Anda di halaman 1dari 26

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Banyak orang tidak menyadari pentingnya fungsi tulang dalam hidup,
yaitu memberi bentuk tubuh, sebagai melekatnya otot, serta memberikan
perlindungan pada organ dibawahnya. Tulang manusia mengalami puncaknya
pada kurun waktu umur 20 40 tahun, sampai terjadi proses penuaan dimana
tulang mulai kehilangan kekuatannya (Suparto, 2000). Selain itu juga banyak
kondisi yang dapat mempercepat proses berkurangnya masa tulang. Dengan
rendahnya massa tulang dapat menimbulkan pengeroposan tulang atau
osteoporosis. Hal ini dapat menyebabkan pergerakan tulang sangat terbatas,
timbul rasa nyeri, bentuk tubuh atau anggota badan berubah dan kemampuan
fisik menurun. Komplikasi yang berakibat fatal adalah terjadinya patah tulang
panggul, yang merupakan penyebab kecelakaan yang membawa maut apabila
tidak ditangani dengan serius.
Berdasarkan data dari Third National Health and Nutrition Examination
Survey tahun 2000 yang mencakup pengukuran densitas mineral tulang. 20%
wanita dan 5% laki-laki berusia 50 tahun keatas di Amerika Serikat menderita
osteoporosis yang menjadi penyebab utama dari resiko retak atau patah tulang.
Kira-kira 250.000 kasus tiap tahun di Amerika Serikat mengalami patah tulang
panggul yang memiliki tingkat mortalitas tinggi.
Menurut hasil analisa data yang dilakukan oleh Puslitbang Gizi Depkes
pada 14 propinsi pada tahun 2004 menunjukkan bahwa maslah osteoporosis di
Indonesia telah mencapai tingkat yang perlu diwaspadain yaitu 19,7%. Itulah
kecenderungan osteoporosis di Indonesia 6 kali lebih tinggi dibandingkan
dengan Negara Belanda. Lima propinsi dengan resiko osteoporosis yang tinggi
adalah Sumatra Selatan (27,7%), Jawa Tengah (24,02%), DI Jogyakarta

1
(23,5%), Sumatra Utara (22,82%), Jawa Timur (21,42%) dan Kalimantan Timur
(10,5%). Bila dibandingkan dengan di dunia, Indonesia menempati urutan
keempat dunia sebagai Negara yang mempunyai penduduk lanjut usia paling
banyak setelah Cina, India dan Amerika. Sebagai konsekuensinya, Indonesia
menghadapi
masalah-masalah penyakit yang ditimbulkan akibat lanjut usia, salah satunya
osteoporosis. (www. Depkes RI,2004).
Penelitian lain di kota Jakarta, Bandung, Semarang, Surabaya dan
Medan pada tahun 2002 juga makin menunjukkan bahwa osteoporosis di
Indonesia sudah seharusnya diwaspadai. Dari 101.161 responden, ternyata 29%
diantaranya telah menderita osteoporosis (Depkes RI,2004).Di Jakarta, sebuah
Rumah Sakit swasta yaitu Rumah Sakit Siaga Raya khusus Orthopaedi
manunjukkan dalam tahun 2008 terdapat pasien yang mengalami patah tulang
panggul sebanyak 74 orang, dimana telah dilakukan tindakan operasi maupun
konsevatif dengan menggunakan obat-obatan.
Insiden (angka kejadian) osteoporosis pada wanita lebih tinggi
dibandingkan pria. Satu dari tiga wanita mempunyai kecenderungan terkena
osteoporosis yang biasanya terjadi pada wanita paska menopause, sedangkan
pada pria insidennya lebih kecil yaitu 1 dari 7 pria. Osteoporosis menjangkit
pada usia di atas 45 tahun. Namun berdasarkan penelitian lain, wanita usia
muda yaitu 23 tahun juga beresiko mengalami osteoporosis. (Depkes RI,2004)
Penyebab osteoporosis di pengaruhi berbagai faktor dan pada individu
bersifat multifaktor seperti gaya hidup tidak sehat (merokok, minum alkohol,
soft drink, kopi,mengkonsumsi nutrisi dengan kadar lemak yang tinggi), kurang
gerak atau tidak berolahraga serta pengetahuan mencegah osteoporosis yang
kurang yaitu kurangnya mengkonsumsi kalsiaum dan vitamin D. Vitamin D
secara alami bisa kita dapatkan dari sinar matahari.
Menurut Menteri Kesehatan RI tahun 2004, osteoporosis sering disebut
sebagai silent killer diseases, seperti penyakit kronik lainnya osteoporosis
tidak menunjukkan gejala awal dan tidak dapat terdiagnosa, hingga terjadinya

2
patah tulang (Depkes RI,2004). Perubahan massa tulang dapat dideteksi dengan
pemeriksaan kalsium dalam darah. Dengan kemajuan teknologi osteoporosis
dapat dideteksi dengan cara yang mudah yaitu dengan menggunakan alat Bone
Densito Metry (BDM), bagian yang diukur adalah lengan bawah, tulang
punggung atau tulang panggul. Dari hasil pemeriksaan tersebut akan
menginformasikan kandungan mineral tulang, densitas tulang dan presentasi
massa tulang, sehingga resiko berkembangnya patah tulang dari penderita dapat
dideteksi terlebih dahulu.

