Anda di halaman 1dari 29

Presentasi Kasus

Diare Akut Tanpa Dehidrasi

Pembimbing: Dr. Magdalena, Sp.A

Nama: Devi Apriliani

NIM: 030.12.071

Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Anak

RS TNI AL dr. Mintohardjo

Periode 24 Juli 2017 30 September 2017

Fakultas Kedokteran Universitas Trisakti

KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN ANAK


Status Pasien Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Anak RSAL MTH

RSAL MINTOHARDJO

Dokter Pembimbing : Dr. Magdalena, Sp.A Tanda tangan :


Nama Mahasiswa : Devi Apriliani
NIM : 030.12.071

I. IDENTITAS
PASIEN
Nama : An. AAF Suku Bangsa : Jawa
Umur : 2 tahun 3 bulan Agama : Islam
Jenis Kelamin : Laki-laki Pendidikan :-
Alamat : Jl Perum pondok AFI II Blok E2, kedung pengawas, Bekasi

ORANG TUA/ WALI


AYAH
Nama : Tn. Bd Agama : Islam
Tgl lahir(Umur): 38 tahun Pendidikan : STM
Suku Bangsa : Jawa Pekerjaan : TNI
Alamat : Jl Perum pondok AFI II Blok E2, kedung pengawas, Bekasi
Gaji : Rp. 5.000.000/bulan

IBU
Nama : Ny. NP Agama : Islam
Umur : 35 tahun Pendidikan : Sarjana
Suku bangsa : Jawa Pekerjaan : Dosen
Hubungan dengan orang tua : anak kandung/angkat/tiri/asuh

II. ANAMNESIS

2
Status Pasien Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Anak RSAL MTH

Alloanamnesis dengan ibu pasien perawatan hari pertama, pada Selasa 1 agustus 2017
pukul 13.00 WIB

KELUHAN UTAMA
BAB cair sejak 3 hari SMRS

KELUHAN TAMBAHAN
Demam, muntah, batuk, dan pilek.

RIWAYAT PERJALANAN PENYAKIT


Pasien seorang anak laki-laki berusia 2 tahun 3 bulan datang ke RSAL
Mintoehardjo dengan keluhan BAB cair sejak 3 hari SMRS, dengan frekuensi >7x
sehari konsistensi cair, jumlah tidak terlalu banyak yaitu popok, berwarna coklat
muda, terdapat ampas, tidak terdapat lendir maupun darah. Sebelum BAB cair pasien
terdapat demam, demam naik-turun dan naik pada malam hari turun pada pagi hari.
Disertai keluhan muntah apabila pasien diberikan makanan dan minuman, batuk, dan
pilek. Ibu pasien mengatakan anaknya tidak rewel dari pada biasanya dan minum
seperti biasa. BAK normal tidak ada keluhan. Sebelum datang ke rumah sakit pasien
sempat berobat ke puskesmas dan diberikan obat paracetamol dan antibiotik tetapi
tidak ada perbaikan. Pasien pernah menderita hal sama seperti ini pada usia 1 tahun
dan dirawat di RSAL mintoehardjo.

3
Status Pasien Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Anak RSAL MTH

RIWAYAT KEHAMILAN DAN KELAHIRAN


KEHAMILAN
Perawatan Antenatal Rutin memeriksa kehamilan ke dokter kandungan dan puskesmas
Penyakit Kehamilan Tidak ada penyakit selama kehamilan

KELAHIRAN
Tempat Kelahiran Rumah

Penolong Persalinan Bidan

Cara Persalinan Spontan ,Pervaginam

Masa Gestasi Cukup bulan (39 minggu)

Riwayat kelahiran Berat Badan : 2800 gram


Panjang Badan Lahir : 50 cm
Lingkar kepala : ibu pasien tidak tahu
Langsung menangis/tidak langsung menangis
APGAR score : ibu pasien tidak tahu
Kelainan bawaan : tidak ada

RIWAYAT PERKEMBANGAN
Pertumbuhan gigi pertama : 7 bulan
Psikomotor
Tengkurap : 3 bulan
Duduk : 8 bulan
Berdiri : 9 bulan
Berjalan : 11 bulan
Bicara : 12 bulan
Baca dan tulis : -

Perkembangan pubertas :-
Gangguan Perkembangan : tidak ada
Kesan Perkembangan : Tumbuh kembang pasien sesuai usia

4
Status Pasien Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Anak RSAL MTH

RIWAYAT IMUNISASI
VAKSIN ULANGAN
DASAR (umur)
(umur)
BCG 1 bulan - - - - - -
DTP/ DT - 2 bulan 4 bulan 6 bulan - - -
POLIO 0 bulan 2 bulan 4 bulan 6 bulan - - -
CAMPAK - - - 9 bulan - - -
HEPATITIS B 0 bulan 1 bulan - 6 bulan - - -
MMR - - - -
TIPA - - - -

Kesan : Imunisasi dasar pasien sudah lengkap

RIWAYAT MAKANAN
BUAH/
Umur (Bulan) ASI/ PASI BUBUR SUSU NASI TIM
BISKUIT
02 ASI - - -
24 ASI - - -
46 ASI - - -
68 ASI+PASI V V -
8-10 ASI+PASI V V V
10-12 ASI+PASI V V V
Kesan :
Pasien mendapat ASI eksklusif sampai usia 2 tahun, selanjutnya diikuti PASI secara
bertahap

JENIS MAKANAN FREKUENSI DAN JUMLAHNYA


Nasi/ pengganti 2-3x/hari
Sayur 3-4x/hari
Daging 1-2kali/minggu
Telur 2-3 kali/minggu
Ikan 3-4 kali/minggu
Tahu 1x/hari
Tempe 1x/hari
Susu (merek/ takaran) Dancow

5
Status Pasien Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Anak RSAL MTH

Kesan : Makanan cukup bervariasi

RIWAYAT PENYAKIT YANG PERNAH DIDERITA


PENYAKIT UMUR PENYAKIT KETERANGAN
Diare 1 tahun Morbili -
Otitis - Parotitis -
Radang Paru - Demam Berdarah -
Tuberculosis - Demam Tifoid -
Kejang - Cacingan -
Ginjal - Alergi -
Jantung - Kecelakaan -
Darah - Operasi -
Difteri - Herpes -

