PENDAHULUAN
1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Definisi
Pneumonia adalah peradangan yang mengenai parenkim paru, distal dari
bronkiolus terminalis yang mencakup bronkiolus respiratorius, dan alveoli, serta
menimbulkan konsolidasi jaringan paru dan gangguan pertukaran gas setempat yang
disebabkan oleh mikroorganisme (bakteri.virus,jamur,protozoa).3
Secara kinis pneumonia didefinisikan sebagai suatu peradangan paru yang
disebabkan oleh mikroorganisme (bakteri, virus, jamur, parasit). Pneumonia yang
disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis tidak termasuk. Sedangkan peradangan
paru yang disebabkan oleh nonmikroorganisme (bahan kimia, radiasi, aspirasi bahan
toksik, obat-obatan dan lain-lain) disebut pneumonitis.4
2.2 Epidemiologi
Insidensi tahunan: 5-11 kasus per 1.000 orang dewasa; 15-45% perlu di rawat
dirumah sakit (1-4 kasus), dan 5-10% diobati di ICU. Insidensi paling tinggi pada
pasien yang sangat muda dan usia lanjut. Mortalitas: 5-12% pada pasien yang
dirawat di rumah sakit; 25-50% pada pasien ICU. Di United States, insidensi untuk
penyakit ini mencapai 12 kasus tiap 1.000 orang dewasa. Kematian untuk pasien
rawat jalan kurang dari 1%, tetapi kematian pada pasien yang dirawat di rumah sakit
cukup tinggi yaitu sekitar 14% (Alberta Medical Association, 2002). Di negara
berkembang sekitar 10-20% pasien yang memerlukan perawatan di rumah sakit dan
angka kematian diantara pasien tersebut lebih tinggi, yaitu sekitar 30-40%. Di
Indonesia sendiri, insidensi penyakit ini cukup tinggi sekitar 5-35% dengan kematian
mencapai 20-50% .
Pneumonia dapat terjadi pada orang tanpa kelainan imunitas yang jelas.
Namun pada kebanyakan pasien dewasa yang menderita pneumonia didapati adanya
satu atau lebih penyakit dasar yang mengganggu daya tahan tubuh. Frekuensi relatif
terhadap mikroorganisme petogen paru bervariasi menurut lingkungan ketika infeksi
2
tersebut didapat. Misalnya lingkungan masyarakat, panti perawatan, ataupun rumah
sakit. Selain itu faktor iklim dan letak geografik mempengaruhi peningkatan
frekuensi infeksi penyakit ini.2
2.3 Etiologi
Pneumonia dapat disebabkan oleh berbagai macam mikroorganisme, yaitu
bakteri, virus, jamur dan protozoa. Dari kepustakaan pneumonia komuniti yang
diderita oleh masyarakat luar negeri banyak disebabkan bakteri gram positif,
sedangkan pneumonia di rumah sakit banyak disebabkan bakteri gram negatif
sedangkan pneumonia aspirasi banyak disebabkan oleh bakteri anaerob. Akhir-akhir
ini laporan dari beberapa kota di Indonesia menunjukkan bahwa bakteri yang
ditemukan dari pemeriksaan dahak penderita pneumonia komuniti adalah bakteri
gram negatif.3
Pneumonia lainnya disebabkan oleh virus, dimana paling sering terjadi pada
anak-anak.4 Pneumonia lobaris adalah peradangan jaringan paru akut yang berat yang
disebabkan oleh pneumococcus. Nama ini menunjukkan bahwa hanya satu lobus
paru yang terkena. Ada bermacam-macam pneumonia yang disebabkan oleh bakteri
lain, misalnya bronkopneumonia yang penyebab tersering adalah haemophylus
influenza dan pneumococcus.3
2.4 Patogenesis
Dalam keadaan sehat, pada pru tidak akan terjadi pertumbuhan
mikroorganisme, keadaan ini disebabkan oleh adanya mekanisme pertahanan paru.
Terdapatnya bakteri di paru merupakan akibat ketidakseimbangan antara daya tahan
tubuh, mikroorganisme dan lingkungan, sehingga mikroorganisme dapat berkembang
biak dan berakibat timbulnya sakit. Masuknya mikroorganisme ke saluran napas dan
paru dapat memlalui berbagai cara:
a. Inhalasi langsung dari udara
b. Aspirasi dari bahan-bahan yang ada di nasofaring dan orofaring
c. Perluasan langsung dari tempat-tempat lain
d. Penyebaran secara hematogen (Supandi, 1992).
