PENDAHULUAN
1.1. LATAR BELAKANG MASALAH
1.1.1. Gambaran Umum Wilayah Kecamatan Cempaka Putih
1.1.1.1. Keadaan Geografis
a. Letak Wilayah
Kecamatan Cempaka Putih adalah salah satu kecamatan yang
berada di wilayah Kotamadya Jakarta Pusat, terdiri dari Kelurahan
Cempaka Putih Timur, Cempaka Putih Barat dan Rawasari.
b. Batas Wilayah Kecamatan Cempaka Putih
1. Sebelah Utara : Jl. Let. Jendral Suprapto (berbatasan dengan
Kecamatan Kemayoran)
2. Sebelah Barat : Rel Kereta Api Stasiun Kramat, Jl. Mardani,
Jl.Percetakan Negara (berbatasan dengan Kecamatan Johar Baru)
3. Sebelah Selatan : Jl. Pramuka Raya (berbatasan dengan Kecamatan
Matraman)
4. Sebelah Timur : Jl. Jendral A. Yani (berbatasan dengan Kecamatan
Pulo Gadung)
Dilihat dari data pada tabel di atas Cempaka Putih Timur memiliki
wilayah sekitar 222.06 Ha dan merupakan wilayah terluas dibandingkan dengan
Cempaka Putih Barat dan Rawasari.
Dari data tabel diatas didapatkan terdapat banyak masjid dan majelis
talim yang didirikan disana yaitu sekitar 38 dan 82 tempat ibadah.
Tabel 1.9 Fasilitas Kesehatan di Wilayah Kecamatan Cempaka Putih
No Sarana dan Prasarana Jumlah
1 Rumah Sakit 3
2 Puskesmas 3
3 Pos Kesehatan 16
4 Balai Pengobatan 0
5 Apotik 3
6 Rumah/Toko Obat 0
7 Posyandu 16
8 Klinik KB 9
9 Karang Balita/Pos Penimbangan 9
10 PPKB 23
11 Panti Pijat 0
12 Laboratorium Klinik 2
13 Tenaga Medis
1. Dokter Umum 7
2. Dokter Anak 0
3. Dokter THT 0
4. Dokter Gigi 0
5. Dokter Kebidanan/kandungan 0
6. Dokter Kulit 0
7. Dokter Mata 0
8. Dokter Penyakit Dalam 0
9. Akupuntur 0
10. Shinse 0
11. Bidan Praktek 0
12. Dukun Bayi 1
13. Dokter Hewan 0
14. Dukun Sunat 0
14 Rumah Bersalin 2
(Sumber: Arsip Puskesmas Kecamatan Cempaka Putih 2014)
4. Azas Rujukan
Rujukan adalah pelimpahan wewenang dan tanggung jawab atas penyakit
atau masalah kesehatan yang diselenggarakan secara timbal balik, baik secara
vertikal dalam arti dari satu strata sarana pelayanan kesehatan ke strata sarana
pelayanan kesehatan lainnya, maupun secara horizontal dalam arti antar strata
sarana pelayanan kesehatan yang sama. Ada dua macam rujukan yang dikenal yakni
:
a. Rujukan Kesehatan Perorangan (Medis)
Apabila suatu puskesmas tidak mampu menangani suatu penyakit tertentu,
maka puskesmas tersebut dapat merujuk ke sarana pelayanan kesehatan yang
lebih mampu (baik vertikal maupun horizontal). Rujukan program kesehatan
perorangan dibedakan atas :
1. Rujukan kasus untuk keperluan diagnostik, pengobatan tindakan medis
(contoh: operasi) dan lain-lain.
2. Rujukan Bahan Pemeriksaan (spesimen) untuk pemeriksaan laboratorium
yang lebih lengkap.
3. Rujukan Ilmu Pengetahuan antara lain mendatangkan tenaga yang lebih
kompeten untuk melakukan bimbingan tenaga puskesmas dan atau
menyelenggarakan pelayanan medis spesialis di puskesmas.
