Anda di halaman 1dari 35

Obat Gawat Darurat (Drugs Management)

Technorati Tags: gawat,darurat,obat,drugs,management

Tujuan : Untuk mengembalikan fungsi sirkulasi dan mengatasi keadaan gawat darurat
lainnya dengan menggunakan obat-obatan

Perhatian !

Pemberian obat-obatan adalah orang yang kompeten di bidangnya (dokter atau


tenaga terlatih di bidang gawat darurat)
Mengingat banyaknya jenis-jenis kegawatdaruratan, maka pemberian obat yang
disebutkan di bawah ini untuk mengatasi kegawatdaruratan secara umum sedangkan
dalam menghadapi pasien, kita harus melihat kasus per kasus.

Jenis-jenis obat :

Epinephrin

Indikasi : henti jantung (VF, VT tanpa nadi, asistole, PEA) , bradikardi, reaksi
atau syok anfilaktik, hipotensi.
Dosis 1 mg iv bolus dapat diulang setiap 35 menit, dapat diberikan intratrakeal
atau transtrakeal dengan dosis 22,5 kali dosis intra vena. Untuk reaksi reaksi atau syok
anafilaktik dengan dosis 0,3-0,5 mg sc dapat diulang setiap 15-20 menit. Untuk terapi
bradikardi atau hipotensi dapat diberikan epinephrine perinfus dengan dosis 1mg (1 mg
= 1 : 1000) dilarutka dalam 500 cc NaCl 0,9 %, dosis dewasa 1 g/mnt dititrasi sampai
menimbulkan reaksi hemodinamik, dosis dapat mencapai 2-10 g/mnt
Pemberian dimaksud untuk merangsang reseptor adrenergic dan
meningkatkan aliran darah ke otak dan jantung

Lidokain (lignocaine, xylocaine)

Pemberian ini dimaksud untuk mengatasi gangguan irama antara lain VF, VT,
Ventrikel Ekstra Sistol yang multipel, multifokal, konsekutif/salvo dan R on T
Dosis 1 1,5 mg/kg BB bolus i.v dapat diulang dalam 3 5 menit sampai
dosis total 3 mg/kg BB dalam 1 jam pertama kemudian dosis drip 2-4 mg/menit sampai
24 jam
dapat diberikan intratrakeal atau transtrakeal dengan dosis 22,5 kali dosis intra
vena
Kontra indikasi : alergi, AV blok derajat 2 dan 3, sinus arrest dan irama
idioventrikuler

Sulfas Atropin

Merupakan antikolinergik, bekerja menurunkan tonus vagal dan memperbaiki


sistim konduksi AtrioVentrikuler
Indikasi : asistole atau PEA lambat (kelas II B), bradikardi (kelas II A) selain AV
blok derajat II tipe 2 atau derajat III (hati-hati pemberian atropine pada bradikardi dengan
iskemi atau infark miokard), keracunan organopospat (atropinisasi)
Kontra indikasi : bradikardi dengan irama EKG AV blok derajat II tipe 2 atau
derajat III.
Dosis 1 mg IV bolus dapat diulang dalam 3-5 menit sampai dosis total 0,03-0,04
mg/kg BB, untuk bradikardi 0,5 mg IV bolus setiap 3-5 menit maksimal 3 mg.
dapat diberikan intratrakeal atau transtrakeal dengan dosis 22,5 kali dosis intra
vena diencerkan menjadi 10 cc

Dopamin

Untuk merangsang efek alfa dan beta adrenergic agar kontraktilitas miokard,
curah jantung (cardiac output) dan tekanan darah meningkat
Dosis 2-10 g/kgBB/menit dalam drip infuse. Atau untuk memudahkan 2 ampul
dopamine dimasukkan ke 500 cc D5% drip 30 tetes mikro/menit untuk orang dewasa

Magnesium Sulfat

Direkomendasikan untuk pengobatan Torsades de pointes pada ventrikel


takikardi, keracunan digitalis.Bisa juga untuk mengatasi preeklamsia
Dosis untuk Torsades de pointes 1-2 gr dilarutkan dengan dektrose 5% diberikan
selama 5-60 menit. Drip 0,5-1 gr/jam iv selama 24 jam

Morfin

Sebagai analgetik kuat, dapat digunakan untuk edema paru setelah cardiac
arrest.
Dosis 2-5 mg dapat diulang 5 30 menit

Kortikosteroid

Digunakan untuk perbaikan paru yang disebabkan gangguan inhalasi dan untuk
mengurangi edema cerebri

Natrium bikarbonat

Diberikan untuk dugaan hiperkalemia (kelas I), setelah sirkulasi spontan yang timbul
pada henti jantung lama (kelas II B), asidosis metabolik karena hipoksia (kelas III) dan
overdosis antidepresi trisiklik.

Dosis 1 meq/kg BB bolus dapat diulang dosis setengahnya.

Jangan diberikan rutin pada pasien henti jantung.

Kalsium gluconat/Kalsium klorida

Digunakan untuk perbaikan kontraksi otot jantung, stabilisasi membran sel otot
jantung terhadap depolarisasi. Juga digunakan untuk mencegah transfusi masif atau
efek transfusi akibat darah donor yang disimpan lama
Diberikan secara pelahan-lahan IV selama 10-20 menit atau dengan
menggunakan drip
Dosis 4-8 mg/Kg BB untuk kalsium glukonat dan 2-4 mg/Kg BB untuk Kalsium
klorida. Dalam tranfusi, setiap 4 kantong darah yang masuk diberikan 1 ampul Kalsium
gluconat
Furosemide

Digunakan untuk mengurangi edema paru dan edema otak


Efek samping yang dapat terjadi karena diuresis yang berlebih adalah hipotensi,
dehidrasi dan hipokalemia
Dosis 20 40 mg intra vena

Diazepam

Digunakan untuk mengatasi kejang-kejang, eklamsia, gaduh gelisah dan tetanus


Efek samping dapat menyebabkan depresi pernafasan
Dosis dewasa 1 amp (10 mg) intra vena dapat diulangi setiap 15 menit.

Dosis pada anak-anak

Epinephrin Dosis 0,01/Kg BB dapat diulang 3-5 menit dengan dosis 0,01
mg/KgBB iv (1:1000)
Atropin Dosis 0,02 mg/KgBB iv (minimal 0,1 mg) dapat diulangi dengan
dosis 2 kali maksimal 1mg
Lidokain Dosis 1 mg/KgBB iv
Natrium Dosis 1 meq/KgBB iv
Bikarbonat
Kalsium Klorida Dosis 20-25 mg/KgBB iv pelan-pelan
Kalsium Dosis 60100 mg/KgBB iv pelan-pelan
Glukonat
Diazepam Dosis 0,3-0,5 mg/Kg BB iv bolus
Furosemide Dosis 0,5-1 mg/KgBB iv bolus
Evaluasi Neurologik (Disabity)
Technorati Tags:gawat,darurat,disability,evaluasi,neurologik,avpu,gcs,glasgow

Pengertian : Menilai adanya gangguan fungsi otak dan kesadaran (penurunan suplai
oksigen ke otak)

Tujuan : Untuk dapat mengetahui fungsi otak/ kesadaran dengan metode AVPU dan
GCS

Prosedur

Metode AVPU :

Penilaian sederhana ini dapat digunakan secara cepat

A = Alert/Awake : sadar penuh

V = Verbal stimulation :ada reaksi terhadap perintah

P = Pain stimulation : ada reaksi terhadap nyeri

U = Unresponsive : tidak bereaksi

Dan penilaian ukuran serta reaksi pupil :

Ukuran dalam millimeter

Respon terhadap cahaya / reflek pupil : ada / tidak, cepat atau lambat

Simetris / anisokor

Gambar 1. Menilai Reflek Pupil

Metode Penilaian Derajat Skala Koma Glasgow GCS (Glasgow Coma Scale-
Score) :

