Disusun oleh :
Pendamping :
dr. H. Rohmadoni
dr. H. Rohmat Pujo Santoso
1
No. ID dan Nama Peserta : dr Arditya Putra Hertyanto
No. ID dan Nama Wahana : RSD Balung Jember
Topik : bedah
Tanggal Kasus : 6 April 2017
Nama Pasien : Tn. S/ 45th No. RM : 213378
Tanggal Presentasi : 7- 9 Juni 2017 Pembimbing : dr. H Rohmadoni
Tempat presentasi : Ruang Rapat RSD Balung
Obyektif Presentasi :
Keilmuan Keterampilan Penyegaran Tinjauan pustaka
Diagnostik Manajemen Masalah Istimewa
Neonatus Bayi Anak Remaja Dewasa Lansia Bumil
Deskripsi :
Pasien datang ke RSD Balung pada tanggal 6 april 2017 pukul 19.24 WIB dengan keluhan nyeri
perut terutama perut kanan bawah, keluhan ini dirasakan sudah kurang lebih 3 hari yang lalu.
Selain nyeri perut, badan juga terasa meriang dan di sertai mual. Nafsu makan berkurang . Belum
BAB kurang lebih 2 hari. BAK seperti biasa. Kurang lebih 1 hari benjolan di perut kanan bawah
yang sakit bila di sentuh.
Tujuan : Mengetahui pemeriksaan, diagnostik, dan tatalaksana
Bahan bahasan Tinjauan Pustaka Riset Kasus Audit
Cara membahas Diskusi Presentasi & E-mail Pos
diskusi
2
2. Riwayat Penyakit Dahulu:
- Riwayat DM (-)
- Riwayat HT (-)
3. Riwayat Pengobatan:
(-)
4. Riwayat sosial dan keluarga :
- Riwayat DM (-)
- Hipertensi (-)
- Sakit jantung (-)
- Asma (-)
- Alergi (-)
5. Pemeriksaan Fisik:
STATUS GENERALIS
Vital Sign :
KU : Tampak sakit sedang
TD 122/73 N : 94 x/menit RR : 22x/menit To:37,80 C
K/L : Anemis (-)/icterus (-)/cyanosis (-)/dispneu (-)
Thorax :
Jantung
S1 normal; S2 normal
Murmur (-), gallop (-)
Paru :
I: Simetris
P: Gerak dinding dada simetris, Stem fremitus dbn
P: S/S
S/S
S/S
A: wh -/-, rh -/-
Abdomen :
Terdapat benjolan di perut kanan bawah (+) ukuran 2x2 cm.
Bising usus (+) menurun
nyeri ketok (+)
nyeri tekan (+), Massa (+), defans muskular (+).
3
Extrimitas :
Hangat +/+ Edema -/-
+/+ -/-
8. Pemeriksaan Penunjang
Hb : 13,2
WBC : 21.340
PLT : 195.000
Eo : 0,3
Ba : 0,3
Ly : 7,0
Mo : 11,2
GDA : 104
USG :
Appendicitis dengan periapendiculer
infiltrat/ abses
Foto Thorax
4
ASESSMENT
Diagnosis kerja :
Susp Appendicitis akut
PLANNING
PTx :
Infus RL 14 tpm
Inj. Ranitidin 2 x 1
Inj. Metoclopramide 3x 1
Inj. metamizole 2 x 1
Inj. Cepraz 2 x 1 gr
Pamol tab 3 x 500 mg (KP)
Follow Up
Hari ke-1 (7 April 2017)
5
Terdapat benjolan di perut kana bawah, nyeri tekan (+)
BU (+)
Extrimitas :
Hangat +/+ Edema -/-
+/+ -/-
A: Diagnosis kerja :susp appendicitis akut
P: Planning Diagnosa:
Planning Terapi
infus RL 14 tpm
inj ranitidin 2 x 1
inj metoclopramide 3 x 1
inj metamizole 3x1
inj cefoperazone 2 x 1
inj metronidazole 3 x 500 mg
Rencanakan USG abdomen
6
A: wh -/-, rh +/+
Abdomen :
Terdapat benjolan di perut kana bawah, nyeri tekan (+)