1.1.3.1 Visi, Misi, dan Kebijakan Mutu Puskesmas Kecamatan Cempaka Putih
Dengan surat keputusan Gubernur Propinsi Daerah Khusus Ibukota
Jakarta No 15 Tahun 2001 tentang uji coba Puskesmas Kecamatan di Daerah
Khusus Ibukota DKI Jakarta sebagai unit swadana daerah maka Puskesmas
Kecamatan Cempaka Putih resmi menjadi Puskesmas Unit Swadana
Kecamatan Cempaka Putih terhitung mulai tanggal 14 Februari 2001.
Puskesmas Unit Swadana merupakan Puskesmas yang diberi wewenang
mengelola sendiri penerimaan fungsionalnya untuk keperluan operasional secara
langsung dan mengoptimalkan mobilisasi potensi pembiayaan masyarakat
dalam rangka meningkatkan mutu pelayanan kesehatan.
A. Visi Puskesmas adalah menjadikan Puskesmas Kecamatan Cempaka Putih
sebagai Puskesmas pilihan dengan layanan Prima, Berkualitas dan
terpercaya guna terwujudnya masyarakat sehat seutuhnya di wilayah
Jakarta Pusat.
B. Misi Puskesmas sebagai berikut :
1. Meningkatkan profesionalitas SDM melalui peningkatan kemampuan
mengatur dan pelatihan-pelatihan sesuai kompetisi.
2. Meningkatkan dan mengembangkan sarana dan prasarana dalam
mencapai layanan prima.
3. Mengetahui dan mampu memenuhi kebutuhan pelanggan.
4. Petugas mampu melaksanakan pelayanan prima dengan penuh tanggung
jawab dan etika
5. Melaksanakan pelayanan prima melaluli program-program dan layanan
unggulan.
C. Kebijakan Mutu Puskesmas Kecamatan Cempaka Putih adalah memberikan
pelayanan kesehatan profesional yang berorientasi pada peningkatan
kepuasan pelanggan melalui pemenuhan persyaratan pelanggan serta
peraturan terkait.
D. Tujuan Puskesmas adalah sebagai berikut :
1. Memperluas jangkauan pelayanan kesehatan yang bersifat promotif
2. Memperluas jangkauan pelayanan kesehatan yang bersifat preventif
3. Memperbanyak ragam pelayanan kesehatan yang bersifat kuratif
4. Memperbanyak ragam pelayanan kesehatan yang bersifat rehabilitatif
5. Mengembangkan proses Perencanaan (P1), Pengorganisasian dan
Pelaksanaan (P2), Pengawasan, Pengendalian dan Penilaian (P3) dan
pelayanan kesehatan
6. Mengembangkan pengorganisasian pelayanan kesehatan
7. Mengembangkan sistem pelaksanaan tugas pelayanan kesehatan
8. Mengembangkan sistem pengendalian dan evaluasi pelayanan
kesehatan
9. Meningkatkan kemampuan manajemen dan teknis petugas medis dan
paramedik
10. Meningkatkan kemampuan teknis petugas-petugas non medis
11. Mensosialisasikan paradigma baru
b. Alat transportasi
1. Lima buah sepeda motor di Puskesmas Kecamatan
2. Pada awal tahun 2004 menerima satu unit Mobil Ambulance Mitsubishi
L 300 untuk operasional Puskesmas
3. Tahun 2005 menerima satu Unit Mobil Dinas Suzuki APV untuk
Operasional Puskesmas
4. Tahun 2014 menerima satu Unit Mobil Ambulance KIA Travelo untuk
Operasional Puskesmas
c. Alat medis dan non medis
1. Alat Rontgen diruangan khusus
2. Peralatan Laboratorium lengkap
3. Alat pemeriksaan khusus untuk kasus THT sudah dioprasikan
4. Alat audiometri untuk sementara belum bisa dioperasikan
5. Alat pemeriksaan empat unit EKG
6. Enam Dental unit di Puskesmas Kecamatan Cempaka Putih, dan masing-
masing 1 unit di Puskesmas Kelurahan. (dari 6 Dental Unit Puskesmas
Kecamatan Cempaka Putih, karena keterbatasan hanya bisa
dioperasionalkan 5 Dental Unit)
7. Satu Unit alat USG belum bisa dioperasikan karena belum ada SDM yang
memadai
8. Obat-obatan. (perncanaan obat-obatan disesuaikan dengan kebutuhan
masing-masing Puskesmas dengan melihat jumlah kunjungan pada tahun
sebelumnya).
