PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Masa remaja adalah periode dimana seseorang mulai bertanya-tanya
mengenai berbagai fenomena yang terjadi dilingkungan sekitarnya sebagai
dasar bagi pembentukan nilai diri mereka. Masa remaja merupakan masa yang
paling krisis dalam rentang kehidupan perkembangan sosio emosional, karena
masa ini merupakan masa peralihan yang menjadikan individu itu bingung
dalam mengambil keputusan. Gambaran perkembangan masa hidup seorang
anak remaja 15 tahun misalnya, akan menggambarkan diri mereka sendiri di
dalam fikirannya. Gambaran-gambaran apa yang akan di tekankan untuk
masa depannya. Mereka akan melakukan perluasan minat mengenai potret diri
dan pencarian suatu identitas selama masa remaja. Aspek-aspek lain yang
terkait dalam masa remaja ini seperti keluarga, teman-teman sebaya, dan
kebudayaan serta ritual peralihan yang akan mempengaruhinya.
B. Rumusan Masalah
1
C. Tujuan
Berdasarkan rumusan masalah di atas dapat di ambil tujuan sebagai berikut :
1. Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan perkembangan sosio-
emosional remaja, hubungan dalam keluarga pada masa remaja,
hakekat otonomi dan attachement pada masa remaja, peran teman
sebaya dalam perkembangan masa remaja, kebudayaan terhadap
perkembangan masa remaja dan perkembangan identitas pada masa
remaja
2. Untuk mengetahui contoh kasus perkembangan sosio-emosional
remaja, analisis dan solusi.
D. Manfaat
Mengetahui perkembangan sosioemosional pada masa remaja hubungan
dalam keluarga pada masa remaja, hakekat otonomi dan attachement pada
masa remaja, peran teman sebaya dalam perkembangan masa remaja,
kebudayaan terhadap perkembangan masa remaja dan perkembangan
identitas pada masa remaja. Mengetahui analisis dari kasus-kasus yang telah
di jelaskan agar dapat menemukan solusi-solusi yang tepat.
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Perkembangan Sosio-emosional
Perkembangan Sosio-emosional Remaja adalah Remaja yang berada dalam
pencarian kepastian hidup, misalnya mengenai masa depan, identitas diri, apa
yang akan dikerjakan dalam hidup remaja terutama dipengaruhi oleh
keluarga,terutama orang tua, dan teman-teman sebaya. Remaja memang
memasuki suatu dunia yang terpisah dari orang tua, tetapi Attachment dengan
orang tua meningkatkan kemungkinan remaja untuk menjadi kompeten secara
sosial dan menjelajahi dunia sosial yang lebih luas dengan cara-cara yang sehat.
Konflik dengan orangtua pada taraf yang ringan dapat berfungsi untuk
meningkatkan otonomi dan identitas, tetapi pada taraf yang berat beberapa kasus
menunjukkanadanya dampak negatif pada remaja. Tekanan yang dialami remaja
tidak hanyabersumber dari relasinya dengan orang tua tetapi juga dengan rekan-
rekan sebayanya. Tekanan untuk mengikuti teman-teman sebaya sangat kuat pada
masa remaja. Keanggotaan dalam kelompok atau klik tertentu berpengaruh
terhadap peningkatan harga diri. Di sisi lain, remaja yang mandiri juga
memperlihatkan harga diri yang tinggi
B. Keluarga
Salah satu yang mempengaruhi perkembangan harga diri adalah
hubungannya dengan orang lain, terutama orang terdekat seperti orang tua,
saudara kandung, dan teman dekat. Diantara struktur sosial yang ada, keluarga
merupakan hal yang paling penting, karena keluarga merupakan lingkungan yang
paling dekat, baik secara fisik maupun dukungan sosial.
3
dalam menyesuaikan diri dengan perubahan masa remaja, tetapi hanya sedikit
yang dapat membayangkan kuatnya hasrat seorang ramaja untuk meluangkan
waktu bersama dengan teman sebaya atau seberapa banyak remaja ingin
memperlihatkan bahwa merekalah yang bertanggung jawab atas keberhasilan dan
kegagalan mereka, bukan orang tua mereka.