1.2 Identifikasi Masalah


Apa yang dimaksud dengan Osteoporosis?
Osteoporosis dapat dibagi menjadi 2. Sebukan!
Apa saja faktor-faktor resiko terjadinya osteoporosis primer?
Apa saja faktor-faktor resiko terjadinya osteoporosis sekunder?
Apa saja faktor-faktor resiko terjadinya osteoporosis pada usia
anak-anak?
Apa saja faktor-faktor resiko terjadinya osteoporosis pada usia
muda?
Sebutkan keluhan dan gejala yang kelihatan bila mengalami
osteoporosis?
Sebutkan penata laksanaan osteoporosis?
Apa yang dimaksud denga Kalsitonin?
Sebutkan petunjuk perencaan pola makan dengan gizi seimbang?

1.3 Batasan Masalah


Penulisan ini merupakan analisis terhadap data sekunder dari hasil
pengukuran Bone Densito Metry pada pasien yang diduga osteoporosis.

1.4 Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan osteoporosis
dapat berakibat fatal bahkan dapat menyebabkan kematian bila tidak
ditangani dengan segera dan masih tinggi kasus osteoporosis di Indonesia.
Dengan demikian rumusan masalah yang akan ditemukan adalah Belum

3
diketahuinya hubungan karakteristik pasien dengan hasil pengukuran
kepadatan tulang.

1.5 Tujuan Penulisan


1. Mengetahui informasi mengenai karakteristik pasien (umur, jenis
kelamin, indeks massa tubuh, ras dan kebiasaan merokok).
2. Mengetahui informasi mengenai kepadatan massa tulang
penderita.
3. Mengetahui hubungan antara umur pasien dengan kepadatan
massa tulang.
4. Mengetahui hubungan antara jenis kelamin pasien dengan
kepadatan massa tulang.
5. Mengetahui hubungan antara indeks tubuh dengan kepadatan
massa tulang.
6. Mengetahui hubungan antara ras penderita dengan kepadatan
massa tulang.
7. Mengetahui hubungan antara kebiasaan merokok penderita
dengan kepadatan massa tulang.
8. Mengetahui variabel dominan yang berhubungan dengan
kepadatan massa tulang.
1.6 Manfaat Penulisan
1. Bagi individu agar dapat dijadikan acuan untuk mengintervensi
pasien dengan osteoporosis, yang berkaitan dengan pemberian
terapi dan latian yang diperbolehkan untuk pasien dengan
osteoporosis.
2. Dapat memeberikan penyuluhan tentang pencegahan secara dini
terhadap pasien yang berpotensi osteoporosis, terutama pasien
yang hasil pengukuran densitas tulangnya menunjukkan
osteopenia.
3. Diharapkan masyarakat mengetahui faktor-faktor yang dapat
menyebabkan terjadinya osteoporosis sehingga terjadinya patah
tulang dapat dicegah.
4. Diharapkan masyarakat bermotivasi untuk menjalankan hidup
sehat yang dapat mencegah terjadinya osteoporosis dini.

4
5. Diharapkan masyarakat dapat secara mandiri untuk berkonsultasi
kepada tenaga medis apabila sedang menjalankan terapi, terutama
yang menggunakan terapi steroid serta penyakit-penyakit tertentu
yang menggunakan obat dalam jangka waktu yang lama.

1.7 Metodologi Penelitian


Jenis penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dengan desain
penelitian yang digunakan adalah cross sectional, yaitu mengukur keterpaparan
dan penyakit secara bersamaan. Keuntungan dari studi cross sectional ini
adalah dapat dilakukan dalam waktu singkat dan kekurangan dari studi cross
sectional adalah pada umumnya tidak dapat diketahui apakah variabel
independen adalah merupakan antecedent dari variabel dependen. (DepKes RI,
1999).

1.8 Sistematika Pelaporan


Dalam bab I menjelaskan terdiri atas latar belakang, identifikasi
masalah, batasan masalah, rumusan masalah, tujuan penulisan, manfaat
penulisan, dan metedologi penelitian. Bab II berisi tentang definisi
osteoporosisi, pengelompokan dan penanaman osteoporosisis. Bab III berisi
tentang gejala osteoposis, pengobatan dan penatalaksaan osteoporosis. Bab IV
berisi tentang tempat dan waktu penelitian, sampel dan hipotesis. Bab V berisi
tentang pengolahan data. Bab VI berisi tentang kesimpulan, saran, dan manfaat.