BU (+)
Extrimitas :
Hangat +/+ Edema -/-
A: Diagnosis kerja : susp appendicitis akut
P: Planning Terapi
Terapi lanjut
USG abdomen hari senin
7
Hangat +/+ Edema -/-
+/+ -/-
A: Diagnosis kerja : susp appendicitis akut
P: Planning Terapi
Terapi tetap
USG abdomen hari senin
8
P: Planning Terapi
Terapi lanjut
USG hari ini , bila (+) appendicitis , rencanakan operasi
O: TD : 120/70 mmhg
Nadi : 92x/menit
Suhu : 36,6C
RR : 20
K/L : Anemis (-)/icterus (-)/cyanosis (-)/dispneu (-)
Thorax :
Jantung
S1 normal; S2 normal
Murmur (-), gallop (-)
Paru :
I: Simetris
P: Gerak dinding dada simetris, Stem fremitus dbn
P: S/S
S/S
S/S
A: wh -/-, rh -/-
Abdomen :
Terdapat benjolan di perut kana bawah, nyeri tekan (+)
BU (+)
Extrimitas :
Hangat +/+ Edema -/-
A: Diagnosis kerja : appendicitis dengan periapendiculer infiltrate/abses
P: Planning Terapi
Terapi lanjut
Rencana operasi hari ini
9
Hari ke-6 (12 April 2017)
S: masih terasa nyeri di bekas operasi
O: TD : 120/70 mmhg
Nadi : 94x/menit
Suhu : 37,8C
RR : 20
K/L : Anemis (-)/icterus (-)/cyanosis (-)/dispneu (-)
Thorax :
Jantung
S1 normal; S2 normal
Murmur (-), gallop (-)
Paru :
I: Simetris
P: Gerak dinding dada simetris, Stem fremitus dbn
P: S/S
S/S
S/S
A: wh -/-, rh -/-
Abdomen :
Terdapat luka operasi (+), perdarahan (-)
Extrimitas :
Hangat +/+ Edema -/-
A: Diagnosis kerja : Post op explorasi laparotomi periapendiculer abses
P: Planning Terapi
infus RL+ Hydromal 2 : 1 / 24 jam
inj cefoperazone 2 x 1
inj metronidazole 3 x 500 mg
inj paracetamol 3 x 500 mg
inj asam tranexamat 3 x 1
inj omeprazole2 x 1
10
Hari ke-7 (13 April 2017)
S: masih terasa nyeri di bekas operasi
O: TD : 120/80 mmhg
Nadi : 94x/menit
Suhu : 37C
RR : 20
K/L : Anemis (-)/icterus (-)/cyanosis (-)/dispneu (-)
Thorax :
Jantung
S1 normal; S2 normal
Murmur (-), gallop (-)
Paru :
I: Simetris
P: Gerak dinding dada simetris, Stem fremitus dbn
P: S/S
S/S
S/S
A: wh -/-, rh -/-
Abdomen :
Terdapat luka operasi (+), perdarahan (-)
Extrimitas :
Hangat +/+ Edema -/-
A: Diagnosis kerja : Post op explorasi laparotomi periapendiculer abses
P: Planning Terapi
Terapi lanjut
O: TD : 120/80 mmhg
Nadi : 94x/menit
Suhu : 37C
11
RR : 20
K/L : Anemis (-)/icterus (-)/cyanosis (-)/dispneu (-)
Thorax :
Jantung
S1 normal; S2 normal
Murmur (-), gallop (-)
Paru :
I: Simetris
P: Gerak dinding dada simetris, Stem fremitus dbn
P: S/S
S/S
S/S
A: wh -/-, rh -/-
Abdomen :
Terdapat luka operasi (+), perdarahan (-)
Extrimitas :
Hangat +/+ Edema -/-
A: Diagnosis kerja : Post op explorasi laparotomi periapendiculer abses
P: Planning Terapi
Terapi lanjut
O: TD : 120/80 mmhg
Nadi : 90x/menit
Suhu : 36,8C
RR : 20
K/L : Anemis (-)/icterus (-)/cyanosis (-)/dispneu (-)