Ketika remaja menuntut otonomi, orang dewasa yang bijaksana melepaskan
kendali dibidang-bidang dimana remaja dapat mengambil keputusan yang masuk
akal tetapi tetap terus membimbing remaja untuk mengambil keputusan yang
masuk akal pada bidang dimana pengetahuan remaja terbatas. Dengan demikian
secara berangsur-angsur remaja memperoleh kemampuan untuk mengambil
keputusan matang secara mandiri.
Dalam perkembangannya attachment dengan orang tua pada masa remaja
dapat membantu kompetensi sosial dan kesejahteraan sosial remaja, sebagaimana
tercermin dalam ciri-ciri seperti harga diri, penyesuaian emosional dan kesehatan
fisik [ Allen dkk, 1994; Kobak Cole, 1993; Onishi Gjerde, 1994 ]. Dengan
demikian attachment dengan orang tua selama masa remaja dapat berlaku sebagai
fungsi adaptif , yang menyediakan landasan yang kokoh dimana remaja dapat
menjelajahi dan menguasai lingkungan baru dan dunia sosial yang luas dalam
suatu cara yang secara psikologis sehat. Attachment yang kokoh dengan orang tua
dapat menyangga remaja dari kecemasan dan potensi perasaan depresi atau
tekanan emosional yang berkaitan dengan transisi dari masa anak-anak ke masa
dewasa, mereka memahami keluarga mereha sebagai keluarga yang kohesif dan
mengeluhkan sedikit kecemasan sosial atau perasaan depresi [ Papini, Roggman,
Anderson, 1990 ].
4
membandingkan orang tuanya dengan suatu standar ideal dan mengecam
kekurangannya.orang tua yang menyadari bahwa transisi ini memerlukan waktu,
menangani anak muda mereka secara lebih kompeten dan tenang daripada orang
tua yang menuntut ketaatan segera terhadap standar orang dewasa. Sebaliknya
membiarkan remaja melakukan apa yang mereka inginkan tanpa pengawasan,
juga kurang bijaksana. Perselisihan dan perundingan kecil orang tua remaja ini
akan mempermudah transisi remaja dari tergantung pada orang tua menjadi
seorang individu yang memiliki otonomi. Kesadaran bahwa konflik dan
perundingan dapat berperan sebagai fungsi perkembangan yang positif dapat juga
menurunkan kemarahan orang tua.
C. Teman Sebaya
Masalah yang sering terjadi pada remaja didalam hubungannya dengan
keluarga adalah kebutuhan remaja yang tidak dipahami oleh anggota keluarga
yang lain, yaitu pentingnya kehadiran teman-teman . pada masa ini
ketergantungan anak dengan keluarga mulai berkurang, dan seorang remaja akan
lebih sering untuk menghabiskan waktunya dengan teman-temannya. Pada masa
remaja, teman-teman menjadi figur yang penting dan merupakan hal yang menjadi
penekanan sosial bagi remaja, lebih dari orang tua.
5
C.1 Tekanan Teman sebaya dan tuntutan konformitas.
Komformitas dengan tekanan teman-teman sebaya pada masa remaja dapat
bersifat positif maupun negatif. Umumnya remaja terlibat dalam semua bentuk
perilaku konformitas yang negatif, seperti : menggunakan bahasa yang jorok,
mencuri, merusak, dan mengolok-olok orang tua dan guru. Tapi ada juga
konformitas teman sebaya yang tidak negatif dan terdiri atas keinginan untuk
dilibatkan dalam dunia teman sebaya, seperti berpakaian yang sama dengan
teman-teman dan keinginan untuk meluangkan waktu dengan anggota kelompok,
serta sering melibatkan diri pada kegiatan prososial, seperti mengumpulkan uang
untuk kegiatan social dengan tujuan yang bermakna.
