No. BP : 1210342013
PENAMPILAN DIRI
BAB I
PENDAHULUAN
terhadap perawatan gigi estetik. Keinginan untuk mendapatkan senyum yang lebih cerah dan
lebih putih menyebabkan kebutuhan gigi kosmetik meningkat. Penampilan wajah yang
menarik, kerapian susunan gigi, dan warna gigi yang putih menjadi penting bagi sebagian besar
orang, karena gigi merupakan suatu hal yang sering terlihat dalam bingkai wajah dan senyum
seseorang. Sekarang ini pentingnya warna gigi tidak dapat diremehkan karena warna gigi
adalah salah satu faktor yang paling signifikan mempengaruhi estetika wajah (Sharma et
al.,2010).
Warna gigi merupakan suatu hal yang penting untuk menciptakan senyum yang menarik
sehingga dapat meningkatkan rasa percaya diri. Gigi yang bersih dan warna yang tampak lebih
putih akan membuat orang tampak lebih percaya diri dengan penampilannya. Warna normal
pada gigi adalah kuning keabu-abuan, atau putih keabu-abuan, atau putih kekuning-kuningan.
Warna gigi pada setiap orang memang bervariasi, hal tersebut ditentukan oleh ketebalan dan
transulensi email, warna dan ketebalan dentin, serta warna pulpa itu sendiri (Joiner, 2006).
Diskolorisasi merupakan perubahan warna yang terjadi pada gigi. Diskolorisasi gigi dapat
pewarnaan gigi yang disebabkan oleh noda yang terdapat didalam email dan dentin, misalnya
stain tetrasiklin. Diskolorisasi ekstrinsik ditemukan pada permukaan luar gigi dan biasanya
lokal, seperti noda atau stain tembakau (Grossman.,dkk, 1995). Perubahan warna gigi yang
dialami seseorang dapat menimbulkan masalah estetika yang dapat memberi dampak
psikologis seperti rendah diri dalam pergaulan. Perubahan warna gigi yang berbeda dengan
warna normal akan menyebabkan rasa tidak nyaman ketika berbicara atau tersenyum terutama
bila mengalami perubahan warna pada gigi depan. Perubahan warna gigi termasuk salah satu
masalah estetik yang paling sering memotivasi seseorang untuk melakukan perawatan pada
giginya.
Salah satu bentuk pelayanan gigi estetik dan kosmetik adalah memutihkan gigi. Pemutihan
gigi dikedokteran gigi dapat dilakukan dengan pemakaian porcelain, veener, crown, dan
bleaching. Bleaching adalah suatu cara untuk mengatasi perubahan warna gigi baik ekstrinsik
maupun intrinsik dengan cara mengembalikan warna gigi sampai mendekati warna normal
dengan proses pemutihan secara kimiawi menggunakan bahan oksidasi (Adiyanto, 2009).
Prosedur bleaching lebih konservatif, efektif, sederhana, dan lebih sedikit tindakan invasif
yang dilakukan daripada teknik lain seperti veener dan crown yang membutuhkan preparasi
Tidak ada alat atau material kedokteran gigi termasuk bahan pemutih gigi. Pemilihan serta
penggunaan alat atau material kedokteran gigi didasarkan asumsi bahwa keuntungan
penggunaannya jauh melebihi risiko biologis yang diketauhi. Mutu dan sifat material
kedokteran gigi harus mempunyai standar spesifikasi yang dapat diukur, perlu identifikasi
persyaratan fisik dan kimia material, sehingga dapat digunakan dengan hasil yang memuaskan
atau tepat guna (Matis BA, 2004). American Dental Association (ADA) pada tahun 1994 mulai
memformulasikan panduan pengujian bahan pemutih gigi yang aman dan efektif. Aman
menurut definisi ADA adalah aman secara biologis bukan klinis. Kandungan utama bahan
pemutih gigi tergantung produsen pembuatanya, diantaranya hydrogen peroksida 30-35% ,
karbamid peroksida 3-15%, sodium perborat, dan material oksidator lain seperti natrium
Bahan pemutih termasuk bahan kimia yang dapat menimbulkan efek samping yang
merugikan karena sebuah penelitian menunjukkan bahwa perawatan pemutihan gigi dapat
menyebabkan resorpsi eksterna dibagian servik gigi karena adanya penyerapan bahan pemutih
gigi yang dapat menyebabkan inflamasi (Sundoro, 2005 cit. Rotstein et al., 1991). Bahan
pemutih dengan konsentrasi tinggi juga dapat menimbulkan sensasi terbakar dan pengelupasan
jika berkontak dengan jaringan lunak (Platino,dkk.,2008 cit. seghi dan Denry, 1992).
