1.1.1.34.054 Peran Dan Tanggungjawab Muslimah
1.1.1.34.054 Peran Dan Tanggungjawab Muslimah
"Kalau boleh aku menyuruh seseorang supaya sujud kepada orang yang
lain niscaya aku menyuruh Wanita supaya sujud kepada suaminya". (HR.
Thabrani, Hakim dan ulama hadits)
Wanita menjaga hak dan kehormatan suaminya, baik suaminya ada di
rumah atau tidak. Memiliki mingkah laku yang disukai oleh suaminya. Pandai
menyembunyikan harta benda suaminya. Mendahului hak suaminya daripada
hak dirinya sendiri atau kaum kerabatnya.
4. Wanita yang menghambakan diri kepada Allah adalah wanita yang
senantiasa menunjukkan himmah (rasa senang) yang tinggi, lemah
lembut tidak suka memaki, mengucapkan sumpah serapah, mengumpat-
keji, berbantah bantahan dan lain-lain dari sikap dan prilaku yang negative
dan tidak terpuji. Menunjukkan sikap yang jernih dan lapang dada serta
segala hal yang menyebabkan suaminya senang saat ada di rumah.
Seperti sabda Nabi saw:
"Sebaik-baik wanita ialah perempuan yang apabila engkau memandangnya
ia menyukakan hati dan mentaati apabila engkau memerintah, dan apabila
engkau tidak ada ia menjaga harta engkau dan memelihara dirinya."
5. Wanita yang menghambakan diri kepada Allah adalah Wanita yang
berpengetahuan, berakhlak mulia, tahu melayani suami serta mengasihi
dan mendidik anak-anak ke jalan hidup yang dikehendaki oleh Allah dan
mentauladani sunnah Rasulullah saw.
2. Mendidik anak-anaknya
1. Kesalehan Wanita
Sebagaimana yang telah kita bahas sebelumnya bahwa menghambakan
diri kepada Allah adalah merupakan ciri dari wanita yang soleh. Sementara itu
keshalehan seorang wanita merupakan asas yang terpenting sekali daripada
asas-asas yang lain. Kegagalan asas ini dapat mengakibatkan asas-asas lain
tidak akan berfungsi untuk memberi kebahagiaan yang sebenarnya di dalam
kehidupan. Tanpa wanita yang soleh maka keluarga-keluarga Islam tidak akan
dapat diwujudkan, padahal pembinaan dan terbentuknya pergerakan Islam itu
bergantug kepada kelahiran keluarga-keluarga Islam ini. Kalau sekiranya
pergerakan Islam itu penting untuk membawa dan mempraktikkan Islam maka
Wanita yang Soleh juga sama pentingnya.
Karena itu, hendaknya wanita yang berperan dalam memperbaiki
masyarakat adalah wanita yang shalihah agar ia dapat menjadi contoh dan
teladan bagi wanita lain. Agar seorang wanita mencapai derajat shalihah, maka
ia harus memiliki ilmu, yaitu ilmu syari yang dapat ia pelajari melalui kitab-kitab
(buku) atau melalui apa yang ia dengar dari lisan para ulama. Ia dapat
mendengarkan rekaman ceramah-ceramah mereka, dan media kaset ini cukup
berperan dalam mengarahkan masyarakat menuju perbaikan dan keshalehan.
3. Hikmah
Hikmah: ialah Perkataan yang tegas dan benar yang dapat membedakan
antara yang hak dengan yang bathil.
Hikmah dan sikap bijaksana merupakan anugerah yang diberikan oleh Allah
kepada hambaNya, sebagaimana firman Allah,
Allah memberikan hikmah kepada siapa yang dikehendaki-Nya. Dan
barangsiapa yang diberi hikmah, sungguh telah diberi kebajikan yang banyak.
Dan tak ada yang dapat mengambil pelajaran kecuali orang-orang yang berakal.
(Al Baqarah: 269)
Dan sebagaimana juga Allah berfirman memerintahkan para duat (laki-laki
dan wanita) untuk memilki al-hikmah dalam melakukan dakwahnya:
Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah[845] dan
pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik.
Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang
tersesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang
mendapat petunjuk. (An-Nahl:125)
Betapa sering tujuan tak tercapai, bahkan kesalahpahamanlah yang timbul
karena tidak adanya hikmah dan sikap bijaksana dalam berdakwah. Termasuk
dalam kategori hikmah dalam berdakwah adalah memposisikan orang yang
didakwahi pada posisi yang semestinya. Jika ia seorang jahil, maka ia
diperlakukan sesuai keadaannya. Jika ia seorang yang memiliki ilmu, namun
pada dirinya ada sikap tafrith (menyia-nyiakan), ihmal (meremehkan) dan ghaflah
(melalaikan) maka hendaknya diperlakukan sesuai kondisinya. Begitu pula, jika
seorang yang berilmu namun suka bersikap sombong dan menolak kebenaran,
maka ada cara tersendiri dalam memperlakukannya.
