Tujuan : Untuk mengembalikan fungsi sirkulasi dan mengatasi keadaan gawat darurat
lainnya dengan menggunakan obat-obatan
Perhatian !
Jenis-jenis obat :
Epinephrin
Indikasi : henti jantung (VF, VT tanpa nadi, asistole, PEA) , bradikardi, reaksi
atau syok anfilaktik, hipotensi.
Dosis 1 mg iv bolus dapat diulang setiap 35 menit, dapat diberikan intratrakeal
atau transtrakeal dengan dosis 22,5 kali dosis intra vena. Untuk reaksi reaksi atau syok
anafilaktik dengan dosis 0,3-0,5 mg sc dapat diulang setiap 15-20 menit. Untuk terapi
bradikardi atau hipotensi dapat diberikan epinephrine perinfus dengan dosis 1mg (1 mg
= 1 : 1000) dilarutka dalam 500 cc NaCl 0,9 %, dosis dewasa 1 g/mnt dititrasi sampai
menimbulkan reaksi hemodinamik, dosis dapat mencapai 2-10 g/mnt
Pemberian dimaksud untuk merangsang reseptor adrenergic dan
meningkatkan aliran darah ke otak dan jantung
Pemberian ini dimaksud untuk mengatasi gangguan irama antara lain VF, VT,
Ventrikel Ekstra Sistol yang multipel, multifokal, konsekutif/salvo dan R on T
Dosis 1 1,5 mg/kg BB bolus i.v dapat diulang dalam 3 5 menit sampai
dosis total 3 mg/kg BB dalam 1 jam pertama kemudian dosis drip 2-4 mg/menit sampai
24 jam
dapat diberikan intratrakeal atau transtrakeal dengan dosis 22,5 kali dosis intra
vena
Kontra indikasi : alergi, AV blok derajat 2 dan 3, sinus arrest dan irama
idioventrikuler
Sulfas Atropin
Dopamin
Untuk merangsang efek alfa dan beta adrenergic agar kontraktilitas miokard,
curah jantung (cardiac output) dan tekanan darah meningkat
Dosis 2-10 g/kgBB/menit dalam drip infuse. Atau untuk memudahkan 2 ampul
dopamine dimasukkan ke 500 cc D5% drip 30 tetes mikro/menit untuk orang dewasa
Magnesium Sulfat
Morfin
Sebagai analgetik kuat, dapat digunakan untuk edema paru setelah cardiac
arrest.
Dosis 2-5 mg dapat diulang 5 30 menit
Kortikosteroid
Digunakan untuk perbaikan paru yang disebabkan gangguan inhalasi dan untuk
mengurangi edema cerebri
Natrium bikarbonat
Diberikan untuk dugaan hiperkalemia (kelas I), setelah sirkulasi spontan yang timbul
pada henti jantung lama (kelas II B), asidosis metabolik karena hipoksia (kelas III) dan
overdosis antidepresi trisiklik.
Digunakan untuk perbaikan kontraksi otot jantung, stabilisasi membran sel otot
jantung terhadap depolarisasi. Juga digunakan untuk mencegah transfusi masif atau
efek transfusi akibat darah donor yang disimpan lama
Diberikan secara pelahan-lahan IV selama 10-20 menit atau dengan
menggunakan drip
Dosis 4-8 mg/Kg BB untuk kalsium glukonat dan 2-4 mg/Kg BB untuk Kalsium
klorida. Dalam tranfusi, setiap 4 kantong darah yang masuk diberikan 1 ampul Kalsium
gluconat
Furosemide
Diazepam
Epinephrin Dosis 0,01/Kg BB dapat diulang 3-5 menit dengan dosis 0,01
mg/KgBB iv (1:1000)
Atropin Dosis 0,02 mg/KgBB iv (minimal 0,1 mg) dapat diulangi dengan
dosis 2 kali maksimal 1mg
Lidokain Dosis 1 mg/KgBB iv
Natrium Dosis 1 meq/KgBB iv
Bikarbonat
Kalsium Klorida Dosis 20-25 mg/KgBB iv pelan-pelan
Kalsium Dosis 60100 mg/KgBB iv pelan-pelan
Glukonat
Diazepam Dosis 0,3-0,5 mg/Kg BB iv bolus
Furosemide Dosis 0,5-1 mg/KgBB iv bolus
Evaluasi Neurologik (Disabity)
Technorati Tags:gawat,darurat,disability,evaluasi,neurologik,avpu,gcs,glasgow
Pengertian : Menilai adanya gangguan fungsi otak dan kesadaran (penurunan suplai
oksigen ke otak)
Tujuan : Untuk dapat mengetahui fungsi otak/ kesadaran dengan metode AVPU dan
GCS
Prosedur
Metode AVPU :
Respon terhadap cahaya / reflek pupil : ada / tidak, cepat atau lambat
Simetris / anisokor
Metode Penilaian Derajat Skala Koma Glasgow GCS (Glasgow Coma Scale-
Score) :
Penilaian ini dipakai lebih lanjut. Respon yang diberikan pada penderita adalah respon
nyeri berupa :
Nilai 5 : memiliki orientasi baik karena dapat memberi jawaban dengan baik dan benar
pada pertanyaan-pertanyaan yang diajukan (nama, umur, dll)
2 : memberikan jawaban berupa suara yang tidak jelas bukan merupakan kata
(incomprehensible sounds)
Jika ragu dalam menilai GCS, tetapkan suatu nilai yang jika salah tidak merugikan
penderita
- kalau GCS rendah yang berakibat kita harus melakukan tindakan, berikan nilai rendah.