6
remaja , klik yang anggotanya berjenis kelamin sama mulai berinteraksi satu sama
lain. Secara berangsur-angsur para pemimpin dan anggota yang berstatus tinggi
membentuk klik lebih lanjut yang berdasarkan relasi heteroseksual.
C.4 Berkencan
Berkencan bagi remaja ialah suatu konteks dimana harapan peran yang
berkaitan dengan gender meningkat. Laki-laki merasakan tekanan untuk tampil
secara maskulin dan perempuan merasakan tekanan untuk tampil secara feminim.
Khusus pada awal masa remaja, ketika perubahan pubertas terjadi, remaja laki-
laki ingin memperlihatkan bahwa ia mungkin adalah laki-laki terbaik, dan remaja
perempuan ingin memperlihatkan bahwa dia mungkin adalah perempuan yang
terbaik. Berkencan dapat merupakan suatu bentuk seleksi pasangan, rekreasi,
sumber status dan prestasi, serta suatu lingkungan untuk belajar tentang relasi
yang akrab.
7
di masyarakat amerika (Spencer & Dornbusch, 1990). Banyak penelitian tentang
remaja etnis minoritas tidak menghiraukan pengaruh-pengaruh etnisitas dan kelas
sosial. Walaupun tidak semua keluarga etnis minoritas miskin, kemiskinan
memicu stres pada banyak remaja etnis minoritas.
Memahami perbedaan ini merupakan aspek penting untuk dapat berhubungan
baik dengan orang lain dalam suatu dunia yang beraneka ragam, multikultural.
Kelompok etnis minoritas tidak homogen, mereka memiliki latar belakang sosial,
sejarah, dan ekonomi yang berbeda. Kegagalan untuk menyadari keanekaragaman
dan perbedaan individual berakibat pada tumbuhnya stereotipe kelompok etnis
minoritas. Konflik-konflik nilai sering dilibatkan ketika individu-individu
berespon terhadap isu-isu etnis. Suatu konflik nilai yang menonjol meliputi
asimilasi versus pluralisme.
Asimilasi mengacu pada peleburan kelompok etnis minoritas kedalam
kelompok yang dominan, yang sering berarti hilangnya beberapa atau pada
akhirnya semua perilaku dan nilai-nilai kelompok etnis minoritas tersebut.
Sebaliknya, Kemajemukan [ pluralism ] mangacu kepada kehidupan bersama
kelompok etnis dan kebudayaan yang khas di dalam masyarakat yang sama.
Orang yang mengadopsi pendirian kemajemukan biasanya mendukung bahwa
perbedaan kebudayaan harus dipertahankan dan dihargai.
E. Identitas
Sejauh ini teori yang paling komprehensif dan provokatif tentang
perkembangan identitas diungkap oleh Erik Erikson, yaitu kebingungan identitas
pada tahap kelima dalam delapan tahapan kehidupan Erikson. Selama masa
remaja, pandangan dunia menjadi penting bagi individu yang memasuki suatu
penundaan psikologis[psychological moratorium], suatu kesenjangan antara
keamanan masa anak-anak dan otonomi masa dewasa. Kaum muda yang berhasil
mengatasi identitas-identitas yang saling bertentangan selama masa remaja,
muncul dengan suatu kepribadian yang menarik dan dapat diterima.
Perkembangan identitas sangat kompleks. Hal ini terjadi sedikit demi sedikit dan
potongan demi potongan. Untuk pertama kali dalam perkembangan masa remaja,
8
individu-individu secara fisik, kognitif, dan sosial telah cukup dewasa untuk
mensintesiskan kehidupan mereka dan mengikuti suatu jalan menuju kedewasaan.
E.1 Empat Status Identitas.
James Mercia seorang Pakar Psikologi kanada mengemukakan bahwa ada
empat status identitas yang didasarkan atas suatu kombinasi konflik dan
komitmen, yaitu : penyebaran identitas (Identity diffusion), pencabutan identitas
(identity foreclosure), penundaan identitas (Identity moratorium), dan pencapaian
identitas (identity achievement). Krisis (crisis ) merupakan suatu periode
perkembangan identitas selama masa remaja menentukan pilihan yang bermakna
atau masa penjajakan. Komitmen ( commitment) didefinisikan sebagai bagian
dari perkembangan identitas dimana remaja memperlihatkan suatu tanggung
jawab pribadi dalam apa yang mereka akan lakukan.
