Frekuensi penyakit ini pada pria dan wanita sama, sedangkan mengenai umur lebih sering
pada orang dewasa. (Handoko RP. Penyakit Virus. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Edisi
Ke-6. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2013; 107).
Insiden zoster meningkat seiring bertambahnya usia. Di bawah umur 45, kejadian tahunan
terjadi pada 1 dari 1000 orang. Pada pasien berusia di atas 75 tahun, risikonya menjadi empat
kali kali lebih besar. Untuk orang kulit putih berusia lebih dari 80 tahun, risiko menjadi 10-
30%. Secara keseluruhan, sekitar 1 dari 3 orang yang tidak divaksinasi akan terinfeksi herpes
zoster. Untuk alasan yang tidak diketahui, menjadi non-putih mengurangi risiko herpes
zoster, risiko orang Afrika Amerika empat kali lebih kecil kemungkinannya untuk menderita
herpes zoster. (James W.D., Elston D.M., 2011. Andrews' Diseases of the Skin: Clinical
Dermatology. 11th ed. Saunders/Elsevier; London, UK: p. 380).
b. Mengapa lesi lenting dan lepuh hanya timbul pada dada sisi kanan saja?
Herpes zoster terjadi secara unilateral sesuai dengan distribusi saraf kranial yang mengikuti
sesuai dengan dermatom. Dermatom yang paling sering terkena adalah toraks (55%), kranial
(20%, dengan saraf trigeminal menjadi yang paling umum saraf tunggal yang terlibat),
lumbal (15%), dan sakral (5%).
(James W.D., Elston D.M., 2011. Andrews' Diseases of the Skin: Clinical Dermatology. 11th
ed. Saunders/Elsevier; London, UK: p. 380).
c. Apa makna klinis timbulnya lenting dan lepuh pada saat ini dengan riwayat menderita cacar
air 10 tahun yang lalu?
Herpes Zoster disebabkan oleh reaktivasi VZV yang menyerang kulit dan mukosa, infeksi ini
merupakan reaktivasi virus yang terjadi setelah infeksi primer. Virus ini dormant di ganglion
posterior sususnan saraf tepi dan ganglion kranialis. Kelainan kulit yang timbul memberikan
lokasi yang setingkat dengan daerah persyarafan ganglion tersebut.
(Handoko RP. Penyakit Virus. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Edisi Ke-6. Jakarta:
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2013; 107).
II. Template
A.WD
Herpes zooster setinggi dermatome nervus thoracalis T2-T3 dextra e.c VZV
B. Komplikasi
Neuralgia pascaherpetik dapat timbul pada umur di atas 40 tahun, presentasenya 10-15%. Makin
tua penderita makin tinggi presentasenya. Pada penderita tanpa disertai defisiensi imunitas
biasanya tanpa komplikasi. Sebalikanya pada yang disertai defisiesi imunitas, infeksi HIV,
keganasan atau berusia lanjut dapat disertai komplikasi.
Paralisis motorik terdapat pada 1-5% kasus yang terjadi akibat penjalaran virus secara per
kontinuitatum dari ganglion sensorik ke sistem saraf yang berdekatan. Paralisis biasanya timbul
dalam 2 minggu sejak awitan munculnya lesi. Berbagai paralisis dapat terjadi, misalnya di
muka,diafragma, batang tubuh, ekstremitas, vesika urinaria, dan anus. Umumnya akan sembuh
spontan
Infeksi juga dapat menjalar ke alat dalam, misalnya paru, hepar, dan otak.
(Handoko RP. Penyakit Virus. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Edisi Ke-6. Jakarta: Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia, 2013; 108).
Pada saat reaktivasi, virus akan kembali bermultiplikasi sehingga reaksi radang dan
merusak ganglion sensoris. Kemudian virus menyebar ke sumsum tulang dan batang otak
melalui saraf sensoris akan sampai ke kulit dan kemudian timbul gejala klinis.
(James W.D., Elston D.M., 2011. Andrews' Diseases of the Skin: Clinical Dermatology. 11th ed.
Saunders/Elsevier; London, UK)
VZV (Virus Varisela Zoster) dorman pada ganglion posterior (sensoris) med.
spinalis/intrakranial/otonom selama bertahun-tahun=> dengan faktor resiko pasien kelelahan dan
usia tua => respon imunitas seluler dan titer antibodi spesifik terhadap virus varisela zoster
menurun (misal oleh karena umur dan penyakit imunosupresif) => tidak efektif mencegah
infeksi virus => partikel virus VZV mengalami reaktivasi => neuritis => neuralgia (nyeri/ pegal-
pegal) => VZV turun melalui akson saraf perifer => sampai di kulit (sel epitel yg dipersarafi) =>
replikasi & multiplikasi =>terjadi reaksi peradangan (infalamasi) akut => vasodilatasi pembuluh
darah =>terbentuk lesi yg khas awal berupa bercak kemarahan seukuran biji jagung (makula
eritem) sesuai dermatom kulit => selanjutnya akan terjadi edem intraseluler pada lapisan
Malpighi (stratum basal dan stratum spinosum) => terjadi ballooning di sitoplasma sel dan
terjadi perubahan sel nuklear berupa sebukan eosinofil dan kromatin => beberapa nuklear
membentuk membran nuklear tambahan yang akan berisi nukleus yang membelah menjadi
kompartmen yang lebih kecil => sehingga muncul gambaran multinucleated giant cell (sampai
15 nuclei) yang khas pada virus HSV dan VZV => terjadi proses degenerasi pada daerah
intraepidermal atau suprabasal (degenerasi balon) => edema intraseluler satu dengan yang
lainnya akan bergabung yang ditutupi dengan bagian atas malpighi dan lapisan horny =>
kemudian berkembang menjadi papul, vesikel jernih (seorus) berkelompok selama 3-5 hari =>
infiltrasi sebukan sel radang dan virus yang bereplikasi => sehingga isi vesikel menjadi keruh =>
akhirnya pecah menjadi krusta (berlangsung 7-10 hari).
D. Epidemiologi
Tingginya infeksi varicella di Indonesia terbukti pada studi yang dilakukan Jufri,. et. Al tahun
1995-1996, dimana 2/3 dari populasi berusia 15 tahun seropositive terhadap antibodi varicella
Dari total 2232 pasien herpes zoster pada 13 rumah sakit pendidikan di Indonesia. (2011-2013).
Puncak kasus HZ terjadi pada usia 45-64. Trend HZ cenderung terjadi pada usia yang lebih
muda. Wanita cenderung mempunyai insiden lebih tinggi. Total kasus NPH adalah 593 kasus
(26.5% dari total kasus HZ). Puncak kasus NPH pada usia 45-64 yaitu dimana dari 250 kasus
NPH (42% dari total kasus NPH).
(Buku Panduan Herpes Zoster di Indonesia 2014, Fakultas Kedokteran Indonesia)
E. Tatalaksana
1. Pengobatan Antivirus :
2. Terapi NPH
(Buku Panduan Herpes Zoster di Indonesia 2014, Fakultas Kedokteran Indonesia)