Thorax :
Jantung
S1 normal; S2 normal
Murmur (-), gallop (-)
12
Paru :
I: Simetris
P: Gerak dinding dada simetris, Stem fremitus dbn
P: S/S
S/S
S/S
A: wh -/-, rh -/-
Abdomen :
Terdapat luka operasi (+), perdarahan (-), BU menurun
Extrimitas :
Hangat +/+ Edema -/-
A: Diagnosis kerja : Post op explorasi laparotomi periapendiculer abses
P: Planning Terapi
Terapi lanjut
13
Abdomen :
Terdapat luka operasi (+), perdarahan (-), BU menurun
Extrimitas :
Hangat +/+ Edema -/-
A: Diagnosis kerja : Post op explorasi laparotomi periapendiculer abses
P: Planning Terapi
Terapi lanjut
14
PO : cefixime 2 x 100 mg
Metronidazole 3 x 500 mg
Paracetamol 3 x 500 mg
Omeprazole 2 x 1
Daftar pustaka :
1. Doherty, Gerard M, Lawrence W. 2006. Current Surgical Diagnosis and Treatment, 12th
edition. Appendix. Chapter 28. California; McGraw Hill.
2. Douglas SS, David IS. 2004. Current Surgical Therapy, 8th edition. Acute Appendicitis.
Section 4, Chapter 53. Philadeplhia; Mosby.
3. Mansjoer A, dkk. 2000. Kapita Selekta Kedokteran Jilid 2. Apendisitis. Hal 307-313.
Editor: Mansjoer A; Jakarta; Media Aesculapius.
4. Tjindarbumi, 1995. Kumpulan Kuliah Ilmu Bedah. Abdomen Akut. Hal 115-118. Editor:
Reksoprodjo, S; Jakarta; Binarupa Aksara.
5. Sjamsuhidajat R, Jong W. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi II. Jakarta: EGC. 2004
6. Appendisitis. Available from: http://www.emedicine.com/appendicitis.htm
1. Definisi appendicitis
2. Diagnosa appendicitis
3. Penatalaksanaan apendicitis
15
BAB I
PENDAHULUAN
Apendiks Vermiformis merupakan derivat dan evolusi dari caecum. Pada bayi,
apendiks tampak sebagai divertikulum berbentuk seperti kerucut, terletak
pada ujung inferior dari caecum. Dengan tumbuh kembang bayi dan
perkembangan dari caecum maka apendiks terletak pada sisi kiri dan dorsal +
2,5 cm dari katub ileocaecal.
Insidensi apendisitis akut di negara maju lebih tinggi dari pada di negara
berkembang. Namun, dalam tiga-empat dasawarsa terakhir kejadiannya
menurun secara bermakna. Hal ini diduga disebabkan oleh meningkatnya
penggunaan makanan berserat dalam menu sehari-hari. Apendisitis dapat
ditemukan pada semua umur, hanya pada anak kurang dari satu tahun
jarang dilaporkan. Insidensi tertinggi pada kelompok umur 20-30 tahun,
seteah itu menurun. Insidensi pada laki-laki dan perempuan umumnya
sebanding, kecuali pada umur 20-30 tahun, insidensi lelaki lebih tinggi.
16
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Apendiks disebut juga umbai cacing. Fungsi organ ini tidak diketahui namun
sering menimbulkan masalah kesehatan. Peradangan akut apendiks
memerlukan tindakan bedah segera untuk mencegah komplikasi yang
umumnya berbahaya.