3
Pneumonia yang dipicu oleh bakteri bisa menyerang siapa saja, dari bayi
sampai usia lanjut. Pecandu alkohol, pasien pasca operasi, orang-orang dengan
gangguan penyakit pernapasan, sedang terinfeksi virus atau menurun kekebalan
tubuhnya adalah yang paling berisiko. Sebenarnya bakteri pneumonia itu ada dan
hidup normal pada tenggorokan yang sehat. Pada saat pertahanan tubuh menurun,
misalnya karena penyakit, usia lanjut, dan malnutrisi, bakteri pneumonia akan
dengan cepat berkembang biak dan merusak organ paru-paru. Kerusakan jaringan
paru setelah kolonisasi suatu mikroorganisme paru banyak disebabkan oleh reaksi
imun dan peradangan yang dilakukan oleh pejamu. Selain itu, toksin-toksin yang
dikeluarkan oleh bakteri pada pneumonia bakterialis dapat secara langsung merusak
sel-sel sistem pernapasan bawah. Ada beberapa cara mikroorganisme mencapai
permukaan1,4:
1. Inokulasi langsung
2. Penyebaran melalui pembuluh darah
3. Inhalasi bahan aerosol
4. Kolonisasi dipermukaan mukosa
Dari keempat cara tersebut diatas yang terbanyak adalah cara kolonisasi.
Secara inhalasi terjadi pada infeksi virus, mikroorganisme atipikal, mikrobakteria
atau jamur. Kebanyakan bakteri dengan ukuran 0,5 2,0 nm melalui udara dapat
mencapai bronkus terminal atau alveoli dan selanjutnya terjadi proses infeksi. Bila
terjadi kolonisasi pada saluran napas atas (hidung, orofaring) kemudian terjadi
aspirasi ke saluran napas bawah dan terjadi inokulasi mikroorganisme, hal ini
merupakan permulaan infeksi dari sebagian besar infeksi paru. Aspirasi dari sebagian
kecil sekret orofaring terjadi pada orang normal waktu tidur (50%) juga pada
keadaan penurunan kesadaran, peminum alkohol dan pemakai obat (drug abuse).
Sekresi orofaring mengandung konsentrasi bakteri yang tinggi 10 8-10/ml, sehingga
aspirasi dari sebagian kecil sekret (0,001 - 1,1 ml) dapat memberikan titer inokulum
bakteri yang tinggi dan terjadi pneumonia.
Pada pneumonia mikroorganisme biasanya masuk secara inhalasi atau
aspirasi. Umumnya mikroorganisme yang terdapat disaluran napas bagian atas sama
dengan di saluran napas bagian bawah, akan tetapi pada beberapa penelitian tidak di
temukan jenis mikroorganisme yang sama.
4
Basil yang masuk bersama sekret bronkus ke dalam alveoli menyebabkan
reaksi radang berupa edema seluruh alveoli disusul dengan infiltrasi sel-sel PMN dan
diapedesis eritrosit sehingga terjadi permulaan fagositosis sebelum terbentuknya
antibodi. Pneumonia bakterialis menimbulkan respon imun dan peradangan yang
paling mencolok. Jika terjadi infeksi, sebagian jaringan dari lobus paru-paru, ataupun
seluruh lobus, bahkan sebagian besar dari lima lobus paru-paru (tiga di paru-paru
kanan, dan dua di paru-paru kiri) menjadi terisi cairan. Bakteri pneumokokus adalah
kuman yang paling umum sebagai penyebab pneumonia.3
Terdapat empat stadium anatomik dari pneumonia terbagi atas:3
1. Stadium kongesti (4 12 jam pertama)
Disebut hiperemia, mengacu pada respon peradangan permulaan yang
berlangsung pada daerah baru yang terinfeksi. Hal ini ditandai dengan peningkatan
aliran darah dan permeabilitas kapiler di tempat infeksi. Hiperemia ini terjadi akibat
pelepasan mediator-mediator peradangan dari sel-sel mast setelah pengaktifan sel
imun dan cedera jaringan. Mediator-mediator tersebut mencakup histamin dan
prostaglandin. Degranulasi sel mast juga mengaktifkan jalur komplemen.
