhlak yang kita ketahui tersebut memiliki pengertian baik secara bahasa maupun secara
istilah. Selain itu ada beberapa ulama yang juga menjabarkan pengertian akhlak sebagaimana
ibnu Miskawaih menyebutkan bahwa akhlak adalah keadaan jiwa atau sifat seseorang yang
medorong melakukan sesuatu tanpa perlu mempertimbangkannya terlebih dahulu.

Secara bahasa

Kata akhlak secara bahasa verasal dari bahasa Arab Al Khulk yang diartikan sebagai
perangai, tabiat. Budi pekerti, dan sifat seseorang. Jadi akhlak seseorang diartikan sebagai
budi pekerti yang dimiliki oleh seseorang terkait dengan sifat-sifat yang ada pada dirinya.
(baca istri-istri nabi muhammad dan sifatnya)

Secara istilah

Kata akhlak menurut istilah khususnya dalam islam diartikan sebagai sifat atau perangai
seseorang yang telah melekat dan biasanya akan tercermin dari perilaku orang tersebut.
Seseorang yang mmeiliki sifat baik biasanya akan memiliki perangai atau akhlak yang baik
juga dan sebaliknya seseorang yang memiliki perangai yang tidak baik cenderung memiliki
akhlak yang tercela. Kata akhlak disebutkan dalam firman Allah pada ayat berikut ini

Sesungguhnya Kami telah mensucikan mereka dengan (menganugerahkan kepada mereka)


akhlak yang tinggi yaitu selalu mengingatkan (manusia) kepada negeri akhirat.(QS Shad :
46)

Golongan Akhlak
Akhlak sendiri dibedakan menjadi dua golongan yakni akhlak terpuji atau akhlakul karimah
dan akhlak tercela atau akhlakuk mazmumah.

Akhlak Terpuji

Diantara beberapa akhlak terpuji yang seharusnya dimiliki oleh seorang muslim adalah
kesopanan, sabar, jujur, derwaman, rendah hati, tutur kata yang lembut dan santun, gigih, rela
berkorban, adil, bijaksana,tawakal dan lain sebagainya. Seseorang yang mmeiliki akhlak
terpuji biasanya akan selalu menjaga sikap dan tutur katanya kepada orang lain dan merasa
bahwa dirinya diawasi oleh Allah SWT. (baca cara meningkatkan akhlak terpuji)

Akhlak tercela
Akhlak tercela adalah akhlak yang harus dijauhi oleh muslim karena dapat mendatangkan
mudharat baik bagi dirinya sendiri maupun bagi orang lain. Contoh akhlak tercela
diantaranya adalah dusta (baca bahaya berbohong dan hukumnya dalam islam), iri, dengki,
ujub, fitnah, sombong, bakhil, tamak, takabur, hasad, aniaya, ghibah, riya dan sebagainya.
Akhlak yang tercela sangat dibenci oleh Allah SWt dan tidak jarang orang yang memilikinya
juga tidak disukai oleh masyarakat. (baca juga penyakit hati menurut islam).

Sponsors Link

Keutamaan Akhlak Dalam Islam


Telah disebutkan sebelumnya pengertian tentang akhlak dan sebagai umat muslim kita tahu
bahwa akhlak memiliki kedudukan yang tinggi dalam agama islam. Beberapa keutamaan
mmeiliki akhlak yang terpuji antara lain

Berat timbangannya diakhirat

Seseorang yang memiliki akhlak terpuji disebutkan dalam hadits bahwa ia akan memiliki
timbangan yang berat kelak dihari akhir atau kiamat dimana semua amal manusia akan
ditimbang, sebagaimana sabda Rasulullah SAW berikut

Tidak ada sesuatu yang diletakkan pada timbangan hari kiamat yang lebih berat daripada
akhlak yang mulia, dan sesungguhnya orang yang berakhlak mulia bisa mencapai derajat
orang yang berpuasa dan shalat. [HR Tirmidzi