Penilaian ini dipakai lebih lanjut. Respon yang diberikan pada penderita adalah respon
nyeri berupa :

E-SCORE (kemampuan membuka mata/eye opening responses)

Nilai 4 : membuka mata spontan (normal)


3 : dengan kata-kata akan membuka mata bila diminta

2 : membuka mata bila diberikan rangsangan nyeri

1 : tidak membuka mata walaupun dirangsang nyeri

V-SCORE (memberikan respon jawaban secara verbal/verbal responses)

Nilai 5 : memiliki orientasi baik karena dapat memberi jawaban dengan baik dan benar
pada pertanyaan-pertanyaan yang diajukan (nama, umur, dll)

4 : memberikan jawaban pada pertanyaan tetapi jawabannya seperti bingung (confused


conservation)

3 : memberikan jawaban pada pertanyaan tetapi jawabannya hanya berupa kata-kata


yang tidak jelas (inappropriate words)

2 : memberikan jawaban berupa suara yang tidak jelas bukan merupakan kata
(incomprehensible sounds)

1 : tidak memberikan jawaban berupa suara apapun

M-SCORE (menilai respon motorik ekstremitas/motor responses)

Nilai 6 : dapat menggerakkan seluruh ekstremitas sesuai dengan permintaan

5 :dapat menggerakkan ekstremitas secara terbatas karena nyeri (localized pain)

4 : respon gerakan menjauhi rangsang nyeri (withdrawal)

3 : respons gerak abnormal berupa fleksi ekstremitas.

2 : respons gerak abnormal berupa gerak ekstensi

1 : tidak ada respons berupa gerak

Gambar 2. Memberikan rangsang nyeri

Jika ragu dalam menilai GCS, tetapkan suatu nilai yang jika salah tidak merugikan
penderita
- kalau GCS rendah yang berakibat kita harus melakukan tindakan, berikan nilai rendah.

- kalau GCS tinggi membuat harapan yang lebih baik, berikan nilai tinggi agar upaya
medik menjadi maksimal.

Skor Verbal Anak

Nilai 5 : bicara jelas atau tersenyum, menuruti perintah

4 : menangis tetapi bisa dibujuk

3 : menangis tidak bisa dibujuk

2 : Gelisah, agitasi

1 : Tidak ada respon

Penilaian GCS pada trauma kapitis :

GCS 15 = kesadaran compos mentis (normal)

GCS 14 = cedera kepala/otak ringan

GCS 9 s/d 13 = cedera kepala sedang

GCS 4 s/d 8 = cedera kapala berat

GCS 3 = koma

Tindakan :

Pada dasarnya ditujukan pada optimalisasi aliran darah sistemik dan aliran darah
otak (perfusi otak) dengan cara mencegah hipotensi, hipoksia dan mencegah
peningkatan tekanan intrakranial
Bila disebabkan oleh hipertermia, diberikan obat anti piretik dan pendinginan
(cooling)
Bila disebabkan oleh hipertensi ensefalopati (systole > 200 mmHg) diberikan
obat anti hipertensi
Aplikasi Resusitasi Jantung Paru (RJP) sesuai ACLS 2010
Technorati Tags: gawat,darurat,resusitasi,jantung,paru,rjp,aplikasi, ACLS 2010
1. Jika kita melihat pasien/korban yang tergeletak tampak tidak, pertama kali yang kita
harus lakukan adalah memastikan bahwa lingkungan di sekitar korban yang tergeletak
itu aman. Jika belum aman (misalnya korban tergeletak di tengah jalan raya atau di
dalam gedung terbakar), maka korban harus dievakuasi/dipindah terlebih dahulu ke
tempat yang aman dan memungkinkan mendapatkan pertolongan.
2. Nilai respon pasien apakah pasien benar-benar tidak sadar atau hanya tidur saja.
Mengecek kesadarannya dengan cara memanggil-manggil nama pasien, menepuk atau
menggoyang bahu pasien, misalnya Pak-pak bangun ! atau Bapak baik-baik saja?
Jika masih belum sadar atau bangun juga bisa diberi rangsang nyeri seperti menekan
pangkal kuku jari. Jika pasien sadar, tanyakan mengapa ia terbaring di tempat ini. Jika
pasien sadar, terlihat kesakitan atau terluka segera cari bantuan dan kemudian kembali
sesegera mungkin untuk menilai kondisi pasien. Pada Advance Cardiac Life Support
2010, langsung dicek juga pernapasan, apakah bernapas normal atau gasping saja atau
sama sekali tidak bernapas.
3. Jika tidak ada respon. Aktifkan sistem emergensi dengan cara meminta tolong
dibawakan alat-alat emergensi atau dipanggilkan petugas terlatih atau ambulan jika
berada di luar RS. Misalnya Tolong ada pasien tidak sadar di ruang A, tolong panggil
petugas emergensi atau Tolong ambil alat-alat emergensi ada pasien tidak sadar di
ruang A. Jika di lapangan : Tolong ada pasien tidak sadar di pantai tolong panggil
ambulan atau 118 . Jika yang menemukan korban tidak sadar lebih dari satu orang,
maka satu orang mengaktifkan sistem emergensi sedangkan lainnya menilai kondisi
pasien. INGAT ! Dalam menolong pasien tidak sadar, kita tidak mungkin bekerja sendiri
jadi harus meminta bantuan orang lain. Dalam meminta bantuan, penolong harus
menginformasikan kepada petugas gawat darurat mengenai lokasi kejadian,
penyebabnya, jumlah dan kondisi korban dan jenis pertolongan yang akan diberikan.
4. Lakukan perabaan nadi segera dalam waktu 10 detik. bisa dilakukan mengecek nadi
arteri karotis. Nadi carotis dapat diraba dengan menggunakan 2 atau 3 jari menempel
pada daerah kira-kira 2 cm dari garis tengah leher atau jakun pada sisi yang paling
dekat dengan pemeriksa. Waktu yang tersedia untuk mengukur nadi carotis sekitar 5
10 detik. Jika nadi tidak teraba segera lakukan Resusitasi Jantung Paru (RJP) dengan
perbandingan kompresi dada (pijat jantung luar) 30 dan ventilasi (nafas buatan) 2
tiupan. Kecepatan kompresi dada sedikitnya 100 kali/menit. Kompresi dada merupakan
tindakan yang berirama berupa penekanan telapak tangan pada tulang sternum
sepertiga bagian bawah dengan tujuan memompa jantung dari luar sehingga aliran
darah terbentuk dan dapat mengalirkan oksigen ke otak dan jaringan tubuh. Usahakan
mengurangi penghentian kompresi dada selama RJP.
5.. Gunakan manuver chin lift untuk membuka jalan nafas korban yang tidak mengalami
cedera kepala dan leher. Jika diperkirakan ada trauma leher maka gunakan tehnik jaw
thrust. Untuk lebih jelas lihat kembali pengelolaan jalan nafas.Periksa pernafasan
dengan menggunakan tehnik LLF (Look, Listen, Feel) dengan tetap mempertahankan
terbukanya jalan nafas selama 10 detik. Teknik LLF dapat dilihat di pengelolaan jalan
nafas.
6.Jika masih tidak ada pernafasan maka segera beri nafas buatan dua kali pernafasan
dengan tetap menjamin terbukanya jalan nafas. Bisa dengan mulut ke mulut/hidung atau
dengan menggunakan sungkup muka. Satu kali pernafasan selama satu detik sampai
dada tampak mengembang. Jika dada tidak mengembang kemungkinan pemberian
nafas buatan tidak adekuat atau jalan nafas tersumbat.
7. Jika tersedia alat defibrilator dengan AED (Automatic Emergency Defibrilator), maka
kita dapat menyiapkannya untuk pemeriksaan heart rate dan irama jantung dan jika ada
indikasi melakukan defibrilasi.
8. Jika nadi teraba, nafas buatan diteruskan dengan kecepatan 8-10 kali/menit atau satu
kali pernafasan diberikan setiap 6-8 detik disertai pemberian oksigen dan pemasangan
infus. Jika perlu pemasangan ETT dan ventilator. Pemantauan/monitoring terus
dilakukan. Pemeriksaan denyut nadi dilakukan setiap 2 menit sampai pasien stabil.
Pasien dirawat di ruangIntensif Care Unit (ICU). Penyebab henti nafas harus dicari
dengan melakukan anamnesis pada keluarga penderita dan pemeriksaan fisik
9. Pikirkan penyebabnya hipotensi/syok, edema paru, infark myokard dan aritmia.
Aritmia bisa berupa aritmia yang sangat cepat seperti Supra Ventrikel Takikardi (SVT),
atrial flutter, atrial fibrilasi, ventrikel takikardi. Aritmia sangat lambat bisa berupa AV blok
derajat II dan derajat III. Koreksi penyebab atau konsul ke dokter ahli.