Komplemen bekerja sama dengan histamin dan prostaglandin untuk melemaskan otot
polos vaskuler paru dan peningkatan permeabilitas kapiler paru. Hal ini
mengakibatkan perpindahan eksudat plasma ke dalam ruang interstitium sehingga
terjadi pembengkakan dan edema antar kapiler dan alveolus. Penimbunan cairan di
antara kapiler dan alveolus meningkatkan jarak yang harus ditempuh oleh oksigen
dan karbondioksida maka perpindahan gas ini dalam darah paling berpengaruh dan
sering mengakibatkan penurunan saturasi oksigen hemoglobin.
5
3. Stadium hepatisasi kelabu (konsolidasi)
Terjadi sewaktu sel-sel darah putih mengkolonisasi daerah paru yang
terinfeksi. Pada saat ini endapan fibrin terakumulasi di seluruh daerah yang cedera
dan terjadi fagositosis sisa-sisa sel. Pada stadium ini eritrosit di alveoli mulai
diresorbsi, lobus masih tetap padat karena berisi fibrin dan leukosit, warna merah
menjadi pucat kelabu dan kapiler darah tidak lagi mengalami kongesti.
2.5 Patologi
Basil yang masuk bersama sekret bronkus ke dalam alveoli menyebabkan
reaksi radang berupa edema seluruh alveoli disusul dengan infiltrasi sel-sel PMN dan
diapedesis eritrosit sehingga terjadi permulaan fagositosis sebelum terbentuknya
antibodi. Sel-sel PMN mendesak bakteri ke permukaan alveoli dan dengan bantuan
leukosit yang lain melalui psedopodosis sitoplasmik mengelilingi bakteri tersebut
kemudian dimakan. Pada waktu terjadi peperangan antara host dan bakteri maka
akan tampak 4 zona pada daerah parasitik terget yaitu :
1. Zona luar : alveoli yang tersisi dengan bakteri dan cairan edema.
2. Zona permulaan konsolidasi : terdiri dari PMN dan beberapa eksudasi sel darah
merah.
3. Zona konsolidasi yang luas : daerah tempat terjadi fagositosis yang aktif
dengan jumlah PMN yang banyak.
4. Zona resolusi : daerah tempat terjadi resolusi dengan banyak bakteri yang mati,
leukosit dan alveolar makrofag.
6
2.6. Klasifikasi
1. Berdasarkan klinis dan epidemiologi:
a. Pneumonia komuniti (community-acquired pneumonia)
b. Pneumonia nosokomial (hospital-acqiured pneumonia / nosocomial
pneumonia)
c. Pneumonia aspirasi
d. Pneumonia pada penderita Immunocompromised
Pembagian ini penting untuk memudahkan penatalaksanaan.
7
melemahkan sistem pertahanan tubuh. Pada bayi dan orang-orang yang lemah,
Pneumonia dapat muncul sebagai infeksi primer.
c. Pneumonia interstisial
Terutama pada jaringan penyangga, yaitu interstitial dinding bronkus dan
peribronkil. Peradangan dapat ditemumkan pada infeksi virus dan mycoplasma.
Terjadi edema dinding bronkioli dan juga edema jaringan interstisial
prebronkial. Radiologis berupa bayangan udara pada alveolus masih terlihat,
diliputi perselubungan yang tidak merata
2.7 Diagnosis
Penegakan diagnosis pneumonia dapat dilakukan melalui anamnesis,
pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang.3
a. Gambaran Klinis
Gejala-gejala pneumonia serupa untuk semua jenis pneumonia. Gejalanya
meliputi:
Gambaran klinis biasanya didahului oleh infeksi saluran napas akut bagian
atas selama beberapa hari, kemudian diikuti dengan demam, menggigil, suhu tubuh
kadang-kadang melebihi 40 C, sakit tenggorokan, nyeri otot dan sendi. Juga disertai
batuk, dengan sputum mukoid atau purulen, kadang-kadang berdarah.5
Menurut ATS kriteria pneumonia berat bila dijumpai 'salah satu atau lebih'
kriteria di bawah ini.