RIWAYAT KELUARGA
Corak Produksi
Tgl Lahir Mati
Sex Hidup Lahir Mati Abortus Keterangan
(Umur) (sebab)
9 tahun Laki-laki Hidup - - - sehat
7 tahun Perempuan Hidup - - - sehat

DATA KELUARGA
AYAH/ WALI IBU/ WALI
Perkawinan ke- 1 1
Umur saat menikah 29 tahun 25 tahun
Kosanguinitas Tidak ada Tidak ada
Keadaan kesehatan/
Sehat Sehat
penyakit bila ada

6
Status Pasien Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Anak RSAL MTH

Riwayat Penyakit dalam Keluarga


Riwayat hipertensi (-), kencing manis (-), asma (-)

Riwayat Penyakit pada Anggota Keluarga lain/ orang serumah


Tidak ada keluhan serupa pada anggota keluarga/orang serumah

DATA PERUMAHAN
Kepemilikan rumah: Rumah sendiri
Keadaan rumah:
Rumah berukuran 100m2 1 lantai dengan 3 kamar tidur, ruang tamu, 2 kamar mandi, dan
dapur. Sirkulasi udara di dalam rumah cukup baik, cahaya matahari yang masuk ke dalam
rumah cukup. Untuk mandi dan mencuci memakai air PAM. Untuk minum dan memasak
memakai air galon isi ulang yang direbus. Jarak septic tank ke rumah tidak diketahui.
Rumah dibersihkan tiap hari. Sampah rumah tangga dibuang ke tempat sampah besar
berjarak 30 meter dari rumah.

Keadaan lingkungan:

7
Status Pasien Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Anak RSAL MTH

Rumah berada di pemukiman padat penduduk, di sebuah perumaha dengan jalan depan
rumah 3 3 meter. Aliran got terbuka tidak tersumbat dan tidak berbau, tempat pembuangan
sampah jauh dari rumah dan tidak tertutup. Tidak banyak motor yang lalu lalang di depan
lingkungan rumah,

Kesan: Kondisi rumah dan lingkungan tempat tinggal cukup baik

III. PEMERIKSAAN FISIK


Tanggal : Selasa, 1 agustus 2017 (perawatan hari ke-1)
Pukul : 13.00 WIB
PEMERIKSAAN UMUM
Keadaan Umum : Tampak sakit sedang
Kesadaran : Compos mentis
Vital sign : Nadi : 116x/menit,kuat, reguler , isi cukup
Suhu : 36,80C
RR : 24x/menit
Data Antropometri : BB : 11 kg PB : 87 cm ( normal)
Lingkar kepala : 49 cm ( normal )
Lingkar dada : 55 cm
Lingkar lengan atas : 18 cm

Status Gizi : menurut NCHS berat badan dibandingkan tinggi badan


BB/U: (11/12,9) x 100% = 85 % ( berat badan kurang menurut umur)
TB/U: (87/88,1) x 100% = 98% ( Tinggi badan cukup menurut umur)
BB/TB: (11/12,4) x 100% = 88,7 %
o Kesan gizi: Gizi Kurang (70%-90%)

PEMERIKSAAN SISTEMATIS
KEPALA
Bentuk dan ukuran : Normocephali
Rambut dan kulit kepala : Warna hitam, distribusi merata, tidak mudah dicabut

8
Status Pasien Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Anak RSAL MTH

Mata : Palpebra tidak ada kelainan, konjungtiva kemerahan, kornea jernih, sklera putih,
pupil bulat isokor diameter 2,5 mm, refleks cahaya langsung +/+ refleks cahaya tidak
langsung +/+
Telinga : Normotia, nyeri tarik & tekan -/-, liang telinga lapang, membran timpani intak
Hidung : Normosepti, sekret +/+, deviasi septum (-), nafas cuping hidung (-)
Bibir : Warna kemerahan, mukosa kering
Mulut : Mukosa mulut tampak basah
Gigi-geligi : Gigi geligi tumbuh baik, caries (-)
Lidah : normoglotia, lidah bersih tampak basah, papil eutrofi
Tonsil : T1-T1 tenang
Faring : permukaan licin, hiperemis, arcus faring simetris, uvula di tengah

LEHER :
tidak terdapat pembesaran KGB maupun kelenjar tiroid, tidak terdapat kaku kuduk

THORAKS
Dinding thoraks
I : Bentuk datar, simetris kanan dan kiri dalam keadaan statis dan dinamis
PARU
I : Pergerakan dada simetris kanan dan kiri, tidak ada bagian yang tertinggal, tidak ada
retraksi
P : Vocal fremitus sama kuat di kedua lapang paru
P: Sonor di seluruh lapang paru
Batas paru kanan-hepar : Linea midclavikularis dextra setinggi ICS V
Batas paru kiri-gaster: Linea axilaris anterior sinistra setinggi ICS VII
A: Suara nafas vesikuler, wheezing -/-, ronkhi -/-

JANTUNG
I : Ictus cordis terlihat pada linea midclavicularis sinistra setinggi ICS V
P : Ictus cordis teraba pada linea midclavicularis sinistra setinggi ICS V
P : Batas kanan jantung pada linea parasternalis dextra setinggi ICS III, IV, V
Batas kiri jantung pada linea midclavicularis sinistra setinggi ICS V
Batas atas jantung pada linea parasternalis sinistra setinggi ICS II
A: Bunyi jantung I-II reguler, murmur (-), gallop (-)

9
Status Pasien Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Anak RSAL MTH

ABDOMEN
I : bentuk datar, simetris, tidak tampak pelebaran vena
A : Bising usus (+) meningkat
P : supel, turgor kulit kembali cepat, nyeri tekan abdomen (-), tidak ada pembesaran organ
P: Timpani pada seluruh kuadran abdomen