Cara melakukan RJP :


a.Penderita harus berbaring terlentang di atas alas yang keras. Posisi penolong berlutut
di sisi korban sejajar dengan dada penderita.
b.Penolong meletakkan bagian yang keras telapak tangan pertama penolong di atas
tulang sternum di tengah dada di antara kedua puting susu penderita (2-3 jari di atas
prosesus Xihoideus) dan letakkan telapak tangan kedua di atas telapak tangan pertama
sehingga telapak tangan saling menumpuk. Kedua lutut penolong merapat, lutut
menempel bahu korban, kedua lengan tegak lurus, pijatan dengan cara menjatuhkan
berat badan penolong ke sternum.
c. Tekan tulang sternum sedalam 4-5 cm (sekurangnya 2 inci) kemudian biarkan dada
kembali normal (relaksasi). Waktu kompresi dan relaksasi dada diusahakan sama. Jika
ada dua penolong, penolong pertama sedang melakukan kompresi maka penolong
kedua sambil menunggu pemberian ventilasi sebaiknya meraba arteri karotis untuk
mengetahui apakah kompresi yang dilakukan sudah efektif. Jika nadi teraba berarti
kompresi efektif.
d. Setelah 30 kali kompresi dihentikan diteruskan dengan pemberian ventilasi 2 kali (1
siklus = 30 kali kompres dan 2 kali ventilasi). Setiap 5 siklus dilakukan monitoring denyut
nadi dan pergantian posisi penolong jika penolong lebih dari satu orang.
e. Jika terpasang ETT maka tidak menggunakan siklus 30 : 2 lagi. Kompresi dilakukan
dengan kecepatan sekurangnya 100 kali/menit tanpa berhenti dan ventilasi dilakukan 8-
10 kali/menit. Setiap 2 menit dilakukan pergantian posisi untuk mencegah kelelahan.
RJP pada anak
1. Letakkan penderita pada posisi terlentang di atas alas yang keras
2. Pijat jantung dengan menggunakan satu tangan dengan bertumpu pada telapak
tangan di atas tulang dada, di tengah sternum.
3. Penekanan tulang dada dilakukan sampai turun 3-4 cm (2 inches) dengan frekuensi
sekurangnya 100 kali/menit.
RJP pada bayi
1. Letakkan penderita pada posisi terlentang di atas alas yang keras
2.Untuk pijat jantung gunakan penekanan dua atau tiga jari. Bisa menggunakan ibu jari
tangan kanan dan kiri menekan dada dengan kedua tangan melingkari punggung dan
dada bayi. Bisa juga dengan menggunakan jari telunjuk, jari tengah dan atau jari manis
langsung menekan dada. kedalaman pijatan (1,5 inches)
3. Tekan tulang dada sampai turun kira-kira sepertiga diameter anterior-posterior rongga
dada bayi dengan frekuensi minimal 100 kali/menit.
RJP pada situasi khusus
1. Tenggelam
Tenggelam merupakan penyebab kematian yang dapat dicegah. Keberhasilan
menolong korban tenggelam tergantung dari lama dan beratnya derajat hipoksia.

Penolong harus melakukan RJP terutama memberikan bantuan nafas, secepat mungkin
setelah korban dikeluarkan dari air. Setelah melakukan RJP selama 5 siklus barulah
seorang penolong mengaktifkan system emergensi. Manuver yang dilakukan untuk
menghilangkan sumbatan jalan nafas tidak direkomendasikan karena bisa
menyebabkan trauma, muntah dan aspirasi serta memperlambat RJP.
2. Hipotermi
Pada pasien tidak sadar oleh karena hipotermi, penolong harus menilai pernafasan
untuk mengetahui ada tidaknya henti nafas dan menilai denyut nadi unuk menilai ada
tidaknya henti jantung atau adanya bradikardi selama 30-45 detik karena frekuensi
jantung dan pernafasan sangat lambat tergantung derajat hipotermi.
Jika korban tidak bernafas, segera beri pernafasan buatan. Jika nadi tidak ada segera
lakukan kompresi dada. Jangan menunggu suhu tubuh menjadi hangat. Untuk
mencegah hilangnya panas tubuh korban, lepaskan pakaian basah, beri selimut hangat
jika mungkin beri oksigen hangat.
3. Sumbatan jalan nafas oleh benda asing
Lihat di pengeloaan jalan nafas
Posisi sisi mantap (recovery position)
Posisi ini digunakan untuk korban yang tidak sadar yang telah bernafas normal dan
sirkulasi aman. Posisi ini dibuat untuk menjaga jalan nafas tetap terbuka dan
mengurangi risiko sumbatan jalan nafas dan aspirasi. Caranya korban diletakkan miring
pada salah satu sisi tubuh dengan tangan yang dibawah berada di depan badan.
Resusitasi Jantung Paru (RJP)
Technorati Tags: gawat,darurat,resusitasi,jantung,paru,rjp

Pengertian : Tindakan yang dilakukan untuk mengatasi henti nafas dan henti jantung

Tujuan : Untuk mengatasi henti nafas dan henti jantung sehingga dapat pulih kembali

Indikasi :

1. Henti nafas (Respiratory Arrest), henti nafas yang bukan disebabkan gangguan pada
jalan nafas dapat terjadi karena gangguan pada sirkulasi (asistole, bradikardia, fibrilasi
ventrikel)

2. Henti jantung (Cardiac Arrest) dapat disebabkan oleh beberapa hal seperti:

Hipoksemia karena berbagai sebab


Gangguan elektrolit (hipokalemia, hiperkalemia, hipomagnesia)
Gangguan irama jantung (aritmia)
Penekanan mekanik pada jantung (tamponade jantung, tension pneumothoraks)

Diagnosis :

Tidak terdapat adanya pernafasan (dengan cara Look-Listen-Feel)


Tidak ada denyut jantung karotis

Perhatian :

Pada pasien yang telah terpasang monitor EKG dan terdapat gambaranasistole pada
layar monitor, harus selalu dicek denyut nadi karotis untuk memastikan adanya denyut
jantung. Begitu juga sebaliknya pada pasien terpasang monitor EKG yang telah di-RJP
terdapat gambaran gelombang EKG harus diperiksa denyut nadi karotis untuk
memastikan apakah sudah teraba nadi (henti jantung sudah teratasi) atau hanya
gambaran EKGpulseless. Jika nadi karotis belum teraba maka RJP dilanjutkan

Tindakan

Tanpa alat :

a.1 (satu) orang penolong : memberikan pernafasan buatan dan pijat jantung luar
dengan perbandingan 2 : 30 dalam 2 menit (5 siklus). Tiap 5 siklus dievaluasi dengan
mengecek pernafasan (LLF) dan jantung (perabaan nadi karotis). Jika masih henti
jantung dan henti nafas, RJP dilanjutkan
b. 2 (dua) orang penolong : memberikan pernafasan buatan dan pijat jantung luar yang
dilakukan oleh masing-masing penolong secara bergantian dengan perbandingan 2 : 30
dalam 2 menit (5 siklus). Tiap 5 siklus dievaluasi dengan mengecek pernafasan (LLF)
dan jantung (perabaan nadi karotis). Jika masih henti jantung dan henti nafas, RJP
dilanjutkan dengan berganti orang.

