Laporan Pendahuluan
Demam Thypoid
1. PENDAHULUAN
Demam thypoid merupakan suatu penyakit infeksi sistemik yang disebabkan oleh
Salmonella thypi yang masih dijumpai secara luas di berbagai negara berkembang yang
terutama terletak di daerah tropis dan subtropis. Penyakit ini juga merupakan masalah
kesehatan masyarakat yang penting karena penyebarannya berkaitan erat dengan
urbanisasi, kepadatan penduduk, kesehatan lingkungan, sumber air dan sanitasi yang
buruk serta standar higiene industri pengolahan makanan yang masih rendah
(Simanjuntak, C. H, 2009. Demam Tifoid, Epidemiologi dan Perkembangan Penelitian.
Cermin Dunia Kedokteran No. 83.)
Berdasarkan laporan Ditjen Pelayanan Medis Depkes RI, pada tahun 2008, demam
tifoid menempati urutan kedua dari 10 penyakit terbanyak pasien rawat inap di rumah sakit
di Indonesia dengan jumlah kasus 81.116 dengan proporsi 3,15%, urutan pertama
ditempati oleh diare dengan jumlah kasus 193.856 dengan proporsi 7,52%, urutan ketiga
ditempati oleh DBD dengan jumlah kasus 77.539 dengan proporsi 3,01% (Departemen
Kesehatan RI. 2009. Profil Kesehatan Indonesia Tahun 2008. Depkes RI, Jakarta)
2. ANATOMI FISIOLOGI
Sistem pencernaan atau sistem gastrointestinal (mulai dari mulut sampai anus)
adalah sistem organ dalam manusia yang berfungsi untuk menerima makanan,
mencernanya menjadi zat-zat gizi dan energi, menyerap zat-zat gizi ke dalam aliran darah
serta membuang bagian makanan yang tidak dapat dicerna atau merupakan sisa proses
tersebut dari tubuh.
Usus halus atau usus kecil adalah bagian dari saluran pencernaan yang terletak
di antara lambung dan usus besar. Dinding usus kaya akan pembuluh darah yang
mengangkut zat-zat yang diserap ke hati melalui vena porta. Dinding usus melepaskan
lendir (yang melumasi isi usus) dan air (yang membantu melarutkan pecahan-pecahan
makanan yang dicerna). Dinding usus juga melepaskan sejumlah kecil enzim yang
mencerna protein, gula dan lemak. Lapisan usus halus meliputi, lapisan mukosa
(sebelah kanan), lapisan otot melingkar (M sirkuler), lapisan otot memanjang (M
longitudinal) dan lapisan serosa (sebelah luar).
Usus halus terdiri dari tiga bagian yaitu usus dua belas jari duodenum), usus
kosong (jejenum) dan usus penyerapan (ileum). Villi usus halus terdiri dari pipa berotot
(> 6 cm), pencernaan secara kimiawi, penyerapan makanan. Terbagi atas usus 12 jari
(duodenum), usus tengah (jejenum), usus penyerapan (ileum).
Usus dua belas jari atau duodenum adalah bagian dari usus halus yang
terletak setelah lambung dan menghubungkannya ke usus kosong (jejenum).
Bagian usus dua belas jari merupakan bagian terpendek dari usus halus, dimulai
dari bulbo duodenale dan berakhir di ligamentum Treitz.
Usus dua belas jari merupakan organ retroperitoneal, yang tidak terbungkus
seluruhnya oleh selaput peritoneum. pH usus dua belas jari yang normal berkisar
pada derajat sembilan. Pada usus dua belas jari terdapat dua muara saluran yaitu
dari pancreas dan kantung empedu. Nama duodenum berasal dari bahasa
Latin duodenum digitorum, yang berarti dua belas jari.
