PENDAHULUAN
1
(23,5%), Sumatra Utara (22,82%), Jawa Timur (21,42%) dan Kalimantan Timur
(10,5%). Bila dibandingkan dengan di dunia, Indonesia menempati urutan
keempat dunia sebagai Negara yang mempunyai penduduk lanjut usia paling
banyak setelah Cina, India dan Amerika. Sebagai konsekuensinya, Indonesia
menghadapi
masalah-masalah penyakit yang ditimbulkan akibat lanjut usia, salah satunya
osteoporosis. (www. Depkes RI,2004).
Penelitian lain di kota Jakarta, Bandung, Semarang, Surabaya dan
Medan pada tahun 2002 juga makin menunjukkan bahwa osteoporosis di
Indonesia sudah seharusnya diwaspadai. Dari 101.161 responden, ternyata 29%
diantaranya telah menderita osteoporosis (Depkes RI,2004).Di Jakarta, sebuah
Rumah Sakit swasta yaitu Rumah Sakit Siaga Raya khusus Orthopaedi
manunjukkan dalam tahun 2008 terdapat pasien yang mengalami patah tulang
panggul sebanyak 74 orang, dimana telah dilakukan tindakan operasi maupun
konsevatif dengan menggunakan obat-obatan.
Insiden (angka kejadian) osteoporosis pada wanita lebih tinggi
dibandingkan pria. Satu dari tiga wanita mempunyai kecenderungan terkena
osteoporosis yang biasanya terjadi pada wanita paska menopause, sedangkan
pada pria insidennya lebih kecil yaitu 1 dari 7 pria. Osteoporosis menjangkit
pada usia di atas 45 tahun. Namun berdasarkan penelitian lain, wanita usia
muda yaitu 23 tahun juga beresiko mengalami osteoporosis. (Depkes RI,2004)
Penyebab osteoporosis di pengaruhi berbagai faktor dan pada individu
bersifat multifaktor seperti gaya hidup tidak sehat (merokok, minum alkohol,
soft drink, kopi,mengkonsumsi nutrisi dengan kadar lemak yang tinggi), kurang
gerak atau tidak berolahraga serta pengetahuan mencegah osteoporosis yang
kurang yaitu kurangnya mengkonsumsi kalsiaum dan vitamin D. Vitamin D
secara alami bisa kita dapatkan dari sinar matahari.
Menurut Menteri Kesehatan RI tahun 2004, osteoporosis sering disebut
sebagai silent killer diseases, seperti penyakit kronik lainnya osteoporosis
tidak menunjukkan gejala awal dan tidak dapat terdiagnosa, hingga terjadinya
2
patah tulang (Depkes RI,2004). Perubahan massa tulang dapat dideteksi dengan
pemeriksaan kalsium dalam darah. Dengan kemajuan teknologi osteoporosis
dapat dideteksi dengan cara yang mudah yaitu dengan menggunakan alat Bone
Densito Metry (BDM), bagian yang diukur adalah lengan bawah, tulang
punggung atau tulang panggul. Dari hasil pemeriksaan tersebut akan
menginformasikan kandungan mineral tulang, densitas tulang dan presentasi
massa tulang, sehingga resiko berkembangnya patah tulang dari penderita dapat
dideteksi terlebih dahulu.
3
diketahuinya hubungan karakteristik pasien dengan hasil pengukuran
kepadatan tulang.
4
5. Diharapkan masyarakat dapat secara mandiri untuk berkonsultasi
kepada tenaga medis apabila sedang menjalankan terapi, terutama
yang menggunakan terapi steroid serta penyakit-penyakit tertentu
yang menggunakan obat dalam jangka waktu yang lama.
5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
6
C. Osteoporosis pada usia anak-anak
D. Osteoporosis pada usia muda
7
5. Keturunan : kepekaan terhadap patah tulang sebagian disebabkan
oleh faktor keturunan.
6. Makanan : kurangnya zat kalsium dari makanan yang tidak
seimbang terutama pada sisa pembentukan tulang bias
menyebabkan seseorang rentan terhadap pengeroposan tulang.