c. Pijat jantung luar diusahakan 100 kali/menit

Dengan alat :

Untuk mencapai hasil RJP yang lebih baik harus segera diusahakan pemasangan
intubasi endotrakeal

RJP dihentikan bila :

Jantung sudah berdetak ditandai adanya nadi dan nafas sudah spontan
Mengecek nadi dan pernafasan
Penolong sudah kelelahan
Pasien dinyatakan tidak mempunyai harapan lagi/meninggal
Terapi Cairan
Technorati Tags: gawat,darurat,cairan,terapi cairan,infus

Pengertian : Tindakan yang dilakukan dengan pemberian cairan untuk mengatasi syok
dan menggantikan volume cairan yang hilang akibat perdarahan atau dehidrasi

Tujuan : Untuk menggantikan volume cairan tubuh yang hilang sebelumnya,


menggantikan cairan hilang yang sedang berlangsung dan mencukupi kebutuhan cairan
sehari

Penilaian klinis kebutuhan cairan :

Nadi ada dan penuh berarti volume sirkulasi adekuat


Ekstremitas (telapak tangan/kaki) kemerahan/pink dan Capillary Refill Time
kembali cepat < 2 detik berati sirkulasi adekuat
Edema perifer dan ronki paru mungkin terjadi hipervolumia
Takikardi saat istirahat, tekanan darah menurun bisa jadi sirkulasi abnormal
Turgor kulit menurun, mukosa mulut kering dan kulit tampak keriput : defisit
cairan berat
Produksi urin yang rendah bisa jadi karena hipovolumia

Jalur masuk Cairan :

Enteral : oral atau lewat pipa nasogastric


Parenteral : lewat jalur pembuluh darah vena
Intraoseous : pada pasien balita

Jenis-jenis cairan :

Enteral : oralit (oral rehidration solution), larutan gula garam, larutan air tajin dll.
Parenteral : kristaloid, koloid dan transfusi

Cairan parenteral

Kristaloid :

Kelompok cairan non ionik yang kebanyakan bersifat iso-osmolar


Tidak mengandung partikel onkotik sehingga tidak menetap di intravascular
Cairan ini baik untuk tujuan mengganti kehilangan volume terutama kehilangan
cairan interstisial.
Harganya murah, tidak menyebabkan reaksi anafilaksis
Pemberian berlebih akan menyebabkan edema paru dan edema perifer.
Untuk resusitasi digunakan Ringer Laktat (RL), Ringer Asetat (RA) dan NaCl
0,9%

Koloid :
Cairan yang mengandung partikel onkotik yang dapat menyebabkan tekanan
onkotik
Sebagian besar menetap di intravaskuler
Koloid yang bersifat plasma ekspander akan menarik cairan ekstravaskuler ke
intravaskuler
Dapat menyebabkan reaksi anafilaksis
Harganya mahal
Pemberian berlebih dapat menyebabkan edema paru tetapi tidak akan
menyebabkan edema perifer.
Untuk resusitasi digunakan Dekstran, HES, gelatin

Transfusi darah :

Dipertimbangkan pemberiannya bila hemodinamika tidak stabil meskipun cairan


sudah cukup banyak dan hemoglobin < 7 g/dl serta pasien masih berdarah kecuali pada
penderita jantung, hemoglobin < 10 g/dl harus ditranfusi
Penyediaannya membutuhkan golongan darah donor dan resipien serta cross
check darah
Agar aman diperlukan pemeriksaan darah yang lengkap seperti malaria,
hepatitis, HIV dan lain-lain
Dapat menyebabkan reaksi tranfusi
Untuk resusitasi biasanya dalam bentuk Whole Blood Concentrate (WBC).
Merupakan pilihan terakhir oleh karena bersifat RED ( Rare Expensive Dangers).
Rare = penyediaannya terbatas, Expensive = harganya mahal, Dangers = berbahaya
karena bisa menyebabkan reaksi transfusi dan penyebaran penyakit.

Pergantian cairan sesuai perkiraan jumlah darah yang hilang (Estimate Blood Loss) :

Kristaloid (Ra, NaCl 0,9 %, RA) : 2 4 kali EBL


Koloid

- Gelatin : 2 kali EBL

- Dekstran, HES : 1 kali EBL


Pengelolaan Sirkulasi (Circulation Management)
Technorati Tags: gawat,darurat,sirkulasi,circulation,syok

Pengertian : Tindakan yang dilakukan untuk mengembalikan fungsi sirkulasi tubuh yang
tadinya terhenti atau terganggu

Tujuan : agar sirkulasi darah kembali berfungsi normal

Diagnosis :

Gangguan sirkulasi yang mengancam jiwa terutama jika terjadi henti jantung dan syok

Diagnosis henti jantung ditegakkan dengan tidak adanya denyut nadi karotis
dalam waktu 5 10 detik. Henti jantung dapat disebabkan kelainan jantung (primer) dan
kelainan di luar jantung (sekunder) yang harus segera dikoreksi
Diagnosis syok secara cepat dapat ditegakkan dengan tidak teraba atau
melemahnya nadi radialis/nadi karotis, pasien tampak pucat, ekstermitas teraba
dingin,berkeringat dingin dan memanjangnya waktu pengisian kapiler (capilary refill
time > 2 detik)

Gambar 1 .Cara meraba nadi carotis :

Nadi carotis dapat diraba dengan menggunakan 2 atau 3 jari menempel pada daerah
kira-kira 2 cm dari garis tengah leher atau jakun pada sisi yang paling dekat dengan
pemeriksa. Waktu yang tersedia untuk mengukur nadi carotis sekitar 5 10 detik.

Tanda-tanda sirkulasi normal :

Perfusi perifer : teraba hangat, kering


Warna akral : pink/merah muda
Capillary refill time : < 2 detik
Denyut nadi < 100
Tekanan darah sistole >90-100
Produksi urine 1 ml/kgBB/jam

Tanda klinis syok :


Kulit telapak tangan dingin, pucat, basah
Capillary refill time > 2 detik
Nafas cepat
Nadi cepat > 100
Tekanan darah sistole < 90-100
Kesadaran : gelisah s/d koma
Pulse pressure menyempit
JVP rendah
Produksi urin < 0,5 ml/kgBB/jam

Bandingkan dengan tangan pemeriksa !

Gambar 2.Perbandingan telapak tangan pasien syok dengan pemeriksa

Perkiraan besarnya tekanan darah sistolik jika nadi teraba di :

- radialis : > 80 mmHg

- femoralis : > 70 mmHg

- Carotis : > 60 mmHg

Jenis-jenis syok :

1.Syok hipovolemik

Penyebab : muntah/diare yang sering; dehidrasi karena berbagai sebab seperti heat
stroke, terkena radiasi; luka bakar grade II-III yang luas; trauma dengan perdarahan;
perdarahan masif oleh sebab lain seperti perdarahan ante natal, perdarahan post
partum, abortus, epistaksis, melena/hematemesis.

Diagnosis : perubahan pada perfusi ekstremitas (dingin, basah, pucat), takikardi, pada
keadaan lanjut : takipneu, penurunan tekanan darah, penurunan produksi urin, pucat,
lemah dan apatis

Tindakan : pemasangan 2 jalur intravena dengan jarum besar dan diberikan infus cairan
kristaloid (Ringer Laktat/Ringer Asetat/NaCl 0,9 %) dengan jumlah cairan melebihi dari
cairan yang hilang.
Catatan : untuk perdarahan dengan syok kelas III-IV selain diberikan infus kritaloid
sebaiknya disiapkan tranfusi darah segera setelah sumber perdarahan dihentikan.