5
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Osteoporosis

Osteoporosis didefinisikan sebagai berikut :


1. Osteoporosis adalah suatu penyakit dengan sifat-sifat khas berupa massa
tulang yang rendah disertai perubahan-perubahan mikro arsitektur dan
kemunduran kualitas jaringan tulang yang akhirnya menyebabkan
terjadinya peningkatan kerapuhan tulang dan peningkatan kemungkinan
resiko terjadinya patah tulang (WHO,1992)
2. Osteoporosis adalah kondisi dimana tulang menjadi rapuh dan mudah
retak atau patah, karena kekurangan kalsium. (DepKes RI)

2.2 Pengelompokan dan Penanaman Osteoporosis


Pengelompokan Osteoporosis :
A. Osteoporosis primer
B. Osteoporosis sekunder

6
C. Osteoporosis pada usia anak-anak
D. Osteoporosis pada usia muda

2.2.1 Osteoporosis Primer


Osteoporosis primer adalah osteoporosis yang tidak diketahui
penyebabnya. Pada tahun 1983, Riggs dan Melton membagi osteoporosis
primer menjadi 2 tipe, yaitu Osteoporosis tipe I dan osteoporosis tipe II.
Osteoporosis tipe I disebut juga osteoporosis pasca menopause.
Osteoporosis tipe ini disebabkan oleh defisiensi estrogen akibat
menopause. Osteoporosis tipe II disebut juga osteoporosis senilis,
disebabkan oleh gangguan absorpsi kalsium di usus sehingga
menyebabkan hiperparatiroidisme sekunder yang mengakibatkan
timbulnya osteoporosis. Namun pada sekitar tahun 1990, Riggs dan
Melton memperbaiki hipotesisnya dan mengemukakan bahwa estrogen
menjadi faktor yang sangat berperan pada osteoporosis primer, baik pasca
menopause maupun senilis.

Faktor-faktor resiko terjadinya osteoporosis primer :


1. Umur : makin lama seseorang hidup, makin besar kemungkinana
mengalami pengeroposan tulang
2. Jenis Kelamin : wanita mempunyai resiko 6-8 kali lebih besar
daripada pria karena kepadatan tulangnya lebih rendah, apalagi
setelah menopause. Selain itu wanita cenderung hidup lebih lama
daripada pria, padahal pengroposan tulang merupakan suatu
penyakit yang berhubungan dengan usia lanjut. (Hartono,2001)
3. Ras : orang yang mempunyai resiko osteoporosis adalah wanita
kulit putih yang memiliki warna kulit putih dan tinggal jauh dari
garis khatulistiwa. (Lane, 2003)
4. Postur Tubuh : individu yang memiliki kerangka tubuh yang
kecil cenderung lebih sering mengalami pengeroposan tulang
daripada mereka dengan kerangka tubuh lebih besar karean
penurunan kepadatan tulangnya relative lebih kecil.

7
5. Keturunan : kepekaan terhadap patah tulang sebagian disebabkan
oleh faktor keturunan.
6. Makanan : kurangnya zat kalsium dari makanan yang tidak
seimbang terutama pada sisa pembentukan tulang bias
menyebabkan seseorang rentan terhadap pengeroposan tulang.
7. Pola Hidup Sehat : diet rendah lemak, rendah garam, dan kurangi
konsumsi daging hewan, membiasakan diri berolahraga, cukup
istirahat, tidak merokok, dan tidak minum alcohol. (Suparto, 2000)

Osteoporosis primer dibagi menjadi 2 kelompok :


1. Osteoporosis tipe 1 : bias terjadi pada dewasa muda dan usia tua,
baik pria maupun wanita. Pada wanita usia 51-75 tahun 6 kali lebih
banyak dibandingkan dengan pria kelompok usia yang sama.
Osteoporosis tipe 1 berkaitan dengan :
a. Perubahan hormon setelah menopause
b. Banyak dikaitkan dengan patah tulang pada ujung tulang
lengan bawah.

2. Osteoporosis tipe 2 : banyak terjadi pada usia di atas 70 tahun


dan 2 kali lebih banyak pada wanita dibandingkan dengan pria
pada usia yang sama.
Osteoporosis tipe 2 sering dikaitkan dengan :
a. Gangguan pemanfaatan vitamin D oleh tubuh
b. Kekurangan dalam pembentukan vitamin D
c. Kurangnya sel perangsang pembentuk vitamin

2.2.2 Osteoporosis Sekunder

Faktor-faktor resiko terjadinya osteoporosis :

1) Gangguan hormon seperti hormon gondok


2) Zat kimia dan obat-obatan seperti nikotin rokok, obat tidur, alcohol
dan heparin (obat untuk menghentikan pendarahan)
3) Lain-lain hal seperti istirahat total dalam waktu lama, penyakit ginjal,
penyakit hati, penyakit gangguan penyerapan usus.

8
Penyakit-penyakit dan faktor penyebab osteoporosis sekunder :
1. Hormon atau metaolic : pada atlit sering mengguanakan obat-obatan
penghalang menstruasi selama periode pertandingan akbar.
2. Kelainan genetika
3. Obat-obatan sejenis fenitoin, pentobarbital, heparin.
4. Gizi : alkohol, kekurangan vitamin D, penyakit hati yang kronis,
operasi lambung dan gangguan pencernaan.
Hindari beberapa faktor resiko antara lain dengan perilaku hidup sehat :
a. Hindari merokok dan minuman alcohol
b. Olahraga rutin dan kontinyu

c. Kendalikan berat badan agar tidak terlalu gemuk


d. Perbanyak konsumsi sayuran dan buah-buahan

2.2.3 Osteoporosis pada usia anak-anak


Faktor-faktor resiko terjadinya :
1. Kelainan pertulangan yang tidak wajar
2. Istirahat total, dimana tekanan berat merupakan rangsangan
utama dalam proses pertulangan.
3. Penyakit kurang vitamin C, dimana terjadi gangguan pada
proses pertulangan dari serat kolagen oleh sel pembentuk tulang
dan gigi.
4. Beberapa jenis penyakit ginjal
5. Kelainan metabolisme
6. Kelainan hormon
7. Penyakit Dermatomyositis