Kriteria minor:
- Frekuensi napas > 30/menit
8
- Pa02/FiO2kurang dari 250 mmHg
- Foto toraks paru menunjukkan kelainan bilateral
- Foto toraks paru melibatkan > 2 lobus
- Tekanan sistolik < 90 mmHg
- Tekanan diastolik < 60 mmHg
Kriteria mayor adalah sebagai berikut :
- Membutuhkan ventilasi mekanik
- Infiltrat bertambah > 50%
- Membutuhkan vasopresor > 4 jam (septik syok)
- Kreatinin serum > 2 mg/dl atau peningkatan > 2 mg/dI, pada penderita
riwayat penyakit ginjal atau gagal ginjal yang membutuhkan dialysis
Berdasar kesepakatan PDPI, kriteria yang dipakai untuk indikasi rawat inap
pneumonia komuniti adalah :
1. Skor PORT lebih dari 70
2. Bila skor PORT kurang < 70 maka penderita tetap perlu dirawat inap bila
dijumpai salah satu dari kriteria dibawah ini.
- Frekuensi napas > 30/menit
- Pa02/FiO2 kurang dari 250 mmHg
- Foto toraks paru menunjukkan kelainan bilateral
- Foto toraks paru melibatkan > 2 lobus Tekanan sistolik < 90 mmHg
Tekanan diastolik < 60 mmHg
3. Pneumonia pada pengguna NAPZA
9
b. Pemeriksaan Fisik
Temuan pemeriksaan fisis dada tergantung dari luas lesi di paru. Pada
inspeksi dapat terlihat bagian yang sakit tertinggal waktu bernapas, pasa palpasi
fremitus dapat mengeras, pada perkusi redup, pada auskultasi terdengar suara napas
bronkovesikuler sampai bronkial yang mungkin disertai ronkhi basah halus, yang
kemudian menjadi ronki basah kasar pada stadium resolusi.
c. Pemeriksaan Penunjang
1) Gambaran Radiologis
Gambaran Radiologis pada foto thorax pada penyakit pneumonia antara lain:
Perselubungan/konsolidasi homogen atau inhomogen sesuai dengan lobus atau
segment paru secara anantomis.
Batasnya tegas, walaupun pada mulanya kurang jelas.
Volume paru tidak berubah, tidak seperti atelektasis dimana paru mengecil. Tidak
tampak deviasi trachea/septum/fissure/ seperti pada atelektasis.
Silhouette sign (+) : bermanfaat untuk menentukan letak lesi paru ; batas lesi
dengan jantung hilang, berarti lesi tersebut berdampingan dengan jantung atau di
lobus medius kanan.
Seringkali terjadi komplikasi efusi pleura.
Bila terjadinya pada lobus inferior, maka sinus phrenicocostalis yang paling akhir
terkena.
Pada permulaan sering masih terlihat vaskuler.
Pada masa resolusi sering tampak Air Bronchogram Sign (terperangkapnya udara
pada bronkus karena tidanya pertukaran udara pada alveolus).
Foto toraks (PA/lateral) merupakan pemeriksaan penunjang utama untuk
menegakkan diagnosis. Gambaran radiologis dapat berupa infiltrat sampai
konsolidasi dengan air bronchogram, penyebab bronkogenik dan interstisial serta
gambaran kavitas. Foto toraks saja tidak dapat secara khas menentukan penyebab
pneumonia, hanya merupakan petunjuk ke arah diagnosis etiologi, misalnya
gambaran pneumonia lobaris tersering disebabkan oleh Steptococcus pneumoniae,
10
Pseudomonas aeruginosa sering memperlihatkan infiltrat bilateral atau gambaran
bronkopneumonia sedangkan Klebsiela pneumonia sering menunjukkan konsolidasi
yang terjadi pada lobus kanan atas meskipun dapat mengenai beberapa lobus.