SKM 1 0 0 0 1
D 4 Kebidanan 0 0 0 0 0
Perawat 12 1 0 0 13
Kebidanan 3 2 2 2 9
Radiologi 2 0 0 0 2
D 3 Akfis 1 0 0 0 1
Gizi 2 0 0 0 2
Kesling 1 0 0 0 1
Farmasi 0 0 0 0 0
Analis 1 0 0 0 1
Kesehatan
Rekam 0 0 0 0 0
Medis
D1 Gizi 2 0 0 0 2
D1 Kesling 0 0 0 0 0
Lain- D1 Bidan 2 0 0 0 2
lain SPK 1 0 0 0 1
SAA 0 0 0 1 1
SPRG 2 0 0 0 2
(Sumber: Arsip Puskesmas Kecamatan Cempaka Putih 2014)
Tenaga Non Kesehatan
PENDIDIKAN PUSKESMAS Jumlah
Kec. Kel. Kel. Kel.
Cemput CPB1 CPB2 Rawasari
Analis
1 0 0 0 1
Kesehatan
Non SPAG 0 0 0 0 0
Kesehatan Pek. Kes 1 1 0 0 2
S 1 Adm 1 0 0 0 1
D 3 Komputer 0 0 0 0 0
Lain- SLTA 3 0 0 0 3
lain SLTP 0 0 0 0 0
SD 0 0 0 0
JUMLAH 51 5 6 5 67
(Sumber: Arsip Puskesmas Kecamatan Cempaka Putih 2014)
Sub Bagian TU
Subkelompok
Jabatan
Fungsional
1.1.1.1. Leptospirosis
Kegiatan yang dilakukan :
1. Surveilans
a. Surveilans penyakit
b. Surveilans vektor
c. Surveilans faktor risiko
2. Deteksi dini dan pengobatan atau perawatan dini
3. Pengendalian faktor risiko
4. Partisipasi masyarakat
Apabila ditemukan penderita suspect leptospirosis probabe ataupun
confirmed maka harus dilakukan penyuluhan, penyelidikan Epidemiologi
lingkungan dan case finding yaitu mencari kasus tambahan dengan radius
200 meter dari rumah penderita untuk diobati atau dirujuk bila dengan
komplikasi.
Bila ditemukan penderita tambahan dengan sebab lingkungan yang
sama maka segera dilaporkan sebagai kejadian luar biasa (KLB) dengan
menggunakan formulir laporan W1 dan kasus tambahan selanjutnya
dilaporkan dengan W2. Penanggulangan KLB diikuti penyelidikan kasus
dan lingkungan serta dilakukan pengambilan spesimen terhadap penderita
dan hewan tersangka sekitar lokasi dengan bantuan tim kota/ kab
administrasi provinsi dan pusat. Pencegahan :
1. Kebersihan perorangan dan lingkungan
2. Penggunaan APD (alat pelindung diri)
3. Pengendalian vektor (tikus dan insektivora)
4. Vaksinasi hewan kesayangan dan hewan ternak dinas kelautan dan
pertanian
Di Kecamatan Cempaka Putih tidak ditemukan kasus penyakit
leptospirosis pada bulan Januari Mei 2015
1.1.1.2. Rabies
Berdasarkan SK Mentri Pertanian No: 566/kpts/PD.640/10/2004
Provinsi DKI Jakarta telah dinyatakan bebas rabies dan untuk
mempertahankan telah dibentuk Tim Koordinasi Pengaman Daerah Bebas
Penyakit Rabies dan Penyakit Menular Hewan Linnya di Provinsi DKI
Jakarta. Sesuai Surat Keputusan Gubernur No: 2070/2005 tanggal 25
Oktober 2005. Walaupun Provinsi DKI Jakarta telah bebas Rabies, tetapi
tetap merupakan daerah yang terancam penularan Rabies, karena beberapa
Kabupaten di Jawa Barat yang awalnya telah dinyatakan bebas, ditemukan
kembali kasus Rabies baik pada hewan maupun manusia. Demikian pula
masih ada Provinsi di Indonesia yang endemik Rabies.