2.2.4 Osteoporosis pada usia muda


Disebut juga Ideophatic Juvenile Osteoporosis, karena belum jelas
penyebab proses terjadinya penyakit. Timbul biasanya menjelang
pubertas, sedangkan publikasi lainnya mengatakan bahwa osteoporosis
pada usia muda ini timbul pada usia 23 tahun. Keluhan osteoporosis
jenis ini :
1. Rasa nyeri pada tulang-tulang yang menahan beban.
2. Bisa juda terjadi pemadatan tulang punggung, hingga tinggi badan
penderita berkurang.
3. Bisa terjadi patah tulang hanya karena terjadi sedikit guncangan.

9
4. Terjadi patah tulang pada tulang yang menahan beban seperti ruas
tulang punggung ke-8 sampai ke bawah.

BAB III

GEJALA DAN PENGOBATAN OSTEOPOROSIS

3.1 Kerangka Konsep

Sebagaimana dikemukakan pada kerangka teori penulisan ini bahwa


osteoprosis terbagi menjadi 2 bentuk yaitu primer dan sekunder dan ada beberapa
faktor resiko yang dapat menyebabkan osteoporosis. Hal ini telah dilakukan

10
penelitian baik skala nasional maupun internasional. Dalam penulisan ini penulis
tetap mengacu pada ketentuan yang ditentukan Departemen Kesehatan RI dan WHO
baik definisi operasional maupun skala ukuran.

Berdasarkan teori yang menunjukkan faktor resiko yang mempengaruhi hasil


Bone Densito Metry dengan penyebab yaitu umur. Umur memiliki hubungan yang
signifikan dengan terjadinya osteoporosis.Bahwa semakin tinggi usia lansia, proporsi
osteoporosis juga semakin besar. Secara teori juga disebutkan bahwa setelah usia 30
tahun, massa tulang yang hilang akan lebih banyak daripada massa tulang yang
dibentuk, sehingga dengan meningkatnya usia, massa tulang akan semakin
berkurang.keturunan, ras, jenis kelamin, gaya hidup, kerangka tubuh, haid: pada saat
berhenti haid atau menopouse, berpengaruh terhadap massa tulang karena adanya
penurunan jumlah hormon estrogen dan progesteron.

Dengan adanya penurunan estrogen sebagai pelindung massa tulang, maka


massa tulang akan lebih cepat berkurang. Terjadinya menopause yang lebih awal akan
mengakibatkan penurunan massa tulang berkurang pula .

Asupan kalsium, dan vitamin D, dan kurang berolahraga yang dapat


berpengaruh terjadinya osteoporosis baik secara langsung maupun tidak langsung.

Dalam penulisan ini sebagai variabel dependen adalah hasil dari pengukuran
kepadatan massa tulang, sedangkan variabel independen adalah umur, ras, jenis
kelamin, kerangka tubuh dan kebiasaan merokok. Untuk lebih jelasnya konsep
penulisan ini digambarkan sebagai berikut.

Gambar 3.1 Kerangka Konsep Penulisan


Hubungan Karakteristik Pasien dengan Hasil
Pengukuran Kepadatan Massa Tulang

11
Variabel Independen Variabel Dependen

1. Umur
2. Ras
3. Jenis Kelamin Kepadatan massa
4. Indeks Massa Tubuh tulang
5. Merokok

3.2 Keluhan dan Gejala yang Kelihatan


Bila tidak ada penyakit pemberat lain, bisa saja tidak ada keluhan, hanya ada
rasa sakit di bagian punggung atau di daerah tulang yang mengalami osteoporosis.
Rasa sakit biasanya hanya setempat dan tidak menyebar dan bertambah berat apabila
mendapat tekanan atau beban. Rasa sakit ini biasa hilang sendiri setelah beberapa
minggu.
Pemadatan ruas tulang punggung yang luas bisa memperlihatkan gejala
membungkuk, sering terjadi perlahan-lahan pada ruas tulang belakang dengan
keluhan nyeri tidak jelas pda lokasi yang mengalamami pemadatan.
Penampilan penderita osteoporosis lebih tua dari sebayanya, baik dari kulit
yang berkerut, mungkin terkait dengan penderita sakit yang perkepanjangan, maupun
karena postur tubuh agak membungguk bila osteoporosis mengenai ruas-ruas
belakang sehingga penyakit ini pernah diberi istilah janda bongkok.
Kulit mengerut biasa timbul pertama-tama pada kulit dada bagian bawah dan
bagian atas perut. Posisi penderita yang bungkuk bias dikarenakan terjadi rasa sakit
dan kekuatan otot sekitar patah tulang. Sebagai tambahan, terlihat tonjolan
lengkungan tulang rusuk bawah, lebih menonjol dari tonjolan pinggiran tulang
panggul atas depan. Pada pemeriksaan tulang sewaktu otopsi, tulang yang terkena
osteoporosis ini rapuh seperti kulit telur. (Yatim, 2000).