Usus kosong atau jejenum (terkadang sering ditulis yeyunum) adalah bagian
dari usus halus, diantara usus dua belas jari (duodenum) dan usus penyerapan
(ileum). Pada manusia dewasa, panjang seluruh usus halus antara 2-8 meter, 1-2
meter adalah bagian usus kosong. Usus kosong dan usus penyerapan digantungkan
dalam tubuh dengan mesenterium. Permukaan dalam usus kosong berupa membran
mukus dan terdapat jonjot usus (vili), yang memperluas permukaan dari usus.
Secara histologis dapat dibedakan dengan usus dua belas jari, yakni berkurangnya
kelenjar Brunner. Secara hitologis pula dapat dibedakan dengan usus penyerapan,
yaitu sedikitnya sel goblet dan plak Peyeri. Sedikit sulit untuk membedakan usus
kosong dan usus penyerapan secara makroskopis.
Usus penyerapan atau ileum adalah bagian terakhir dari usus halus. Pada
sistem pencernaan manusia, ini memiliki panjang sekitar 2-4 m dan terletak setelah
duodenum dan jejunum, dan dilanjutkan oleh usus buntu. Ileum memiliki pH antara
7 dan 8 (netral atau sedikit basa) dan berfungsi menyerap vitamin B12 dan garam-
garam empedu.
Usus besar atau kolon dalam anatomi adalah bagian usus antara usus buntu dan
rektum. Fungsi utama organ ini adalah menyerap air dari feses. Usus besar terdiri dari
kolon asendens (kanan), kolon transversum, kolon desendens (kiri), kolon sigmoid
(berhubungan dengan rectum). Banyaknya bakteri yang terdapat didalam usus besar
berfungsi mencerna makanan beberapa bahan dan membantu penyerapan zat-zat gizi.
Bakteri didalam usus besar juga berfungsi membuat zat-zat penting, seperti
vitamin K. Bakteri ini penting untuk fungsi normal dari usus. Beberapa penyakit serta
antibiotik bisa menyebabkan gangguan pada bakteri-bakteri didalam usus besar.
Akibatnya terjadi iritasi yang bisa menyebabkan dikeluarkannya lendir dan air, dan
terjadilah diare.
Usus buntu atau sekum (Bahasa Latin : caecus, buta) dalam istilah anatomi
adalah suatu kantung yang terhubung pada usus penyerapan serta bagian kolon
menanjak dari usus besar. Organ ini ditemukan pada mamalia, burung, dan beberapa
jenis reptil. Sebagian besar herbivore memiliki sekum yang besar, sedangkan karnivora
ekslusif memiliki yang kecil, yang sebagian atau seluruhnya digantikan oleh umbai
cacing.
Umbai cacing atau apendiks adalah organ tambahan pada usus buntu. Infeksi
pada organ ini disebut apendisitis atau radang umbai cacing. Apendisitis yang parah
dapat menyebabkan apendiks pecah dan membentuk nanah di dalam rongga abdomen
atau peritonitis (infeksi rongga abdomen). Dalam anatomi manusia, umbai cacing
adalah ujung buntu tabung yang menyambung dengan caecum. Umbai cacing terbentuk
dari caecum pada tahap embrio. Dalam orang dewasa, umbai cacing berukuran sekitar
10 cm tetapi bisa bervariasi dari 2 sampai 20 cm. walaupun lokasi apendiks selalu tetap,
lokasi ujung umbai cacing bisa berbeda-beda di retrocaecal atau di pinggang (pelvis)
yang jelas tetap terletak di peritoneum.
Banyak orang percaya umbai cacing tidak berguna dan organ vestigial (sisihan),
sebagian yang lain percaya bahwa apendiks mempunyai fungsi dalam sistem limfatik.
Operasi membuang umbai cacing dikenal sebagai appendiktomi.
Rektum adalah sebuah ruangan yang berawal dari usus besar (setelah kolon
sigmoid) dan berakhir di anus. Organ ini berfungsi sebagai tempat penyimpanan
sementara feses. Biasanya rektum ini kosong karena tinja disimpang ditempat yang
lebih tinggi, yaitu pada kolon desendens. Jika kolon desendens penuh dan tinja masuk
ke dalam rektum, maka timbul keinginan untuk buang air besar (BAB).