ANUS
Tidak ada kelainan

GENITAL
Jenis kelamin laki-laki, tidak ada kelainan

ANGGOTA GERAK
Akral hangat dan tidak terdapat oedem pada keempat ekstremitas

KULIT
Warna kulit sawo matang, kelembapan baik, tidak ada efloresensi bermakna

KELENJAR GETAH BENING


Tidak teraba pembesaran

PEMERIKSAAN NEUROLOGIS
Refleks fisiologis : Biceps +/+ , Triceps +/+ , Patella +/+ , Achilles +/+
Refleks patologis : Babbinsky -/- , Chaddok -/- , Tanda rangsang meningeal (-)

IV. PEMERIKSAAN LABORATORIUM


Darah tepi (1/08/2017)
HEMATOLOGI Hasil Nilai Rujukan
Darah Lengkap
Leukosit 12.800 5.000-10.000/ul
Eritrosit 4.47 4.2-5.4 juta/ul
Hemoglobin 11.0 10.8-15.6 g/dl
Hematokrit 34 33-45 %
Trombosit 381.000 150.000-450.000/ul

10
Status Pasien Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Anak RSAL MTH

LED 30 0-10 mm/jam


Hitung Jenis
Basofil 0 01%
Eosinofil 1 1-3 %
Netrofil Batang 1 2-6%
Netrofil Segmen 53 50-70%
Limfosit 34 20-40%
Monosit 11 2-8%

Air seni
Tidak dilakukan

Tinja
Tidak dilakukan

Lain-lain
Tidak dilakukan

V. RINGKASAN
Pasien seorang anak laki-laki berusia 2 tahun 3 bulan datang ke RSAL
Mintoehardjo dengan keluhan BAB cair sejak 3 hari SMRS, dengan frekuensi >7x
sehari konsistensi cair, jumlah tidak terlalu banyak yaitu popok, berwarna coklat
muda, terdapat ampas, tidak terdapat lendir maupun darah. Sebelum BAB cair pasien
terdapat demam, demam naik-turun dan naik pada malam hari turun pada pagi hari.
Disertai keluhan muntah apabila pasien diberikan makanan dan minuman,batuk,dan
pilek. Ibu pasien mengatakan anaknya tidak rewel dari pada biasanya dan minum
seperti biasa. BAK normal tidak ada keluhan. Sebelum datang ke rumah sakit pasien
sempat berobat ke puskesmas dan diberikan obat paracetamol dan antibiotik tetapi
tidak ada perbaikan. Pasien pernah menderita hal sama seperti ini pada usia 1 tahun
dan dirawat di RSAL mintoehardjo.
Dari pemeriksaan fisik keadaan umum tampak sakit sedang, kesadaran compos mentis,
nadi 116x/m, suhu 36,8oC, pernafasan 24x/m, status gizi kurang. Pemeriksaan fisik
pada kepala, mata tidak ditemukan adanya kelainan, dan hidung terdapat secret +/+.
Pemeriksaan tonsil didapatkan tonsil T1-T1 dan faring tampak hiperemis. Pemeriksaan
thorax dan jantung tidak ada kelainan. Pemeriksaa abdomen ditemukan bising usus
meningkat dan ekstremitas tidak ditemukan adanya kelainan. Pada pemeriksaan refleks

11
Status Pasien Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Anak RSAL MTH

neurologis tidak ditemukan adanya kelainan. Hasil pemeriksaan laboratorium darah


lengkap tanggal 1 agustus 2017 terdapat peningkatan leukosit 12.800/ul.

VI. DIAGNOSIS KERJA


Diare Akut tanpa dehidrasi

VII. DIAGNOSIS BANDING


Infeksi saluran kemih

VIII. ANJURAN PEMERIKSAAN PENUNJANG


Tinja (Makroskopis dan Mikroskopis)
Urine

IX. PROGNOSIS
Quo ad vitam : dubia ad bonam
Quo ad functionam : dubia ad bonam
Quo ad sanactionam : dubia ad malam

X. PENATALAKSANAAN
Medikamentosa
IVFD RL 1000 cc/24 jam (10 tpm)
Cefotaxime 2 x 500 mg (IV)
Paracetamol syr 3-4 x 1 cth
Ambroxol syr 3x1/2
Zinkkid 1x1
Lacto B 3 x 1 sachet
Non Medikamentosa :
Mandi
Rawat inap, tirah baring

12
Status Pasien Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Anak RSAL MTH

Edukasi untuk banyak mengkonsumsi air


Edukasi diet ( makan biasa dan minum susu)

XI. RESUME TINDAK LANJUT


Pasien anak usia 2 tahun 3 bulan BB: 11 kg PB: 91 cm dengan diagnosis diare aku dan
dehidrasi ringan sedang. Masuk ke bangsal anak RSAL 1 Agustus 2017 di rawat di ruangan.
Perawatan dilakukan dengan infus RL 1000 cc/24jam, pemberian cefotaxime 2 x 500 mg,
paracetamol syirup 3-4 x 1 cth, ambroxol syirup 3x1/2, zinkkid 1x1 dan lacto B 3x1.
Perawatan hari ke-2 pasien terdapat demam dan BAB cair 2x ada ampas. Perawatan hari ke-3
demam masih berlanjut ketika malah hari dan BAB cair 1x ada ampas, Perawatan hari ke-4
pasien dibolehkan pulang dengan terapi pulang ambroxol syr 3x1/2, zinkkid 1x1 dan lacto B
3x1.

13
Status Pasien Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Anak RSAL MTH

LEMBAR FOLLOW-UP
Tanggal
S O A P
Perawatan
BAB cair 2x, ampas KU : Baik, tenang Diare Akut IVFD RL 1000 cc/24 jam (10tpm)
+, demam saat Kesadaran : CM tanpa dehidrasi Cefotaxime 2 x 500 mg
o
Rabu malam hari, S: 36,5 C, N: 120 x/mnt, Zinkkid 1x1
2/08/2017 batuk,pilek RR: 22 x/mnt Lacto B 3 x 1
Ambroxol syr 3x1/2
Paracetamol syr 3-4 x 1 cth
Kamis BAB cair 1x, demam KU : Baik, tenang Diare Akut IVFD RL 1000 cc/24 jam (10tpm)
3/08/2017 saat malam hari, Kesadaran : CM tanpa dehidrasi Cefotaxime 2 x 500 mg
batuk,pilek S: 36,7oC, N: 116 x/mnt, Zinkkid 1x1
RR: 24 x/mnt Lacto B 3 x 1
Ambroxol syr 3x1/2
Paracetamol syr 3-4 x 1 cth
Pemeriksaan urine
Jumat Keluhan membaik, KU : Baik, tenang Diare Akut IVFD RL 1000 cc/24 jam (10tpm)
4/08/2017 BAB sudah seperti Kesadaran : CM tanpa dehidrasi Cefotaxime 2 x 500 mg
biasa S: 36,5oC, N: 114 x/mnt, Zinkkid 1x1
RR: 24 x/mnt Lacto B 3 x 1
Ambroxol syr 3x1/2
Paracetamol syr 3-4 x 1 cth

