Dalam rangka menurunkan AKI dari 390 per 100.000 kelahiran menjadi 102 per
100.000 kelahiran AKB dari 69 per 1000 kelahiran menjadi 23 per 100 kelahiran, perlu
dilaksanakan upaya terpadu dalam menangani permasalahan dan penyakit yang terjadi pada
masa hamil, bersalin, nifas dan bayi neonatus, khususnya dalam menangani kasus
kedaruratan obstetri dan neonatus. Untuk memperkuat pencapaian indikator kunci Making
Pregnancy Safer/MPS dan Millenium Development Goals (MDGS), Renstra Kementerian
Kesehatan 2010-2015 menetapkan bahwa seluruh puskesmas kecamatan di Indonesia harus
memberikan pelayanan Obstetri Neonatal Emergensi Dasar (PONED) selama 24 jam.
Dalam memberikan pelayanan kesehatan terhadap ibu hamil, bersalin dan nifas,
ataupun diluar masa itu, petugas kesehatan selalu memiliki risiko terinfeksi oleh
mikroorganisme melalui darah/cairn tubuh. Maka setiap petugas pelaksana pelayanan
kesehatan perlu memegang prinsip-prinsip pencegahan infeksi, khususnya prinsip
Kewaspadaan Universal (KU). Kewaspadaan Universal adalah pedoman yang ditetapkan
untuk mencegah penyebaran berbagai penyakit yang ditularkan melalui darah/cairan tubuh di
lingkungan rumah sakit atau sarana kesehatan lainnya. Konsep yang dianut adalah bahwa
semua darah/cairan tubuh harus dikelola sebagai sumber yang dapat menularkan HIV,
Hepatitis B dan berbagai penyakit lain yang ditularkan melalui darah/cairan tub
Petugas kesehatan harus secara rutin memakai sarana yang dapat dipakai untuk
mencegah kontak kulit/selaput lendir dengan darah/cairan tubuh lainnya dari pasien yang
dilayaninya. Setiap petugas kesehatan harus :
1. Menggunakan sarung tangan bila menyentuh darah/cairan tubuh, selaput lendir atau
kulit yang tidak utuh
2. Mengelola peralatan dan sarana kesehatan yang tercemar darah/cairan tubuh
3. Mengerjakan fungsi vena atau prosedur lain yang menyangkut pembuluh darah
4. Sarung tangan harus selalu diganti setiap selesai kontak dengan seorang pasien
5. Memakai masker/pelindung mata/pelindung wajah bila mengerjakan prosedur yang
memungkinkan terjadinya cipratan darah/cairan tubuh guna mencegah terpaparnya
selaput lendir pada mulut, hidung dan mata
6. Memakai pakaian kerja khusus selama melakukan tindakan yang mungkin
menimbulkan cipratan darah/cairan tubuh.
Tangan dan bagian tubuh lainnya harus segera dicuci dengan sabun dan air mengalir
sebersih mungkin bila terpapar darah/cairan tubuh. Cuci tangan harus dilakukan setiap kali
melepas sarung tangan.
Petugas kesehatan harus selalu waspada terhadap kemungkinan tertusuk jarum, pisau dan
benda/alat tajam lainnya selama membersihkan/mencuci peralatan, membuang sampah atau
membenahi peralatan setelah berlangsungnya prosedur/tindakan.
Untuk mencapai tujuan ini, jangan menutup kembali jarum suntik setelah dipakai, jangan
sengaja membengkokkan jarum suntik dengan tangan, jangan melepas jarum suntik dari
tabungnya atau melakukan apapun pada jarum suntik dengan menggunakan tangan terbuka.
Setelah semua benda tajam selesai digunakan, maka harus ditaruh dalam wadah khusus yang
tahan/anti tusukan. Kemudian wadah kumpulan benda tajam harus terjamin aman untuk
dibawa ke tempat pemrosesan alat atau dalam proses pengenyahannya.