Dicintai Rasul SAW

Rasul SAW diutus tidak lain adalah untuk menyempurnakan akhlak manusia didunia. Dan
tentu saja Rasul SAW sendiri mencintai manusia yang mmeiliki akhlak yang baik. Dari Jabir
RA; Rasulullah SAW bersabda:

Sesungguhnya yang paling aku cintai dari kalian dan yang paling dekat tempatnya dariku di
hari kiamat adalah yang paling mulia akhlaknya, dan yang paling aku benci dari kalian dan
yan paling jauh tempatnya dariku di hari kiamat adalah yang banyak bicara, angkuh dalam
berbicara, dan sombong. [Sunan Tirmidzi: Sahih]

Sponsors Link

Memiliki kedudukan yang tinggi

Dalam suatu hadits disebutkan bahwa seseorang yang memiliki akhlak dan budi pekerti yang
mulia memiliki kedudukan yang tinggi diakhirat kelak. Rasul SAW bersabda

Tidak ada kemelaratan yang lebih parah dari kebodohan dan tidak ada harta (kekayaan)
yang lebih bermanfaat dari kesempurnaan akal. Tidak ada kesendirian yang lebih terisolir
dari ujub (rasa angkuh) dan tidak ada tolong-menolong yang lebih kokoh dari musyawarah.
Tidak ada kesempurnaan akal melebihi perencanaan (yang baik dan matang) dan tidak ada
kedudukan yang lebih tinggi dari akhlak yang luhur. Tidak ada wara yang lebih baik dari
menjaga diri (memelihara harga dan kehormatan diri), dan tidak ada ibadah yang lebih
mengesankan dari tafakur (berpikir), serta tidak ada iman yang lebih sempurna dari sifat
malu dan sabar. (HR. Ibnu Majah dan Ath-Thabrani)

Dijamin rumah disurga

Memiliki akhlak yang mulia sangat penting bagi seorang muslim dan keutamaan memiliki
akhlak mulia sangatlah besar. Dalamsebuah hadits disebutkan bahwa Rasul menjamin
seseorang sebuah rumah disurga apabila ia memiliki akhlak yang mulia. Dari Abu Umamah
ra; Rasulullah SAW bersabda:

Saya menjamin sebuah rumah tepi surga bagi orang meninggalkan debat sekalipun ia benar,
dan sebuah rumah di tengah surga bagi orang yang tidak berbohong sekalipun hanya
bergurau, dan rumah di atas surga bagi orang yang mulia akhlaknya. [HR Abu Daud ]

Demikian penjelasan mengenai akhlak yang bisa diketahui. Semoga bermanfaat. (baca juga
hubungan akhlak dengan iman dan hubungan akhlak dengan tasawuf dalam islam)

TOLOK UKUR DALAM BERAKHLAK

Al-Quran menetapkan bahwa akhlak itu tidak terlepas dari aqidah dan syariah, ketiganya
merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan. Hal ini dapat dilihat dari surat al-
Baqarah (2): 177, yang berarti: Bukanlah menghadapkan wajahmu ke arah timur dan barat itu
suatu kebajikan akan tetapi sesungguhnya kebajikan itu ialah beriman kepada Allah, hari
kemudian, malaikat-malaikat, kitab-kitab, nabi-nabi dan memberikan harta yang dicintainya
kepada kerabatnya, anak-anak yatim, orang-orang miskin, musafir (yang memerlukan
pertolongan) dan orang-orang yang meminta-minta; dan memerdekakan hamba sahaya,
mendirikan salat, dan menunaikan zakat; dan orang-orang yang menepati janjinya apabila ia
berjanji, dan orang-orang yang sabar dalam kesempitan, penderitaan, dan dalam peperangan.
Mereka itulah orang-orang yang benar (imannya); dan mereka itulah orang-orang yang
bertakwa.