2.Syok kardiogenik

Penyebab : dapat terjadi pada keadaan-keadaan antara lain kontusio jantung,


tamponade jantung, tension pneumotoraks

Diagnosis : hipotensi disertai gangguan irama jantung (bisa berupa bradiaritmia seperti
blok AV atau takiaritmia seperti SVT, VT), mungkin terdapat peninggian JVP, dapat
disebabkan oleh tamponade jantung (bunyi jantung menjauh atau redup dan tension
pneumotoraks (hipersonor dan pergeseran trakea)

Tindakan : pemasangan jalur intravena dengan cairan kristaloid (batasi jumlah cairan),
pada aritmia berikan obat-obatan inotropik, perikardiosintesis untuk tamponade jantung
dengan monitoring EKG, pemasangan jarum torakosintesis pada ICS II untuk tension
pneumotoraks

4. Syok septik

Penyebab : proses infeksi berlanjut

Diagnosis : fase dini tanda klinis hangat, vasodilatasi; fase lanjut tanda klinis dingin,
vasokontriksi.

Tindakan :ditujukan agar tekanan sistolik > 90-100 mmHg (Mean Arterial Pressure 60
mmHg).

Tindakan awal : IVFD cairan kristaloid, beri antibiotika, singkirkan sumber infeksi
Tindakan lanjut : penggunaan cairan koloid dikombinasi dengan vasopresor
seperti dopamine

5. Syok anafilaksis

Penyebab : reaksi anafilaksis berat

Diagnosis : tanda-tanda syok dengan riwayat adanya alergi (makanan, sengatan


binatang dan lain-lain) atau setelah pemberian obat.

Tindakan : resusitasi cairan dan pemberian epinefrin subcutan

Catatan : tidak semua kasus hipotensi adalah tanda-tanda syok, tapi denyut nadi
abnormal, irama jantung abnormal dan bradikardia biasanya merupakan tanda hipotensi

Syok Hipovolemik

Syok hipovolemik karena dehidrasi

Klasifikasi Penemuan Klinis Pengelolaan


Dehidrasi ringan : Selaput lendir kering, nadi Pergantian volume cairan yang
normal atau sedikit meningkat hilang dengan cairan kristaloid
Kehilangan cairan tubuh (NaCl 0,9% atau RL)
sekitar 5 % BB
Dehidrasi sedang : Selaput lendir sangat kering, Pergantian volume cairan yang
lesu, nadi cepat, tekanan darah hilang dengan cairan kristaloid
Kehilangan cairan tubuh turun, oligouria (NaCl 0,9% atau RL)
sekitar 8 % BB
Dehidrasi berat : Selaput lendir pecah-pecah, Pergantian volume cairan yang
pasien dapat tidak sadar, hilang dengan cairan kristaloid
Kehilangan cairan tubuh > 10 tekanan darah menurun, anuria (NaCl 0,9% atau RL)
%

Syok hipovolemik karena perdarahan :

Menurut Advanced Trauma Life Support

Klasifikasi Penemuan Klinis Pengelolaan


Kelas I : kehilangan volume Hanya takikardi minimal, nadi Tidak perlu penggantian
darah < 15 % EBV < 100 kali/menit volume cairan secara IVFD
Kelas II : kehilangan volume Takikardi (>120 kali/menit), Pergantian volume darah yang
darah 15 30 % EBV takipnea (30-40 kali/menit), hilang dengan cairan kristaloid
penurunan pulse pressure, (NaCl 0,9% atau RL) sejumlah
penurunan produksi urin (20- 3 kali volume darah yang
30 cc/jam) hilang
Kelas III : kehilangan volume Takikardi (>120 kali/menit), Pergantian volume darah yang
darah 30 - 40 % EBV takipnea (30-40 kali/menit), hilang dengan cairan kristaloid
perubahan status mental (NaCl 0,9% atau RL) dan
(confused), penurunan darah
produksi urin (5-15 cc/jam)
Kelas IV : kehilangan volume Takikardi (>140 kali/menit), Pergantian volume darah yang
darah > 40 % EBV takipnea (35 kali/menit), hilang dengan cairan kristaloid
perubahan status mental (NaCl 0,9% atau RL) dan
(confused dan lethargic), darah

Bila kehilangan volume darah


> 50 % : pasien tidak sadar,
tekanan sistolik sama dengan
diastolik, produksi urin
minimal atau tidak keluar

Keterangan : EBV (estimate Blood Volume) = 70 cc / kg BB

Tatalaksana mengatasi perdarahan :

Airway (+ lindungi tulang servikal)


Breathing (+ oksigen jika ada)

Circulation + kendalikan perdarahan

1. Posisi syok

2. Cari dan hentikan perdarahan

3. Ganti volume kehilangan darah

Posisi syok

Angkat kedua tungkai dengan menggunakan papan setinggi 45o. 300 500 cc darah
dari kaki pindah ke sirkulasi sentral.

Gambar 3. Posisi syok

2.Menghentikan perdarahan (prioritas utama)

Tekan sumber perdarahan


Tekankan jari pada arteri proksimal dari luka
Bebat tekan pada seluruh ekstremitas yang luka
Pasang tampon sub fasia (gauza pack)
Hindari tourniquet (torniquet = usaha terakhir)

Perdarahan permukaan tubuh ekstremitas lakukan penekanan, gunakan sarung tangan


atau plastik sebagai pelindung !

Gambar 5. Perdarahan dan cara menekan perdarahan

Perdarahan 20 cc/menit = 1200 cc / jam !

3. Pemasangan infus dan pergantian volume darah dengan cairan/darah.

4. Cari sumber perdarahan yang tersembunyi

Rongga perut (hati, limpa, arteri), rongga pleura, panggul atau pelvis, tulang paha
(femur), kulit kepala (anak)
5. Lokasi dan Estimasi perdarahan

Fraktur femur tertutup : 1,5-2 liter


Fraktur tibia tertutup : 0,5 liter
Fraktur pelvis : 3 liter
Hemothorak : 2 liter
Fraktur iga (tiap satu) : 150 cc
Luka sekepal tangan : 500 cc
Bekuan darah sekepal : 500 cc

Catatan :

1. Menilai respon pada penggantian volume adalah penting, bila respon mnmal
kemungkinan adanya sumber perdarahan aktif yang harus dihentikan, segera lakukan
pemeriksaan golongan darah dan cross matched, konsultasi dengan ahli bedah,
hentikan perdarahan luar yang tampak (misalnya pada ekstremitas)

2. Penggantian darah dapat digunakan darah lengkap (WBC) atau komponen darah
merah (PRC). Usahakan jangan memberikan tranfusi yang dingin karena dapat
menyebabkan hipotermi.
Terapi Oksigen
Technorati Tags: gawat,darurat,oksigen,terapi oksigen

Pengertian : Memberikan tambahan oksigen kepada pasien agar kebutuhan


oksigennya terpenuhi

Tujuan : Agar oksigenasi seluruh tubuh pasien adekuat

Indikasi :

Sumbatan jalan nafas


Henti nafas
Henti jantung
Nyeri dada/angina pektoris
Trauma thorak
Tenggelam
Hipoventilasi (respirasi < 10 kali/menit)
Distress nafas
Hipertemia
Syok
Stroke (Cerebro Vasculer Attack)
Keracunan gas
Pasien tidak sadar

Peralatan :

Oksigen medis (oksigen tabung)


Flowmeter/regulator
Humidifier
Nasal kanul
Face mask
Partial rebreather mask
Non rebreather mask
Venture mask
Bag valve mask (ambu bag)

Konsentrasi oksigen tergantung dari jenis alat dan flowrate (liter permenit) yang
diberikan. Kondisi pasien menentukan keperluan alat dan konsentrasi oksigen yang
diperlukan.