Pneumonia Lobaris
Foto Thorax
Tampak gambaran gabungan konsolidasi berdensitas tinggi pada satu
segmen/lobus (lobus kanan bawah PA maupun lateral) atau bercak yang mengikut
sertakan alveoli yang tersebar. Air bronchogram biasanya ditemukan pada
pneumonia jenis ini.5,6
Bronchopneumonia
Foto Thorax
Merupakan Pneumonia yang terjadi pada ujung akhir bronkiolus yang dapat
tersumbat oleh eksudat mukopurulen untuk membentuk bercak konsolidasi dalam
lobus.5,6
Pneumonia Interstisial
Foto Thorax
Terjadi edema dinding bronkioli dan juga edema jaringan interstitial
prebronkial. Radiologis berupa bayangan udara pada alveolus masih terlihat, diliputi
oleh perselubungan yang tidak merata.5,6
2) Pemeriksaan Laboratorium
Pada pemeriksaan labolatorium terdapat peningkatan jumlah leukosit,
biasanya lebih dari 10.000/ul kadang-kadang mencapai 30.000/ul, dan pada hitungan
jenis leukosit terdapat pergeseran ke kiri serta terjadi peningkatan LED. Untuk
menentukan diagnosis etiologi diperlukan pemeriksaan dahak, kultur darah dan
serologi. Kultur darah dapat positif pada 20%-25% penderita yang tidak diobati.
Analisis gas darah menunjukkan hipoksemia dan hikarbia, pada stadium lanjut dapat
terjadi asidosis respiratorik.
3) Pemeriksaan Bakteriologis
11
Bahan dapat berasal dari sputum, darah, aspirasi nasotrakeal/transtrakeal,
aspirasi jarum transtorakal, torakosintesis, bronkoskopi, atau biopsi. Untuk tujuan
terapi empiris dilakukan pemeriksaan apus gram, Burri Gin, Quellung test dan Z.
Nielsen. Kuman yang predominan pada sputum yang disertai PMN yang
kemungkinan merupakan penyebab infeksi. Kultur kuman merupakan pemeriksaan
utama pra terapi dan bermanfaat untuk evaluasi terapi selanjutnya.
4) Pemeriksaan Khusus
Adapun pemeriksaan khusus pada kasus pneumonia adalah titer antibodi
terhadap virus, legionella, dan mikoplasma. Nilai diagnostik adalah bila titer tinggi
atau ada kenaikan titer 4 kali. Selain itu analisis gas darah dilakukan untuk menilai
tingkat hipoksia dan kebutuhan oksigen. Pada pasien pneumonia nosokomial perlu
diperiksakan analisa gas darah, dan kultur darah.
2.8. Penatalaksanaan
dan hasil uji kepekaannya, akan tetapi karena beberapa alasan yaitu : 7
2. bakteri patogen yang berhasil diisolasi belum tentu sebagai penyebab pneumonia.
Maka pada penderita pneumonia dapat diberikan terapi secara empiris. Secara
1. Pemberian Antibiotik
12
Makrolid
Penisilin resisten Streptococcus pneumoniae (PRSP)
Betalaktam oral dosis tinggi (untuk rawat jalan)
Sefotaksim, Seftriakson dosis tinggi
Marolid baru dosis tinggi
Fluorokuinolon respirasi
Pseudomonas aeruginosa
Aminoglikosid
Seftazidim, Sefoperason, Sefepim
Tikarsilin, Piperasilin
Karbapenem : Meropenem, Imipenem
Siprofloksasin, Levofloksasin
Methicillin resistent Staphylococcus aureus (MRSA)
Vankomisin
Teikoplanin
Linezolid
Hemophilus influenzae
TMP-SMZ
Azitromisin
Sefalosporin gen. 2 atau 3
Fluorokuinolon respirasi
Legionella
Makrolid
Fluorokuinolon
Rifampisin
Mycoplasma pneumoniae
Doksisiklin
Makrolid
Fluorokuinolon
Chlamydia pneumoniae
Doksisikin
Makrolid
13
Fluorokuinolon
14
Kategori -Pneumonia -S.pneumonia - Sefalosporin -Carbapenem/
IV berat -Legionella sp generasi 3 meropenem
-Perlu dirawat -Batang Gram (-) (anti -Vankomicin
di ICU aerob pseudomonas) -Linesolid
-M.pneumonia + makrolid -Teikoplanin
-Virus - Sefalosporin
-H.influenzae generasi 4
-M.tuberculosis - Sefalosporin
-Jamur endemic generasi 3 +
kuinolon
15
- Kuman pathogen yang berhasil diisolasi belum tentu sebagai penyebab sakit,
oleh karena itu diputuskan pemberian antibiotika secara empiris. Pewarnaan
gram sebaiknya dilakukan.
- Perlu diketahui riwayat antibiotika sebelumnya pada penderita.