- kalau GCS tinggi membuat harapan yang lebih baik, berikan nilai tinggi agar upaya
medik menjadi maksimal.
2 : Gelisah, agitasi
GCS 3 = koma
Tindakan :
Pada dasarnya ditujukan pada optimalisasi aliran darah sistemik dan aliran darah
otak (perfusi otak) dengan cara mencegah hipotensi, hipoksia dan mencegah
peningkatan tekanan intrakranial
Bila disebabkan oleh hipertermia, diberikan obat anti piretik dan pendinginan
(cooling)
Bila disebabkan oleh hipertensi ensefalopati (systole > 200 mmHg) diberikan
obat anti hipertensi
Aplikasi Resusitasi Jantung Paru (RJP) sesuai ACLS 2010
Technorati Tags: gawat,darurat,resusitasi,jantung,paru,rjp,aplikasi, ACLS 2010
1. Jika kita melihat pasien/korban yang tergeletak tampak tidak, pertama kali yang kita
harus lakukan adalah memastikan bahwa lingkungan di sekitar korban yang tergeletak
itu aman. Jika belum aman (misalnya korban tergeletak di tengah jalan raya atau di
dalam gedung terbakar), maka korban harus dievakuasi/dipindah terlebih dahulu ke
tempat yang aman dan memungkinkan mendapatkan pertolongan.
2. Nilai respon pasien apakah pasien benar-benar tidak sadar atau hanya tidur saja.
Mengecek kesadarannya dengan cara memanggil-manggil nama pasien, menepuk atau
menggoyang bahu pasien, misalnya Pak-pak bangun ! atau Bapak baik-baik saja?
Jika masih belum sadar atau bangun juga bisa diberi rangsang nyeri seperti menekan
pangkal kuku jari. Jika pasien sadar, tanyakan mengapa ia terbaring di tempat ini. Jika
pasien sadar, terlihat kesakitan atau terluka segera cari bantuan dan kemudian kembali
sesegera mungkin untuk menilai kondisi pasien. Pada Advance Cardiac Life Support
2010, langsung dicek juga pernapasan, apakah bernapas normal atau gasping saja atau
sama sekali tidak bernapas.
3. Jika tidak ada respon. Aktifkan sistem emergensi dengan cara meminta tolong
dibawakan alat-alat emergensi atau dipanggilkan petugas terlatih atau ambulan jika
berada di luar RS. Misalnya Tolong ada pasien tidak sadar di ruang A, tolong panggil
petugas emergensi atau Tolong ambil alat-alat emergensi ada pasien tidak sadar di
ruang A. Jika di lapangan : Tolong ada pasien tidak sadar di pantai tolong panggil
ambulan atau 118 . Jika yang menemukan korban tidak sadar lebih dari satu orang,
maka satu orang mengaktifkan sistem emergensi sedangkan lainnya menilai kondisi
pasien. INGAT ! Dalam menolong pasien tidak sadar, kita tidak mungkin bekerja sendiri
jadi harus meminta bantuan orang lain. Dalam meminta bantuan, penolong harus
menginformasikan kepada petugas gawat darurat mengenai lokasi kejadian,
penyebabnya, jumlah dan kondisi korban dan jenis pertolongan yang akan diberikan.