Tabel 1. Jenis Peralatan dan Konsentrasi Oksigen

JENIS ALAT KONSENTRASI OKSIGEN ALIRAN OKSIGEN


Nasal kanula 24-32% 2-4 LPM
Simple Face Mask 35-60% 6-8 LPM
Partial Rebreather 35-80% 8-12 LPM
Non Rebrether 50-95/100% 8-12 LPM
Venturi 24-50% 4-10 LPM
Bag-Valve-Mask
(Ambubag)
Tanpa oksigen 21% (udara)
Dengan oksigen 40-60% 8-10 LPM
Dengan reservoir 100% 8-10 LPM

Perhatian :

- pemberian oksigen atas indikasi yang tepat

- Awas pasien muntah, siapkan penghisap

- Pantau pernafasan dan aliran oksigen (LPM)

Catatan :

- Oksigen dapat menyebabkan mukosa kering

- Pergunakan hummidifier pada pemberian oksigen > 30 menit

- Terangkan pada pasien tindakan apa yang akan dilakukan.

Tabel 2. Tabung oksigen dengan 2000 PSI

Ukuran Vol (Liter) Durasi/Kecepatan Aliran


Kecil 300 29 menit
Sedang 650 50 menit
Besar 3000 4 jam 41 menit

Untuk keselamatan

Jangan menggunakan minyak/pelumas pada alat-alat oksigen (tabung, regulator,


fitting, valve, kran)
Dilarang merokok dan menyalakan api dekat area oksigen
Jangan simpan oksigen pada suhu lebih dari 125oF
Pergunakan sambungan-sambungan reguler/valve yang tepat
Tutup rapat-rapat katup/kran bila tidak dipakai
Jaga tabung agar tidak jatuh
Pilih posisi yangt epat pada saat menghubungkan katup/kran
Yakinkan oksigen selalu ada
Periksa dan pelihara alat-alat
Pakailah oksigen dengan benar
Keadaan Gawat Darurat yang Mengganggu Pernapasan
Technorati Tags: gawat,darurat,pernapasan,ganggu pernapasan

Jika ada luka dada terbuka atau menghisap

- Luka tembus dada, tindakan : tutup luka

- Luka dada terbuka atau menghisap, tindakan : tutup luka

- Flail chest, tindakan : fiksasi dengan plester lebar

Cara menutup luka tembus dada : sehelai plastik tipis berbentuk segi empat diplester 3
sisinya, sedangkan satu sisi yang tidak diplester menjadi katup satu arah. Cara ini
digunakan pada pasien yang dicurigai menderita tension pneumothoraks. Jika penderita
melakukan inspirasi, maka udara yang tadinya masuk ke dalam rongga paru akan keluar
melalui katup searah tersebut. Jika penderita melakukan ekspirasi maka katup searah
akan menutup sehingga menghalangi udara luar masuk ke rongga dada melalui luka
tembus dada.

Mengetahui adanya tension pneumotorak

Diagnosis ini harus ditegakkan secara klinis

Inspeksi dan palpasi thoraks : sisi yang sakit tampak tertinggal

Palpasi trakea : terdorong ke sisi yang sehat

Perkusi toraks : sisi yang sakit hipersonor

Auskultasi : sisi yang sakit menghilang

Jika ada patah tulang iga dan emfisema subkutis harus waspada akan adanya
tensionpnemothoraks

Setelah dipastikan adanya tension pneumothoraks segera lakukan punksi pleura


(needle thoracostomy) tanpa tunggu foto sinar X !

Gambar 1. Punksi pleura

Cara melakukan pungsi pleura dengan jarum :


Persiapan : spuit disposible 10 cc, jarum besar (G 14 atau G16 untuk dewasa, wing
nedle G 23 untuk bayi), aqua steril.

Tindakan : desinfektan daerah yang akan dilakukan tindakan. Beri anestesi lokal kalau
perlu. Pasang O2 dan infus. Spuit 10 cc berisi aqua steril yang telah dilepas pompa
spuitnya dengan jarum besar, ditusukkan sedalam kira-kira 5 cm di tepi atas costa III
sela iga ke 2 (InterCostae 2) sejajar dengan garis tengah tulang selangka (mid clavicula
line) pada sisi yang dicurigai tension pneumothoraks.

Hasil :

- Jika keluar gelembung udara berarti ada pneumothorak. Jarum jangan dicabut sampai
drain (WSD) atau pipa torakostomi terpasang.

- Jika air terhisap masuk berarti tidak ada pnemothoraks. Jarum segera dicabut sebelum
air habis.

Jika ada patah tulang iga ganda (flail chest)

Gambar 2. Tampak adanya gerakan nafas paradoksal pada flail chest

Tindakan yang dilakukan pada penderita flail chest :

Tutup dengan plester besar/elastic bandage melewati tempat patahan tulang iga.

Jika ada hemothorak

Gambar 3. Tampak gambaran hemothoraks pada sisi kiri foto thoraks

Tindakan : jika perdarahan dalam rongga thoraks sampai mengganggu pernafasan,


maka segera pasang WSD sebelum dilakukan tindakan thorakostomi.
Jika ada emfisema (sub) kutis

Gambar 4. Emfisema sub kutis

Emfisema sub kutis teraba seperti plastik tipis yang diremas. Paling sering disebabkan
oleh pnemothorak. Cara mengatasi emfisema subkutis dengan menginsisi sampai
lapisan sub kutan daerah yang dirasa terdapat emfisema, kemudian diurut-urut ke arah
lubang insisi. Kalau perlu pasang thorak drain.

Pengelolaan Fungsi Pernapasan (Breathing Management)


Technorati Tags: gawat,darurat,pernapasan,breathing

Pengertian : Memperbaiki fungsi ventilasi dengan cara memberikan pernafasan buatan


untuk menjamin kebutuhan oksigen dan pengeluaran gas CO2.

Tujuan : Menjamin pertukaran udara di paru-paru secara normal.

Diagnosis : Ditegakkan bila pada pemeriksaan dengan menggunakan metode Look


Listen Feel (lihat kembali pengelolaan jalan nafas) tidak ada pernafasan dan
pengelolaan jalan nafas telah dilakukan (jalan nafas aman).

Tindakan

Tanpa Alat : Memberikan pernafasan buatan dari mulut ke mulut atau dari mulut ke
hidung sebanyak 2 (dua) kali tiupan awal dan diselingi ekshalasi.
Dengan Alat : Memberikan pernafasan buatan dengan alat Ambu bag (self inflating
bag) yang dapat pula ditambahkan oksigen. Dapat juga diberikan dengan menggunakan
ventilator mekanik (ventilator/respirator)

Pemeriksaan pernafasan :

Look -Lihat

- gerak dada

- gerak cuping hidung (flaring nostril)

- retraksi sela iga

- gerak dada

- gerak cuping hidung (flaring nostril)

- retraksi sela iga

Listen -Dengar

- Suara nafas, suara tambahan

Feel -Rasakan

- Udara nafas keluar hidung-mulut

Palpasi -Raba

- gerakan dada, simetris?

Perkusi - Ketuk

- Redup? Hipersonor? Simetris?

Auskultasi (menggunakan stetoskop)

- Suara nafas ada? Simetris? Ronki atau whezing?

Rontgen dada

kalau tersedia dan pasien sudah stabil

Menilai pernafasan

Ada napas? Napas normal atau distres


Ada luka dada terbuka atau menghisap?
Ada Pneumothoraks tension?
Ada Patah iga ganda (curiga Flail Chest) ?
Ada Hemothoraks?
Ada emfisema bawah kulit?