Penyebaran Identitas (Identity diffusion ) ialah istilah untuk menggambarkan
remaja yang belum mengalami suatu krisis (belum menjajaki pilihan-pilihan
yang bemakna) atau membuat komitmen apapun.
Pencabutan Identitas (identity foreclosure), ialah menggambarkan remaja
yang belum mengalami suatu krisis (menjajaki pilihan-pilihan yang bemakna)
tapi sudah membuat suatu komitmen.
Penundaan Identitas (Identity moratorium), ialah istilah yang
menggambarkan remaja yang sedang berada di tengah-tengah suatu krisis,
tetapi belum ada komitmen apapun.
Pencapaian Identitas (identity achievement), istilah untuk remaja yang sudah
mengalami krisis dan sudah melakukan komitmen.
Beberapa pakar yakin identitas utama berubah pada akhir masa remaja.
Mahasiswa tingkat akhir cenderung telah mencapai identitas mereka, walaupun
masih banyak yang bergumul dengan komitmen-komitmen ideologis.
Orang tua adalah tokoh yang paling penting dalam perkembangan identitas
remaja. Dalam studi-studi yang mengkorelasikan perkembangan identitas remaja
dengan gaya-gaya pengasuhan. Orang tua dengan gaya pengasuhan demokratis,
yang mendorong remaja untuk berpartisipasi dalam pengambilan keputusan
keluarga akan mempercepat pencapaian identitas. Orang tua dengan gaya
9
pengasuhan otokratis, yang mengendalikan perilaku remaja tanpa memberi suatu
peluang untuk mengemukakan pendapat, akan menghambat pencapaian identitas.
Orang tua dengan gaya pengasuhan permisif, yang memberi bimbingan terbatas
kepada remaja dan mengizinkan mereka mengambil keputusan sendiri akan
meningkatkan kebingungan identitas (Bernard,1981;Enright,dkk,1980;
Mercia,1980).
Selain melakukan studi tentang gaya pengasuhan, para peneliti juga menguji
peran individualitas dan keterkaitan, perannya penting dalam perkembangan
identitas remaja. Individualitas (individuality) terdiri dari dua dimensi , yaitu :
Penegasan diri (self-assertion ), yaitu kemampuan untuk memiliki dan
mengkomunikasikan suatu sudut pandang,
Keterpisahan (separateness), yaitu penggunaan pola-pola komunikasi untuk
mengemukakan bagaimana seseorang berbeda dari yang lain.
10
individu yang memiliki potensi, berharga, dan ingin memiliki kehidupan yang
sehat dan produktif yang memberi jalan positif bagi perkembangan identitas
pemuda etnis minoritas.
11
BAB III
A. KASUS
kasus 1
kasus 2
12
B. Analisis
Kasus 1
Semua efek diatas tidak akan terfikirkan olehnya, karena pada saat itu
difikirannya hanya ingin lari dari rasa frustasi dan malu. Sehingga ia melakukan
hal itu yaitu kabur dari rumah.