Sehubungan dengan hal tersebut maka kebijakan Provinsi DKI
Jakarta selain yang telah tertuang dalam PERDA 11 tahun 1995. Tentang
pengawasan hewan rentan Rabies, serta pencegahan dan penanggulangan,
juga melakukan :
1. Surveilans dan Intervensi ketat, antara lain :
a. Tahapan Hewan : Vaksinasi, Observasi, eliminasi yang
dilaksanakan oleh jajaran Dinas Perternakan, perikanan dan
kelautan. Pada Kecamatan Cempaka Putih diadakan pelayanan
malam hari untuk vaksinasi gratis setiap tiga bulan sekali.
b. Tahapan manusia
- Pertolongan pertama pada kasus gigitan di puskesmas dan UPK
lainnya, sambil melaporkan hewannya ke pemilik/Sudin
Pertenakan untuk dipantau dan diumpan balikkan apakah
termasuk hewan penular rabies/ HPR (hilang, mati, terjangkit
atau tidaknya akan rabies)
- Pemberian pasteur treatment atas indikasi di rabies treatment
center
- Perawatan penderita rabies di rumah sakit yang mempunyai
ruang isolasi.
2. Adapun langkah-langkah yang dilakukan apabila ada kasus gigitan
HPR :
- Mencuci luka dengan sabun atau deterjen dan air yang mengalir
selama kurang lebih 15 menit. Mencuci luka sangatlah penting
karena virus rabies terbungkus lipid (lemak). Walaupun penderita
gigitan ataun keluarga sudah dicuci pencucuan luka harus tetap
dilakukan atau diulangi.
- Kemudian dapat diberikan antara lain : Alkohol 40 %, 70%,
betadin, iodium tincture, larutan yang mengandung amonium
kuartener
3. Luka gigitan tidak boleh dijahit, apabila harus dijahit maka jahitan
yang dilakukan adalah jahitan situasi
4. Luka gigitan dibedakan: Resiko rendah yaitu : badan dan kaki cukup di
puskesmas atau UPK lainnya, resiko tinggi : jari-jari, lengan, bahu
keatas atau muka multipel harus dirujuk ke rabies treatment center.
5. Apabila HPR diketahui pemiliknya, agara keluarga korban gigitan
berkoordinasi dengan pemilik HPR untuk mengghubungi slaha satu
yaitu :
- Penilik/ sudin peternakan setempat
- Balai kesehatan hewan dan ikan, jalan harsono RM no 28 ragunan,
telp 7805447 agar HPR dapat diobservasi.
6. Apabila HPR yang menggigit tidak diketahui pemiliknya/ liar, kasus
gigitan dirujukan ke rabies treatment center yang ada di :
a. RSPI Sulianti Saroso, Jl. Sunter Permai Raya, Jakarta Utara, telp
6506559, 64011412
b. RSUD Tarakan, Jl. Kyai Caringin no 7 Jakarta Pusat telp 3842938
7. Vaksinasi yang digunakan saat ini adalah purivied vero rabies vaksin
(verorab) dengan cara pemberian hari ke 0 diberikan 2 angka suntikan
di regio deltoideus kanan dan kiri masing-masing 0,5 ml IM, kemudian
hari ke 7 dan 21 masing-masing 1x suntikan IM deltoid kiri dan kanan.
Di Kecamatan Cempaka Putih tidak ditemukan penyakit rabies pada periode
Januari Mei 2015.
1.1.1.3. Malaria
Pemberantasan malaria bertujuan untuk mencegah kematian akibat
malaria, terutama jika terjadi KLB, menurunkan angka kematian,
menurunkan angka kesakitan (insidensi dan prevalensi), meminimalkan
kerugian sosial dan ekonomi akibat malaria. Pemberantasan malaria
haruslah rasional, harus berbasis pada epidemiologinya seperti: manusia,
parasit malaria, vektor dan lingkungannya. Pemberantasan malaria harus
ditujukan untuk memutus penularan penyakit malaria, dengan sasaran
antara lain :
1. Penemuan penderita
Penemuan penderita secara dini merupakan salah satu cara memutus
penyebaran penyakit malaria. Kegiatan tersebut antara lain dilakukan
dengan penemuan penderita malaria secara aktif (ACD = Active Case
Detection) dilakukan oleh petugas juru malaria desa yang mengunjungi
rumah secara teratur. Penemuan penderita secara pasif (PCD=Passive
Case Detection) yakni berdasarkan kunjungan pasien di unit pelayanan
kesehatan (puskesmas pembantu, puskesmas, dan rumah sakit) yang
menunjukkan gejala klinis malaria.