Mengembangnya dinding rektum karena penumpukan material didalam rectum akan
memicu sistem saraf yang menimbulkan keinginan untuk melakukan defekasi. Jika
defekasi tidak terjadi, seringkali material akan dikembalikan ke usus besar, dimana
penyerapan air akan kembali dilakukan. Jika defekasi tidak terjadi untuk periode yang
lama, konstipasi dan pengerasan feses akan terjadi. Orang dewasa dan anak yang lebih
tua bisa menahan keinginan ini, tetapi bayi dan anak yang lebih muda mengalami
kekurangan dalam pengendalian otot yang penting untuk menunda BAB. Anus
merupakan lubang di ujung saluran pencernaan, dimana bahan limba keluar dari tubuh.
Sebagian besar anus terbentuk dari permukaan tubuh (kulit) dan sebagian lainnya dari
usus. Pembukaan dan penutupan anus diatur oleh otot spinter. Feses dibuang dari tubuh
melalui proses defekasi (buang air besar BAB), yang merupakan fungsi utama anus.
3. PENGERTIAN
Tifoid adalah penyakit infeksi sistemik akut yang disebabkan infeksi salmonella
Thypi. Organisme ini masuk melalui makanan dan minuman yang sudah terkontaminasi
oleh faeses dan urine dari orang yang terinfeksi kuman salmonella (Smeltzer & Bare. 2002.
Keperawatan Medikal Bedah II. Jakarta: EGC). Tifoid adalah penyakit infeksi akut usus
halus yang disebabkan oleh kuman salmonella Thypi (Mansjoer, Arif. 2009. Kapita
Selekta Kedokteran, Jakarta : Media Aesculapius.).
4. ETIOLOGI
Aglutinin O (antigen somatik) yang dibuat karena rangsangan antigen O (berasal dari
tubuh kuman).
Aglutinin H (antigen flagela) yang dibuat karena rangsangan antigen H (berasal dari
flagel kuman).
Aglutinin Vi (envelope) terletak pada kapsul yang dibuat karena rangsangan antigen
Vi (berasal dari simpai kuman)
Dari ketiga aglutinin tersebut hanya aglutinin O dan H yang ditentukan titernya
untuk diagnosa, makin tinggi titernya makin besar pasien menderita tifoid. (Aru W.
Sudoyo. Buku ajar ilmu penyakit dalam. 2009. Ed V.Jilid III. Jakarta: interna publishing)
5. PATOFISIOLOGI
Bakteri Salmonella typhi bersama makanan atau minuman masuk ke dalam tubuh
melalui mulut. Pada saat melewati lambung dengan suasana asam (pH < 2) banyak bakteri
yang mati. Keadaan-keadaan seperti aklorhidiria, gastrektomi, pengobatan dengan
antagonis reseptor histamin H2, inhibitor pompa proton atau antasida dalam jumlah besar,
akan mengurangi dosis infeksi. Bakteri yang masih hidup akan mencapai usus halus. Di
usus halus, bakteri melekat pada sel-sel mukosa dan kemudian menginvasi mukosa dan
menembus dinding usus, tepatnya di ileum dan jejunum. Sel-sel M, sel epitel khusus yang
melapisi Peyers patch, merupakan tempat internalisasi Salmonella typhi. Bakteri
mencapai folikel limfe usus halus, mengikuti aliran ke kelenjar limfe mesenterika bahkan
ada yang melewati sirkulasi sistemik sampai ke jaringan RES di organ hati dan limpa.
Salmonella typhi mengalami multiplikasi di dalam sel fagosit mononuklear di dalam
folikel limfe, kelenjar limfe mesenterika, hati dan limfe (Soedarmo, Sumarmo S Poorwo,
dkk. 2012.Buku Ajar Infeksi & Pediatri Tropis. Jakarta: IDAI).