4. Lakukan perabaan nadi segera dalam waktu 10 detik. bisa dilakukan mengecek nadi
arteri karotis. Nadi carotis dapat diraba dengan menggunakan 2 atau 3 jari menempel
pada daerah kira-kira 2 cm dari garis tengah leher atau jakun pada sisi yang paling
dekat dengan pemeriksa. Waktu yang tersedia untuk mengukur nadi carotis sekitar 5
10 detik. Jika nadi tidak teraba segera lakukan Resusitasi Jantung Paru (RJP) dengan
perbandingan kompresi dada (pijat jantung luar) 30 dan ventilasi (nafas buatan) 2
tiupan. Kecepatan kompresi dada sedikitnya 100 kali/menit. Kompresi dada merupakan
tindakan yang berirama berupa penekanan telapak tangan pada tulang sternum
sepertiga bagian bawah dengan tujuan memompa jantung dari luar sehingga aliran
darah terbentuk dan dapat mengalirkan oksigen ke otak dan jaringan tubuh. Usahakan
mengurangi penghentian kompresi dada selama RJP.
5.. Gunakan manuver chin lift untuk membuka jalan nafas korban yang tidak mengalami
cedera kepala dan leher. Jika diperkirakan ada trauma leher maka gunakan tehnik jaw
thrust. Untuk lebih jelas lihat kembali pengelolaan jalan nafas.Periksa pernafasan
dengan menggunakan tehnik LLF (Look, Listen, Feel) dengan tetap mempertahankan
terbukanya jalan nafas selama 10 detik. Teknik LLF dapat dilihat di pengelolaan jalan
nafas.
6.Jika masih tidak ada pernafasan maka segera beri nafas buatan dua kali pernafasan
dengan tetap menjamin terbukanya jalan nafas. Bisa dengan mulut ke mulut/hidung atau
dengan menggunakan sungkup muka. Satu kali pernafasan selama satu detik sampai
dada tampak mengembang. Jika dada tidak mengembang kemungkinan pemberian
nafas buatan tidak adekuat atau jalan nafas tersumbat.
7. Jika tersedia alat defibrilator dengan AED (Automatic Emergency Defibrilator), maka
kita dapat menyiapkannya untuk pemeriksaan heart rate dan irama jantung dan jika ada
indikasi melakukan defibrilasi.
8. Jika nadi teraba, nafas buatan diteruskan dengan kecepatan 8-10 kali/menit atau satu
kali pernafasan diberikan setiap 6-8 detik disertai pemberian oksigen dan pemasangan
infus. Jika perlu pemasangan ETT dan ventilator. Pemantauan/monitoring terus
dilakukan. Pemeriksaan denyut nadi dilakukan setiap 2 menit sampai pasien stabil.
Pasien dirawat di ruangIntensif Care Unit (ICU). Penyebab henti nafas harus dicari
dengan melakukan anamnesis pada keluarga penderita dan pemeriksaan fisik
9. Pikirkan penyebabnya hipotensi/syok, edema paru, infark myokard dan aritmia.
Aritmia bisa berupa aritmia yang sangat cepat seperti Supra Ventrikel Takikardi (SVT),
atrial flutter, atrial fibrilasi, ventrikel takikardi. Aritmia sangat lambat bisa berupa AV blok
derajat II dan derajat III. Koreksi penyebab atau konsul ke dokter ahli.
Penolong harus melakukan RJP terutama memberikan bantuan nafas, secepat mungkin
setelah korban dikeluarkan dari air. Setelah melakukan RJP selama 5 siklus barulah
seorang penolong mengaktifkan system emergensi. Manuver yang dilakukan untuk
menghilangkan sumbatan jalan nafas tidak direkomendasikan karena bisa
menyebabkan trauma, muntah dan aspirasi serta memperlambat RJP.
2. Hipotermi
Pada pasien tidak sadar oleh karena hipotermi, penolong harus menilai pernafasan
untuk mengetahui ada tidaknya henti nafas dan menilai denyut nadi unuk menilai ada
tidaknya henti jantung atau adanya bradikardi selama 30-45 detik karena frekuensi
jantung dan pernafasan sangat lambat tergantung derajat hipotermi.
Jika korban tidak bernafas, segera beri pernafasan buatan. Jika nadi tidak ada segera
lakukan kompresi dada. Jangan menunggu suhu tubuh menjadi hangat. Untuk
mencegah hilangnya panas tubuh korban, lepaskan pakaian basah, beri selimut hangat
jika mungkin beri oksigen hangat.