2.2 Anatomi
Apendiks Vermiformis merupakan derivat dan evolusi dari caecum. Pada bayi,
apendiks tampak sebagai divertikulum berbentuk seperti kerucut, terletak pada
ujung inferior dari caecum. Dengan tumbuh kembang bayi dan perkembangan
dari caecum maka apendiks terletak pada sisi kiri dan dorsal + 2,5 cm dari katub
ileocaecal.
Dinding apendiks terdiri dari semua lapisan dinding usus, tiga taenia koli
membentuk lapisan luar dari lapisan muskulus longitudinal . Pertemuan ketiga
taenia koli merupakan letak basis apendiks dan merupakan petunjuk posisi
apendiks. Posisi basis apendiks dengan caecum adalah konstan, dimana sisi bebas
apendiks ditemukan pada berbagai variasi misalnya: pelvic, retrocaecal, retroileal.
Jaringan limfoid apendiks mulai tampak setelah usia 2 minggu setelah lahir.
Jumlah folikel limfoid akan meningkat secara bertahap hingga mencapai
puncaknya yaitu sekitar 200 folikel pada usia 12 20 tahun. Setelah umur 30
tahun folikel limfoid ini akan berkurang setengahnya dan kemudian akan
menghilang atau tinggal sisa-sisanya pada umur 60 tahun.
17
memungkinkan apendiks bergerak dan ruang geraknya bergantung pada
mesoapendiks penggantungnya.
2.3 Fisiologi
Apendiks menghasilkan lendir 1-2 ml perhari. Lendir itu secara normal
dicurahkan ke dalam lumen dan selanjutnya mengalir kedalam lumen.
Hambatan aliran di muara apendiks tampaknya berperan pada patogenensis
apendisitis.
18
Namun demikian pengangkatan apendiks tidak mempengaruhi sistem imun
tubuh sebab jumlah jaringan limfe disini kecil sekali jika dibandingkan
dengan jumlah disaluran cerna dan seluruh tubuh.
B. Etiologi
Apendisitis akut merupakan infeksi bakteria. Apendisitis dapat terjadi
karena berbagai macam penyebab, antara lain obstruksi oleh fecalith,
tumor, atau bahkan oleh cacing (Oxyurus vermicularis), akan tetapi paling
sering disebabkan obstruksi oleh fecalith. Hasil observasi epidemiologi
juga menyebutkan bahwa obstruksi fecalith adalah penyebab terbesar.
C. Patofisiologi
Kapasitas lumen apendiks normal sekitar 0,1 ml, tidak ada lumen yang
sebenarnya. Sekresi 0,5 cc distal dari penyumbatan akan meyebabkan
19
peningkatan tekanan sekitar 60 cm H2O. Distensi menyebabkan stimulasi
serabut syaraf visceral yang menyebabkan rasa kembung, nyeri difus pada
bagian tengah abdomen atau epigastrium bawah.
Sesuai dengan yang disebutkan diatas, maka pada fase awal apendisitis,
mukosa mengalami inflamasi terlebih dahulu. Kemudian inflamasi ini
akan meluas ke lapisan submukosa, termasuk juga lapisan muskularis dan
lapisan serosa pada waktu 24-48 jam pertama. Usaha pertahanan tubuh
adalah membatasi proses radang dengan menutup apendiks dengan
omentum, usus halus, atau adneksa sehingga terbentuk massa
periapendikular yang dikenal dengan istilah infiltrat apendisitis. Di
dalamnya dapat terjadi nekrosis jaringan berupa abses yang dapat
20
mengalami perforasi. Jika tidak terbentuk abses, apendisitis akan sembuh
dan masa apendikuler akan menjadi tenang untuk selanjunya akan
mengurai diri secara lambat.
D. Gambaran Klinis
Apendisitis akut sering tampil dengan gejala yang khas yang didasari oleh
radang mendadak umbai cacing yang memberikan tanda setempat,
disertai maupun tidak oleh rangsang peritoneum lokal. Gejala klasik
apendisitis merupakan nyeri visceral di daerah epigastium di sekitar
umbilikus. Keluhan ini sering disertai mual dan kadang ada muntah.