14
Status Pasien Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Anak RSAL MTH

Pulang

15
Status Pasien Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Anak RSAL MTH

Pemeriksaan Urine (3/08/2017) : Urine lengkap


Kimia Urin Hasil Nilai Rujukan
Warna kuning jernih kuning
Blood/eritrosit Negative negatif
Glukosa Negative negatif
Lekosit Negative negatif
Bilirubin Negative negatif
Keton Negative negatif
Berat jenis 1.010 1.003*1.031
Ph 7.0 4.5*8.5
Protein Negative negatif
Urobilinogen Normal 3,5*17
Nitrit Negative negatif
Mikroskopis Urine
Eritrosit 0-1 0*1
Lekosit 0-1 0*5
Epitel +1 Positif
Bakteri Negatif Negative
Silinder Negative Negative
Kristal Negative Negative

ANALISA KASUS

An. A, Laki-laki, usia 2 tahun 3 bulan, dengan diare akut dan dehidrasi ringan
sedang. Diagnosis pada pasien ini ditegakkan berdasarkan anamnesis,
pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang. BAB cair sejak 3 hari SMRS,
dengan frekuensi >7x sehari konsistensi cair, jumlah tidak terlalu banyak yaitu

16
Status Pasien Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Anak RSAL MTH

popok, berwarna coklat muda, terdapat ampas, tidak terdapat lendir maupun
darah. Sebelum BAB cair pasien terdapat demam, demam naik-turun dan naik
pada malam hari turun pada pagi hari. Terdapat muntah apabila pasien
diberikan makanan dan minuman,batuk,pilek . Ibu pasien mengatakan anaknya
tidak rewel dari pada biasanya dan minum seperti biasa. BAK normal tidak ada
keluhan. Sebelum datang ke rumah sakit pasien sempat berobat ke puskesmas
dan diberikan obat paracetamol dan antibiotik tetapi tidak ada perbaikan. Pasien
pernah menderita hal sama seperti ini pada usia 1 tahun dan dirawat di RSAL
mintoehardjo.

Dari pemeriksaan fisik keadaan umum tampak sakit sedang, kesadaran compos
mentis, nadi 116x/m, suhu 36,8oC, pernafasan 24x/m, status gizi kurang.
Pemeriksaan fisik pada kepala, mata tidak ditemukan adanya kelainan, dan
hidung terdapat secret +/+. Pemeriksaan tonsil didapatkan tonsil T1-T1 dan
faring tampak hiperemis. Pemeriksaan thorax dan jantung tidak ada kelainan.
Pemeriksaan abdomen ditemukan bising usus meningkat dan ekstremitas tidak
ditemukan adanya kelainan. Pada pemeriksaan refleks neurologis tidak
ditemukan adanya kelainan. Hasil pemeriksaan laboratorium darah lengkap
tanggal 1 agustus 2017 terdapat peningkatan leukosit 12.800/ul.

Diare akut merupakan BAB dengan konsistensi tinja lebih cair dari biasanya bisa
disertai lendir/darah dengan frekuensi lebih dari 3x/hari dan berlangsung kurang
dari 14 hari. Sedangkan tanda dehidrasi ringan sedang, bila terdapat dua tanda
atau lebih dari: gelisah/rewel, mata cekung, ingin minum terus/kehausan, turgor
kulit menurun.
Pada kasus ini saya curiga kearah infeksi, mikroorganisme yang masuk, ke
dalam traktus digestivus tersebut kemungkinan merusak lapisan mikrovili dan
epitel usus, mikrovili merupakan tempat untuk enzim-enzim pencernaan seperti
disakaridase (laktase) untuk menempel dan mencerna za-zat makanan. Akibat
mikrovili dan epitel ususnya mengalami kerusakan maka enzim tersebut tidak
dapat menempel dan menyebabkan apabila ada makanan mengandung laktase
masuk, maka tidak dapat dicerna. Susu yang tidak dicerna tersebut akan
difermentasi oleh bakteri patogen yang terdapat pada susu sapi menjadi asam
organik. Akibatnya feces bersifat asam, sehingga timbul eritema perianal.