3. Sumbatan jalan nafas oleh benda asing
Lihat di pengeloaan jalan nafas
Posisi sisi mantap (recovery position)
Posisi ini digunakan untuk korban yang tidak sadar yang telah bernafas normal dan
sirkulasi aman. Posisi ini dibuat untuk menjaga jalan nafas tetap terbuka dan
mengurangi risiko sumbatan jalan nafas dan aspirasi. Caranya korban diletakkan miring
pada salah satu sisi tubuh dengan tangan yang dibawah berada di depan badan.
Resusitasi Jantung Paru (RJP)
Technorati Tags: gawat,darurat,resusitasi,jantung,paru,rjp
Pengertian : Tindakan yang dilakukan untuk mengatasi henti nafas dan henti jantung
Tujuan : Untuk mengatasi henti nafas dan henti jantung sehingga dapat pulih kembali
Indikasi :
1. Henti nafas (Respiratory Arrest), henti nafas yang bukan disebabkan gangguan pada
jalan nafas dapat terjadi karena gangguan pada sirkulasi (asistole, bradikardia, fibrilasi
ventrikel)
2. Henti jantung (Cardiac Arrest) dapat disebabkan oleh beberapa hal seperti:
Diagnosis :
Perhatian :
Pada pasien yang telah terpasang monitor EKG dan terdapat gambaranasistole pada
layar monitor, harus selalu dicek denyut nadi karotis untuk memastikan adanya denyut
jantung. Begitu juga sebaliknya pada pasien terpasang monitor EKG yang telah di-RJP
terdapat gambaran gelombang EKG harus diperiksa denyut nadi karotis untuk
memastikan apakah sudah teraba nadi (henti jantung sudah teratasi) atau hanya
gambaran EKGpulseless. Jika nadi karotis belum teraba maka RJP dilanjutkan
Tindakan
Tanpa alat :
a.1 (satu) orang penolong : memberikan pernafasan buatan dan pijat jantung luar
dengan perbandingan 2 : 30 dalam 2 menit (5 siklus). Tiap 5 siklus dievaluasi dengan
mengecek pernafasan (LLF) dan jantung (perabaan nadi karotis). Jika masih henti
jantung dan henti nafas, RJP dilanjutkan
b. 2 (dua) orang penolong : memberikan pernafasan buatan dan pijat jantung luar yang
dilakukan oleh masing-masing penolong secara bergantian dengan perbandingan 2 : 30
dalam 2 menit (5 siklus). Tiap 5 siklus dievaluasi dengan mengecek pernafasan (LLF)
dan jantung (perabaan nadi karotis). Jika masih henti jantung dan henti nafas, RJP
dilanjutkan dengan berganti orang.
Dengan alat :
Untuk mencapai hasil RJP yang lebih baik harus segera diusahakan pemasangan
intubasi endotrakeal
Jantung sudah berdetak ditandai adanya nadi dan nafas sudah spontan
Mengecek nadi dan pernafasan
Penolong sudah kelelahan
Pasien dinyatakan tidak mempunyai harapan lagi/meninggal
Terapi Cairan
Technorati Tags: gawat,darurat,cairan,terapi cairan,infus
Pengertian : Tindakan yang dilakukan dengan pemberian cairan untuk mengatasi syok
dan menggantikan volume cairan yang hilang akibat perdarahan atau dehidrasi
Jenis-jenis cairan :
Enteral : oralit (oral rehidration solution), larutan gula garam, larutan air tajin dll.
Parenteral : kristaloid, koloid dan transfusi
Cairan parenteral
Kristaloid :
Koloid :
Cairan yang mengandung partikel onkotik yang dapat menyebabkan tekanan
onkotik
Sebagian besar menetap di intravaskuler
Koloid yang bersifat plasma ekspander akan menarik cairan ekstravaskuler ke
intravaskuler
Dapat menyebabkan reaksi anafilaksis
Harganya mahal
Pemberian berlebih dapat menyebabkan edema paru tetapi tidak akan
menyebabkan edema perifer.