Umumnya nafsu makan menurun. Dalam beberapa jam nyeri akan
berpindah ke kanan bawah ke titik Mc.Burney, disini nyeri akan
dirasakan lebih tajam dan lebih jelas letaknya sehingga merupakan nyeri
somatik setempat. Kadang tidak ada nyeri epigastrium tetapi terdapat
konstipasi sehingga penderita merasa memerlukan pencahar. Tindakan
itu dianggap berbahaya karena bisa mempermudah terjadinya perforasi.
Bila terdapat perangsangan peritoneum biasanya pasien mengeluh sakit
perut bila berjalan atau batuk.
21
terjadi peningkatan frekuensi kencing, karena rangsangan dindingnya.
Pada beberapa keadaan, apendisitis agak sulit di diagnosis sehingga tidak
ditangani pada waktunya dan terjadi komplikasi.
E. Pemeriksaan
Demam biasanya ringan, dengan suhu sekitar 37,5-38,5 C. Bila suhu lebih
tinggi, mungkin sudah terjadi perforasi. Bisa terjadi perbedaan suhu
aksilar dan rectal sampai 1 C. Pada inspeksi abdomen tidak ditemukan
gambaran spesifik. Kembung sering terlihat pada penderita dengan
komplikasi perforasi. Penonjolan perut kanan bawah bisa dilihat pada
massa atau abses apendicular.
Pada palpasi didapatkan nyeri yang terbatas pada regio iliaka kanan, bisa
disertai nyeri lepas. Defans muskuler menunjukan adanya rangsangan
peritoneum parietal. Nyeri tekan perut kanan bawah ini merupakan kunci
diagnosis. Pada penekanan perut kiri bawah akan dirasakan nyeri di
perut kanan bawah yang disebut tanda Rovsing. Pada apendisitis
retrosekal atau retroileal diperlukan palpasi dalam untuk menentukan
adanya rasa nyeri. Peristaltik usus sering normal, peristaltik usus dapat
22
hilang karena ileus paralitik pada peritonitis generalisata akibat
apendisitis perforata. Pemeriksaan colok dubur menyebabkan nyeri bila
daerah infeksi bisa dicapai dengan jari telunjuk, misalnya pada apendisitis
pelvika.
F. Diagnosis
Diagnosis menjadi mudah untuk ditegakkan bila tampak tanda dan gejala
dari apendisitis klasik pada pasien, tanda dan gejala tersebut seperti :
Tanda inflamasi peritoneal bagian fossa iliaca kanan yang berupa rasa
nyeri, sering tidak tampak. Kita perlu untuk menyuruh pasien agar
23
batuk, bila terjadi inflamasi pada peritoneum parietal maka pasien akan
merasakan nyeri. Selain itu dapat dilakukan rebound tenderness untuk
membantu menegakkan diagnosis, yaitu dengan melakukan perkusi
pada fossa iliaca kanan, rasa nyeri akan dirasakan oleh pasien akibat
peritonitis.
SKOR ALVARADO
Manifestations Value
Anorexia 1
Nausea/vomiting 1
Rebound pain 1
Elevated temperature 1
Left Shift 1
Total Points 10
Interpretasi : 5 6 : Possible
78 : Probable
9 10 : Very Probable
24
PEMERIKSAAN RADIOLOGIS
Jika gejala klinis dan nilai laboratorium sudah khas untuk apendisitis, maka
tidak diperlukan konfirmasi radiologis. Gambaran foto polos abdomen yang
paling sering ditemukan tapi bukan diagnostik untuk apendisitis yaitu
scoliosis dari vertebra, cekung (concave) ke kanan. Kadang dapat ditemukan
gambaran caecum yang dilatasi dengan air fluid level. Kalsifikasi fecolith
dapat ditemukan pada 10- 15 % kasus , tapi adanya gambaran fecolith tidak
patognomonis untuk apendisitis karena banyak apendiks normal yang telah
diangkat terdapat fecolith. Oleh karena itu foto polos abdomen tidak menolong
dalam menegakkan diagnosa apendisitis.