3.3 Pengobatan

12
Prinsip pengobatan osteoporosis antara lain obat anti sakit, alat bantu, istirahat
dan kesabaran dokter maupun pasien karena penyembuhannya sangat pelan dan butuh
waktu. Mengenai istirahat, tidak berarti istirahat total, karena proses penyembuhan
tulang justru memerlukan tekanan berat badan dan gravitasi.
Pengobatan osteoporosis hingga saat ini masih jauh dari memuaskan. Sampai
tahun1975, belum ada cara pengobatan yang sempurna dan baru tahun 1981 para ahli
mulai melakukan penelitian-penelitian yang intensif untuk mendapatkan cara
pengobatan yang baik. Pada umumnya baik para dokter yang mengobati maupun
pasien osteoporosis sendiri masih banyak merasakan ketidakpastian apakah investasi
pengobatan yang diberikan akan meningkatkan massa tulang sehingga dapat
mengurangi rasa nyeri dan kemungkinan terjadi fraktur berulang kali.
Pengobatan osteoporosis untuk meningkatkan massa tulang tidak selalu
diikuti dengan perbaikan kekuatan mekanik tulang, terutama jika susunan trabikuler
tulang sudah rusak. Dengan demikian dalam penatapelaksaan osteoporosis, selain
usaha pengobatan untuk memperbaiki kelainan yang terjadi juga diperlukan tindakan
pencegahan. (Lane,2001)

3.4 Penatalaksaan Osteoporosis


1. Penggunaan Terapi Pengganti Hormon
Terapi pengganti hormon melibatkan penggunaan esterogen, baik
dengan hormon esterogen saja maupun yang dikombinasi dengan hormon
progesterone.

2. Kalsium
Kalsium merupakan mineral yang paling sering diberikan untuk
penderita osteoporosis. Kalsium membantu pertumbuhan tulang pada saat
remaja untuk membantu mencapai masa tulang.

3. Bisphosphonates
Bisphosphonates atau yang disebut juga disphosponate merupakan
analog dari unsur gabungan kimia pyrophosphate. Unsur ini memiliki khasiat
khusus yang diserap langsung oleh permukaan tulang, biasanya pada bagian
dimana turn over aktif sedang berlangsung.

13
4. Kalsitonin
Kalsitonin adalah hormon yang beredar dalam tubuh yang diproduksi
oleh kelenjar thyroid sebagai tambahan dari hormon thyroid itu sendiri.
Kalsitonin berfungsi untuk mengurangi resorpsi tulang karena sel yang
membentuk tulang, yang menghentikan proses masa berkurangnya tulang.

5. Vitamin D
Perawatan wanita paska menopause dengan terapi estrogen juga
memerlukan kadar vitamin D yang cukup tinggi. Kendala yang dialami karena
proses penuaan, usus menjadi kebal terhadap aksi vitamin D yang
menyebabkan penyerapan kalsium berkurang.

6. Fluoride
Penderita osteoporosis, pemberian terapi kalsium dan vitamin D jika
dikombinasi dengan fluoride akan dapat meningkatkan massa tulang.

7. Raloxifene
Raloxifene menambah massa tulang dan mengurangi resiko kanker
payudara akibat esterogen.

Selain obat-obatan yang diberikan, pola makan dengan gizi seimbang


juga dapat membantu untuk proses pembentukan tulang. Berikut ini merupakan
petunjuk pencernaan pola makan dengan gizi seimbang :
a. Mengkonsumsi bervariasi makanan
b. Kendalikan berat badan
c. Batasi mengkonsumsi lemak, lemak jenuh dan korestrol
d. Makanlah sayur dan serat dalam jumlah cukup
e. Hindari penggunaan gula
f. Batasi penggunaan garam
g. Bila terbiasa minum alkohol, usahakan jangan minum terlalu banyak

14
BAB IV

METODOLOGI PENELITIAN

4.1 Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan pada bulan Maret April 2008 dengan pengambilan
data sekunder pasien yang telah melakukan pemeriksaan pada tulang belakang pada
tahun 2008 di Indonesia.

4.2 Sampel

Sampel adalah total populasi. Sampel diambil dari populasi pasien yang
berkunjung ke dokter spesialis orthopedic dan melakukan pemeriksaan tulang
belakang. Jumlah sampel yang diambil sebanyak 254 orang.