17
Status Pasien Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Anak RSAL MTH

Pemeriksaan anjuran lain yaitu analisa feses secara makroskopis dan


mikroskopis. Makroskopis terdiri dari: warna, bau, konsistensi, volume, lendir
dan darah. Sedangkan pemeriksaan mikroskopis terdiri dari: sel epitel, lekosit
dan makrofag, darah samar (benzidine test). Ini juga dapat bertujuan untuk
mencari mikroorganisme penyebab yang menyebabakan pasien mengalami diare
seperti bakteri maupun parasit ataupun mencari kemungkinan terjadinya
perdarahan mikroskopis yang secara makroskopis tidak terlihat. Pada pasien ini
belum sempat dilakukan. Pada pemeriksaan laboratorium didapatkan LED yang
meningkat dan monositosis, hal ini menyatakan adanya infeksi tetapi tidak
spesifik.
Pada pasien diberikan penatalaksanaan yaitu rawat inap, Perawatan dilakukan
dengan infus RL 1000 cc/24jam, pemberian cefotaxime 2 x 500 mg, paracetamol
syirup 3-4x1 cth, ambroxol 3 x1/2,zinkkid 1x1 dan lacto B 3x1. Perawatan hari
ke-2 pasien batuk dan pilek bertambah sering dan demam malam hari , BAB cair
2x ada ampas. Perawatan hari ke-3 masih demam dan BAB cair 1x, hari ke-4
pasien dibolehkan pulang dengan terapi pulang paracetamol 3x1 cth, ambroxol
3x1/2, zinkkid 1x1 dan lacto B 3x1
Tatalaksana pada pasien dengan diare akut tanpa dehidrasi beri cairan lebih
banyak dari biasanya yaitu ASI diteruskan dan beri oralit sampai diare berhenti.
Bila muntah ditunggu 1o menit dan dilanjutkan sedikit demi sedikit. Umur > 1
tahun diberi 100-200 ml tiap BAB.
Pemberian zink berpengaruh terhadap sistem imun zink meningkatkan kadar
limfosit B dan T; zink berpengaruh terhadap membran sel zink ikut
menstabilkan membran sel; zink berpengaruh terhadap brush border zink
meningkatkan produksi enzim di brush border. Lacto B merupakan probiotik
yang merupakan bakteri non patogen yang baik untuk usus. Antibiotik
diperlukan untuk mengatasi infeksi.
Pencegahan terhadap diare yaitu meningkatkan higiene individu yang kurang.
Salah satunya dengan mencuci tangan saat sebelum makan, sesudah BAB,
sebelum memegang bayi, sesudah menceboki anak dan sebelum menyiapkan
makanan (5 Waktu Penting Cuci Tangan Pakai Sabun USAID). Anjurkan
pasien untuk imunisasi tambahan yaitu rotavirus, mengingat diare pada anak
banyak disebabkan oleh rotavirus.

18
Status Pasien Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Anak RSAL MTH

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Diare

19
Status Pasien Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Anak RSAL MTH

2.1.1 Definisi diare akut

Diare akut adalah buang air besar pada bayi atau anak 3 kali atau lebih perhari,
disertai perubahan konsistensi tinja menjadi cair dengan atau tanpa lendir dan darah yang
berlangsung kurang dari dua minggu. Pada bayi yang minum ASI, sering frekuensi buang
air besarnya lebih dari 3-4 kali per hari, keadaan ini tidak disebut diare, tetapi masih
bersifat fisiologis. Selama berat badan bayi meningkat normal, hal tersebut tidak
tergolong diare, tetapi merupakan intoleransi laktosa sementara akibat belum
sempurnanya perkembangan saluran cerna.(6)
Diare akut didefinisikan sebagai buang air besar tiga kali atau per hari, dengan bentuk
kurang solid, berlangsung kurang dari 14 hari. Jika penyakit berlanjut selama lebih dari
14 hari, itu disebut persisten. Jika durasi gejala lebih panjang dari 1 bulan, itu dianggap
diare kronis. Sebagian besar kasus diare akut bersifat self limitng. Pada sebagian besar
kasus penyebabnya adalah agen infeksi (misalnya virus, bakteri, parasit), dan tidak
memerlukan pengobatan kecuali pasien immunocompromised.(15)

2.1.2 Etiologi diare akut

a. Infeksi
1. Virus (3040%) : rotavirus, norwalk virus, norovirus, adenovirus, astrovirus,
cytomegalovirus, coronaviruses.
2. Bakteri dan parasit(20-30%) : vibrio cholerae, salmonella, clostridium difficile,
shigella, e. coli, giardia, entamoeba
3. Helminth: Strongyloides
4. Infeksi lain: Otitis media, sepsis, penyakit menular seksual.

b. Non infeksi
1. Diare osmotik: Pada diare ini natrium tinja rendah (30-40 mEq/L), diare air,
disebabkan kerusakan microvili usus akibat virus. Virus yang menginfeksi
lapisan epitelium diusus halus menyebabkan fungsi absorbsi usus halus
terganggu. Sehingga cairan dan makanan akan meningkatkan tekanan koloid
osmotik usus dan terjadi hiperperistaltik usus sehinggan cairan dan makanan
yang tidak terserap terdorong keluar usus melalui anus, menimbulkan diare
osmotik.(27)
2. Diare sekeretorik: Pada diare ini natrium tinja tinggi (60-120 mEq/L), diare air,
disebabkan laksans yang meningkatkan sekresi usus.
3. Penyebab umum : obstruksi usus, asupan toksik, keadaan inflamatorik dan
alergik ( intoleransi laktosa, spru seliak, efek samping obat).(6)

20
Status Pasien Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Anak RSAL MTH

Diare akut adalah salah satu penyakit yang paling umum pada bayi dan anak-anak di
seluruh dunia. Adenovirus, rotavirus dan norovirus, merupakan patogen penyebab
penting diare masa kanak-kanak. Biasanya merupakan penyebab 3,2-12,5% dari kasus
diare akut, dan lebih tinggi di negara-negara berkembang dibandingkan di negara maju.
(14)

Rotavirus tetap menjadi penyebab paling umum dari diare akut pada anak diseluruh
dunia, yang menyebabkan sekitar 453 000 kematian dan lebih dari 2 juta dirawat di
rumah sakit setiap tahun pada anak-anak kurang dari 5 tahun. Meskipun perbaikan dalam
sanitasi dan air bersih, paparan rotavirus selama 2 tahun pertama kehidupan tetap tinggi.
(26)
Rotavirus adalah virus yang paling sering menyebabkan diare akut, dan peringkat
kedua sebagai penyebab diare akut adalah bakteri yaitu Enteroaggregative escherichia
coli (EAEC).(7) EAEC diidentifikasi dengan HEp-2 cell adherence assay dikaitkan
dengan penyakit diare akut pada anak-anak yang berada di negara berkembang dan
daerah industri. Daerah geografis di mana EAEC itu paling sering diidentifikasi pada
anak dengan diare akut yaitu di Belgrade, Yugoslavia (12 [75%] dari 16 orang) dan
Fortaleza, Brasil (24 [46%] dari 52) dan New Orleans, Louisiana (5 [24%] dari 21).(16)