G. Diagnosis Banding
Abses hepar
Nyeri dan teraba massa di kuadran kanan atas.
Penyakit Crohn
Pada onset aku terjadi nyeri pada abdomen kanan bawah, serangan
nyeri abdomen berulang dan diare yang episodik sehingga terjadi
penurunan berat badan. Disertai gejala ekstraabdomen, artriris,
uveitis, iritis.
Diverticulum Meckel
Penyakit ini merupakan kelainan yang memiliki gejala yang sangat
mirip dengan apendisitis akut, hanya letaknya yang lebih ke medial.
Karsinoma caecum
25
Teraba massa di sebalah kanan, namun pertumbuhan massa lambat
dan sering ditemukan pada orang di atas 40 tahun.
H. Penatalaksanaan Apendisitis
Bila kita mendapati pasien dengan nyeri pada fossa iliaca kanan, pasien
itu memiliki tanda dan gejala lain dari apendisitis dan kita dengan
yakin mendiagnosisnya sebagai apendisitis, maka segera
lakukan_appendictomy.Bila kita mendapati pasien dengan nyeri pada
fossa iliaca kanan, namun belum dapat dipastikan diagnosis dari
pasien tersebut apakah apendisitis atau penyakit lainnya, maka kita
harus mereview pasien tersebut secara periodik, bila perlu pasien kita
sarankan untuk rawat inap agar dapat dipantau perkembangannya
dengan baik, bila setelah dipantau masih menimbulkan keraguan maka
kita dapat melakukan pemeriksaan pemeriksaan yang dapat mendukung
diagnosis.
I. Komplikasi
Perforasi
Perforasi baik berupa perforasi bebas maupun perforasi pada apendiks
yang telah mengalami pendindingan sehingga berupa masa yang terdiri
dari kumpulan apendiks, sekum dan keluk usus. Perforasi disertai nyeri
abdomen yang hebat, dan demam yang lebih tinggi. Terjadi pada 20%
penderita terutama usia lanjut. Rasa nyeri bertambah dasyat dan mulai
26
dirasa menyebar, demam tinggi (rata-rata 38,3 der. C). Jumlah lekosit yang
meninggi > 18.000/mm3 merupakan tanda khas kemungkinan sudah terjadi
perforasi.
Peritonitis
Merupakan komplikasi paling sering (30-45% penderita). Peritonitis
lokal disebabkan karena mikroperforasi dari apendiks gangrenosa
dan diblokade oleh omentum. Bila perforasi berlanjut terjadilah
peritonitis generalisata. Bertambahnya rasa nyeri, defans musculer yang
meluas, distensi abdomen, bahkan ileus paralitik, merupakan gejala-gejala
peritonitis umum. Bila demam makin tinggi dan timbul gejala-gejala
sepsis, menunjukkan peritonitis yang makin berat.