7. Pola Hidup Sehat : diet rendah lemak, rendah garam, dan kurangi
konsumsi daging hewan, membiasakan diri berolahraga, cukup
istirahat, tidak merokok, dan tidak minum alcohol. (Suparto, 2000)
8
Penyakit-penyakit dan faktor penyebab osteoporosis sekunder :
1. Hormon atau metaolic : pada atlit sering mengguanakan obat-obatan
penghalang menstruasi selama periode pertandingan akbar.
2. Kelainan genetika
3. Obat-obatan sejenis fenitoin, pentobarbital, heparin.
4. Gizi : alkohol, kekurangan vitamin D, penyakit hati yang kronis,
operasi lambung dan gangguan pencernaan.
Hindari beberapa faktor resiko antara lain dengan perilaku hidup sehat :
a. Hindari merokok dan minuman alcohol
b. Olahraga rutin dan kontinyu
9
4. Terjadi patah tulang pada tulang yang menahan beban seperti ruas
tulang punggung ke-8 sampai ke bawah.
BAB III
10
penelitian baik skala nasional maupun internasional. Dalam penulisan ini penulis
tetap mengacu pada ketentuan yang ditentukan Departemen Kesehatan RI dan WHO
baik definisi operasional maupun skala ukuran.
Dalam penulisan ini sebagai variabel dependen adalah hasil dari pengukuran
kepadatan massa tulang, sedangkan variabel independen adalah umur, ras, jenis
kelamin, kerangka tubuh dan kebiasaan merokok. Untuk lebih jelasnya konsep
penulisan ini digambarkan sebagai berikut.
11
Variabel Independen Variabel Dependen
1. Umur
2. Ras
3. Jenis Kelamin Kepadatan massa
4. Indeks Massa Tubuh tulang
5. Merokok
3.3 Pengobatan
12
Prinsip pengobatan osteoporosis antara lain obat anti sakit, alat bantu, istirahat
dan kesabaran dokter maupun pasien karena penyembuhannya sangat pelan dan butuh
waktu. Mengenai istirahat, tidak berarti istirahat total, karena proses penyembuhan
tulang justru memerlukan tekanan berat badan dan gravitasi.
Pengobatan osteoporosis hingga saat ini masih jauh dari memuaskan. Sampai
tahun1975, belum ada cara pengobatan yang sempurna dan baru tahun 1981 para ahli
mulai melakukan penelitian-penelitian yang intensif untuk mendapatkan cara
pengobatan yang baik. Pada umumnya baik para dokter yang mengobati maupun
pasien osteoporosis sendiri masih banyak merasakan ketidakpastian apakah investasi
pengobatan yang diberikan akan meningkatkan massa tulang sehingga dapat
mengurangi rasa nyeri dan kemungkinan terjadi fraktur berulang kali.
Pengobatan osteoporosis untuk meningkatkan massa tulang tidak selalu
diikuti dengan perbaikan kekuatan mekanik tulang, terutama jika susunan trabikuler
tulang sudah rusak. Dengan demikian dalam penatapelaksaan osteoporosis, selain
usaha pengobatan untuk memperbaiki kelainan yang terjadi juga diperlukan tindakan
pencegahan. (Lane,2001)
2. Kalsium
Kalsium merupakan mineral yang paling sering diberikan untuk
penderita osteoporosis. Kalsium membantu pertumbuhan tulang pada saat
remaja untuk membantu mencapai masa tulang.
3. Bisphosphonates
Bisphosphonates atau yang disebut juga disphosponate merupakan
analog dari unsur gabungan kimia pyrophosphate. Unsur ini memiliki khasiat
khusus yang diserap langsung oleh permukaan tulang, biasanya pada bagian
dimana turn over aktif sedang berlangsung.
13
4. Kalsitonin
Kalsitonin adalah hormon yang beredar dalam tubuh yang diproduksi
oleh kelenjar thyroid sebagai tambahan dari hormon thyroid itu sendiri.
Kalsitonin berfungsi untuk mengurangi resorpsi tulang karena sel yang
membentuk tulang, yang menghentikan proses masa berkurangnya tulang.