Setelah melalui periode waktu tertentu (periode inkubasi) yang lamanya ditentukan
oleh jumlah dan virulensi kuman serta respons imun pejamu maka Salmonella typhi akan
keluar dari habitatnya dan melalui duktus torasikus masuk ke dalam sirkulasi sistemik.
Dengan cara ini organisme dapat mencapai organ manapun, akan tetapi tempat yang
disukai oeh Salmonella typhi adalah hati, limpa, sumsum tulang belakang, kandung
empedu dan Peyers patch dari ileum terminal. Invasi kandung empedu dapat terjadi baik
secara langsung dari darah atau penyebaran retrograd dari empedu. Ekskresi organisme di
empedu dapat menginvasi ulang dinding usus atau dikeluarkan melalui tinja. Peran
endotoksin dalam patogenesis demam tifoid tidak jelas, hal tersebut terbukti dengan tidak
terdeteksinya endotoksin dalam sirkulasi penderita melalui pemeriksaan limulus. Diduga
endotoksin dari Salmonella typhi menstimulasi makrofag di dalam hati, limpa, folikel
limfoma usus halus dan kelenjar limfe mesenterika untuk memproduksi sitokin dan zat-
zat lain. Produk dari makrofag inilah yang dapat menimbulkan nekrosis sel, sistem
vaskular yang tidak stabil, demam, depresi sumsum tulang belakang, kelainan pada darah
dan juga menstimulasi sistem imunologik (Soedarmo, Sumarmo S Poorwo, dkk.
2012. Buku Ajar Infeksi & Pediatri Tropis. Jakarta: IDAI).
Keluhan:
Berak-berak 50%
Muntah 50%
Gejala:
Demam 100%
Bronkitis 75%
Toksik 60%
Letargik 60%
(Sjamsuhidayat. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi revisi. EGC. Jakarta. 1998.)
a. Pada kondisi demam, dapat berlangsung lebih dari 7 hari, febris reminten, suhu
tubuh berangsur meningkat
b. Ada gangguan saluran pencernaan, bau nafaas tidak sedap,bibir kering pecah-
pecah (ragaden), lidah ditutpi selaput putih kotor (coated tongue, lidah limfoid)
ujung dan tepinya kemerahan, biasanya disertai konstipasi, kadang diare, mual
muntah, dan jarang kembung.
c. Gangguan kesadaran, kesadaran pasien cenderung turun, tidak seberapa dalam,
apatis sampai somnolen, jarang sopor, koma atau gelisah
d. Relaps (kambung) berulangnya gejala tifus tapi berlangsung ringan dan lebih
singkat
7. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
1. Pemeriksaan leukosit
Di dalam beberapa literatur dinyatakan bahwa demam typhoid terdapat leukopenia dan
limposistosis relatif tetapi kenyataannya leukopenia tidaklah sering dijumpai. Pada kebanyakan
kasus demam typhoid, jumlah leukosit pada sediaan darah tepi berada pada batas-batas normal
bahkan kadang-kadang terdapat leukosit walaupun tidak ada komplikasi atau infeksi sekunder.
Oleh karena itu pemeriksaan jumlah leukosit tidak berguna untuk diagnosa demam typhoid.
SGOT Dan SGPT pada demam typhoid seringkali meningkat tetapi dapat kembali normal
setelah sembuhnya typhoid.