Kasus 2
13
Kehidupan yang penuh stres pada saat ini seperti adanya bencana yang
terjadi dimana-mana, dan berbagai peristiwa hidup yang menyedihkan dapat
menyebabkan remaja mengalami depresi. Perlu diketahui bahwa remaja pun
bisa kena depresi dan kalau tidak diatasi, episode depresi dapat berlanjut hingga
remaja tersebut dewasa. Tetapi yang paling membahayakan dari depresi adalah
munculnya ide bunuh diri atau melakukan usaha bunuh diri. Hinton (1989)
mengatakan bahwa meskipun depresi yang diderita tidak parah namun risiko
untuk bunuh diri tetap ada .Tingkat emosi seorang remaja memang sangat labil
dalam pencarian identitas diri, sehingga ia sangat sulit untuk mengatur
emosinya. Remaja merupakan kelompok labil karena sedang dalam fase
perkembangan kepribadian. Remaja berada dalam pencarian kepastian hidup,
misalnya mengenai masa depan, identitas diri, apa yang akan dikerjakan dalam
hidup. Jika pengalaman yang ada tidak sesuai dengan harapan, anak akan
merasa tidak ada kepastian diri, tidak memiliki masa depan sehingga remaja
merasa tidak berarti
Karena hal yang sangat-sangat sepele atau sebelah mata pada kasus ini,
yaitu orang tuanya melarang remaja itu untuk berpacaran dulu. Mereka (orang
tua) menginginkan agar anaknya lebih konsentrasi dalam belajarnya,agar ia
dapat sukses dahulu. Tapi sang anak tersebut tidak bisa memikirkan segi positif
apa yang diharapkan orang tuanya, sehingga ia menganggap kalau orang tuanya
tersebut mengekang kebebasannya. Semua hal itu tidak akan terjadi apabila
sang remaja tersebut memiliki kedewasaan atau ketenangan dalam berfikir.
Apabila sang remaja tersebut tidak dapat dewasa atau ketenangan dalam
berfikir, maka ia akan melakukan hal tersebut yaitu bunuh diri. Sebab ia sangat
frustasi dengan ketentuan orang tuanya yang melarangnya untuk berpacaran.
Sehingga ia akan bunuh diri.
14
Teori yang relevan
1. Masa remaja ialah suatu periode ketika konflik dengan orang tua
meningkat melampui tingkat masa anak-anak (Steinberg, 1993).
2. Pelarian diri dari rumah, kenakalan remaja, putus sekolah, kehamilan dan
pernikahan yang terlalu dini, keterlibatan dengan sekte-sekte keagamaan,
dan penyalahgunaan obat-obatan (Brook, dkk,1990)
3. Orang tua cenderung berusaha mengendalikan dengan keras dan memberi
lebih banyak tekanan kepada remaja agar mentaati standar-standar orang
tua (Collins, 1990)
4. Konflik sehari-hari yang mencirikan relasi orang tua-remaja sebenarnya
dapat berperan sebagai fungsi perkembangan yang positif (Blos, 1989;
Hill, 1983)
5. Remaja yang mengungkapkan ketidaksetujuannya dengan orang tua
menjajaki perkembangan identitas lebih aktif daripada remaja yang tidak
menggungkapkan ketidaksetujuannya dengan orang tua mereka (Cooper,
dkk, 1982).
6. Sejumlah penelitian memperlihatkan bahwa konflik antara orang tua dan
remaja adalah yang paling penuh tekanan selama puncak pertumbuhan
pubertas (Hill, dkk, 1985; Silverberg & Zeinberg, 1990; Steinberg, 1981,
1988)
7. Beberapa teman sebaya mendukung pencapaian akademis yang tinggi,
sedangkan teman sebaya lainnya menunjukkan isyarat bahwa prestasi
akademis bukanlah hal yang mereka kehendaki, mungkin melalui
pemberian olok-olok kepada siswa yang rain, atau melalui dorongan
kepada teman-temannya untuk membolos (Altermatt & Pomerantz, 2003;
B.B. Brown, 1993; E.N. Walker, 2006)
8. Remaja meluangkan banyak waktu dengan teman-teman sebaya lebih
banyak daripada pada pertengahan dan akhir masa anak-anak.
9. Konformitas dengan tekanan teman-teman sebaya pada masa remaja dapat
bersifat positif maupun negative (Camarena,1991; Foster-Clark & Blyth,
1991; Pearl, Bryan, & Herzog,1990; Wall, 1993)
15
10. Pada tahap remaja, remaja cenderung pergi bersama-sama dengan seorang
teman sebaya untuk mencuri dop mobil, menggambar graffiti di dinding,
atau mencuri kosmetik di suatu toko (Berndt & Perry; 1990)
11. Partisipasi jenis kelamin yang berbeda dalam kelompok meningkat selama
masa remaja (Dunphy;1983).