Tanda distres nafas

Nafas dangkal dan cepat


Gerak cuping hidung (flaring nostril)
Tarikan sela iga (retraksi)
Tarikan otot leher (tracheal tug)
Nadi cepat
Hipotensi
Vena leher distensi
Sianosis (tanda lambat)

Pemberian nafas buatan

Diberikan sebanyak 12-20 kali/menit sampai dada nampak terangkat.

Diberikan bila nafas abnormal, tidak usah menunggu sampai apnea dulu

Berikan tambahan oksigen bila tersedia.

Jika udara masuk ke dalam lambung, jangan dikeluarkan dengan menekan lambung
karena akan berisiko aspirasi.

Nafas buatan dilakukan dengan in-line immobilisation (fiksasi kepala-leher) agar tulang
leher tidak banyak bergerak.

Cara memberikan nafas buatan dari mulut ke mulut

Gambar 1. pada orang dewasa

Untuk memberikan bantuan pernafasan mulut ke mulut, jalan nafas korban harus
terbuka. Perhatikan kedua tangan penolong pada gambar masih tetap melakukan teknik
membuka jalan nafas Chin lift. Hidung korban harus ditutup bisa dengan tangan atau
dengan menekankan pipi penolong pada hidung korban. Mulut penolong mencakup
seluruh mulut korban. Mata penolong melihat ke arah dada korban untuk melihat
pengembangan dada. Pemberian pernafasan buatan secara efektif dapat diketahui
dengan melihat pengembangan dada korban.Berikan 1 kali pernafasan selama 1 detik,
berikan pernafasan biasa.kemudian berikan pernafasan kedua selama 1 detik. Berikan
nafas secara biasa untuk mencegah penolong mengalami pusing atau berkunang-
kunang. Untuk bayi dan anak, nafas buatan yang diberikan lebih sedikit dari orang
dewasa, dengan tetap melihat pengembangan dada.Usahakan hindari pemberian
pernafasan yang terlalu kuat dan terlalu banyak karena dapat menyebabkan kembung
dan merusak paru-paru korban. Konsentrasi oksigen melalui udara ekspirasi mulut
sekitar 17 %.

Cara memberikan nafas buatan dari mulut ke hidung

Cara ini direkomendasikan jika pemberian nafas buatan melalui mulut korban tidak
dapat dilakukan misalnya terdapat luka yang berat pada mulut korban, mulut tidak dapat
dibuka, korban di dalam air atau mulut penolong tidak dapat mencakup mulut korban.

Cara memberikan nafas buatan dari mulut ke stoma (lubang trakeostomi)

Cara ini diberikan pada pasien trakeostomi. Caranya sama dengan mulut ke mulut
hanya saja lubang tempat masuknya udara adalah lubang trakeostomi

Pemberian nafas buatan dengan menggunakan alat

Gambar 2. ambubag (bag-valve-masker)

Ambu bag terdiri dari bag yang berfungsi untuk memompa oksigen udara bebas,
valve/pipa berkatup dan masker yang menutupi mulut dan hidung penderita.
Penggunaan ambu bag atau bagging sungkup memerlukan keterampilan tersendiri.
Penolong seorang diri dalam menggunakan amb bag harus dapat mempertahankan
terbukanya jalan nafas dengan mengangkat rahang bawah, menekan sungkup ke muka
korban dengan kuat dan memompa udara dengan memeras bagging. Penolong harus
dapat melihat dengan jelas pergerakan dada korban pada setiap pernafasan.

Ambu bag sangat efektif bila dilakukan oleh dua orang penolong yang berpengalaman.
Salah seorang penolong membuka jalan nafas dan menempelkan sungkup wajah
korban dan penolong lain memeras bagging. Kedua penolong harus memperhatikan
pengembangan dada korban

Gambar 3. Cara menggunakan ambubag


Ambu bag digunakan dengan satu tangan penolong memegang bag sambil memompa
udara sedangkan tangan lainnya memegang dan memfiksasi masker. Pada Tangan
yang memegang masker, ibu jari dan jari telunjuk memegang masker membentuk huruf
C sedangkan jari-jari lainnya memegang rahang bawah penderita sekaligus membuka
jalan nafas penderita dengan membentuk huruf E.

Konsentrasi oksigen yang dihasilkan dari ambu bag sekitar 20 %. Dapat ditingkatkan
menjadi 100% dengan tambahan oksigen.

Untuk kondisi yang mana penderita mengalami henti nafas dan henti jantung, dilakukan
resusitasi jantung-paru-otak.

Pengelolaan Jalan Napas (Airway Management) dengan Alat


Technorati Tags: gawat,darurat,jalan napas,airway,alat bantu napas

Cara ini dilakukan bila pengelolaan jalan nafas tanpa alat tidak berhasil dengan
sempurna dan fasilitas tersedia.

Peralatan dapat berupa :

a. Pemasangan Pipa (tube)

Dipasang jalan nafas buatan dengan pipa, bisa berupa pipa orofaring (mayo),
pipa nasofaring atau pipa endotrakea tergantung kondisi korban.
Penggunaan pipa orofaring dapat digunakan untuk mempertahankan jalan nafas
tetap terbuka dan menahan pangkal lidah agar tidak jatuh ke belakang yang dapat
menutup jalan nafas terutama bagi penderita tidak sadar
Pemasangan pipa endotrakea akan menjamin jalan nafas tetap terbuka,
menghindari aspirasi dan memudahkan tindakan bantuan pernafasan

b. Pengisapan benda cair (suctioning)

Bila terdapat sumbatan jalan nafas oleh benda cair. Pengisapan dilakukan
dengan alat bantu pengisap (pengisap manual atau dengan mesin)
Pada penderita trauma basis cranii maka digunakan suction yang keras untuk
mencegah suction masuk ke dasar tengkorak

c. Membersihkan benda asing padat dalam jalan nafas

Bila pasien tidak sadar terdapat sumbatan benda padat di daerah hipofaring
maka tidak mungkin dilakukan sapuan jari, maka digunakan alat Bantu berupa :
laringoskop, alat pengisap, alat penjepit.

d. Membuka jalan nafas

Dapat dilakukan krikotirotomi atau trakeostomi


Cara ini dipilih bila pada kasus yang mana pemasangan pipa endotrakeal tidak
mungkin dilakukan, dipilih tindakan krikotirotomi dengan jarum. Untuk petugas medis
yang terlatih, dapat melakukan krikotirotomi dengan pisau atau trakeostomi.

e. Proteksi servikal

Dalam mengelola jalan nafas, jangan sampai melupakan control servikal


terutama pada multiple trauma atau tersangka cedera tulang leher.
Dipasang dari tempat kejadian. Usahakan leher jangan banyak bergerak. Posisi
kepala harus in line (segaris dengan sumbu vertikal tubuh)

Gambar 1. Sebagian peralatan pengelolaan jalan napas


Pengelolaan Jalan Napas (Airway Management) Tanpa Alat
Technorati Tags: gawat,darurat,jalan napas,airway

Pengertian : tindakan yang dilakukan untuk membebaskan jalan napas dengan tetap
memperhatikan kontrol servikal

Tujuan : membebaskan jalan napas untuk menjamin jalan masuknya udara ke paru
secara normal sehingga menjamin kecukupan oksigenase tubuh

Pemeriksaan Jalan Napas :

L = Look/Lihat gerakan nafas atau pengembangan dada, adanya retraksi sela iga,
warna mukosa/kulit dan kesadaran

L = Listen/Dengar aliran udara pernafasan

F = Feel/Rasakan adanya aliran udara pernafasan dengan menggunakan pipi penolong

Gambar 1. Cara pemeriksaan Look-Listen-Feel (LLF) dilakukan secara simultan. Cara


ini dilakukan untuk memeriksa jalan nafas dan pernafasan.

Tindakan

Membuka jalan nafas dengan proteksi cervikal

Chin Lift maneuver (tindakan mengangkat dagu)


Jaw thrust maneuver (tindakan mengangkat sudut rahang bawah)
Head Tilt maneuver (tindakan menekan dahi)

Gambar dan penjelasan lihat dibawah.