Ayat al-Quran tersebut menjelaskan bahwa iman kepada Allah Swt. adalah merupakan dasar
dari kebajikan. Kenyataan ini tidak akan pernah terbukti, kecuali jika iman tersebut telah
meresap di dalam jiwa dan ke seluruh pembuluh nadi yang disertai dengan sikap khusyu,
tenang, taat, patuh, dan hatinya tidak akan meledak-ledak lantaran mendapatkan kenikmatan,
dan tidak putus asa ketika ditimpa musibah. Orang-orang yang benar-benar beriman kepada
Allah Swt. hanya mau tunduk dan taat kepada Allah Swt. dan syariat-syariat-Nya.

Selanjutnya iman kepada hari akhir mengingatkan manusia bahwa ternyata terdapat alam lain
yang gaib, kelak di akhirat yang akan dihuni. Oleh sebab itu, hendaklah usahanya itu jangan
hanya dipusatkan untuk memenuhi kepentingan jasmani atau cita-cita meraih kelezatan
duniawi saja atau memuaskan hawa nafsu. Demikian juga iman kepada para Malaikat adalah
titik tolak iman kepada wahyu, kenabian, dan hari akhir. Siapapun yang menolak keimanan
terhadap Malaikat, berarti mengingkari seluruhnya. Hal ini disebabkan di antara para
Malaikat itu ada yang bertugas sebagai penyampai wahyu kepada para Nabi. Sedangkan iman
kepada kitab-kitab samawi yang dibawa oleh para Nabi mendorong seseorang untuk
mengamalkan kandungan kitab yang berupa perintah maupun larangan. Sebab orang yang
yakin bahwa sesuatu itu benar, maka hatinya akan terdorong untuk mengamalkannya. Dan
jika ia yakin bahwa sesuatu itu akan membahayakan dirinya, tentu akan menjauhinya dan
tidak mengamalkannya. Sedangkan Iman kepada para nabi, akan mendorong untuk mengikuti
ajarannya.

Ayat al-Quran tersebut, kemudian menentukan tentang syariah, yakni memberikan harta yang
dicintainya kepada kerabatnya, anak-anak yatim, orang-orang miskin, musafir (yang
memerlukan pertolongan) dan orang-orang yang meminta-minta; dan memerdekakan hamba
sahaya, mendirikan salat, dan menunaikan zakat. Kemudian ayat ini mengatur tentang akhlak,
yatu orang-orang yang menepati janjinya apabila ia berjanji, dan orang-orang yang sabar
dalam kesempitan, penderitaan, dan dalam peperangan.

Islam mengatur tolok ukur berakhlak adalah berdasarkan ketentuan Allah dan Rasul-Nya.
Oleh karena itu, apa yang dipandang baik oleh Allah dan Rasul-Nya, pasti baik dalam
esensinya. Begitu pula sebaliknya, tidak mungkin Dia menilai kepalsuan sebagai kelakuan
baik, karena kepalsuan esensinya pasti buruk. Selain itu Allah selalu memperagakan
kebaikan, bahkan Dia memiliki sifat yang terpuji, seperti al-Quran surat Thaha (20): 8
menjelaskan: (Dialah) Allah, tiada Tuhan selain Dia, Dia mempunyai sifat-sifat yang terpuji
(al-Asm al-Husn). Demikian juga Sebuah hadits yang diriwayatkan oleh imam Ahmad
meriwayatkan Aisyah ketika ditanya tentang akhlak Rasulullah Saw., beliau menjawab:
Akhlak Nabi Saw. adalah al-Quran.