3. Biakan darah
Bila biakan darah positif hal itu menandakan demam typhoid, tetapi bila biakan darah
negatif tidak menutup kemungkinan akan terjadi demam typhoid. Hal ini dikarenakan hasil
biakan darah tergantung dari beberapa faktor :
Bila klien sebelum pembiakan darah sudah mendapatkan obat anti mikroba
pertumbuhan kuman dalam media biakan terhambat dan hasil biakan mungkin
negatif.
e. Uji Widal
Uji widal adalah suatu reaksi aglutinasi antara antigen dan antibodi
(aglutinin). Aglutinin yang spesifik terhadap salmonella thypi terdapat dalam
serum klien dengan typhoid juga terdapat pada orang yang pernah
divaksinasikan. Antigen yang digunakan pada uji widal adalah suspensi
salmonella yang sudah dimatikan dan diolah di laboratorium. Tujuan dari uji
widal ini adalah untuk menentukan adanya aglutinin dalam serum klien yang
disangka menderita tifoid
8. PENATALAKSANAAN
A. Medis
1) Klorampenicol
2) Amoxicilin
3) Kotrimoxasol
4) Ceftriaxon
5) Cefixim
1) Paracetamol
B. Keperawatan
b. Pasien harus tirah baring absolute sampai 7 hari bebas demam atau kurang lebih
dari selam 14 hari. MAksud tirah baring adalah untuk mencegah terjadinya
komplikasi perforasi usus.
c. Mobilisasi bertahap bila tidak panas, sesuai dengan pulihnya kekuatan pasien.
d. Pasien dengan kesadarannya yang menurun, posisi tubuhnya harus diubah pada
waktu-waktu tertentu untuk menghindari komplikasi pneumonia dan dekubitus.
e. Defekasi dan buang air kecil perlu diperhatikan karena kadang-kadang terjadi
konstipasi dan diare.
f. Diet
Setelah bebas demam diberi bubur kasar selama 2 hari lalu nasi tim
9. PENGKAJIAN KEPERAWATAN
Perawat menanyakan tentang napsu makan pasien; tetap sama,meningkat atau menurun.
Adakah ktidaknyamanan saat menelan, bila ada apakah terjadi hanya karena pada makanan
tertentu?
Apakah berhubungan dengan nyeri?
Apakah perubahan posisi mempengaruhi ketidaknyamanan?
Pasien ditanyakan untuk menggambarkan pengalaman nyeri,
adakah yang memperberat nyeri?
Adakah gejala lain seperti rugurgitasi, regurgitasi noctural, kembung(eruktasi), yeri ulu hati,
tekanan subesternal, sensasi makanan menyangkut ditenggorokan, perasaan penuh setelah
makan dalam jumlah sedikit, mual, muntah dan penuruna berat badan.
Apakah gejala meningkat dengan emosi? Jika ada tanyakan waktu kejadian, faktor
penghilang atau pemberat seperti perubahan posisi, kembung, antasida atau muntah.
b. Pengkajian lambung
Anamnese:
Apakah pasien mengalami nyeri ulu hati, tidak dapat makan, mual atau muntah
Apakah gejala terjadi kapan saja? Sebelum atau sesudah makan?setelah makan makanan
pedas atau mencerna obat tertentu?
Apakah gejala berhubungan dengan ansietas, stress alergi, makan atau minum terlalu banyak,
atau makan terlalu cepat?
Bagaimana gejala hilang?
Adakah riwayat penyakit lambung
Pemeriksaan fisik;
Palpasi ringan dari ujung kiri atas abdomen sampai sedikit melewati garis kuadran
kanan atas untuk mendeteksi adanya nyeri tekan.
Anamnese:
Kaji adanya keluhan digestif; mual, muntah, muntah darah,anoreksia, diare dan melena
Kaji riwayat perubahan mental dan ganggguan motorik
Tanyakan apakah pasien telah mengalami perubahan berat badan atau intoleransi terhadap
diet; mual, muntah, kejang dalam 24 jam terakhir
Kaji adanya sendawa, kesulitan menelan, flatulensi, muntah berdarah (hematemesis), feses
kehitaman, jantung terasa terbakar, diare atau konstipasi
Tanyakan riwayat keluarga tentang adanya kanker, penyakit ginjal, alkoholisme, hipertensi
atau penyakit jantung.