Rotavirus adalah virus RNA yang tergolong dalam famili Reoviridae. Penularan
rotavirus terjadi melalui faecal-oral. Rotavirus akan menginfeksi dan merusak sel-sel
yang membatasi usus halus dan menyebabkan diare cair akut dengan masa inkubasi 24-
72 jam. Gejala yang timbul bervariasi dari ringan sampai berat, didahului oleh muntah
-muntah yang diikuti 4-8 hari diare hebat yang dapat menyebabkan dehidrasi berat dan
berujung pada kematian. Mekanisme terjadinya diare oleh infeksi rotavirus meliputi
malabsorbsi akibat kerusakan sel usus (enterosit), toksin, perangsangan saraf enterik
serta adanya iskemik pada vilus. Rotavirus yang tidak ternetralkan oleh asam lambung
akan masuk ke dalam bagian proksimal usus. Rotavirus kemudian akan masuk ke sel
epitel dengan masa inkubasi 18-36 jam, dimana pada saat ini virus akan menghasilkan
enterotoksin NSP-4. Enterotoksin ini akan menyebabkan kerusakan permukaan epitel
pada vili, menurunkan sekresi enzim pencernaan usus halus, menurunkan aktivitas Na+
kotransporter serta menstimulasi syaraf enterik yang menyebabkan diare. (17) Kami
menemukan diare rotavirus menyerang 78,4% kasus berumur kurang dari 2 tahun dengan
prevalensi tertinggi pada kelompok umur 6-23 bulan (65,5%). Anak umur 6-23 bulan
rentan terkena infeksi rotavirus karena kadar antibodi ibu yang diperoleh melalui ASI

21
Status Pasien Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Anak RSAL MTH

mulai menurun dan mulai memasuki fase oral ketika anak suka memasukkan semua
benda yang dipegang ke dalam mulut. (25)

2.1.3 Klasifikasi diare

Berdasarkan jenisnya diare dibagi empat yaitu : (18)

a. Diare Akut
Diare akut yaitu, diare yang berlangsung kurang dari 14 hari (umumnya kurang dari 7
hari). Akibatnya adalah dehidrasi, sedangkan dehidrasi merupakan penyebab utama
kematian bagi penderita diare.
b. Diare persisten
Diare persisten, yaitu diare yang berlangsung lebih dari 14 hari secara terus menerus.
Akibat diare persisten adalah penurunan berat badan dan gangguan metabolisme.
c. Disentri
Disentri yaitu, diare yang disertai darah dalam tinjanya. Akibat disentri adalah
anoreksia, penurunan berat badan dengan cepat, dan kemungkinan terjadinnya
komplikasi pada mukosa.
d. Diare dengan masalah lain
Anak yang menderita diare (diare akut dan diare persisten) mungkin juga disertai
dengan penyakit lain, seperti demam, gangguan gizi atau penyakit lainnya.

2.1.4 Gejala diare akut

Gejala-gejala diare akut adalah sebagai berikut : (6)

a. Bayi atau anak menjadi rewel dan gelisah


b. Tinja bayi encer, dengan atau tanpa lendir dan darah
c. Lahap ketika diberi minum
d. Mata tampak cekung
e. Turgot kulit lemah
f. Dehidrasi (kekurangan cairan).

Berdasarkan banyaknya cairan yang hilang dari tubuh penderita, gradasi penyakit diare
akut dapat dibedakan dalam empat katagori, yaitu :

1. Dehidrasi ringan, apabila cairan yang hilang 5 % dari berat badan.


2. Dehidrasi sedang, apabila cairan yang hilang berkisar 6 10 % dari berat badan.
3. Dehidrasi berat, apabila cairan yang hilang lebih dari 10 %. Pada dehidrasi berat,
volume darah berkurang, denyut nadi dan jantung bertambah cepat tetapi melemah,
tekanan darah menurun, kesadaran menurun dan anak sangat pucat (10)

22
Status Pasien Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Anak RSAL MTH

2.1.5 Epidemiologi diare

Epidemiologi penyakit diare adalah sebagai berikut : (18)

1. Penyebaran kuman yang menyebabkan diare


Kuman penyebab diare biasanya menyebar melalui fecal oral antara lain melalui
makanan atau minuman yang tercemar tinja penderita.
2. Faktor pejamu yang meningkatkan kerentanan terhadap diare
Faktor pada pejamu yang dapat meningkatkan insiden, beberapa penyakit dan
lamanya diare. Faktor-faktor tersebut adalah tidak memberikan ASI eksklusif, kurang
gizi/malnitrisi, infeksi campak, gangguan imunitas(misal: HIV).
3. Faktor lingkungan
Penyakit diare merupakan salah satu penyakit yang berbasis lingkungan. Faktor yang
dominan, yaitu ketersediaan air bersih dan sarana pembuangan tinja. Apabila
lingkungan tidak sehat karena tercemar kuman maka berisiko terjadinya diare pada
anak.
Anak-anak dari rumah tangga yang tidak memilik sumber air minum bersih 2 kali
lebih berisiko menderita diare dari pada rumah tangga yang memiliki sumber air
bersih. Demikian pula, anak-anak dari rumah tangga yang tidak memiliki sarana
pembuangan tinja berisiko 6 kali menderita diare dari pada rumah tangga yang
memiliki sarana pembuangan tinja.
4. Faktor Sosiodemografi
Faktor sosiodemografi meliputi umur ibu, tingkat pendidikan ibu, dan jenis pekerjaan
ibu.
a. Umur ibu
Umur adalah variabel yang selalu diperhatikan di dalam penyelidikan-
penyelidikan epidemiologi. Angka-angka kesakitan maupun kematian di dalam
hampir semua keadaan menunjukkan hubungan dengan umur.
b. Tingkat pendidikan
Jenjang pendidikan memegang peranan cukup penting dalam kesehatan
masyarakat. Pendidikan masyarakat yang rendah menjadikan mereka sulit diberi
tahu mengenai pentingnya higyene perorangan dan sanitasi lingkungan untuk
mencegah terjangkitnya penyakit menular, diantaranya diare. Dengan sulitnya
mereka menerima penyuluhan, menyebabkan mereka tidak peduli terhadap
upaya pencegahan penyakit menular. Masyarakat yang memiliki tingkat
pendidikan lebih tinggi lebih berorientasi pada tindakan preventif, mengetahui
lebih banyak tentang masalah kesehatan dan memiliki status kesehatan yang
lebih baik. Pada perempuan, semakin tinggi tingkat pendidikan, semakin rendah
angka kematian bayi dan kematian ibu.