12. Kebanyakan anak perempuan di Amerika Serikat mulai berkencan pada
usia 14 tahun, sementara anak laki-laki mulai pada suatu waktu antara usia
14 dan 15 tahun (Douvan & Adelson, 1966)
13. Remaja perempuan memiiliki keinginan yang lebih kuat untuk penjajakan
keintiman dan kepribadian dalam berkencan daripada remaja laki-laki
(Duck, 1975)
14. Berkencan dapat menjadi sumber konflik di suatu kebudayaan, berkencan
pada remaja diawasi, dan berkencan di kalangan anak-anak perempuan
remaja di larang.
15. Saat memasuki remaja, beberapa remaja membentuk hubungan yang lebih
intens, lebih sarat muatan afeksi, dan lebih bersifat jangka anjangdengan
lawan jenisnya; hubungan tersebut seringkali juga (namun tidak selalu)
disertai keintiman seksual (B.B Brown, 1999; J. Connoly & Goldberg,
1999)
C. SOLUSI
1. Solusi Konseptual:
a. Menjaga komunikasi dengan orang tua.
b. Mengenali pribadi sendiri lebih dalam.
c. Mengikuti kegiatan-kegiatan positif sesuai minat dan bakat.
2. Solusi Operasional
a. Menjaga komunikasi dengan orang tua.
Pada jaman sekarang ini banyak sekali himbauan bagi orang tua
untuk lebih terbuka dengan anak-anak mereka. Bagaimana jika remaja
sendiri yang mempunyai inisiatif untuk terbuka dengan orangtua?
Tidak sedikit, remaja cenderung untuk dekat dengan teman sebaya dari
pada dengan orangtua. Mengapa ada hal ini? Karna kebanyakan para
16
remaja berpikir orang tua bisanya hanya menghujam, melarang dan
mengomeli. Padahal semua orangtua tidak selamanya seperti apa yang
dipikirkan oleh remaja. Justru orangtua akan menyesal dan merasa
gagal jika remaja hanya terbuka pada kekasih atau teman-temannya.
remaja mungkin juga merasa canggung dan segan untuk bercerita
dengan ayah atau ibu di rumah tentang masalah yang dihadapi.Bila ada
masalah, remaja mungkin akan memilih diam atau pergi dari rumah.
Bahkan akan menjadi sangat buruk jika memutuskan bunuh diri hanya
karena masalah yang sebenarnya bisa dipecahkan dengan kegiatan
komunikasi.
Cara untuk lebih terbuka pada orangtua bisa dilakukan dengan
bersikap Asertif. Tujuan dari bersikap asertif adalah mengutarakan
keinginan kita pada ayah dan ibu di rumah. Berikut adalah tips yang
mungkin dapat membantu para remaja untuk lebih bersikap asertif
(terbuka) dengan keluarga:
Percaya pada orang tua kalau mereka pasti akan membantu
kita menyelesaikan masalah
Bila sulit dengan keduanya, tentukan manakah antara ayah
atau ibu yang lebih dekat.
Ketika berbicara dengan mereka, kenali perasaan orangtua
Ekspresikan masalah atau keinginan dengan jujur dan jelas
Berpikir positif ketika menghadapi masalah dengan
orangtua
Dengarkan baik-baik apa yang dikatakan orangtua pada kita
sebelum menanggapi perkataan mereka.
Perlu sebuah komunikasi yang saling menghargai antara
kita sebagai anak dan orangtua.
b. Mengenali pribadi diri sendiri lebih dalam.