Abses / infiltrat
a. Definisi
Merupakan akibat lain dari perforasi. Teraba masa lunak di abdomen
kanan bawah. Seperti tersebut diatas karena perforasi terjadilah
walling off (pembentukan dinding) oleh omentum atau viscera
lainnya, sehingga terabalah massa (infiltrat) di regio abdomen kanan
bawah tersebut. Masa mula-mula bisa berupa plegmon, kemudian
berkembang menjadi rongga yang berisi pus. Dengan USG bisa
dideteksi adanya bentukan abses ini. Untuk massa atau infiltrat ini,
beberapa ahli menganjurkan antibiotika dulu, setelah 6 minggu
kemudian dilakukan appendektomi. Hal ini untuk menghindari
penyebaran infeksi. Abses apendikular adalah komplikasi apendisitis
akut yang merupakan invasi usus besar oleh bakteri biasanya karena
obstruksi. Abses apendikular adalah kumpulan nanah akibat perforasi
atau pecahnya usus buntu akut meradang.Nanah tetap terlokalisasi
dekat dengan usus buntu, karena adhesi dinding dibentuk oleh struktur
perut sekitarnya. Ini mencegah kebocoran nanah dan infeksi menyebar
ke seluruh rongga peritoneal.Ketika usus buntu menjadi meradang
(usus buntu), komplikasi timbul jika infeksi ini tidak diobati
segera. Pada beberapa pasien, usus buntu dapat menyebabkan gangren
usus buntu. Dalam sebagian besar pasien kumparan usus dan omentum
27
dalam rongga perut cenderung menutupi usus buntu meradang
gangren. Ini membentuk suatu massa apendikular. Proses supuratif
terus dalam massa apendikular dapat menyebabkan pembentukan
abses. Pengembangan abses biasanya mengikuti pecahnya usus buntu
dalam massa apendikular. Abses tetap dibatasi oleh dinding rongga
yang dibentuk oleh gulungan meradang usus, usus buntu dan omentum
dan biasanya terbentuk di perut kanan bawah. Tempat lain dari abses
apendikular berada di panggul dan di belakang usus buntu.Beberapa
pasien dengan apendisitis akut yang secara medis dikelola dengan
antibiotik juga dapat kadang-kadang berkembang menjadi abses
apendikular.
b. Tanda dan Gejala
Pasien dengan abses apendikular biasanya memiliki riwayat nyeri kolik
hebat di perut kanan bawah (fossa iliaka kanan) dengan berawa lembut
pembengkakan pada perut kanan bawah. Baca lebih lanjut
tentang lokasi nyeri usus buntu . Sebuah demam tinggi dengan
menggigil dan kerasnya juga hadir.Gejala lain mungkin termasuk
muntah, sembelit atau kurang sering, diare. Pada pemeriksaan perut
mungkin kaku dan bengkak bisa dirasakan.Ada jenis lain dari abses di
perut yang dapat menimbulkan gejala yang sama di lokasi yang
diberikan.
c. Diagnosis
Diagnosis abses apendikular didasarkan pada gejala klinis, klinis dan
penyelidikan. Pemeriksaan darah lengkap menunjukkan peningkatan
jumlah sel darah putih. X-ray kadang-kadang dapat menunjukkan
adanya abses meskipun USG dan CT scan lebih umum digunakan
investigasi radiologi untuk mengkonfirmasi kehadiran abses dan untuk
menilai ukuran abses.
d. Pengobatan
Pasien dengan abses yang lebih besar dari 4 cm dan demam tinggi
biasanya diterapi dengan drainase abses. Drainase dapat dilakukan
melalui rektum (transrectal), melalui vagina (transvaginal) atau melalui
kulit (percutaneous) tergantung pada lokasi. Abses apendikular
panggul dikeringkan secara transrectal atau transvaginal. Beberapa
28
pasien mungkin memerlukan drainase bedah terbuka
(laparotomi). Drainase abses didukung dengan terapi antibiotik.
Pasien dengan abses kecil yang berada dalam kondisi baik dapat
dikelola awalnya dengan antibiotik saja. Pasien menunjukkan tidak ada
respon maka mungkin memerlukan drainase abses. Hal ini untuk
menghindari risiko komplikasi yang berhubungan dengan menjahit
dari sekum meradang. Manajemen yang buruk atau pecahnya abses
apendikular dapat menyebabkan lebih berbahaya infeksi peritoneal
umum (peritonitis).
Massa periapendikuler
Massa apendiks terjadi bila apendisitis gangrenosa atau
mikroperforasi ditutupi pendindingan oleh omentum dan atau kerluk
usus. Pada massa periapendikuler yang pendindinganya belum
sempurna, dapat terjadi penyebaran pus ke seluruh rongga
peritoneum jika perforasi diikuti peritonitis purulenta generalisata.
Pada massa periapendikuler yang terfiksir dan pendindingannya
sempurna, pada orang dewasa dirawat dahulu dan diberi antibiotik
sambil diawasi suhu tubuh, ukuran massa, serta luasnya peritonitis.