Walaupun air liur belum terbukti menularkan HIV, tindakan resusitasi dari mulut ke
mulut harus dihindari. Jadi setiap tempat dimana terdapat kemungkinan resusitasi, perlu
tersedia alat resusitasi.
Petugas kesehatan yang mengalami luka atau lesi yang mengeluarkan cairan, misalnya
dermatitis basah, harus menghindari tugas yang bersifat kontak langsung dengan peralatan
bekas pakai pasien.
Petugas kesehatan yang hamil tidak mempunyai risiko lebih besar untuk tertular HIV.
Namun demikian, bila terjadi infeksi HIV selama kehamilan, janin yang dikandungnya
berisiko untuk mengalami transmisi perinatal. Karena itu petugas kesehatan yang sedang
hamil harus lebih memperhatikan segala prosedur yang dapat menghindari penularan HIV.
Dengan menerapkan KU, setiap petugas kesehatan akan terlindung secara maksimal dari
kemungkinan terkena infeksi penyakit yang ditularkan melalui darah/cairan tubuh, baik dari
kasus yang terdiagnosis maupun yang tidak terdiagnosis.
Dalam pelaksanaan kewaspadaan universal disadari bahwa diagnosis dini adanya infeksi
oleh mikroorganisme pada pasien penting peranannya dalam keberhasilan penangan kasus.
Akan tetapi berdasarkan berbagai pertimbangan saat ini, penapisan terhadap berbagai infeksi
virus tidak mungkin dilakukan secara rutin,. Bahkan pada infeksi HIV terdapat Window
Period dimana pada masa tersebut darah/cairan tubuh sudah dapat menularkan infeksi,
walaupun adanya HIV belum dapat terdeteksi melalui pemeriksaan laboratorium. Karena itu
prinsip KU dalam pencegahan infeksi merupakan kunci utama keberhasilan memutuskan
rantai transmisi penyakit yang ditularkan melalui darah/cairan tubuh lainnya.
Kegiatan di unit gawat darurat pada umumnya melayani kasus gawat darurat awal di suatu
rumah sakit, harus meyediakan peralatan yang berkaitan dengan pelaksanaan KU. Sara
seperti sarung tangan, masker dan gaun khusus harus selalu ada, mudah dicapai dan mudah
dipakai.
1. Dalam prosedur operasi. Selain kontak langsung dengan darah, tertusuknya bagian
tubuh oleh benda tajam merupakan kejadian yang harus dicegah. Oleh karena itu bagian
instrumen yang tajam jangan diberikan dan dari operator oleh asisten atau ahli
instrumen. Untuk memudahkan hal ini dipakai nampan guna menyerahkan instrumen
tajam atau mengembalikannya. Operator bertanggungjawab menempatkan benda tajam
secara aman.
2. Pada saat menjahit. Pada saat menjahit lakukan sedemikian rupa sehingga jari/tangan
terhindar dari tusukan.
3. Memisahkan jaringan. Jangan gunakan tangan untuk memisahkan jaringan, karena hal
itu akan menambah risiko pemaparan infeksi melalui tangan operator.
4. Operator sulit. Untuk operasi yang membutuhkan waktu lebih dari 60 menit dan ruang
kerjanya sempit, dianjurkan unttuk menggunakan sarung tangan ganda.
5. Melepaskan baju operasi. Melepaskan baju operasi harus dilakukan sebelum membuka
sarung tangan agar tidak terpapar darah/cairan tubuh dari baju operasi.
6. Pencucian instrumen bekas Pakai. Pencucian instrumen bekas pakai dilakukan
sebaiknya secara mekanik. Bila mencuci instrumen secara manual, petugas harus
menggunakan sarung tangan rumah tangga dan instrumen sebelumnya telah di
dekontaminasi dengan merendam dalam larutan klorin 0,5% selama 10 menit.
7. Seorang dokter yang melakukan prosedur pembedahan sebaiknya telah diuji
kelayakannya untuk melakukan pembedahan secara khusus tersebut.