Dalam perkembangan sosio-emosional remaja, remaja akan
mencari-cari jati dirinya dalam usahanya akan membuat harapan-
harapan yang ideal tentang masa depanya, seperti mendapat pekerjaan
apa, pasangan hidup siapa, dan lain-lain. Masa depan merupakan
17
bagian dari kehidupan, untuk itu jangan sampai tidak mengetahui apa
yang menjadi harapan remaja sendiri. Selama berjalannya waktu, di
situlah kesempatan untuk bisa mengenal diri sendiri. Meskipun tidak
akan langsung mengetahuinya, akan tetapi di masa depan nanti akan
lebih mengenal tentang diri dari apa yang telah dilalui
sebelumnya.Dalam pencarian jati diri ini remaja akan bertanya-tanya
pada diri sendiri tentang identitasnya, potensi dan bakat apa yang
dimiliki. Mengenali diri sendiri akan membuat remaja lebih percaya
diri dan dapat mengendalikan emosi dalam menghadapi kehidupan.
Remaja dapat mengetahui dan mengenal kepribadiannya lebih dalam
dengan beberapa solusi sebagai berikut :
Bertanya kepada orang lain.
Jadi remaja harus bertanya-tanya juga kepada orang lain,
misalnya kepada teman-teman terdekat, orang tua, psikiater
dan guru bimbingan konseling yang ada di sekolahnya.
Agar dapat memperbanyak penilaian diri dari orang lain.
Membuat Time Schedule.
Dalam point pertama di jelaskan untuk mendapat penilaian
diri dari orang lain tentang pribadi seorang remaja. Maka
hal itu harus ada jadwal yang terorganisir dalam bertanya.
Agar penilaian tersebut benar adanya dalam rentang waktu.
Apakah sama dalam penilaian pertama, kedua dan
seterusnya. Hal itu akan membuat remaja mengetahui
perkembangan pribadi dirinya. Sehingga benar benar
terjaga kebenarannya.
Perbanyak membaca buku psikologi sifat-sifat manusia.
Memahami ajaran agama yang di anut dan lebih
mendekatkan diri kepada sang pencipta karena
sesungguhnya jalan kehidupan telah digariskanNya.
c. Mengikuti kegiatan-kegiatan positif sesuai minat dan bakat.
Masa remaja adalah masa yang berapi-api. Masa medium atau
pertengahan menuju kedewasaan. Masa remaja adalah masa yang
18
paling penting untuk bekal hidup di waktu dewasa nanti. Agar menjadi
remaja yang sukses di masa depan remaja dapat mengikuti kegiatan
yang positif. Kegiatan yang positif mampu untuk mencegah diri dari
berbuat hal yang merugikan diri sendiri dan tentunya keluarga.
Mengikuti kegiatan ekstrakulikuler yang ada di sekolah sesuai dengan
hobi, minat dan bakat seperti, berorganisasi, basket, sepak bola, karate,
pramuka, dan sebagainya. Remaja akan menemukan jati diri dan
menemukan teman yang positif dari kegiatan tersebut. Peran orang
dewasa juga sangat perlu untuk mengarahkan remaja ke kegiatan yang
positif. Berikut adalah manfaat dari kegiatan berorganisasi yang dapat
memberi manfaat bagi remaja.
Memperluas pergaulan
Meningkatkan wawasan/pengetahuan
Membentuk pola pikir yang lebih baik
Meningkatkan kemampuan berkomunikasi
Melatih leadership (kepemimpinan)
Belajar mengatur waktu
Memperluas jaringan (networking)
Mengasah kemampuan sosial
19
LAPORAN PRESENTASI
Pesentasi makalah yang berjudul Perkembangan Sosio-emosional pada
Remaja oleh kelompok 8 sebagai tim penulis yang telah di laksanakan pada
pertemuan kedua. di kelas TEP off A pada tanggal 27 September 2012 berupa
tampilan slide yang kami buat bersama sebagai berikut :
Slide 1
Slide 2
20
Slide 3
Slide 4
21
Slide 5
1.Keluarga
2.Teman Sebaya
3.Kebudayaan dan
Perkembangan Remaja
4. Identitas
Slide 6
22
Slide 7
Konflik Orang tua dan remaja
Masa awal remaja ialah suatu periode ketika konflik dengan orang tua
meningkat melampaui tingkat masa anak-anak
Slide 8
23
Slide 9
TekananTeman sebaya dan tuntutan
konformitas
Bersifat Positif
Bersifat Negatif
Berkencan
saat di mana perempuan ingin tampil feminim
dan laki-laki ingin tampil maskulin.