5. Vitamin D
Perawatan wanita paska menopause dengan terapi estrogen juga
memerlukan kadar vitamin D yang cukup tinggi. Kendala yang dialami karena
proses penuaan, usus menjadi kebal terhadap aksi vitamin D yang
menyebabkan penyerapan kalsium berkurang.
6. Fluoride
Penderita osteoporosis, pemberian terapi kalsium dan vitamin D jika
dikombinasi dengan fluoride akan dapat meningkatkan massa tulang.
7. Raloxifene
Raloxifene menambah massa tulang dan mengurangi resiko kanker
payudara akibat esterogen.
14
BAB IV
METODOLOGI PENELITIAN
Penelitian ini dilakukan pada bulan Maret April 2008 dengan pengambilan
data sekunder pasien yang telah melakukan pemeriksaan pada tulang belakang pada
tahun 2008 di Indonesia.
4.2 Sampel
Sampel adalah total populasi. Sampel diambil dari populasi pasien yang
berkunjung ke dokter spesialis orthopedic dan melakukan pemeriksaan tulang
belakang. Jumlah sampel yang diambil sebanyak 254 orang.
15
9) Menopause dini
10) Diabetes melitus
11) Sirosis hepatis
4.4 Hipotesis
1. Ada hubungan antara umur dengan kepadatan masssa tulang
2. Ada hubungan antara ras dengan kepadatan tulang
3. Ada hubungan antara jenis kelamin dengan kepadatan tulang
4. Ada hubungan antara indeks massa tubuh dengan kepadatan tulang
5. Ada hubungan antara kebiasaan merokok dengan kepadatan massa tulang
16
4. Indeks massa tubuh kg/m2 Nominal
Indeks massa tubuh dihitung berdasarkan rumus:
Berat badan (kg)
Tinggi badan (m2)
Berat badan dan tinggi badan yang digunakan
adalah data saat pasien tersebut datang pertama
kali, yaitu yang tercatat dalam rekam medik.
Indeks massa tubuh dikategorikan dalam:
1) < 18 kg/m2
2) 18 kg/m2
17
9. Menopause dini Tahun Nominal
Menopause dini adalah usia menopause kurang
dari normal, yaitu kurang dari 45 tahun.(24) Data
diperoleh melalui wawancara dan dikategorikan
dalam :
1) Ya
2) Tidak
18
BAB V
1. Editing data
Kegiatan ini dilakukan untuk meng-edit data yang diambil untuk
melihat apakah ada kesalahan dalam pengumpulan data tersebut
sebelum masuk ke computer.
2. Coding data
Setelah dilakukan editing, kemudian data diberikan kode agar dapat
mempermudah mengelompokkan data.
3. Entry data
19
Data yang telah diberi kode, dimasukkan atau di-entry kedalam
computer untuk proses pengolahan data
4. Cleaning data
Stelah data dimasukkan ke dalam kompter, untuk melihat apakah
terdapat kesalahan peng-entry-an data dilakukan cleaning data untuk
menghapus data yang salah atau data rangkap.
5. Analisis data
Analisis data ini untuk menghasilkan suatu informasi yang
dibutuhkan dan untuk melihat trend atau kecenderungan dari data
pasien yang dikumpulkan.
BAB VI
20
KESIMPULAN DAN SARAN
6.1 Kesimpulan
Adanya hubungan umur, ras, jenis kelamin, dan indeks massa tubuh
dengan kepadatan tulang
Diperoleh model terbaik dalam menentukan determinan kepadatan massa
tulang yaitu umur dan indeks massa tubuh merupakan variabel yang
dominan yang terhubung dengan kepadatan massa tulang.
Wanita lebih rentan mengalami osteoporosis dari pada laki-laki.
Osteoporosis dapat dibagi menjadi 2 yaitu, osteoporosis primer dan
sekunder
Anak-anak dan remaja dapat juga mengalami osteoporosis
6.2 Saran
Perlu diadakan penelitian lebih lanjut khususnya mengenai jumlah
sampel sehingga hasil yang diperoleh lebih mewakili keadaan yang
sebenarnya.