23
Status Pasien Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Anak RSAL MTH

Ibu dengan pendidikan tinggi dianggap memiliki kesempatan yang lebih baik
untuk mendapatkan informasi dari pada ibu dengan tingkat pendidikan yang
lebih rendah. Ibu dengan status pendidikan rendah mungkin tidak memiliki
pengetahuan tentang dampak faktor risiko potensial, seperti pasokan air bersih,
pemanfaatan jamban, kebersihan, dan sanitasi, pada terjadinya diare Oleh karena
itu, penelitian menunjukkan bahwa lebih tinggi prevalensi diare (67,5%) dalam
rumah tangga dengan ibu dengan tingkat pendidikan rendah.(13)
c. Jenis pekerjaan
Karakteristik pekerjaan seseorang dapat mencerminkan pendapatan, status sosial,
pendidikan, status sosial ekonomi, risiko cedera atau masalah kesehatan dalam
suatu kelompok populasi. Pekerjaan juga merupakan suatu determinan risiko dan
determinan terpapar yang khusus dalam bidang pekerjaan tertentu serta
merupakan prediktor status kesehatan dan kondisi tempat suatu populasi bekerja.
Pekerjaan ibu memiliki hubungan yang signifikan dengan diare pada anak.
Anak-anak dari ibu yang memiliki pekerjaan sekitar dua kali lebih mungkin
untuk menderita diare dibandingkan dengan anak dari ibu yang tidak bekerja.(19)
5. Faktor perilaku
Faktor perilaku yang dapat menyebabkan penyebaran kuman enterik dan
meningkatkan risiko terjadinya diare adalah sebagai berikut :
a. Pemberian ASI eksklusif
ASI turut memberikan perlindungan terhadap diare. Tidak memberikan ASI
eksklusif secara penuh selama 4 sampai 6 bulan. Pada bayi yang tidak diberi ASI
risiko untuk menderita diare lebih besar dari pada bayi yang diberi ASI penuh
dan kemungkinan menderita dehidrasi berat juga lebih besar.
ASI merupakan makanan ideal yang memenuhi persyaratan gizi bayi muda,
didalam ASI terdapat antibodi untuk melindungi mereka terhadap penyakit
menular dan mengurangi eksposur mereka terhadap makanan dan air yang
terkontaminasi. kelanjutan menyusui selama 13 bulan atau lebih secara
signifikan mengurangi kejadian penyakit diare. Risiko kematian balita yang
menderita diare adalah 2.5 kali dengan pemberian ASI, dan 9 kali lebih besar
pada anak yang tidak diberikan ASI.(20)
b. Penggunaan air bersih
Air bisa tercemar bisa dari sumbernya atau pada saat disimpan dirumah.
Pencemaran dirumah dapat terjadi kalau tempat peyimpanan tidak tertutup atau
tangan yang tercemar menyentuh air pada saat mengambil air dari tempat
penyimpanan. Untuk mengurangi risiko terhadap diare yaitu dengan
menggunakan air yang bersih dan melindungi air tersebut dari kontaminasi.

24
Status Pasien Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Anak RSAL MTH

Sebagian besar negara-negara berkembang memiliki lingkungan yang


terkontaminasi dengan penyakit menular, di mana orang-orang, termasuk bayi
dan anak kecil, yang terkena air berpotensi terkontaminasi dengan patogen
enterik, termasuk yang menyebabkan penyakit diare. Kurangnya sanitasi dan
praktek-praktek higienis merupakan kontributor penting untuk penyakit diare,
dan perilaku higienis terendah terdapat di negara-negara berkembang, khususnya
di Asia dan Afrika. Lebih dari 1 miliar orang saat ini tidak memiliki akses ke air
bersih. Diperkirakan bahwa intervensi dalam penyediaan air, sanitasi dan
kebersihan dapat mengurangi kejadian diare sebesar seperempat (25%) dan
kematian anak sebesar 65%.(20)
c. Kebiasaan cuci tangan
Kebiasaan yang berhubungan dengan kebersihan perorangan yang penting
dalam penularan kuman diare adalah mencuci tangan. Mencuci tangan dengan
sabun, terutama sesudah buang air besar, sesudah membuang tinja anak, sebelum
menyuapi makan anak dan sesudah makan, mempunyai dampak dalam kejadian
diare.
Mencuci tangan dengan sabun yang sesuai adalah intervensi yang kuat yang
telah diamati untuk mengurangi insiden kedua diare dan pneumonia oleh
setidaknya 50%, dan efektif bila dipraktekkan di lingkungan yang
terkontaminasi.(20)
d. Pembuangan tinja bayi
Membuang tinja (termasuk tinja bayi) harus dilakukan secara bersih dan benar.
Banyak orang beranggapan bahwa tinja bayi tidaklah berbahaya, padahal
sesungguhnya mengandung virus atau bakteri dalam jumlah besar.
Hasil penelitian menunjukkan tentang penurunan 60% diare anak di rumah
tangga yang membuang tinja anak dengan cara yang aman daripada anak-anak
dari rumah tangga yang dibuang tinja dengan cara yang tidak aman.(19)

2.1.6 Pencegahan diare

Penyakit diare dapat dicegah melalui promosi kesehatan antara lain: (21)

a. Pemberian ASI eksklusif.


b. Penggunaan air bersih.
c. Kebiasaan cuci tangan sebelum dan sesudah makan.
d. Penggunaan jamban.
e. Pembuangan tinja anak bayi yang benar.

2.1.7 Prinsip tatalaksana diare

25
Status Pasien Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Anak RSAL MTH

Intervensi untuk menurunkan angka kematian dan angka kesakitan adalah


melaksanakan tatalaksana penderita diare, yaitu: (21)

1. Mencegah terjadinya dehidrasi


Mencegah terjadinya dehidrasi dapat dilakukan mulai dari rumah dengan
memberikan minum yang banyak.
2. Mengobati dehidrasi
Bila terjadi dehidrasi, penderita harus segera dibawa ke petugas kesehatan atau
sarana kesehatan untuk mendapatkan pengobatan yang lebih cepat dan tepat, yaitu
dengan oralit.