Semua sifat Allah Swt. disebutkan dalam al-Quran yang jumlahnya disebutkan di dalam
hadits. Sifat-sifat Allah ini merupakan satu kesatuan. Dia Esa di dalam zat, sifat, dan
perbuatan-Nya. Oleh karena itu, tidak wajar jika sifat-sifat itu dinilai saling bertentangan.
Maksudnya semua sifat memiliki tempatnya masing-masing. Ada tempat untuk keperkasaan
dan keangkuhan Allah, ada tempat untuk kasih sayang dan kelemahlembutan-Nya. Ketika
seorang muslim meneladani sifat al-Kibriy (Keangkuhan Allah), ia harus ingat bahwa sifat
itu tidak akan disandang oleh Allah Swt., kecuali dalam konteks ancaman terhadap para
pembangkang atau terhadap orang yang merasa dirinya superior. Ketika Rasulullah Saw.
melihat seseorang yang berjalan dengan angkuh di medan perang, beliau bersabda: itu
adalah cara berjalan yang dibenci Allah, kecuali dalam kondisi semacam ini. Seseorang
yang berusaha meneladani sifat al-Kibriy tidak akan meneladaninya kecuali terhadap
manusia-manusia yang angkuh. Berkaitan dengan hal ini ada riwayat yang menyebutkan:
Bersikap angkuh terhadap orang-orang yang angkuh adalah sedekah.

Ketika seorang Muslim berusaha meneladani kekuatan dan kebesaran Ilahi, harus diingat
bahwa sebagai makhluk ia terdiri dari jasad dan ruh, sehingga keduanya harus sama-sama
kuat. Kekuatan dan kebesaran ini harus diarahkan untuk membantu yang lemah, dan tidak
boleh digunakan untuk mendukung kejahatan atau kesewenang-wenangan. Karena ketika al-
Quran mengulang-ngulang kebesaran Allah, al-Quran juga menegaskan bahwa:
Sesungguhnya Allah tidak suka kepada orang yang angkuh lagi membanggakan diri (QS
Luqman [31]: 18).

MACAM - MACAM AKHLAK

Para ahli membagi akhlak ini menjadi dua macam:

1. Akhlak Mahmudah atau akhlak yang terpuji. Ini termasuk budi pekerti yang baik. Menurut
Hasan rahimahullah bahwa budi pekerti yang baik adalah menunjukkan wajah yang berseri-
seri, memberikan bantuan sebagai tanda kedermawanan dan menahan diri dari perbuatanyang
menyakiti. Selanjutnya Hasan menambahkan budi pekerti yang baik ialah membuat kerelaan
seluruh makhluk, baik dalam kesukaan (karena murah rezeki) atau dalam kedukaan (keadaan
kekurangan). Jadi budi pekerti ini hakikatnya adalah suatu bentuk dari sesuatu jiwa yang
benar-benar telah meresap dan dari situlah timbulnya berbagai perbuatan dengan cara spontan
dan mudah, tanpa dibuat-buat dan tanpa membutuhkan pemikiran atau angan-angan. Contoh
akhlak terpuji di dalam al-Quran surat Ali-imran (3): 159, yang artinya: Maka disebabkan
rahmat Allah-lah kamu berlaku lemah lembut terhadap mereka. Sekiranya kamu bersikap
keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu. Karena itu
maafkanlah mereka, mohonkanlah ampun bagi mereka, dan bermusyawarahlah dengan
mereka dalam urusan itu. Kemudian apabila kamu telah membulatkan tekad, maka
bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertawakkal
kepada-Nya.

Contoh akhlak mulia di dalam hadits riwayat Muslim yang diterima dari Abu Hurairah r.a.
bahwa Rasulullah Saw. telah bersabda: Hak seorang Muslim atas seorang Muslim ada enam
perkara: apabila engkau bertemu dia hendaklah engkau beri salam kepadanya, apabila ia
mengundangmu, hendaklah engkau memenuhinya, apabila ia meminta nasihat, hendaklah
engkau menasihatinya, apabila ia bersin kemudian ia berkata alhamdulillah hendaklah
engkau doakan dia, jika ia sakit hendaklah engkau mengunjunginya, dan apabila ia meninggal
dunia hendaklah engkau mengikuti janazahnya.