4.3 Variabel Penelitian


Variabel Bebas
1) Usia
2) Jenis Kelamin
3) Indeks Massa Tubuh
4) Riwayat keluarga
5) Riwayat fraktur
6) Penggunaan kortikosteroid jangka panjang
7) Konsumsi alkohol
8) Kebiasaan merokok

15
9) Menopause dini
10) Diabetes melitus
11) Sirosis hepatis
4.4 Hipotesis
1. Ada hubungan antara umur dengan kepadatan masssa tulang
2. Ada hubungan antara ras dengan kepadatan tulang
3. Ada hubungan antara jenis kelamin dengan kepadatan tulang
4. Ada hubungan antara indeks massa tubuh dengan kepadatan tulang
5. Ada hubungan antara kebiasaan merokok dengan kepadatan massa tulang

4.5 Definisi Operasional


Tabel 4.1 :
No Variabel Unit Skala
1. Usia Tahun Nominal
Usia adalah usia kronologis pasien yang diukur
pada saat dilakukan pemeriksaan DEXA,
dikategorikan dalam:
1) 51-65 tahun
2) 66 tahun

Cara pengukuran data didapatkan melalui catatan


medik pasien.
2 Jenis Kelamin - Nominal
Data jenis kelamin didapatkan dari data identitas
pasien pada rekam medik, dikategorikan dalam:
1) Pria
2) Wanita

3. Riwayat keluarga - Nominal


Riwayat keluarga adalah adanya riwayat
terjadinya osteoporosis pada keluarga. Data
diperoleh melalui wawancara dan dikategorikan
dalam:
1) Ya
2) Tidak

16
4. Indeks massa tubuh kg/m2 Nominal
Indeks massa tubuh dihitung berdasarkan rumus:
Berat badan (kg)
Tinggi badan (m2)
Berat badan dan tinggi badan yang digunakan
adalah data saat pasien tersebut datang pertama
kali, yaitu yang tercatat dalam rekam medik.
Indeks massa tubuh dikategorikan dalam:
1) < 18 kg/m2
2) 18 kg/m2

5. Riwayat Fraktur - Nominal


Riwayat fraktur adalah adanya riwayat terjadinya
fraktur sebelumnya. Data diperoleh melalui
wawancara dan dikategorikan dalam:
1) Ya
2) Tidak

6. Penggunaan kortikosteroid jangka panjang - Nominal


Penggunaan kortikostreoid jangka panjang
adalah penggunaan kortikosteroid lebih dari 3
bulan dengan dosis lebih dari 7,5 mg per hari.
(27) Cara pengukuran diperoleh melalui
wawancara dan dikategorikan dalam:
1) Ya
2) Tidak

7. Konsumsi alkohol mL Nominal


Konsumsi alkohol adalah penggunaan alkohol
lebih dari 750 mL per minggu.(28, 29) Cara
pengukuran diperoleh melalui wawancara dan
dikategorikan dalam:
1) Ya
2) Tidak

8 Kebiasaan merokok - Nominal


Kebiasaan merokok adalah merokok secara aktif
selama minimal 1 tahun. Data diperoleh melalui
wawancara dan dikategorikan dalam:
1) Ya
2) Tidak

17
9. Menopause dini Tahun Nominal
Menopause dini adalah usia menopause kurang
dari normal, yaitu kurang dari 45 tahun.(24) Data
diperoleh melalui wawancara dan dikategorikan
dalam :
1) Ya
2) Tidak

10. Penyakit sistemik - Nominal


Penyakit sistemik adalah penyakit yang dapat
mempengaruhi semua sistem organ tubuh.
Penyakit sistemik yang diteliti adalah diabetes
melitus, sirosis hepatis, hipertiroid, dan gagal
ginjal kronik.
Data diperoleh melalui wawancara dan
dikategorikan dalam :
1) Ada
2) Tidak

18
BAB V

PENGOLAHAN DATA DAN INTERPRETASI

5.1 Pengolahan Data

Data yang telah didapat dilakukan pemilihan dan pengelompokan dan


dilakukan analisis secara manual berdasarkan jenis kelamin, umur, ras dan
indeks massa tubuh pasien. Stelah diolah secara manual data di entry ke
komputer dengan menggunakan perangkat lunak.

Langkah-langkah dalam pengolahan data dengan computer yaitu : (Gulo


2002)

1. Editing data
Kegiatan ini dilakukan untuk meng-edit data yang diambil untuk
melihat apakah ada kesalahan dalam pengumpulan data tersebut
sebelum masuk ke computer.

2. Coding data
Setelah dilakukan editing, kemudian data diberikan kode agar dapat
mempermudah mengelompokkan data.

3. Entry data

19
Data yang telah diberi kode, dimasukkan atau di-entry kedalam
computer untuk proses pengolahan data

4. Cleaning data
Stelah data dimasukkan ke dalam kompter, untuk melihat apakah
terdapat kesalahan peng-entry-an data dilakukan cleaning data untuk
menghapus data yang salah atau data rangkap.

5. Analisis data
Analisis data ini untuk menghasilkan suatu informasi yang
dibutuhkan dan untuk melihat trend atau kecenderungan dari data
pasien yang dikumpulkan.

BAB VI

20
KESIMPULAN DAN SARAN

Berdasarkan hasil penulisan maka dapat diambil simpulan dan saran


sebagai berikut :

6.1 Kesimpulan

Adanya hubungan umur, ras, jenis kelamin, dan indeks massa tubuh
dengan kepadatan tulang
Diperoleh model terbaik dalam menentukan determinan kepadatan massa
tulang yaitu umur dan indeks massa tubuh merupakan variabel yang
dominan yang terhubung dengan kepadatan massa tulang.
Wanita lebih rentan mengalami osteoporosis dari pada laki-laki.
Osteoporosis dapat dibagi menjadi 2 yaitu, osteoporosis primer dan
sekunder
Anak-anak dan remaja dapat juga mengalami osteoporosis

6.2 Saran
Perlu diadakan penelitian lebih lanjut khususnya mengenai jumlah
sampel sehingga hasil yang diperoleh lebih mewakili keadaan yang
sebenarnya.