2. Pengobatan penderita
Kegiatan pengobatan penderita antara lain :
1. Pengobatan malaria klinis, adalah pengobatan penderita malaria
berdasarkan diagnosa klinis tanpa pemeriksaan laboratorium.
2. Pengobatan radikal, adalah pengobatan penderita malaria
berdasarkan diagnosa secara klinis dan pemeriksaan laboratorium
sediaan darah.
3. Pengobatan MDA (Mass Drug Administration), adalah pengobatan
massal pada saat KLB, mencakup > 80% jumlah penduduk di
daerah tersebut yang diobati.
4. Profilaksis, adalah pengobatan pencegahan dengan sasaran warga
transmigrasi dan ibu hamil di daerah endemis malaria (Depkes RI,
2000).
3. Pemberantasan vektor
Pemberantasan vektor dilakukan antara lain dengan penyemprotan
rumah menggunakan insektisida untuk membunuh nyamuk dewasa,
membunuh jentik melalui kegiatan anti larva atau larvasiding dan
menghilangkan atau mengurangi tempat perindukan nyamuk untuk
mengurangi jumlah nyamuk (Depkes RI, 2000).
Di Kecamatan Cempaka Putih tidak ditemukan penyakit malaria pada
periode Januari-Mei 2015.
1.1.1.4. Filariasis
Filariasis atau elephantiasis atau penyakit kaki gajah, adalah penyakit
yang disebabkan infeksi cacing filaria yang ditularkan melalui gigitan
nyamuk. Penyakit ini tersebar luas di pedesaan dan perkotaan. Dapat dan
menyerang semua golongan tanpa mengenal usia dan jenis kelamin. Di
dunia terdapat 1,3 miliar penduduk yang berisiko tertular penyakit kaki
gajah di lebih dari 83 negara dan 60% kasus berada di Asia Tenggara.
Program Eliminasi Filariasis merupakan salah satu program prioritas
nasional pemberantasan penyakit menular sesuai dengan Peraturan
Presiden Republik Indonesia nomor 7 tahun 2005 tentang Rencana
Pembangunan Jangka Menengah Nasional tahun 20042009. Tujuan
umum dari program eliminasi filariasis adalah filariasis tidak menjadi
masalah kesehatan masyarakat di Indonesia pada tahun 2020. Sedangkan
tujuan khusus program adalah (a) menurunnya angka mikrofilaria
(microfilaria rate) menjadi 0% di setiap Kabupaten/Kota, (b) mencegah
dan membatasi kecacatan karena filariasis.
Program eliminasi filariasis di Indonesia ini menerapkan strategi
Global Elimination Lymphatic Filariasis dari WHO. Strategi ini mencakup
pemutusan rantai penularan filariasis melalui POMP filariasis di daerah
endemis filariasis dengan menggunakan DEC yang dikombinasikan
dengan albendazole sekali setahun minimal 5 tahun, dan upaya mencegah
dan membatasi kecacatan dengan penatalaksanaan kasus klinis filariasis,
baik kasus akut maupun kasus kronis.
Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota merupakan pengendali utama
program eliminasi filariasis di tingkat kabupaten/kota yang mempunyai
tugas dan kewenangan sebagai berikut:
a. Menetapkan kebijakan eliminasi filariasis di kabupaten/kota.
Menetapkan tujuan dan strategi eliminasi filariasis di tingkat
kabupaten/kota.
b. Melaksanakan pengendalian pelaksanaan, monitoring dan evaluasi
program eliminasi filariasis dengan memperkuat komitmen, mobilisasi
sumber daya kabupaten/kota.
c. Memperkuat kerjasama lintas program dan lintas sektor serta
kerjasama lembaga mitra kerja lainnya di kabupaten/kota.
d. Melaksanakan pembinaan dan asistensi teknis program eliminasi
filariasis di puskesmas, rumah sakit dan laboratorium daerah.
e. Melaksanakan pelatihan eliminasi filariasis di kabupaten/kota.
f. Melaksanakan evaluasi cakupan POMP filariasis dan penatalaksanaan
kasus klinis kronis filariasis di daerahnya.
g. Membentuk KOMDA POMP filariasis.
h. Mengalokasikan anggaran biaya operasional dan melaksanakan POMP
filariasis.
i. Mengalokasikan anggaran dan melaksanakan pengobatan selektif,
penatalaksanaan kasus reaksi pengobatan, dan penatalaksanaan kasus
klinis filariasis.
j. Mengkoordinir dan memastikan pelaskanaan tugas puskesmas sebagai
pelaksana operasional program eliminasi filariasis kabupaten/kota.