Pengobatan awal biasanya adalah antibiotik, yang cukup manjur mengatasi
pneumonia oleh bakteri, mikroplasma, dan beberapa kasus ricketsia. Kebanyakan
pasien juga bisa diobati di rumah. Selain antibiotika, pasien juga akan mendapat
pengobatan tambahan berupa pengaturan pola makan dan oksigen untuk
meningkatkan jumlah oksigen dalam darah. Pada pasien yang berusia pertengahan,
diperlukan istirahat lebih panjang untuk mengembalikan kondisi tubuh. Namun,
mereka yang sudah sembuh dari pneumonia mikroplasma akan letih lesu dalam
waktu yang panjang.
1. Penatalaksanaan pada pneumonia komunitas
a. Antibiotik Empirik
Pasien pada awanya diberikan terapi empirik yang ditujukan pada patogen
yang paling mungkin menjadi penyebab. Bila telah ada hasil kultur
dilakukan penyesuaian obat. Pada pasien rawat inap antibiotik harus
diberikan 8 jam pertama dirawat di RS. Pada prinsipnya terapi utama
pneumonia adalah pemberian antibiotik tertentu terhadap kuman tertentu
pada sesuatu tipe dari infeksi saluran napas bawah akut baik pneumonia
ataupun bentuk lain dan antibiotik ini dimaksudkan sebagai terapi kausal
terhadap kuman penyebab. Berdasarkan perbedaan tempat perawatan
(rawat jalan, rawat ruang umum dan di ruang ICU), adanya penyakit
kardiopulmoner dan faktor perubah (modifying factor) maka PK terbagi
atas 4 grup dengan kuman penyebab yang berbeda. Faktor yang
dipertimbangkan pada pemilihan antibiotik:
- Faktor pasien : urgensi atau cara pemberian obat berdasarkan tingkat
berat sakit ISNBA dan keadaan umum atau kesadaran, mekanisme
imunologis, umur, defisiensi genetik atau organ, kehamilan, alergi.
- Faktor antibiotik : dipilih antibiotik yang ampuh dan secara empirik
telah terbukti merupakan obat pilihan utama dalam mengatasi kuman
penyebab yang paling mungkin pada pneumonia berdasarkan data
16
antibiogram mikrobiologi dalam 6-12 bulan terakhir. Efektifitas
antibiotik tergantung kepada kepekaan kuman terhadap antibiotik ini,
penetrasinya ke tempat lesi infeksi, toksisitas, interaksi dengan obat
lain dan reaksi pasien misalnya alergi atau intoleransi.
- Faktor farmakologis : fakmakokinetik antibiotik mempertimbangkan
proses bakterisidal dengan Kadar Hambat Minimal (KHM) yang sama
dengan Kadar Bakterisidal Minimal (KBM) dan bakteriostatik dengan
KBM yang jauh lebih tinggi daripada KHM. Untuk mencapai
efektivitas optimal, obat yang tergolonh mempunyai sifat dose
dependent (misalnya sefalosporin) perlu diberikan 3-4 pemberian/hari.
Sedangkan golongan concentration dependent (misalnya
aminoglikosida, kuinolon) cukup 1-2 kali sehari namum dengan dosis
yang lebih besar.
b. Cara pemilihan antibiotik dapat berupa antibitik tunggal (pasien yang
asalnya sehat) dan kombinasi antibiotik. Antibiotik yang diberikan adalah
spektrum luas yang kemudian sesuai hasil kultur. Lama pemberian terapi
ditentukan berdasarkan adanya penyakit penyerta dan atau bakterimi,
beratnya penyakit pada onset terapi dan perjalanan penyakit pasien.
Umumnya terapi diberikan 7-10 hari. Untuk infeksi M.pneumoniae dan
C.pneumoniae selama 10-14 hari, sedangkan pasien dengan terapi steroid
jangka panjang selama 10-14 hari atau lebih. Pada terapi PK rawat inap,
proses perbaikan akan terlihat 3 tahap yaitu tahap 1 pada saat pemberian
antibiotik IV selama 3 hari akan terlihat pasien stabil secara klinik, tahap
2 terlihat perbaikan keluhan dan tanda fisik serta nilai laboratorium, dan
fase 3 terlihat penyembuhan dan resolusi penyakit. Keterlambatan
perbaikan klinik dapat disebabkan patogen yang resisten atau bakterimia.