Tata laksana diare akut menurut WHO dilakukan sesuai dengan derajat dehidrasi.
Berdasarkan WHO, klasifikasinya adalah diare tanpa dehidrasi, diare dengan dehidrasi
ringan-sedang, dan diare dengan dehidrasi berat.

Tabel 1. Derajat Dehidrasi

26
Status Pasien Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Anak RSAL MTH

3. Memberi makanan
Memberikan makanan selama serangan diare sesuai yang dianjurkan dengan
memberikan makanan yang mudah dicerna. Anak yang masih minum ASI harus
lebih sering diberi ASI. Setelah diare berhenti, pemberian makanan diteruskan
selama dua minggu untuk membantu pemulihan berat berat badan anak.
4. Mengobati masalah lain
Apabila diketemukan penderita diare disertai dengan penyakit lain, maka
diberikan pengobatan sesuai anjuran, dengan tetap mengutamakan rehidrasi.
Oralit merupakan campuran garam elektrolit, seperti natrium klorida (NaCl),
kalium klorida (KCl), dan trisodium sitrat, serta glukosa. Oralit diberikan untuk
mengganti cairan dan elektrolit dalam tubuh yang terbuang saat diare. Walaupun
air sangat penting untuk mencegah dehidrasi, air minum tidak mengandung garam
elektrolit yang diperlukan untuk mempertahankan keseimbangan elektrolit dalam

27
Status Pasien Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Anak RSAL MTH

tubuh sehingga lebih diutamakan oralit. Bila tidak tersedia berikan cairan rumah
tangga misalnya air tajin, kuah sayur, sari buah, air teh, air matang dll.(21)
Namun, seiring perkembangan zaman semakin mudah untuk mendapatkan
obat tanpa resep dokter sehingga banyak yang menggunakan obat selain oralit
untuk mengobati diare. Pada tahun 2010, WHO memperkirakan bahwa kurang
dari 60% anak-anak dengan diare akut di negara-negara berkembang menerima
oralit sedangkan lebih dari 40% menerima antibiotik. Laporan dari Indonesia
menunjukkan bahwa hanya 46% dari balita yang menderita diare menerima oralit
sementara 73% dari balita tersebut menerima antibiotik. Penyalahgunaan ini
memiliki berpotensi terjadinya resistensi antibiotik di antara organisme yang
menyebabkan diare sehingga dapat menimbulkan kegagalan pengobatan, efek
samping yang tidak diinginkan, biaya pengobatan yang mahal untuk pasien serta
beban finansial yang besar pada bangsa.(22) Pada penelitian di Morocco,
menunjukkan peran yang relevan dari diarrhoeagenic E. coli dan rotavirus sebagai
dua penyebab utama yang parah diare di daerah ini. (31)

28
Status Pasien Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Anak RSAL MTH

DAFTAR PUSTAKA

1. The United Nations Childrens Fund. Diarrhoea: Why children are still dying and
what can be done. UNICEF: New York; 2009
2. The United Nations Childrens Fund. Diarrhoea remains a leading killer of young
children, despite the availability of a simple treatment solution. Availble at:
http://data.unicef.org/child-health/diarrhoeal-disease#sthash.EYveXgdU.dpuf.
Accessed on Juli 12, 2015
3. Juffrie M, Soenarto SSY, Oswari H, Arief S, Rosalina I, Mulyani NS, editors. Buku
Ajar Gastroenterologi-Hepatologi. Jakarta: Badan Penerbit IDAI. 2010. p. 87-118.
4. Chandra Y, Hadi MC, Yulianty AE. Hubungan Antara Keadaan Sanitasi Air Bersih
Dengan Kejadian Diare pada Balita di Desa Denbantas, Tabanan, Bali. Kesehatan
Lingkungan 2013; 4: 112-117
5. Diouf K, Tabatabai P, Rudolph J, Marx M. Diarrhoea prevalence in children under
five years of age in rural Burundi: an assessment of social and behavioural factors at
the household level. Globe Health Action. 2014; 7: doi.org/10.3402/gha.v7.24895
6. Kolahi AA, Nabavi M, Sohrabi MR, Epidemiology of acute diarrhoea diseases among
children under 5 years of age in Tehran, Iran. Iran J Clin Inf Dis 2008; 3: 193-198
7. Merga N, Alemayehu T. Knowledge, perception, and management skills of mothers
with under-five children about diarrhoeal disease in indigenous and resettlement
communities in Assosa District, Western Ethiopia. Health Popul Nutr 2015; 33: 20-30.
8. Oloruntoba EO, Folarin TB, Ayede AI. Hygiene and sanitation risk factors of
diarrhoeal disease among under-five children in Ibadan, Nigeria. Afr Health Sci.
2014; 14: 100111. doi: 10.4314/ahs.v14i4.32
9. Ercumen A, Naser AM, Unicomb L, Arnold BF, Colford JM, Luby SP, et al. Effects
of source versus household contamination of tubewell water on child diarrhea in
Rural Bangladesh. PLoS One 2015; 10: doi: 10.1371/journal.pone.0121907.
10. Anwar A, Musadad A. Pengaruh akses penyediaan air bersih dengan kejadian diare
pada balita. Ekologi Kesehatan. 2009; 8: 953-63
11. Liu L, Qian Y, Zhang Y, Deng J, Jia L, Dong H. Adenoviruses associated with acute
diarrhea in children in Beijing, China. Plos One 2014;9:
doi:10.1371/journal.pone.0088791.
12. Huang DB, Nataro JP, DuPont HL. Enteroaggregative escherichia coli is a cause of
acute diarrheal illness: A Meta-Analysis. Clin Infect Dis 2006; 43: 556-63.
doi: 10.1086/505869.
13. Sinmegn Mihrete T, Asres Alemie G, Shimeka Teferra A. Determinants of childhood
diarrhea among underfive children in Benishangul Gumuz Regional State, North West
Ethiopia. BMC Pediatric 2014; 14. doi:10.1186/1471-2431-14-102.
14. Salam, Abdus M. Reducing global mortality from childhood diarrhea. Pediatric
Health 2009; 3: 515-519.

29

Anda mungkin juga menyukai