Sejak tahun 2005, sebagai unit pelaksana atau IU (implementation unit)
penanganan filariasis adalah setingkat kabupaten/kota. Artinya, satuan
wilayah terkecil dalam program ini adalah kabupaten/kota, baik untuk
penentuan endemisitas maupun pelaksanaan POMP filariasis. Bila sebuah
kabupaten/kota sudah endemis filariasis, maka kegiatan POMP filariasis
harus segera dilaksanakan.
Agar mencapai hasil optimal sesuai dengan kebijakan nasional
eliminasi filariasis dilaksanakan dengan memutus rantai penularan, yaitu
dengan cara POMP filariasis untuk semua penduduk di kabupaten/kota
tersebut kecuali anak berumur kurang dari 2 tahun, ibu hamil, orang yang
sedang sakit berat, penderita kronis filariasis yang dalam serangan akut dan
balita dengan marasmus/kwasiorkor dapat ditunda pengobatannya.
Di Kecamatan Cempaka Putih tidak ditemukan kasus penyakit
filariasis pada periode Januari Mei 2015.
Tabel penderita DBD Perkelurahan Bulan April sampai dengan Mei 2015
1 Cempaka 7 8 7 6 28 100
Putih Barat
2 Cempaka 2 12 12 20 46 100
Putih
Timur
3 Rawasari 4 9 1 4 18 100
Total 13 29 20 30 92 100
Rekapitulasi Data Foging focus perkelurahan bulan Januari sampai dengan Mei
tahun 2015
1.3.Identifikasi Masalah
2.1.2.1. Emergency
Menunjukkan besar kerugian yang timbul. Ini ditunjukkan dengan
Case Fatality Rate (CFR).
Tabel 2.7 Penentuan Expanding Scope Score di Puskesmas Kecamatan Cempaka Putih Periode
Januari-Mei 2015
Lintas
Jumlah Penduduk Jumlah
No Daftar Masalah Sektor
20.000 >20.000
2.1.2.4. Feasibility
Feasibility merupakan kriteria yang digunakan untuk menilai
seberapa mungkin suatu masalah dapat diselesaikan. Pada dasarnya,
kriteria ini adalah kriteria kualitatif, oleh karena itu perlu dibuat parameter
kuantitatif sehingga penilaian terhadap kriteria ini menjadi obyektif.
Adapun parameter yang digunakan untuk menilai apakah suatu
masalah dapat diselesaikan meliputi :
1. Rasio tenaga kesehatan Puskesmas terhadap jumlah penduduk
Semakin banyak jumlah tenaga kesehatan terhadap jumlah penduduk,
maka kemungkinan suatu permasalahan terselesaikan akan semakin
besar. Oleh karena itu, dilakukan penghitungan rasio tenaga kesehatan
di setiap Puskesmas kelurahan terhadap jumlah penduduk yang
menjadi sasaran program kesehatan di masing masing wilayah
Puskesmas. Katagori tenaga kerja dinilai berdasarkan ratio jumlah
tenaga kerja dengan jumlah penduduk semakin banyak jumlah tenaga
medis maka akan semakin ideal. Semakin sedikit jumlah tenaga medis,
semakin besar masalah yang dapat timbul.