2. Akhlak Madzmumah atau akhlak yang tercela. Al-Quran menjelaskan akhlak tercela ini di
dalam surat al-Hujurt (49): 12, Yang artinya: Hai orang-orang yang beriman, jauhilah
kebanyakan purba-sangka (kecurigaan), karena sebagian dari purba-sangka itu dosa. dan
janganlah mencari-cari keburukan orang dan janganlah menggunjingkan satu sama lain.
Adakah seorang diantara kamu yang suka memakan daging saudaranya yang sudah mati?
Maka tentulah kamu merasa jijik kepadanya. dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya
Allah Maha Penerima taubat lagi Maha Penyayang.

Contoh akhlak tercela ini di dalam hadits Bukhari dan Muslim, Rasulullah Saw. telah
bersabda: Ada empat perkara, barangsiapa yang memiliki semuanya itu dalam dirinya, maka
ia adalah seorang munafik, sedang barangsiapa yang memiliki salah satu dari sifat-sifat itu di
dalam dirinya, maka ia memiliki salah satu sifat kemunafikan, sehingga ia meninggalkan sifat
tadi. Empat perkara itu adalah jika berbicara dusta, jika berjanji menyalahi, apabila
menjanjikan sesuatu cidera, dan jika bermusuhan berlaku curang. Termasuk juga akhlak
yang tercela adalah ghibah, yang didalam hadits Muslim, Rasulullah Saw. menjelaskan
bahwa ghibah adalah jika engkau menyebutkan perihal saudaramu dengan sesuatu yang tidak
disukai olehnya. Hal-hal yang menyebabkan ghibah di antaranya: ingin melenyapkan
kemarahan, dorongan kemegahan diri, kedengkian, penghinaan, dan lain-lain.

Contoh akhlak tercela di dalam hadits yang diriwayatkan Imam Muslim dari sahabat Ibn
Masud r.a. bahwa Rasulullah Saw. telah bersabda: apabila kamu bertiga, maka janganlah
dua orang berbisik-bisik dengan meninggalkan yang lain, tetapi hendaklah kamu bercampur
dengan sesama manusia, karena sikap yang demikian akan menjadikan dia kecewa.
Rasulullah Saw. sendiri mengajarkan doa agar dihindarkan dari hal-hal yang jelek, termasuk
salah satunya dari akhlak yang tercela. Doa Rasulullah tersebut berbunyi: Ya Allah
jauhkanlah aku dari akhlak, amal, kemauan, dan penyakit yang jelek.

SASARAN AKHLAK
Akhlak mempunyai makna yang luas, yang dapat mencakup sifat lahiriyah maupun batiniah.
Akhlak menurut pandangan Islam mencakup berbagai aspek, dapat mencakup akhlak
terhadap Allah dan terhadap sesama makhluk seperti manusia dan lingkungan.

1. Akhlak terhadap Allah Swt.

Landasan umum berakhlak terhadap Allah Swt. adalah pengakuan bahwa tiada Tuhan selain
Allah. Dia memiliki sifat-sifat terpuji; demikian agung sifat itu yang semua makhluk tidak
dapat mengetahui dengan baik dan benar betapa kesempurnaan dan keterpujian Allah swt.
Oleh karena itu, mereka sebelum memuji-Nya, bertasbih terlebih dahulu dalam arti
menyucikan-Nya. Jadi jangan sampai pujian yang mereka ucapkan tidak sesuai dengan
kebesaran-Nya, sebagaimana al-Quran surat ash-Shaffat (37): 159-160, yang artinya:
Mahasuci Allah dari segala sifat yang mereka sifatkan kepada-Nya, kecuali (dari) hamba-
hamba Allah yang terpilih. Demikian juga al-Quran surat asy-Syura (42): 5 menetapkan:
Dan para malaikat menyucikan sambil memuji Tuhan mereka. Begitu juga al-Quran surat
ar-Raad (13): 13 menjelaskan: Guntur menyucikan (Tuhan) sambil memuji-Nya.
Selanjutnya al-Quran surat al-Isra (17): 44, menetapkan: Dan tidak ada sesuatupun kecuali
bertasbih (menyucikan Allah) sambil memuji-Nya.