Manajemen untuk tenaga kesehatan yang terpapar darah/cairan tubuh, dapat dilakukan
dengan :
1. Paparan secara parenteral melalui tusukan jarum, kena potong dan lain-lain. Keluarkan
darah sebanyak mungkin, cuci tangan dengan sabun dan air mengalir
2. Paparan pada selaput lendir melalui percikan, seperti percikan pada : Mata, cucilah
mata dalam keadaan terbuka menggunakan air atau cairan NaCL; Mulut, keluarkan
cairan mengandung infeksi dengan cara berludah kemudian kumur dengan air beberapa
kali; Kulit, (kulit yang utuh, kulit yang sedang luka, lecet atau dermatitis). Cuci
sebersih mungkin dengan sabun dan air mengalir. Selanjutnya, mereka yang terpapar
ini perlu mendapatkan pemantauan HIV yang sesuai dan perhatian terhadap kondisi
kesehatannya.
Penanganan alat-alat yang terkontaminasi. Proses dasar pencegahan infeksi yang harus
digunakan untuk mengurangi transmisi penyakit dari peralatan, sarung tangan dan bahan-
bahan lain yang terkontaminasi adalah :
Pembuangan sampah secara aman. Tujuan pembuangan sampah klinik secara benar adalah
:
1. Mencegah penyebaran infeksi kepada petugas klinik yang menangani sampah dan
kepada masyarakat
2. Melindungi orang-orang yang menangani sampah dari luka karena kecelakaan.
Sampah yang tidak terkontaminasi tidak memberikan risiko infeksi kepada orang yang
menangani sampah tersebut. Contoh sampah yang tidak terkontaminasi termasuk kertas,
kardus, botol dan wadah-wadah plastik yang merupakan produk rumah tangga biasa yang
digunakan di dalam klinik. Biar bagaimanapun, kebanyakan sampah suatu fasilitas kesehatan
adalah sampah terkontaminasi.
Penanganan yang benar terhadap sampah . Penanganan yang benar terhadap sampah akan
mengurangi penyebaran infeksi kepada petugas klinik dan kepada masyarakat setempat. Jika
memungkinkan, sampah yang tidak terkontaminasi harus ditransportasikan ke tempat
pembuangan sampah dalam wadah tertutup. Petugas yang menangani sampah harus
menggunakan sarung tangan tebal. Sampah terkontaminasi harus dibakar dalam insinerator
atau dikubur. Incinerator memberikan suhu yang tinggi dan membunuh mikroorganisme,
karena itu merupakan pilihan utama untuk menangani sampah terkontaminasi. Insinerator
juga mengurangi volume sampah yang perlu dikubur. Jika tidak terdapat incinerator semua
sampah terkontaminasi harus dikubur untuk mencegah sampah tersebut berhamburan
(Sumber: JHPIEGO IP Manual, Chapter 9:97, 1992).
Pemeliharaan lingkungan yang aman. Pemeliharaan lingkungan yang aman, dalam hal ini
bebas dari infeksi, merupakan proses yang berlangsung terus menerus dan memerlukan
pelatihan dan supervisi yang ketat, yang diulang secara berkala bagi staf klinik. Bila praktik
pencegahan infeksi diterapkan sebaik-baiknya, sesuai apa yang dianjurkan, infeksi yang
mungkin terjadi sebagai kelanjutan atau akibat pelayanan Keluarga Berencana dan
penyebaran penyakit seperti Hepatitis B dan HIV/AIDS dapat dihindari. Namun demikian
seluruh praktik pencegahan infeksi sesuai anjuran yang telah dijelaskan di atas harus
diterapkan secara tepat sebelum, selama dan sesudah tiap prosedur dilakukan. Keteledoran
pada setiap langkah dalam pelayanan rutin dapat mengakibatkan hasil yang buruk bagi
tingkat keamanan prosedur selanjutnya.