Bahan pemutih gigi mempunyai efek samping terhadap gigi, yaitu perubahan fisik terhadap
email (Thapa dkk., 2013). Perubahan struktur email menjadi lebih porus, kehilangan prisma
email, dan penurunan kekerasan mikro email dan dentin (Turkun dan Turkun, 2004). Selain
itu terjadi perubahan kadar kalsium (Ca), fosfor (P), sulfur, dan potassium dalam jaringan gigi.
meningkatnya sensitifitas gigi terhadap termperatur dan penurunan kekerasan struktur mikro
pada email secara perlahan, bahkan bisa terjadi iritasi pada mukosa (Meizarini dan Rianti,
2005). Pemakaian bahan pemutih pada gigi yang telah direstorasi sebelumnya dapat
kekasaran permukaan, perubahan warna restorasi, dan kebocoran mikro dilaporkan terjadi
berbagai macam. Pemutihan gigi dapat dikerjakan diklinik oleh dokter gigi secara langsung
(Office Bleaching) atau dilakukan dirumah (Home Bleaching) dengan pantauan dokter gigi
dengan lama pengaplikasian yang berbeda tiap tekniknya. Ada 2 macam teknik bleaching,
yaitu teknik eksternal dan teknik internal. Teknik eksternal adalah teknik yang dilakukan
dengan mengaplikasikan oksidator pada permukaan email gigi yang masih vital. Teknik
Internal adalah pemutihan gigi intra korona pada gigi non vital dipakai teknik termokataliktik
atau walking bleach. Teknik perawatan bleaching gigi dengan bahan kimia seperti hydrogen
peroksida atau karbamid peroxide sudah sering digunakan oleh dokter gigi karena memiliki
beberapa keuntungan tetapi penggunaan bahan kimiawi juga menimbulkan efek samping yang
merugikan pasien.
Dewasa ini, tren dokter gigi melakukan tindakan pemutihan gigi terus meningkat, seiring
bleaching relatif lebih konservatif dan banyak dipilih meskipun tetap memiliki efek samping
pada gigi. The American of Cosmetic Dentistry menyatakan bahwa permintaan terhadap
perawatan bleaching telah berkembang lebih dari 300% sejak 1996 hingga 2000. Penelitian di
Negara Amerika menyatakan bahwa permintaan pemutihan gigi meningkat 300 % lebih dari
5 tahun lalu pada pasien antara usia 20-50 tahun. Bleaching banyak diminati masyarakat karena
tingkat kesuksesan bleaching pada gigi yang mengalami diskolorisasi sangat memuaskan
Tahun 1987, dilakukan penelitian tentang sikap pasien terhadap perawatan dental
bleaching di Medical University of Lodz, Poland. Ada 313 pasien yang mencari perawatan
dental bleaching diwawancarai menggunakan angket. 74,1 % dari pasien yang diwawancarai
dengan rentang usia antara 18-30 tahun (pria dan wanita). Survei menunjukkan bahwa 61,0 %
tidak suka melihat penampilan giginya dan 89,1 % ingin memperbaiki penampilan giginya
bleaching ke dokter gigi (5,5 %) atau mengaplikasikan bahan pemutih sendiri pada giginya
(7,5 %). Hanya 8,6 % yang merasa puas dengan kesuksesan hasilnya. Sekitar 50 % yang
Penampilan Diri.
Berdasarkan latar belakang diatas, maka rumusan masalah dari penelitian ini adalah
diperoleh masyarakat.
1.4. Manfaat Penelitian
di masyarakat.
5. Diharapkan dapat menjadi pertimbangan tenaga kesehatan khususnya dokter gigi untuk
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Pengetauhan
2.2. Gigi
2.3.1. Pengertian
FAKTOR
INTRINSIK
PRE-ERUPSI POST-ERUPSI
Penyakit Iatrogenik
Obat-obatan Trauma PERUBAHAN
Stain fluorosis Karies WARNA GIGI
Hipoplasia Pemakaian gigi
enamel Material
(trauma / restorasi gigi
infeksi) Umur
Bahan kimia
Antibiotik PERAWATAN
DENTAL
BLEACHING
FAKTOR
EKSTRINSIK
Plak Meningkatkan
Obat kumur Penampilan Diri
Merokok/
Mengunyah
tembakau
Minuman (teh,
kopi, dll)
Makanan (kari,
makanan
berwarna, dll)
BAB III
KERANGKA KONSEP
Pengetauhan :
Penyebab dilakukan
perawatan dental
bleaching
Tujuan perawatan dental
bleaching
Manfaat perawatan dental
bleaching
Masyarakat Kategori :
Bahan pemutih yang
(Pegawai Bank
digunakan untuk Baik
Nagari dikota
perawatan dental Sedang
Padang)
bleaching Kurang
Sifat bahan pemutih pada
perawatan dental
bleaching
Teknik yang digunakan
pada dental bleaching
Efek samping yang dapat
terjadi pada perawatan
dental bleaching
Pemeliharaan hasil
perawatan dental
bleaching
METODOLOGI PENELITIAN
Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah surveiyang bersifat
deskriptif untuk mengetauhi pengetauhan masyarakat tentang perawatan
bleaching terhadap kesehatan gigi dan mulut.