Walaupun pada penelitian ini tidak ditemukan hubungan yang bermakna


antara indeks massa tubuh, riwayat keluarga, riwayat fraktur, konsumsi
steroid jangka panjang, konsumsi alkohol, kebiasaan merokok, sirosis
hepatis, hipertiroid, dan gagal ginjal kronik, namun tetap diperlukan
penelitian lebih lanjut dengan menggunakan sampel yang lebih banyak
daripada penelitian ini.

6.3 Manfaat

21
1. Pasien dengan osteoporosis, yang berkaitan dengan pemberian
terapi dan
2. Bagi individu agar dapat dijadikan acuan untuk mengintervensi
latian yang diperbolehkan untuk pasien dengan osteoporosis.
3. Dapat memberikan penyuluhan tentang pencegahan secara dini
terhadap pasien yang berpotensi osteoporosis, terutama pasien
yang hasil pengukuran densitas tulangnya menunjukkan
osteopenia.
4. Diharapkan masyarakat mengetahui faktor-faktor yang dapat
menyebabkan terjadinya osteoporosis sehingga terjadinya patah
tulang dapat dicegah.
5. Diharapkan masyarakat bermotivasi untuk menjalankan hidup
sehat yang dapat mencegah terjadinya osteoporosis dini.
6. Diharapkan masyarakat dapat secara mandiri untuk berkonsultasi
kepada tenaga medis apabila sedang menjalankan terapi, terutama
yang menggunakan terapi steroid serta penyakit-penyakit tertentu
yang menggunakan obat dalam jangka waktu yang lama.

DAFTAR PUSTAKA
Association AM. Pathophisiology of Osteoporosis. 2004 [cited 2004]; Available from:
http://www.stg.centrax.com/ama/osteo/part4/module03/pdf/osteo_mgmt_o3.p
df
Hartono, Muljadi. 2001
Mencegah dan Mengatasi Osteoporosis. Puspa Swara, Jakarta
Hartono, Sutanto Prio. 2000

22
Modul Analisis Data. Biostatistik dan Kependudukan, FKM
Larsen K, Melmed et al. Osteoporosis. William Textbook of Endocrinology. 10 ed:
Elvieser Inc.; 2007.
Rekam Medis Rumah Sakit Siaga Raya, Jakarta 2001-2004 RS. Siaga Raya. 1990.
Profil RS. Siaga Raya, Jakarta tahun 1990. Jakarta : RS. Siaga Raya
Rose, Leonard. 1994
Osteoporosis : The Silent Epidic - Allen & Unwin New South Wales,
Australia
Setiyohadi, Bambang, 2009, Osteoporosis. Dalam: Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam
Edisi V Jilid III, Interna Publishing, Jakarta, h: 2650-2675.
Suparto. 2000
Sehat Menjelang Usia Senja. PT. Rosda Karya Bandung.
The Jakarta Post. How to Avoid the brittle bone problem. 2003; Available from:
http://the jakartapost.com.
www.Departemen Kesehatan RI. 2004
Kecenderungan Osteoporosis di Indonesia 6 Kali Lebih Tinggi Dibanding Negeri
Belanda 27 September 2004.

Kosnayani, Ai Sri, 2007, ASUPAN KALSIUM, AKTIVITAS FISIK, PARITAS &


IMT DENGAN KEPADATAN TULANG PASCAMENOPAUSE (tesis),
(28 Oktober 2012)
Chandra, Budiman, 2008, Metodologi Penelitian Kesehatan, Jakrta: EGC.
Bambang, Rahartati, 2003, Hidup Sehat dengan Menopause, Jakarta: Nirmala.
Borer, Katarina T, 2005, Physical Activity in the Prevention and Amelioration of
Osteoporosis in Women, The University of Michigan, USA
Morris, Danielle H; Michael E; Jones Minouk J; Schoemaker, et al, 2011, Body Mass
Index, Exercise, and Other Lifestyle Factors in Relation to Age at Natural
Menopause, American Journal of Epidemiology, Oxford University, United Kingdom
Gold, Ellen B, 2011, The Timing of the Age at Which Natural Menopause Occurs,
Obstetrics and Gynecology Clinics of North America, USA, p: 425-440
Palacios, S; V. W. Henderson; N. Siseles; D. Tan; and P. Villaseca, 2010, Age of
menopause and impact of climacteric symptoms by geographical region,
Faculty of Medicine, Pontificia Universidad Catolica de Chile, Chile.