Bila sudah tidak ada demam, massa periapendikuler hilang dan
leukosit normal, penderita boleh pulang dan apendiktomi elektif
dapat dikerjakan 2-3 bulan kemudian agar perdarahan akibat
perlengketen dapat ditekan sekecil mungkin. Bila terjadi perforasi
akan terbentuk abses apendiks. Hal ini ditandai dengan kenaikan
suhu dan frekuensi nadi, bertambahnya nyeri,dan pembengkakan
masa serta leukositosis.Riwayat klasik apendisitis akut, diikuti
adanya massa di regio iliaka kanan yang nyeri disertai demam
mengarahkan diagnosis ke massa atau abses periapendikuler. Kadang
keadaan ini sulit dibedakan dari ca rektum,penyakit crohn dan
amuboma.
29
dan anaerob. Baru setalah keadaan tenang, yaitu sekitar 6-8 minggu,
kemudian dilakukan apendiktomi. Kalau sudah menjadi abses
dianjurkan drainase saja. Apendiktomi dikerjakan setelah 6-8 minggu
kemudian. Jika ternyata tidak ada keluhan atau gejala apapun dan
hasil pemeriksaan tidak menunjukkan tanda radang atau abses, dapat
dipertimbangkan membatalkan tindakan bedah.
Apendisitis perforata
Adanya fekalit di dalam lumen, umur (orang tua atau anak muda), dan
keterlambatan diagnosis merupakan faktor yang berperan dalam
terjadinya perforasi apendiks. Insiden perforasi 60% pada usia diatas
60 tahun. Faktor yang mempengaruhi tingginya insidens perforasi
pada orang tua adalah gejalanya yang samar, keterlambatan berobat,
adanya perubahan anatomi apendiks berupa penyampitan lumen dan
arteriosklerosis. Insidens tinggi pada anak disebabkan oleh dinding
apendiks yang masih tipis, dan kurang komunikatif sehingga
memperpanjang waktu diagnosis dan proses pendindingan kurang
sempurna, akibat perforasi berlangsung cepat dan omentum anak
belum berkembang.
30
pencucian rongga peritoneum dari pus maupun pengeluaran fibrin
secara adekuat secara mudah dan pula dapat dilakukan pembersihan
kantong nanah secara baik. Karena ada kemungkinan terjadi infeksi
luka operasi, perlu dianjurkan pemasangan penyalir subfasia, kulit
dibiarkan terbuka untuk kemudian dijahit bila sudah dipastikan tidak
ada infeksi.
31
BAB III
PENUTUP
Apendikular abses merupakan akibat lain dari perforasi. Teraba masa lunak
di abdomen kanan bawah. Seperti tersebut diatas karena perforasi terjadilah
walling off (pembentukan dinding) oleh omentum atau viscera lainnya,
sehingga terabalah massa (infiltrat) di regio abdomen kanan bawah tersebut.
Masa mula-mula bisa berupa plegmon, kemudian berkembang menjadi rongga
yang berisi pus.Masa mula-mula bisa berupa plegmon, kemudian berkembang
menjadi rongga yang berisi pus. Dengan USG bisa dideteksi adanya bentukan
abses ini. Untuk massa atau infiltrat ini, beberapa ahli menganjurkan antibiotika
dulu, setelah 6 minggu kemudian dilakukan appendektomi.
Pasien dengan abses yang lebih besar dari 4 cm dan demam tinggi biasanya
diterapi dengan drainase abses. Pasien dengan abses kecil yang berada dalam kondisi
baik dapat dikelola awalnya dengan antibiotik saja. Pasien menunjukkan tidak ada
respon maka mungkin memerlukan drainase abses. Hal ini untuk menghindari risiko
komplikasi yang berhubungan dengan menjahit dari sekum meradang. Manajemen
yang buruk atau pecahnya abses apendikular dapat menyebabkan lebih berbahaya
infeksi peritoneal umum (peritonitis).
32
DAFTAR PUSTAKA
33