Untuk resusitasi digunakan Dekstran, HES, gelatin
Transfusi darah :
Pergantian cairan sesuai perkiraan jumlah darah yang hilang (Estimate Blood Loss) :
Pengertian : Tindakan yang dilakukan untuk mengembalikan fungsi sirkulasi tubuh yang
tadinya terhenti atau terganggu
Diagnosis :
Gangguan sirkulasi yang mengancam jiwa terutama jika terjadi henti jantung dan syok
Diagnosis henti jantung ditegakkan dengan tidak adanya denyut nadi karotis
dalam waktu 5 10 detik. Henti jantung dapat disebabkan kelainan jantung (primer) dan
kelainan di luar jantung (sekunder) yang harus segera dikoreksi
Diagnosis syok secara cepat dapat ditegakkan dengan tidak teraba atau
melemahnya nadi radialis/nadi karotis, pasien tampak pucat, ekstermitas teraba
dingin,berkeringat dingin dan memanjangnya waktu pengisian kapiler (capilary refill
time > 2 detik)
Nadi carotis dapat diraba dengan menggunakan 2 atau 3 jari menempel pada daerah
kira-kira 2 cm dari garis tengah leher atau jakun pada sisi yang paling dekat dengan
pemeriksa. Waktu yang tersedia untuk mengukur nadi carotis sekitar 5 10 detik.
Jenis-jenis syok :
1.Syok hipovolemik
Penyebab : muntah/diare yang sering; dehidrasi karena berbagai sebab seperti heat
stroke, terkena radiasi; luka bakar grade II-III yang luas; trauma dengan perdarahan;
perdarahan masif oleh sebab lain seperti perdarahan ante natal, perdarahan post
partum, abortus, epistaksis, melena/hematemesis.
Diagnosis : perubahan pada perfusi ekstremitas (dingin, basah, pucat), takikardi, pada
keadaan lanjut : takipneu, penurunan tekanan darah, penurunan produksi urin, pucat,
lemah dan apatis
Tindakan : pemasangan 2 jalur intravena dengan jarum besar dan diberikan infus cairan
kristaloid (Ringer Laktat/Ringer Asetat/NaCl 0,9 %) dengan jumlah cairan melebihi dari
cairan yang hilang.
Catatan : untuk perdarahan dengan syok kelas III-IV selain diberikan infus kritaloid
sebaiknya disiapkan tranfusi darah segera setelah sumber perdarahan dihentikan.
2.Syok kardiogenik
Diagnosis : hipotensi disertai gangguan irama jantung (bisa berupa bradiaritmia seperti
blok AV atau takiaritmia seperti SVT, VT), mungkin terdapat peninggian JVP, dapat
disebabkan oleh tamponade jantung (bunyi jantung menjauh atau redup dan tension
pneumotoraks (hipersonor dan pergeseran trakea)
Tindakan : pemasangan jalur intravena dengan cairan kristaloid (batasi jumlah cairan),
pada aritmia berikan obat-obatan inotropik, perikardiosintesis untuk tamponade jantung
dengan monitoring EKG, pemasangan jarum torakosintesis pada ICS II untuk tension
pneumotoraks
4. Syok septik
Diagnosis : fase dini tanda klinis hangat, vasodilatasi; fase lanjut tanda klinis dingin,
vasokontriksi.
Tindakan :ditujukan agar tekanan sistolik > 90-100 mmHg (Mean Arterial Pressure 60
mmHg).
Tindakan awal : IVFD cairan kristaloid, beri antibiotika, singkirkan sumber infeksi
Tindakan lanjut : penggunaan cairan koloid dikombinasi dengan vasopresor
seperti dopamine
5. Syok anafilaksis
Catatan : tidak semua kasus hipotensi adalah tanda-tanda syok, tapi denyut nadi
abnormal, irama jantung abnormal dan bradikardia biasanya merupakan tanda hipotensi
Syok Hipovolemik
1. Posisi syok
Posisi syok
Angkat kedua tungkai dengan menggunakan papan setinggi 45o. 300 500 cc darah
dari kaki pindah ke sirkulasi sentral.
Rongga perut (hati, limpa, arteri), rongga pleura, panggul atau pelvis, tulang paha
(femur), kulit kepala (anak)
5. Lokasi dan Estimasi perdarahan
Catatan :
1. Menilai respon pada penggantian volume adalah penting, bila respon mnmal
kemungkinan adanya sumber perdarahan aktif yang harus dihentikan, segera lakukan
pemeriksaan golongan darah dan cross matched, konsultasi dengan ahli bedah,
hentikan perdarahan luar yang tampak (misalnya pada ekstremitas)
2. Penggantian darah dapat digunakan darah lengkap (WBC) atau komponen darah
merah (PRC). Usahakan jangan memberikan tranfusi yang dingin karena dapat
menyebabkan hipotermi.