6.3 Manfaat
21
1. Pasien dengan osteoporosis, yang berkaitan dengan pemberian
terapi dan
2. Bagi individu agar dapat dijadikan acuan untuk mengintervensi
latian yang diperbolehkan untuk pasien dengan osteoporosis.
3. Dapat memberikan penyuluhan tentang pencegahan secara dini
terhadap pasien yang berpotensi osteoporosis, terutama pasien
yang hasil pengukuran densitas tulangnya menunjukkan
osteopenia.
4. Diharapkan masyarakat mengetahui faktor-faktor yang dapat
menyebabkan terjadinya osteoporosis sehingga terjadinya patah
tulang dapat dicegah.
5. Diharapkan masyarakat bermotivasi untuk menjalankan hidup
sehat yang dapat mencegah terjadinya osteoporosis dini.
6. Diharapkan masyarakat dapat secara mandiri untuk berkonsultasi
kepada tenaga medis apabila sedang menjalankan terapi, terutama
yang menggunakan terapi steroid serta penyakit-penyakit tertentu
yang menggunakan obat dalam jangka waktu yang lama.
DAFTAR PUSTAKA
Association AM. Pathophisiology of Osteoporosis. 2004 [cited 2004]; Available from:
http://www.stg.centrax.com/ama/osteo/part4/module03/pdf/osteo_mgmt_o3.p
df
Hartono, Muljadi. 2001
Mencegah dan Mengatasi Osteoporosis. Puspa Swara, Jakarta
Hartono, Sutanto Prio. 2000
22
Modul Analisis Data. Biostatistik dan Kependudukan, FKM
Larsen K, Melmed et al. Osteoporosis. William Textbook of Endocrinology. 10 ed:
Elvieser Inc.; 2007.
Rekam Medis Rumah Sakit Siaga Raya, Jakarta 2001-2004 RS. Siaga Raya. 1990.
Profil RS. Siaga Raya, Jakarta tahun 1990. Jakarta : RS. Siaga Raya
Rose, Leonard. 1994
Osteoporosis : The Silent Epidic - Allen & Unwin New South Wales,
Australia
Setiyohadi, Bambang, 2009, Osteoporosis. Dalam: Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam
Edisi V Jilid III, Interna Publishing, Jakarta, h: 2650-2675.
Suparto. 2000
Sehat Menjelang Usia Senja. PT. Rosda Karya Bandung.
The Jakarta Post. How to Avoid the brittle bone problem. 2003; Available from:
http://the jakartapost.com.
www.Departemen Kesehatan RI. 2004
Kecenderungan Osteoporosis di Indonesia 6 Kali Lebih Tinggi Dibanding Negeri
Belanda 27 September 2004.
23
Rentero, Maria Luz; Cristina Carbonell; Marta Casillas; Milagros Gonzalez Bejar; et
al, 2008, Risk Factor for Osteoporosis in Postmenopausal Women Between 50
and 65 Years of Age in Primary Care Setting in Spain, Open Rheumatol Journal,
Spain, p: 58-63
Sholikah, Tri Agusti, 2011, Perbedaan Usia Menopause pada Wanita Pedesaan
dan Wanita Perkotaan serta Faktor-Faktor yang Mempengaruhinya, (skripsi)
Shuster, Lynne T; Deborah J. Rhodes; Walter A. Rocca, et al, 2010, In:
Maturitas, Premature menopause or early menopause: long-term health consequences,
p:161
Fatmah, 2008, Osteoporosis dan Faktor Risikonya pada Lansia Etnis Jawa, Media
Medika Indonesiana, h: 1-13
World Health Organization, 2012, Global Physical Activity Surveillance, (online),
http://www.who.int/chp/steps/GPAQ/en/index.html, (31 Oktober 2012)
Bull FC; Maslin TS; Armstrong T, 2009, Global physical activity questionnaire
(GPAQ): nine country reliability and validity study. J Phys Act Health,
University of Loughborough, Australia, p:790-804
World Health Organization, 2002, Global Physical Activity Questionnaire (GPAQ)
Analysis Guide, Department of Chronic Disease and Health Promotion,
Switzerland
Lee, HD; Hwag, HF, Lin, MR; 2010, Quantitative Ultrasound for Identifying Low
Bone Density in Older People, American Institute of Ultrasound in Medicine,
USA, 29: 1083-1092.