Periksa penggunaan alkohol yang biasa pasien lakukan
Tanyakan apakan pasien menggunakan zat atau obat tertentu yang bersifat hepatoksik
Pemeriksaan fisik;
Inspeksi:
Warna kulit
Perkusi :
Palpasi:
Palpasi pada daerah kuadran kanan atas dibawah rongga iga untuk
mendapatkantepi bawah hati, untuk memeriksa pembesaran hati.
Letakan tangan kiri dibawah toraks posterior kanan pasien pada iga
kesebelas dan dua belas, kemudian memberi tekanan keatas.
Dengan jari-jari tangan kanan mengarah pada tepi kostal kanan,
perawat meletakan tangan di atas kuadran kanan atas tepat dibawah
tepi hati.pada saat perawat menekan keatas dan kebawah secara
perlahan, pasien menarik napas dalam melalui abdomen. Pada saat
pasien berinhalasi, perawat mencoba memalpasi tepi hati pada saat
hati menurun.
Pada keadaan normal hati tidak mengalami nyeri tekan dan memiliki
tepi yang teratur dan tajam.
1) Kolon
Anamnese:
Inspeksi:
Auskultasi :
Palpasi :
Perkusi :
e. Pengkajian feses
Bila feses mengandung darah yang menghasilkan warna hitam (melena), dicurigai
adanya pendarahan pada rektal bawah atau anal.
10. PENYIMPANGAN KDM
Food : Makanan
Fomitis : Muntahan
Bakteri
salmonella
Metabolisme menurun
Thypi (perantara
5F)
Lambung
(sebagian mati Napsu makan menurun,
oleh asam nausea & vomit
lambung)
Usus halus (jar.
Limfoid usus Peristaltik usus menurun
halus)
Malaise,
perasaan tidak Infeksi usus Tidak terdengar bising
enak, nyeri halus usus/bising usus turun
abdomen
Komplikasi intestinal:
Gangguan pada
termoregulator Peradarahan usus
Bakterime
Pirogen beredar primer (bakteri
dalam darah masuk ke aliran
darah)
Bakteri yang
Endotoksin
tidak
meransang
difagositosis
sintesa &
akan masuk
pelepasan zat
&berkembang di
pirogen oleh
hati & limfa
leukosit pada
jar. radang
Peradanan
Inflamasi hati &
lokalisasi
limfa
meningkat
Hepatomegali &
splenomegali
Nyeri tekan
Nyeri akut
Bakteri
Masuk kedalam darah
mengeluarkan
(bakteremi sekunder)
endotoksin
Diagnosa keperawatan yang sering muncul dalam kasus demam thypoid adalah sebagai
berikut :
b. Nyeri akut berhubungan dengan agen penyebab cidera biologis atau infeksi
c. Ketidak seimbangangan Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan intake makanan yang tidak adekuat
4. Lingkungan
Control nyeri pada
yang nyaman
level 3 dibuktikan
dapat
dengan:
membantu
Pasien klien untuk
4. Kontrol faktor
melaporkan gejala mereduksi
lingkungan
nyeri dan control nyeri.
yang
nyeri.
mempengaruhi
nyeri seperti
5. Meningkatka
suhu ruangan,
n
pencahayaan,
kenyamanan
kebisingan.
6. Pengalihan
nyeri dengan
5. Kurangi faktor relaksasi dan
presipitasi distraksi
nyeri. dapat
6. Pilih dan mengurangi
penanganan sedang
nyeri timbul.
(farmakologis/n 7. Meningkatka
on n
farmakologis). kenyamanan
10. Kolabor
asi yang tepat
membantu
10. Kolaboras
pasien
i dengan dokter
mempercepat
bila ada
tindakan
komplain
keperawatan
tentang
pemberian 11. Sebagai
rujukan
analgetik tidak penanganan
berhasil. nyeri
11. Monitor
penerimaan
klien tentang
manajemen
nyeri.
Administrasi
analgetik :.
1. Cek program
pemberian
analogetik;
jenis, dosis,
dan frekuensi.
2. Cek riwayat
alergi..