Terapi Oksigen
Technorati Tags: gawat,darurat,oksigen,terapi oksigen
Indikasi :
Peralatan :
Konsentrasi oksigen tergantung dari jenis alat dan flowrate (liter permenit) yang
diberikan. Kondisi pasien menentukan keperluan alat dan konsentrasi oksigen yang
diperlukan.
Perhatian :
Catatan :
Untuk keselamatan
Cara menutup luka tembus dada : sehelai plastik tipis berbentuk segi empat diplester 3
sisinya, sedangkan satu sisi yang tidak diplester menjadi katup satu arah. Cara ini
digunakan pada pasien yang dicurigai menderita tension pneumothoraks. Jika penderita
melakukan inspirasi, maka udara yang tadinya masuk ke dalam rongga paru akan keluar
melalui katup searah tersebut. Jika penderita melakukan ekspirasi maka katup searah
akan menutup sehingga menghalangi udara luar masuk ke rongga dada melalui luka
tembus dada.
Jika ada patah tulang iga dan emfisema subkutis harus waspada akan adanya
tensionpnemothoraks
Tindakan : desinfektan daerah yang akan dilakukan tindakan. Beri anestesi lokal kalau
perlu. Pasang O2 dan infus. Spuit 10 cc berisi aqua steril yang telah dilepas pompa
spuitnya dengan jarum besar, ditusukkan sedalam kira-kira 5 cm di tepi atas costa III
sela iga ke 2 (InterCostae 2) sejajar dengan garis tengah tulang selangka (mid clavicula
line) pada sisi yang dicurigai tension pneumothoraks.
Hasil :
- Jika keluar gelembung udara berarti ada pneumothorak. Jarum jangan dicabut sampai
drain (WSD) atau pipa torakostomi terpasang.
- Jika air terhisap masuk berarti tidak ada pnemothoraks. Jarum segera dicabut sebelum
air habis.
Tutup dengan plester besar/elastic bandage melewati tempat patahan tulang iga.
Emfisema sub kutis teraba seperti plastik tipis yang diremas. Paling sering disebabkan
oleh pnemothorak. Cara mengatasi emfisema subkutis dengan menginsisi sampai
lapisan sub kutan daerah yang dirasa terdapat emfisema, kemudian diurut-urut ke arah
lubang insisi. Kalau perlu pasang thorak drain.
Tindakan
Tanpa Alat : Memberikan pernafasan buatan dari mulut ke mulut atau dari mulut ke
hidung sebanyak 2 (dua) kali tiupan awal dan diselingi ekshalasi.
Dengan Alat : Memberikan pernafasan buatan dengan alat Ambu bag (self inflating
bag) yang dapat pula ditambahkan oksigen. Dapat juga diberikan dengan menggunakan
ventilator mekanik (ventilator/respirator)
Pemeriksaan pernafasan :
Look -Lihat
- gerak dada
- gerak dada
Listen -Dengar
Feel -Rasakan
Palpasi -Raba
Perkusi - Ketuk
Rontgen dada
Menilai pernafasan
Diberikan bila nafas abnormal, tidak usah menunggu sampai apnea dulu
Jika udara masuk ke dalam lambung, jangan dikeluarkan dengan menekan lambung
karena akan berisiko aspirasi.
Nafas buatan dilakukan dengan in-line immobilisation (fiksasi kepala-leher) agar tulang
leher tidak banyak bergerak.
Untuk memberikan bantuan pernafasan mulut ke mulut, jalan nafas korban harus
terbuka. Perhatikan kedua tangan penolong pada gambar masih tetap melakukan teknik
membuka jalan nafas Chin lift. Hidung korban harus ditutup bisa dengan tangan atau
dengan menekankan pipi penolong pada hidung korban. Mulut penolong mencakup
seluruh mulut korban. Mata penolong melihat ke arah dada korban untuk melihat
pengembangan dada. Pemberian pernafasan buatan secara efektif dapat diketahui
dengan melihat pengembangan dada korban.Berikan 1 kali pernafasan selama 1 detik,
berikan pernafasan biasa.kemudian berikan pernafasan kedua selama 1 detik. Berikan
nafas secara biasa untuk mencegah penolong mengalami pusing atau berkunang-
kunang. Untuk bayi dan anak, nafas buatan yang diberikan lebih sedikit dari orang
dewasa, dengan tetap melihat pengembangan dada.Usahakan hindari pemberian
pernafasan yang terlalu kuat dan terlalu banyak karena dapat menyebabkan kembung
dan merusak paru-paru korban. Konsentrasi oksigen melalui udara ekspirasi mulut
sekitar 17 %.