Koraag, Meiske Elizabeth, 2008, Faktor-faktor yang berhubungan dengan
osteoporosis tingkat lanjut pada wanita pascamenopause di poliklinik geriatric
RSUP dr. Sardjito Yogyakarta (tesis), (28 Oktober 2012)
Nurwahyuni, Dewi, 2009, Hubungan antara Asupan Kalsium, Aktivitas Fisik dan
Frekuensi Konsumsi Teh dengan Kepadatan Tulang pada Wanita Pasca
Menopause, (artikel penelitian), (11 Juli 2013)
24
Demontiero, Oddom; Christopher Vidal; Gustavo Duque, 2012, Aging and Bone
Loss, (online), http://www.medscape.com/viewarticle/761119_3, (2 November 2012)
Miyabara, Yuko; Yoshiko Onoe; Akiko Harada; Tatsuhiko Kuroda; et al., 2006,
Effect of physical activity and nutrition on bone mineral density in young
Japanese women, Japan
Armstrong, Miranda EG; Elizabeth A Spancer; Benjamin J Crains et al, 2011, Body
Mass Index and Physical Activity in Relation to the Incidence of Hip Fracture
in Postmenopauseal Women, The Australian National University, Australia
Kawiyana, Siki, 2009, Interleukin-6 yang Tinggi Sebagai Faktor Risiko Terhadap
Kejadian Osteoporosis pada Wanita Pascamenopause Defisiensi Estrogen, (artikel
penelitian)
Scane AC FR, Sutcliffe AM, Francis SJD, Rawlings DJ, Chapple CL. Case-control
study of the pathogenesis and sequelae of symptomatic vertebral fractures in
men. Osteoporosis International. 1999;9:91-7.
Cheung AM FD, Kapral M, Diaz N-Granados, Dodin S. Prevention of Osteoporosis
and Osteoporotic Fracturesin Postmenopausal Women. CMAJ.
2004;170(11):1665-7.
Kutikat A GR, Chakravarty K. Management of Osteoporosis. 2004;12:104-18.
Seeman E PD, Delmas EPD. Bone Quality-The Material and Structural Basis of Bone
Strenght and Fragility. t=The New England Journal of Medicine. 2006:2250-61.
Hansen Lb VS. Prevention and Treatment of non-postmenopausal Osteoporosis.
2004;61:2638-54
25
Macdonald HM NS, Campbell MK, Reid DM. Influence of weight and weight change on
bone loss in perimenopausal and early postmenopausal Scottish women.
2005:16371.
Haussler B GH, Gol D, Glaeske G, Pientka L, Felsenberg D. Epidemiology, treatment
and costs of osteoporosis in Germany-the BoneEVA Study. 2007:7784.
Macdonald HM NS, Golden MH, Campbell MK, Reid DM. Nutritional associations
with bone loss during the menopausal transition: evidence of a beneficial
effect of calcium, alcohol, and fruit and vegetable nutrients and of a
detrimental effect of fatty acids. 2004:15565.
Ross PD. Osteoporosis frequency, consequences and risk factors: Arch. Internal
Med.; 1996; 156(13):1399-411
Johnell. Advances in osteoporosis: Better identification of risk factors can reduce
morbidity and mortality: J. Internal Med.; 1996. 239(4): 299304.
T.V. Nguyen DS, P.N. Sambrook and J.A. Eisman. Mortality after all major types of
osteoporotic fracture in men andwomen: An observational study.
1999:878-82.
Buttros Dde A N-NJ, Nahas EA, Cangussu LM, Barral AB, Kawakami MS. Risk
factors for osteoporosis in postmenopausal women from southeast Brazilian.
2011. Juni; 33(6):295-302.
Teb C DRL, Casas L, Estrada MD, Kotzeva A, Di Gregorio S, Espallargues M. Risk
factors for fragility fractures in a cohort of Spanish women. 2011. 25(6):
507-12
26