Bertitik tolak dari uraian tentang kesempurnaan Allah Swt. tersebut, maka al-Quran
memerintahkan manusia untuk berserah diri kepada-Nya, karena segala yang bersumber dari
Allah adalah baik, benar, indah, dan sempurna. Berkaitan dengan hal ini, sebagian ayat al-
Quran memerintahkan manusia untuk menjadikan Allah sebagai wakil, seperti al-Quran
surat al-Muzzammil (73): 9, menerangkan: (Dialah) Tuhan masyrik dan maghrib, tiada
Tuhan melainkan Dia, maka jadikanlah Allah sebagai wakil (pelindung). Kata wakildapat
diterjemahkan sebagai pelindung. Jika seseorang mewakilkan kepada orang lain (untuk suatu
persoalan), maka ia telah menjadikan orang yang mewakili sebagai dirinya sendiri dalam
menangani persoalan tersebut, sehingga sang wakil melaksanakan apa yang dikehendaki oleh
orang yang menyerahkan perwakilan kepadanya. Allah Swt., yang kepada-Nya diwakilkan
segala persoalan adalah Yang Maha Kuasa, Maha Mengetahui, Maha Bijaksana, dan semua
Maha yang mengandung pujian. Manusia sebaliknya, memiliki keterbatasan pada segala hal.
Oleh karena itu, maka perwakilan-Nya pun berbeda dengan perwakilan manusia. Jadi jika
seseorang menjadikan Allah sebagai wakil, sejak semula ia menyadari keterbatasan dirinya
dan menyadari Kemahamutlakan Allah Swt. Dan ia akan menerimanya dengan sepenuh hati,
baik mengetahui maupun tidak hikmah suatu perbuatan Tuhan. Sebagaimana firman Allah
Swt.: Allah mengetahui dan kamu sekalian tidak mengetahui. (QS al-Baqarah [2]: 216), dan
lihat (QS al-Ahzab [33]: 36).

2. Akhlak terhadap sesama manusia.

Al-Quran menjelaskan perlakuan sesama manusia, baik berupa larangan, seperti membunuh,
menyakiti badan atau harta tanpa alasan yang benar, juga termasuk larangan menyakiti hati,
walaupun disertai dengan memberi. Lihat (QS al-Baqarah [2]: 263). Selain itu, al-Quran
menekankan bahwa setiap orang hendaknya didudukkan secara wajar, termasuk Nabi
Muhammad Saw. dinyatakan pula sebagai manusia biasa, namun dinyatakan pula beliau
adalah Rasul yang memperoleh wahyu dari Allah. Atas dasar ini beliau berhak memperoleh
penghormatan melebihi manusia lain, seperti dalam al-Quran (QS al-Hujurat [49]: 2; QS an-
Nur [24]: 63). Al-Quran juga menekankan perlunya privasi (kekuasaan atau kebebasan
pribadi), (QS an-Nur [24]: 27 dan 58); salam yang diucapkan wajib dijawab dengan salam
yang serupa, dan dianjurkan agar dijawab dengan salam yang lebih baik (QS an-Nisa [4]: 86);
Setiap ucapan harus ucapan yang baik (QS al-Baqarah [2]: 83 dan QS al-Ahzab [33]: 70)
Seseorang tidak boleh mengolok-olokkan orang lain atau kelompok lain dan tidak boleh
memanggil dengan gelar-gelar yang buruk. Demikian juga seseorang tidak boleh
berprasangka buruk, mencari kesalahan orang lain, dan menggunjing orang lain. Al-Quran
menjelaskan juga di antara ciri-ciri orang yang bertakwa (QS Ali Imran [3]: 134-135). Selain
itu, al-Quran menetapkan harus mendahulukan kepentingan orang lain daripada kepentingan
diri sendiri (QS al-Hasyr [59]: 9).