Cara ini direkomendasikan jika pemberian nafas buatan melalui mulut korban tidak
dapat dilakukan misalnya terdapat luka yang berat pada mulut korban, mulut tidak dapat
dibuka, korban di dalam air atau mulut penolong tidak dapat mencakup mulut korban.
Cara ini diberikan pada pasien trakeostomi. Caranya sama dengan mulut ke mulut
hanya saja lubang tempat masuknya udara adalah lubang trakeostomi
Ambu bag terdiri dari bag yang berfungsi untuk memompa oksigen udara bebas,
valve/pipa berkatup dan masker yang menutupi mulut dan hidung penderita.
Penggunaan ambu bag atau bagging sungkup memerlukan keterampilan tersendiri.
Penolong seorang diri dalam menggunakan amb bag harus dapat mempertahankan
terbukanya jalan nafas dengan mengangkat rahang bawah, menekan sungkup ke muka
korban dengan kuat dan memompa udara dengan memeras bagging. Penolong harus
dapat melihat dengan jelas pergerakan dada korban pada setiap pernafasan.
Ambu bag sangat efektif bila dilakukan oleh dua orang penolong yang berpengalaman.
Salah seorang penolong membuka jalan nafas dan menempelkan sungkup wajah
korban dan penolong lain memeras bagging. Kedua penolong harus memperhatikan
pengembangan dada korban
Konsentrasi oksigen yang dihasilkan dari ambu bag sekitar 20 %. Dapat ditingkatkan
menjadi 100% dengan tambahan oksigen.
Untuk kondisi yang mana penderita mengalami henti nafas dan henti jantung, dilakukan
resusitasi jantung-paru-otak.
Cara ini dilakukan bila pengelolaan jalan nafas tanpa alat tidak berhasil dengan
sempurna dan fasilitas tersedia.
Dipasang jalan nafas buatan dengan pipa, bisa berupa pipa orofaring (mayo),
pipa nasofaring atau pipa endotrakea tergantung kondisi korban.
Penggunaan pipa orofaring dapat digunakan untuk mempertahankan jalan nafas
tetap terbuka dan menahan pangkal lidah agar tidak jatuh ke belakang yang dapat
menutup jalan nafas terutama bagi penderita tidak sadar
Pemasangan pipa endotrakea akan menjamin jalan nafas tetap terbuka,
menghindari aspirasi dan memudahkan tindakan bantuan pernafasan
Bila terdapat sumbatan jalan nafas oleh benda cair. Pengisapan dilakukan
dengan alat bantu pengisap (pengisap manual atau dengan mesin)
Pada penderita trauma basis cranii maka digunakan suction yang keras untuk
mencegah suction masuk ke dasar tengkorak
Bila pasien tidak sadar terdapat sumbatan benda padat di daerah hipofaring
maka tidak mungkin dilakukan sapuan jari, maka digunakan alat Bantu berupa :
laringoskop, alat pengisap, alat penjepit.
e. Proteksi servikal
Pengertian : tindakan yang dilakukan untuk membebaskan jalan napas dengan tetap
memperhatikan kontrol servikal
Tujuan : membebaskan jalan napas untuk menjamin jalan masuknya udara ke paru
secara normal sehingga menjamin kecukupan oksigenase tubuh
L = Look/Lihat gerakan nafas atau pengembangan dada, adanya retraksi sela iga,
warna mukosa/kulit dan kesadaran
Tindakan
Ingat! Pada pasien dengan dugaan cedera leher dan kepala, hanya dilakukanmaneuver
jaw thrust dengan hati-hati dan mencegah gerakan leher.
Dilakukan bila jalan nafas tersumbat karena adanya benda asing pada rongga mulut
belakang atau hipofaring seperti gumpalan darah, muntahan, benda asing lainnya
sehingga hembusan nafas hilang.