3. Tentukan
analgetik
pilihan, rute
pemberian
dan dosis
optimal.
4. Monitor
TTV sebelum
dan sesudah
pemberian
analgetik.
5. Berikan
analgetik
tepat waktu
terutama saat
nyeri muncul.
6. Evaluasi
efektifitas
analgetik,
tanda dan
gejala efek
samping.
6. Yakinkan
diet yang
dikonsumsi
mengandung
cukup serat
untuk
mencegah
konstipasi.
7. Berikan
informasi
tentang
kebutuhan
nutrisi dan
pentingnya
bagi tubuh
klien.
Monitor Nutrisi
1. Monitor BB
setiap hari
jika
memungkink
an.
2. Monitor
respon klien
terhadap
situasi yang
mengharuska
n klien
makan.
3. Monitor
lingkungan
selama
makan.
4. Jadwalkan
pengobatan
dan tindakan
tidak
bersamaan
dengan
waktu klien
makan.
5. Monitor
adanya mual
muntah.
6. Monitor
adanya
gangguan
dalam proses
mastikasi/inp
ut makanan
misalnya
perdarahan,
bengkak dsb.
7. Monitor
intake nutrisi
dan kalori.
4 Defisit perawatan Perawatan diri : Bantuan
diri aktivitas kehidupan perawatan diri
Bantuan
sehari-hari
1. Monitor perawatan diri
kemampuan dapat membantu
pasien klien dalam
Setelah dilakukan
terhadap beraktivitas dan
asuhan keperawatan
perawatan melatih pasien
....x24 jam klien
diri untuk beraktivitas
mampu melakukan
kembali.
Perawatan diri/Self 2. Monitor
care : Activity Daly kebutuhan
Living (ADL) dengan akan
skala 1-2 dengan personal
indicator : hygiene,
berpakaian,
Pasien dapat
toileting dan
melakukan
makan
aktivitas sehari-
hari (makan, 3. Beri
berpakaian, bantuan
kebersihan, sampai klien
toileting, mempunyai
ambulasi) kemapuan
untuk
Kebersihan
merawat diri
diri pasien
terpenuhi 4. Bantu klien
dalam
memenuhi
kebutuhanny
a.
5. Anjurkan
klien untuk
melakukan
aktivitas
sehari-hari
sesuai
kemampuann
ya
6. Pertahankan
aktivitas
perawatan
diri secara
rutin
7. Evaluasi
kemampuan
klien dalam
memenuhi
kebutuhan
sehari-hari.
8. Berikan
reinforcemen
t atas usaha
yang
dilakukan
dalam
melakukan
perawatan
diri sehari
hari.
Self-care assistant.
1. Kaji
kemampuan
klien self-
care mandiri
2. Kaji
kebutuhan
klien untuk
personal
hygiene,
berpakaian,
mandi, cuci
rambut,
toilething,
makan.
3. sediakan
kebutuhan
yang
diperlukan
untuk ADL
4. Bantu ADL
sampai
mampu
mandiri.
5. Anjurkan
keluarga
untuk
membantu
6. Ukur tanda
vital setiap
tindakan
DAFTAR PUSTAKA
1. Aru W. Sudoyo.(2009) Buku ajar ilmu penyakit dalam. Ed V.Jilid III. Jakarta:
Interna Publishing
2. Departemen Kesehatan RI. (2009). Profil Kesehatan Indonesia Tahun 2008. Depkes
RI, Jakarta
6. Sjamsuhidayat. (1998). Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi revisi. EGC. Jakarta.
7. Smeltzer & Bare. (2002). Keperawatan Medikal Bedah II. Jakarta: EGC
8. Soedarmo, Sumarmo S Poorwo, dkk. (2012). Buku Ajar Infeksi & Pediatri Tropis.
Jakarta: IDAI)
Lihat komentar
21.
http://pustakaperawatku.blogspot.co.id/2017/02/laporan-pendahuluan-typoid.html
Balas
Memuat