Slide 10
Kebudayaan dan
Perkembangan Remaja
Identitas
24
Slide 11
Slide 12
KAS US 2
Lokasi : Mojosongo, Solo
Hari / tanggal : 22 Juni 2010
Pelaku : Fani (16 tahun)
Bentuk perilaku : Gantung Diri
Latar belakang : Orang tuanya melarang untuk berpacaran.
Pemicu : Didera stress yang mengakibatkan tekanan
sisiologis dalam jiwa (Depresi) karna tak mendapat restu untuk
pacaran dari orang tua.
Akibat : Meninggal Dunia.
Sumber : Joglosemar.co
25
Slide 13
Kasus 1 Kasus 2
Orang tua merasa malu karna Orang tua memaksakan
anaknya tidak naik tingkat kehendak, melarang anak
Anak merasa tertekan dengan berpacaran.
tingkat emosi yang sangat labil Anak menjadi jenuh, depresi
sehingga membuatnya frustasi dan tertekan sehingga merasa
dirinya tak berharga lagi
Slide 14
Ka s u s 1
26
Slide 15
Slide 16
27
Slide 17
Refresing setelah lama belajar
Refresing ini bertujuan untuk mengembalikan semangat belajar kita ketika
kita lelah setelah belajar. Misalnya dengan Hang-out bersama teman-teman
sebaya Bernyanyi, bermain, Menari bersama dan dapat di manfaatkan untuk
mencari identitas diri bersama teman-temannya.
Slide 18
28
Setelah mempresetasikannya, diadakan sesi Tanya jawab sebagai respon
dari materi yang telah di jelaskan dari kelompok lainnya. Serta adanya respon
berupa kritik dan saran yang sangat membantu dalam penyelesaian revisi makalah
ini.
29
2. Dari : Hidayat Saifullah (kel.7)
Pertanyaan : Remaja kan pada dasarnya masih labil. Seumpama mau
pacaran tapi dilarang. Kalau boleh langsung saja nikah
kata orang tua. Itu di turuti apa tidak?
Jawaban : sebagai remaja yang memikirkan masa depan kita harus
bisa berfikir yang rasional, orang tua berkata seperti itu
karena orang tua hanya memperingatkan dengan cara
halus. Kita sebagai remaja apabila menikah di usia muda
masa depan kita bagaimana, sedangkan pendidikan kita
belum selesai. Yah jangan di turuti, maka para remaja itu
harus memikirkan masa depan.
30
anak di ajak berfikir ke masa depan. Karna sesungguhnya
orangtua menginginkan yang terbaik untuk anaknya.
31
sudah makan? Dan lain-lain. Hal itu
seharusnya diganti dengan dunia orangtua,
kata sayang di ganti ke ibu atau ayah.
Sehingga komunikasi antar orang tua dan
anak sama harmonisnya seperti pada pacar.
Keterkaitan semangat belajar dengan
hubungan pacaran itu saling terkait. Misalnya
dalam hubungan pacaran itu tidak baik maka
semngat belajar akan turun sebaliknya bila
hubungan baik-baik saja semngat belajar
akan tetap ada.
32
Daftar Pustaka
Yulia Damayanti Purnomo, 2010, Fenomena Anak Bunuh Diri Saatnya Orang
Tua Introspeksi Diri, (Online), (http://joglosemar.co/berita/fenomena-anak-
bunuh-diri-saatnya-orangtua-introspeksi-diri-18421.html), diakses 20
September 2012.
TribunNews.com, 2012, Bocah SMP Kabur dari Rumah karena tak Naik Kelas,
(Online), (http://www.tribunnews.com/2012/08/11/bocah-smp-kabur-dari-
rumah-karena-tak-naik-kelas), diakses 20 september 2012.
33