Cara melakukannya :
Miringkan kepala pasien (kecuali pada dugaan fraktur tulang leher) kemudian
buka mulut dengan jaw thrust dan tekan dagu ke bawah bila otot rahang lemas
(maneuver emaresi)
Gunakan 2 jari (jari telunjuk dan jari tengah) yang bersih atau dibungkus dengan
sarung tangan/kassa/kain untuk membersihkan rongga mulut dengan gerakan menyapu.
Gambar 3. Tehnik finger sweep
Abdominal thrust
Chest thrust
Back blow
Prioritas utama dalam manajemen jalan nafas adalah JALAN NAFAS BEBAS!
Pasien sadar, ajak bicara. Bicara jelas dan lancar berarti jalan nafas bebas
Beri oksigen bila ada 6 liter/menit
Jaga tulang leher : baringkan penderita di tempat datar, wajah ke depan, posisi
leher netral
Nilai apakah ada suara nafas tambahan.
Gambar4. Pasien tidak sadar dengan posisi terlentang, perhatikan jalan nafasnya!
Pangkal lidah tampak menutupi jalan nafas
Lakukan teknik chin lift atau jaw thrust untuk membuka jalan nafas. Ingat tempatkan
korban pada tempat yang datar! Kepala dan leher korban jangan terganjal!
Chin Lift
Head Tilt
Dlilakukan bila jalan nafas tertutup oleh lidah pasien, Ingat! Tidak boleh dilakukan pada
pasien dugaan fraktur servikal.
Caranya : letakkan satu telapak tangan di dahi pasien dan tekan ke bawah sehingga
kepala menjadi tengadah dan penyangga leher tegang dan lidahpun terangkat ke
depan.
Gambar 5. tangan kanan melakukan Chin lift ( dagu diangkat). dan tangan kiri
melakukan head tilt. Pangkal lidah tidak lagi menutupi jalan nafas.
Jaw thrust
Caranya : dorong sudut rahang kiri dan kanan ke arah depan sehingga barisan gigi
bawah berada di depan barisan gigi atas
Gambar 6 dan 7. manuver Jaw thrust dikerjakan oleh orang yang terlatih
Gambar 8. Tampak ada orang yang tersedak atau tersumbat jalan nafasnya
Caranya berikan hentakan mendadak pada ulu hati (daerah subdiafragma abdomen).
Caranya : penolong harus berdiri di belakang korban, lingkari pinggang korban dengan
kedua lengan penolong, kemudian kepalkan satu tangan dan letakkan sisi jempol
tangan kepalan pada perut korban, sedikit di atas pusar dan di bawah ujung tulang
sternum. Pegang erat kepalan tangan dengan tangan lainnya. Tekan kepalan tangan ke
perut dengan hentakan yang cepat ke atas. Setiap hentakan harus terpisah dan gerakan
yang jelas.
Caranya : korban harus diletakkan pada posisi terlentang dengan muka ke atas.
Penolong berlutut di sisi paha korban. Letakkan salah satu tangan pada perut korban di
garis tengah sedikit di atas pusar dan jauh di bawah ujung tulang sternum, tangan kedua
diletakkan di atas tangan pertama. Penolong menekan ke arah perut dengan hentakan
yang cepat ke arah atas.
Berdasarkan ILCOR yang terbaru, cara abdominal thrust pada posisi terbaring tidak
dianjurkan, yang dianjurkan adalah langsung melakukan Resusitasi Jantung Paru (RJP).
Caranya : kepalkan sebuah tangan, letakkan sisi ibu jari pada perut di atas pusar dan di
bawah ujung tulang sternum, genggam kepala itu dengan kuat, beri tekanan ke atas kea
rah diafragma dengan gerakan yang cepat, jika tidk berhasil dapat dilakukan tindakan
dengan menekan perut pada tepi meja atau belakang kursi
Bila penderita sadar dapat batuk keras, observasi ketat. Bila nafas tidak efektif atau
berhenti, lakukan back blow 5 kali (hentakan keras pada punggung korban di titik silang
garis antar belikat dengan tulang punggung/vertebrae)
Chest Thrust (untuk bayi, anak yang gemuk dan wanita hamil)
Bila penderita sadar, lakukan chest thrust 5 kali (tekan tulang dada dengan jari telunjuk
atau jari tengah kira-kira satu jari di bawah garis imajinasi antara kedua putting susu
pasien). Bila penderita sadar, tidurkan terlentang, lakukanchest thrust, tarik lidah apakah
ada benda asing, beri nafas buatan