Selain itu faktor inang berupa usia tua, penyakit penyerta jamak atau
progresivitas penyakit, alkoholik, pneumonia multilobular, atau empiema.
Bila keadaan klinik membaik dengan berkurangnya batuk, afebril dalam
2x8 jam berturutan, leukositosis menurun dan fungsi saluran cerna
membaik maka dilakukan alih terapi ke antibiotik oral yang dianggap
cocok dengan patogen penyebabnya. Bila belum ada respon yang baik
17
dalam 72 jam (10% pasien) lakukan evaluasi terhadap adanya
kemungkinan patogen yang resisten, komplikasi atau penyakitnya bukan
pneumonia.
2. Penatalaksanaan pneumonia nosokomial
Pada PN dengan imunitas yang normal terapi antibiotik diberikan selama 2
minggu, dapat diperpanjang bila terdapat gangguan daya tahan tubuh.
Modifikasi antibiotik perlu dilakukan bila telah didapat hasil bakteriologik
dari bahan sputum atau darah. Respon antibiotik dievaluasi 72 jam. Diberikan
juga terapi suportif seperti oksigen, humidifikasi dengan nebulizer untuk
pengenceran dahak yang kental dan bronkodilator, fisioterapi dada untuk
pengeluaran dahak khususnya anjuran untuk batuk dan napas dalam,
pengaturan cairan, pemberian kortikosteroid pada fase sepsis berat, obat
inotropik seperti dobutamin dan dopamin, ventilasi mekanis, drainase
empiema bila ada, dan nutrisi cukup kalori terutama dari lemak (>50%).
18
2.10 Komplikasi
Efusi pleura dan empiema. Terjadi pada sekitar 45% kasus,terutama pada
infeksi bakterial akut berupa efusi parapneumonik gram negatif sebesar 60%,
Staphylococcus aureus 50%. S. pneumoniae 40-60%, kuman anaerob 35%.
Sedangkan pada Mycoplasmapneumoniae sebesar 20%. Cairannya transudat
dan steril. Terkadang pada infeksi bakterial terjadi empiema dengan cairan
eksudat.6
Komplikasi sistemik. Dapat terjadi akibat invasi kuman atau bakteriemia
berupa meningitis. Dapat juga terjadi dehidrasi dan hiponatremia, anemia,
peninggian ureum dan enzim hati. Kadang-kadang terjadi peninggian fostase
alkali dan bilirubin akibat adanya kolestasis intrahepatik.
Hipoksemia akibat gangguan difusi.
Bronkiektasis. Biasanya terjadi karena pneunomia pada masa anak anak tetapi
dapat juga oleh infeksi berulang di lokasi bronkus distal pada cystic fibrosis
atau hipogamaglobulinemia, tuberkulosis, atau pneumonia nekrotikans.
2.12 Pencegahan
2.12.1 Pneumonia Komunitas
Di luar negeri dianjurkan pemberian vaksinasi influenza dan pnemukokus
terhadap orang dengan risiko tinggi, misalnya pasien dengan gangguan imunologis,
penyakit berat termasuk penyakit paru kronik, hati, ginjal dan jantung. Di samping
itu vaksinasi juga perlu diberikan untuk penghuni rumah jompo atau rumah
penampungan penyakit kronik, dan usia di atas 65 tahun.
2.12.2 Pneumonia Nosokomial
Pencegahan PN berkaitan erat dengan prinsip umum pencegahan infeksi
dnegan cara penggunaan peralatan invasif yang tepat. Perlu dilakukan terapi agresif
terhadap penyakit pasien yang akut atau dasar. Pada pasien dengan gagal organ
multipel (multiple organ failuere), penyakit dasar yang dapat berakibat fatal perlu
diberikan terapi pencegahan. Terdapat berbagai faktor terjadinya PN. Selain itu
,harus mengontrol pemakaian selang nasogastrik atau endotrakeal atau pemakaian
obat sitoprotektif sebagai pengganti antagonis H2 dan antasid.