3. Akhlak terhadap lingkungan.

Yang dimaksud dengan lingkungan di sini adalah segala sesuatu yang berada di sekitar
manusia, baik binatang, tumbuh-tumbuhan, maupun benda-benda tak bernyawa. Pada
dasarnya, akhlak yang diajarkan al-Quran terhadap lingkungan bersumber dari fungsi
manusia sebagai khalifah. Kekhalifahan ini menuntut adanya interaksi antara manusia dengan
sesamanya dan manusia terhadap alam. Kekhalifahan mengandung arti pengayoman,
pemeliharaan, dan pembimbingan agar setiap makhluk mencapai tujuan penciptaannya.
Dalam pandangan akhlak Islam, seseorang tidak dibenarkan mengambil buah sebelum
matang, atau memetik bunga sebelum matang, karena hal ini berarti tidak memberi
kesempatan kepada makhluk untuk mencapai tujuan penciptaannya. Ini berarti manusia
dituntut untuk mampu menghormati proses-proses yang sedang berjalan, dan terhadap semua
proses yang sedang terjadi. Hal ini mengantarkan manusia bertanggung jawab, sehingga ia
tidak melakukan perusakan terhadap lingkungan di sekitarnya. Binatang, tumbuhan, dan
benda-benda tak bernyawa semuanya diciptakan oleh Allah Swt. dan menjadi milik-Nya,
serta semua memiliki ketergantungan kepada-Nya. Keyakinan ini meyakinkan setiap muslim
untuk menyadari bahwa semuanya adalah umat Tuhan yang harus diperlakukan secara
wajar dan baik.

Berkaitan dengan hal ini, al-Quran surat al-Anam (6): 38 menegaskan bahwa binatang-
binatang yang ada di bumi dan burung-burung yang terbang dengan kedua sayapnya
merupakan umat-umat juga seperti manusia, sehingga semuanya tidak boleh diperlakuka
secara aniaya, baik dalam masa damai maupun ketika terjadi peperangan. Termasuk
mencabut atau menebang pepohonan pun terlarang, kecuali jika terpaksa, tetapi inipun harus
seizin Allah, dalam arti harus sejalan dengan tujuan penciptaan dan demi kemaslahatan (QS
al-Hasyr [59]: 5). Dengan pengakuan semua milik Allah, mengantarkan manusia kepada
kesadaran bahwa apapun yang berada dalam genggaman-Nya, tidak lain kecuali amanat yang
harus dipertanggungjawabkan (QS at-Takatsur (102): 8. Manusia dituntut untuk
memperhatikan apa yang sebenarnya dikehendaki oleh Allah Swt. menyangkut apa yang
berada di sekitar manusia.

Pernyataan Allah dalam al-Quran surat al-Ahqaf (46): 3, mengundang seluruh manusia untuk
tidak hanya memikirkan kepentingan diri sendiri, kelompok, atau bangsa, dan jenisnya saja,
tetapi juga harus berpikir dan bersikap demi kemaslahatan semua pihak. Manusia tidak boleh
bersikap sebagai penakluk alam. Yang menundukkan alam menurut al-Quran adalah Allah.
Mereka tidak sedikitpun mempunyai kemampuan, kecuali berkat kemampuan yang
dianugrahkan Tuhan kepadanya (QS az-Zukhruf [43]: 13). Oleh karena itu manusia harus
mengusahakan keselarasan dengan alam. Keduanya tunduk kepada Allah, sehingga mereka
harus bersahabat. Al-Quran mengharuskan setiap orang mukmin untuk meneladani Nabi
Muhammad Saw. yang diutus membawa rahmat bagi seluruh alam. Selain itu, Rasulullah
Saw. diutus untuk menyempurnakan akhlak yang mulia, sebagaimana hadits riwayat at-
Timidzi dari Abu Darda yang menjelaskan bahwa beliau bersabda: Tidak ada sesuatu yang
lebih berat dalam timbangan (amal) seorang mukmin pada hari kiamat, melebihi akhlak yang
luhur.

Last modified on Kamis, 29 Januari 2015 09:49

Anda mungkin juga menyukai