Tabel 2.1 Penentuan Score Feasibility berdasarkan Rasio Tenaga Kerja
Puskesmas terhadap Jumlah Penduduk
No Range Score
1 1 : 1 1 : 1000 1
2 1 : 1001 1 : 2000 2
3 1 : 2001 1 : 3000 3
4 1 : 3001 1 : 4000 4
5 1 : 4001 1 : 5000 5
6 1 : 5001 1 : 6000 6
7 1 : 6001 1 : 7000 7
8 1 : 7001 1 : 8000 8
9 1 : 8001 1 : 9000 9
10 1 : 9001 1 : 10000 10
Tabel 2.8 Scoring Rasio tenaga medis P2B2 dengan jumlah penduduk
Jumlah tenaga Jumlah
No Kelurahan Perbandingan Score
kerja penduduk
1 Cempaka Putih 4 40.368 1:10000 10
Barat
2 Cempaka Putih 6 28.135 1:4689 4
Timur
3 Rawasari 5 26.668 1:5333 6
2.1.2.5. Policy
Untuk dapat diselesaikan, aspek lain yang harus dipertimbangkan
dari suatu masalah kesehatan adalah apakah pemerintah memiliki concern
terhadap masalah tersebut. Parameter yang digunakan untuk menilai
seberapa concern pemerintah adalah kebijakan pemerintah yang concern
terhadap permasalahan tersebut, serta apakah masalah tersebut
terpublikasi di berbagai media.
Parameter tersebut diberikan nilai berdasarkan parameter yang paling
mungkin sampai ke masyarakat. Publikasi suatu isu kesehatan di media
cetak memiliki jangkauan yang lebih luas dibandingkan dengan
penyuluhan. Maka skor untuk Penyuluhan diberikan 1. Sedangkan untuk
iklan di media cetak diberikan nilai 3. Begitupun dengan media elektronik
yang memiliki jangkauan yang lebih luas dibandingkan dengan media
cetak. Maka untuk adanya publikasi masalah kesehatan tersebut di media
elektronik diberikan nilai 5.
68
Berdasarkan perhitungan tabel MCUA tiga masalah di atas diambil dua
sebagai prioritas masalah hasil diskusi, argumentasi dan justifikasi karena
keterbatasan sumber daya, tenaga, waktu dan dana, yaitu :
o Incidence Rate DBD di Puskesmas Kelurahan Cempaka Putih Barat pada
bulan Januari-Mei 2015 sebesar 69,362/100.000, tidak mencapai target
yaitu <50/100.000.
o Incidence Rate DBD di Kelurahan Cempaka Putih Timur pada bulan
Januari-Mei 2015 sebesar 163,497/100.000, tidak mencapai target yaitu
<50/100.000.
2.3.1. Incidence Rate DBD di Kelurahan Cempaka Putih Barat
Incidence Rate DBD di Kelurahan Cempaka Putih Barat pada bulan
Januari-Mei 2015 sebesar 69.362 /100.000, tidak mencapai target yaitu
<50/100.000, dari diagram Fishbone ditemukan sembilan akar penyebab
masalah.
Akar penyebab masalah yang ditemukan dari input adalah :
1. Kebijakan Puskesmas Kec. Cempaka Putih (man)
2. Jumlah Petugas terbatas (money)
3. Setiap kader memiliki alat pribadi untuk PSN (material)
4. Petugas menganggap dengan lisan saja sudah cukup untuk membuat
prosedur dijalani dengan baik (method)
Akar penyebab masalah yang ditemukan dari process adalah:
1. Kader menganggap briefing yang dilakukan hanya menghabiskan waktu
(planning)
2. Masyarakat menganggap pekerjaan kader hanya membuang waktu dan
tidak ada penghargaan (organizing)
3. Kader tidak menjadikan kegiatan PSN sebagai prioritas (actuating)
4. Kurangnya jumlah SDM terkait kegiatan PSN baik di tingkat Kelurahan
maupun Kecamatan (controlling)
5. Keterbatasan sumber daya yang ada untuk sosialisasi kepada masyarakat
(environment)
Dari sembilan akar penyebab masalah di atas dipilih empat akar penyebab
masalah yang paling dominan, yang didapatkan berdasarkan hasil diskusi dan
justifikasi:
69
1. Jumlah petugas terbatas (money)
2. Setiap kader memiliki alat pribadi untuk PSN (material)
3. Petugas menganggap dengan lisan saja sudah cukup untuk membuat
prosedur dijalani dengan baik (method)
4. Kader tidak menjadikan kegiatan PSN sebagai prioritas (actuating)
70
2. Kurangnya komunikasi antara petugas tingkat RW dan Kecamatan
(material)
3. Petugas menganggap dengan lisan saja sudah cukup untuk membuat
prosedur dijalani dengan baik (method)
4. Kader tidak menjadikan kegiatan PSN sebagai prioritas (actuating)
71
68
69
70
71
72