19
2.13 Prognosis
2.13 .1 Pneumonia Komunitas
Angka morbiditas dan mortalitas pneumonia menurun sejak ditemukannya
antibiotik. Faktor yang berperan adalah patogenitas kuman, usia, penyakit dasar dan
kondisi pasien. Secara umum angka kematian pneumonia pneumokokus adalah
sebesar 5%, namun dapat meningkat menjadi 60% pada orang tua dengan kondisi
yang buruk misalnya gangguan imunologis, sirosis hepatis, penyakit paru obstruktif
kronik, atau kanker. Adanya leukopenia, ikterus, terkenanya 3 atau lebih lobus dan
komplikasi ekstraparu merupakan petanda prognosis yang buruk. Kuman gram
negatif menimbulkan prognosis yang lebih jelek.9
Prognosis pada orang tua dan anak kurang baik, karena itu perlu perawatan di
RS kecuali bila penyakitnya ringan. Orang dewasa (<60 tahun) dapat berobat jalan
kecuali:
1. Bila terdapat penyakit paru kronik
2. PN Meliputi banyak lobi
3. Disertai gambaran klinis yang berkaitan dengan mortalitas yang tinggi yaitu:
a. Usia > 60 tahun.
b. Dijumpai adanya gejala pada saat masuk perawatan RS: frekuensi napas > 30
x/menit, tekanan diastolik < 60 mmHg bingung.
c. Hasil pemeriksaan setelah perwatan: tensi < 60 mmHg, leukosit abnormal
(<4.000 atau > 30.00/mm3), Urea N meningkat, pO2= turun, dan albumin
serum rendah (< 3,5 g%).
20
BAB 3
KESIMPULAN
Pneumonia adalah salah satu penyakit akibat infeksi parenkim paru yang dapat
menyerang segala usia. Pneumonia paling banyak disebabkan oleh infeksi bakteri
Streptococcus pneumonia dengan gejala yang muncul seperti demam, batuk
berdahak, sesak napas, dan terkadang disertai nyeri dada.
Pemeriksaan radiologi, dalam hal ini foto thorax konvensional dan CT Scan
menjadi pemeriksaan yang sangat penting pada pneumonia. Gambaran khas pada
pneumonia adalah adanya konsolidasi dengan adanya gambaran air bronchogram.
Namun tidak semua pneumonia memberikan gambaran khas tersebut. Untuk
menentukan etiologi pneumonia tidak dapat hanya semata-mata menggunakan foto
thorax, melainkan harus dilihat dari riwayat penyakit, dan juga pemeriksaan
laboratorium.
Penatalaksanaan medis pada pneumonia adalah pemberian antibiotik yang
sesuai dengan kuman penyebab pneumonia disamping terapi supportif lainnya.
Prognosis pneumonia secara umum baik jika mendapat terapi antibiotik yang
adekuat, faktor predisposisi pasien dan ada tidaknya komplikasi yang menyertai.
21
DAFTAR PUSTAKA
1. Aru W, Bambang, Idrus A, Marcellus, Siti S, ed. Buku Ajar Ilmu Penyakit
Dalam Jilid II. Edisi 4. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen IPD RSCM;
2007
2. WHO http://www.who.int/gho/countries/en/.
3. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. Pedoman Diagnosis dan
penatalaksanaan Pneumonia Komuniti.2003
4. Seema J, Krow A, Sandra R, Derek J, Evan A. Etiology of Community-
acquired Pneumonia among Hospitalized Children in the United States:
Preliminary Data from the CDC Etiology of Pneumonia in the Community
(EPIC) Study. Jude Children's Research Hospital, Memphis: 2011
5. American thoracic society. Guidelines for management of adults with
community-acquired pneumonia. Diagnosis, assessment of severity,
antimicrobial therapy, and prevention. Am J Respir Crit.Care Med 2001; 163:
1730-54.
6. American thoracic society. Guidelines for management of adults with
Guidelines for the Management of Adults with Hospital-acquired,33
Ventilator-associated, and Healthcare-associated Pneumonia. Am J Respir
Crit.Care Med 2005; 171: 388-416.
7. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. Pedoman Diagnosis dan
penatalaksanaan Pneumonia nosokomial.2003
8. PB PABDI. Panduan Pelayanan Medik-PAPDI. Jakarta: PB PABDI. 2008
9. Price SA, Wilson LM. Patofisiologi. Volume 2. Jakarta: EGC; 2005: 843-51.
10. Djojodibroto RD. Respirologi : Respiratory medicine. Jakarta : EGC. 2009.
22