Ingat! Pada pasien dengan dugaan cedera leher dan kepala, hanya dilakukanmaneuver
jaw thrust dengan hati-hati dan mencegah gerakan leher.

Untuk memeriksa jalan nafas terutama di daerah mulut, dapat dilakukan


teknik Cross Finger yaitu dengan menggunakan ibu jari dan jari telunjuk yang
disilangkan dan menekan gigi atas dan bawah.
Bila jalan nafas tersumbat karena adanya benda asing dalam rongga mulut
dilakukan pembersihan manual dengan sapuan jari.
Kegagalan membuka nafas dengan cara ini perlu dipikirkan hal lain yaitu adanya
sumbatan jalan nafas di daerah faring atau adanya henti nafas (apnea)
Bila hal ini terjadi pada penderita tidak sadar, lakukan peniupan udara melalui
mulut, bila dada tidak mengembang, maka kemungkinan ada sumbatan pada jalan
nafas dan dilakukanmaneuver Heimlich.

Gambar 2. Pemeriksaan sumbatan jalan nafas di daerah mulut dengan menggunakan


teknik cross finger

Tanda-tanda adanya sumbatan (ditandai adanya suara nafas tambahan) :

Mendengkur(snoring), berasal dari sumbatan pangkal lidah. Cara mengatasi


: chin lift, jaw thrust, pemasangan pipa orofaring/nasofaring, pemasangan pipa
endotrakeal.
Berkumur (gargling), penyebab : ada cairan di daerah hipofaring. Cara mengatasi
: finger sweep, pengisapan/suction.
Stridor (crowing), sumbatan di plika vokalis. Cara mengatasi :cricotirotomi,
trakeostomi.

2. Membersihkan jalan nafas

Sapuan jari (finger sweep)

Dilakukan bila jalan nafas tersumbat karena adanya benda asing pada rongga mulut
belakang atau hipofaring seperti gumpalan darah, muntahan, benda asing lainnya
sehingga hembusan nafas hilang.

Cara melakukannya :

Miringkan kepala pasien (kecuali pada dugaan fraktur tulang leher) kemudian
buka mulut dengan jaw thrust dan tekan dagu ke bawah bila otot rahang lemas
(maneuver emaresi)
Gunakan 2 jari (jari telunjuk dan jari tengah) yang bersih atau dibungkus dengan
sarung tangan/kassa/kain untuk membersihkan rongga mulut dengan gerakan menyapu.
Gambar 3. Tehnik finger sweep

3. Mengatasi sumbatan nafas parsial

Dapat digunakan teknik manual thrust

Abdominal thrust
Chest thrust
Back blow

Gambar dan penjelasan lihat di bawah!

Jika sumbatan tidak teratasi, maka penderita akan :

Gelisah oleh karena hipoksia


Gerak otot nafas tambahan (retraksi sela iga, tracheal tug)
Gerak dada dan perut paradoksal
Sianosis
Kelelahan dan meninggal

Prioritas utama dalam manajemen jalan nafas adalah JALAN NAFAS BEBAS!

Pasien sadar, ajak bicara. Bicara jelas dan lancar berarti jalan nafas bebas
Beri oksigen bila ada 6 liter/menit
Jaga tulang leher : baringkan penderita di tempat datar, wajah ke depan, posisi
leher netral
Nilai apakah ada suara nafas tambahan.

Gambar4. Pasien tidak sadar dengan posisi terlentang, perhatikan jalan nafasnya!
Pangkal lidah tampak menutupi jalan nafas

Lakukan teknik chin lift atau jaw thrust untuk membuka jalan nafas. Ingat tempatkan
korban pada tempat yang datar! Kepala dan leher korban jangan terganjal!

Chin Lift

Dilakukan dengan maksud mengangkat otot pangkal lidah ke depan


Caranya : gunakan jari tengah dan telunjuk untuk memegang tulang dagu pasien
kemudian angkat.

Head Tilt

Dlilakukan bila jalan nafas tertutup oleh lidah pasien, Ingat! Tidak boleh dilakukan pada
pasien dugaan fraktur servikal.

Caranya : letakkan satu telapak tangan di dahi pasien dan tekan ke bawah sehingga
kepala menjadi tengadah dan penyangga leher tegang dan lidahpun terangkat ke
depan.

Gambar 5. tangan kanan melakukan Chin lift ( dagu diangkat). dan tangan kiri
melakukan head tilt. Pangkal lidah tidak lagi menutupi jalan nafas.

Jaw thrust

Caranya : dorong sudut rahang kiri dan kanan ke arah depan sehingga barisan gigi
bawah berada di depan barisan gigi atas
Gambar 6 dan 7. manuver Jaw thrust dikerjakan oleh orang yang terlatih

Mengatasi sumbatan parsial/sebagian. Digunakan untuk membebaskan sumbatan dari benda


padat.

Gambar 8. Tampak ada orang yang tersedak atau tersumbat jalan nafasnya

Abdominal Thrust (Manuver Heimlich)

Dapat dilakukan dalam posisi berdiri dan terlentang.

Caranya berikan hentakan mendadak pada ulu hati (daerah subdiafragma abdomen).

Abdominal Thrust (Manuver Heimlich) pada posisi berdiri atau duduk

Caranya : penolong harus berdiri di belakang korban, lingkari pinggang korban dengan
kedua lengan penolong, kemudian kepalkan satu tangan dan letakkan sisi jempol
tangan kepalan pada perut korban, sedikit di atas pusar dan di bawah ujung tulang
sternum. Pegang erat kepalan tangan dengan tangan lainnya. Tekan kepalan tangan ke
perut dengan hentakan yang cepat ke atas. Setiap hentakan harus terpisah dan gerakan
yang jelas.

Abdominal Thrust (Manuver Heimlich) pada posisi tergeletak (tidak sadar)

Caranya : korban harus diletakkan pada posisi terlentang dengan muka ke atas.
Penolong berlutut di sisi paha korban. Letakkan salah satu tangan pada perut korban di
garis tengah sedikit di atas pusar dan jauh di bawah ujung tulang sternum, tangan kedua
diletakkan di atas tangan pertama. Penolong menekan ke arah perut dengan hentakan
yang cepat ke arah atas.
Berdasarkan ILCOR yang terbaru, cara abdominal thrust pada posisi terbaring tidak
dianjurkan, yang dianjurkan adalah langsung melakukan Resusitasi Jantung Paru (RJP).

Abdominal Thrust (Manuver Heimlich) pada yang dilakukan sendiri

Pertolongan terhadap diri sendiri jika mengalami obstruksi jalan napas.

Caranya : kepalkan sebuah tangan, letakkan sisi ibu jari pada perut di atas pusar dan di
bawah ujung tulang sternum, genggam kepala itu dengan kuat, beri tekanan ke atas kea
rah diafragma dengan gerakan yang cepat, jika tidk berhasil dapat dilakukan tindakan
dengan menekan perut pada tepi meja atau belakang kursi

Gambar 9. Abdominal Thrust dalam posisi berdiri

Back Blow (untuk bayi)

Bila penderita sadar dapat batuk keras, observasi ketat. Bila nafas tidak efektif atau
berhenti, lakukan back blow 5 kali (hentakan keras pada punggung korban di titik silang
garis antar belikat dengan tulang punggung/vertebrae)

Gambar 10. Back blow pada bayi

Chest Thrust (untuk bayi, anak yang gemuk dan wanita hamil)

Bila penderita sadar, lakukan chest thrust 5 kali (tekan tulang dada dengan jari telunjuk
atau jari tengah kira-kira satu jari di bawah garis imajinasi antara kedua putting susu
pasien). Bila penderita sadar, tidurkan terlentang, lakukanchest thrust, tarik lidah apakah
ada benda asing, beri nafas buatan

Anda mungkin juga menyukai