Di antara contoh penerapan hikmah di dalam dakwah Rasulullah saw,
yakni:
1. Kasus Orang Badui Kencing di Pojok Masjid.
Para sahabat ketika itu meneriakinya dan berkeinginan untuk
mencegahnya, namun Rasulullah dengan penuh bijaksana bersabda, Jangan
kalian putuskan kencingnya! Maka tatkala orang tersebut selesai dari
kencingnya, Nabi menyuruh agar tempat yang terkena air kencing tersebut
disiram dengan seember air, lalu memanggil orang Badui tadi dan bersabda
kepadanya, Sesungguhnya masjid ini tidak layak untuk membuang kotoran di
dalamnya, namun ia dipersiapkan untuk shalat, membaca al Quran dan
dzikrullah. (riwayat al Bukhari-Muslim).
Nabi membiarkan orang Badui tersebut meneruskan kencingnya, sebab jika
ia berdiri untuk menghentikan kencingnya maka akan terjadi dua kemungkinan:
Pertama, ia akan berdiri dalam keadaan aurat terbuka untuk menghin-dari
terkenanya air kencing pada pakaiannya dan saat ia berdiri maka air kencing
akan meluas. Di samping itu ia akan dilihat oleh orang banyak dalam keadaan
auratnya terbuka. Maka pada saat itu akan terjadi dua mafsadah (keburukan)
baru yaitu melebarnya air kencing dan terbukanya aurat di hadapan orang.
Kedua, ia akan berdiri dengan menutup auratnya, sehingga pakaiannya
akan kotor terkena air kencing. Maka untuk menghindari efek tambahan ini, Nabi
membiarkannya meneruskan kencing untuk meminimalisir mafsadah.
Dari sini dapat diambil pelajaran bahwa suatu kemungkaran hendaknya
dibiarkan saja, jika mencegahnya ternyata akan menimbulkan kemungkaran baru
yang lebih besar. Inilah salah satu ibrah atau pelajaran yang dapat diambil dari
kisah ini.
2. Seorang Shahabat Nabi Bersin pada Waktu Shalat.
Muawiyah ibnul Hakam ketika ia sedang shalat bersama Rasulullah
Shallallaahu alaihi wa Sallam, tiba-tiba ada seseorang yang bersin lalu
mengucapkan, Alhamdulillah, maka Muawiyah mengucapkan, Yarhamukallah.
Seketika itu juga para shahabat yang lain memandanginya pertanda marah
dengan kejadian itu, maka Muawiyah berkata, Celaka kalian! lalu orang-orang
pada menepuk pahanya masing-masing sebagai isyarat agar ia diam, iapun lalu
diam.
Setelah selesai shalat, Rasulullah memanggil Muawiyah dan bersabda,
Shalat itu tidak boleh ada perkataan manusia di dalamnya sedikitpun, namun
shalat hanyalah takbir dan membaca al Quran. Maka berkatalah Muawiyah,
Aku tidak pernah melihat seorang guru yang lebih bagus cara mengajarnya dari
pada Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Sallam. Demi Allah, beliau tidak
membentakku dan tidak pula menghardikku.
3. Seorang Laki-Laki yang Memakai Cincin Emas.
Ia memakai cincin tersebut, padahal Nabi Shallallaahu alaihi wa Sallam
sudah menjelaskan haramnya emas bagi kaum laki-laki dari umat ini. Maka
beliau bersabda, Salah seorang dari kalian sengaja mengambil bara api
kemudian ia taruh di tangannya, lalu Nabi Shallallaahu alaihi wa Sallam
mencopot cincin itu (dari tangan orang tersebut), kemudian melemparkannya.
Setelah Nabi pergi orang-orang berkata kepadanya, Ambillah cincinmu itu dan
manfaatkanlah. Maka ia menjawab, Aku tidak akan mengambil cincin yang
telah dibuang oleh Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Sallam.
Di dalam kasus ini Rasulullah bersikap agak keras, hal ini dikarenakan
orang tersebut sudah mengetahui tentang haramnya memakai emas bagi kaum
laki-laki. Sikap ini berbeda dengan (sikap) beliau ketika menghadapi orang yang
belum mengerti, sebagaimana di dalam contoh sebelumnya.