23
Rentero, Maria Luz; Cristina Carbonell; Marta Casillas; Milagros Gonzalez Bejar; et
al, 2008, Risk Factor for Osteoporosis in Postmenopausal Women Between 50
and 65 Years of Age in Primary Care Setting in Spain, Open Rheumatol Journal,
Spain, p: 58-63
Sholikah, Tri Agusti, 2011, Perbedaan Usia Menopause pada Wanita Pedesaan
dan Wanita Perkotaan serta Faktor-Faktor yang Mempengaruhinya, (skripsi)
Shuster, Lynne T; Deborah J. Rhodes; Walter A. Rocca, et al, 2010, In:
Maturitas, Premature menopause or early menopause: long-term health consequences,
p:161
Fatmah, 2008, Osteoporosis dan Faktor Risikonya pada Lansia Etnis Jawa, Media
Medika Indonesiana, h: 1-13
World Health Organization, 2012, Global Physical Activity Surveillance, (online),
http://www.who.int/chp/steps/GPAQ/en/index.html, (31 Oktober 2012)
Bull FC; Maslin TS; Armstrong T, 2009, Global physical activity questionnaire
(GPAQ): nine country reliability and validity study. J Phys Act Health,
University of Loughborough, Australia, p:790-804
World Health Organization, 2002, Global Physical Activity Questionnaire (GPAQ)
Analysis Guide, Department of Chronic Disease and Health Promotion,
Switzerland
Lee, HD; Hwag, HF, Lin, MR; 2010, Quantitative Ultrasound for Identifying Low
Bone Density in Older People, American Institute of Ultrasound in Medicine,
USA, 29: 1083-1092.
Koraag, Meiske Elizabeth, 2008, Faktor-faktor yang berhubungan dengan
osteoporosis tingkat lanjut pada wanita pascamenopause di poliklinik geriatric
RSUP dr. Sardjito Yogyakarta (tesis), (28 Oktober 2012)
Nurwahyuni, Dewi, 2009, Hubungan antara Asupan Kalsium, Aktivitas Fisik dan
Frekuensi Konsumsi Teh dengan Kepadatan Tulang pada Wanita Pasca
Menopause, (artikel penelitian), (11 Juli 2013)

24
Demontiero, Oddom; Christopher Vidal; Gustavo Duque, 2012, Aging and Bone
Loss, (online), http://www.medscape.com/viewarticle/761119_3, (2 November 2012)
Miyabara, Yuko; Yoshiko Onoe; Akiko Harada; Tatsuhiko Kuroda; et al., 2006,
Effect of physical activity and nutrition on bone mineral density in young
Japanese women, Japan
Armstrong, Miranda EG; Elizabeth A Spancer; Benjamin J Crains et al, 2011, Body
Mass Index and Physical Activity in Relation to the Incidence of Hip Fracture
in Postmenopauseal Women, The Australian National University, Australia
Kawiyana, Siki, 2009, Interleukin-6 yang Tinggi Sebagai Faktor Risiko Terhadap
Kejadian Osteoporosis pada Wanita Pascamenopause Defisiensi Estrogen, (artikel
penelitian)

Scane AC FR, Sutcliffe AM, Francis SJD, Rawlings DJ, Chapple CL. Case-control
study of the pathogenesis and sequelae of symptomatic vertebral fractures in
men. Osteoporosis International. 1999;9:91-7.
Cheung AM FD, Kapral M, Diaz N-Granados, Dodin S. Prevention of Osteoporosis
and Osteoporotic Fracturesin Postmenopausal Women. CMAJ.
2004;170(11):1665-7.
Kutikat A GR, Chakravarty K. Management of Osteoporosis. 2004;12:104-18.
Seeman E PD, Delmas EPD. Bone Quality-The Material and Structural Basis of Bone
Strenght and Fragility. t=The New England Journal of Medicine. 2006:2250-61.
Hansen Lb VS. Prevention and Treatment of non-postmenopausal Osteoporosis.
2004;61:2638-54

25
Macdonald HM NS, Campbell MK, Reid DM. Influence of weight and weight change on
bone loss in perimenopausal and early postmenopausal Scottish women.
2005:16371.
Haussler B GH, Gol D, Glaeske G, Pientka L, Felsenberg D. Epidemiology, treatment
and costs of osteoporosis in Germany-the BoneEVA Study. 2007:7784.
Macdonald HM NS, Golden MH, Campbell MK, Reid DM. Nutritional associations
with bone loss during the menopausal transition: evidence of a beneficial
effect of calcium, alcohol, and fruit and vegetable nutrients and of a
detrimental effect of fatty acids. 2004:15565.
Ross PD. Osteoporosis frequency, consequences and risk factors: Arch. Internal
Med.; 1996; 156(13):1399-411
Johnell. Advances in osteoporosis: Better identification of risk factors can reduce
morbidity and mortality: J. Internal Med.; 1996. 239(4): 299304.
T.V. Nguyen DS, P.N. Sambrook and J.A. Eisman. Mortality after all major types of
osteoporotic fracture in men andwomen: An observational study.
1999:878-82.
Buttros Dde A N-NJ, Nahas EA, Cangussu LM, Barral AB, Kawakami MS. Risk
factors for osteoporosis in postmenopausal women from southeast Brazilian.
2011. Juni; 33(6):295-302.
Teb C DRL, Casas L, Estrada MD, Kotzeva A, Di Gregorio S, Espallargues M. Risk
factors for fragility fractures in a cohort of Spanish women. 2011. 25(6):
507-12

26

Anda mungkin juga menyukai