Anda di halaman 1dari 17

DEVI APRILIANI

Pemeriksaan fisik bayi


1. Penilaian Apgar score
Pemeriksaan ini bertujuan untuk menilai kemampuan laju jantung, kemampuan bernafas,
kekuatan tonus otot, kemampuan refleks dan warna kulit. Caranya:
a. Lakukan penilaian apgar Score dengan cara menjumlahkan hasil penilaian tanda, seperti laju
jantung, kemampuan bernafas, kekuatan tonus otot, kemampuan refleks dan warna kulit.
b. Tentukan hasil penilaian, sebagai berikut :
 Adaptasi baik : skor 7-10
 Asfiksia ringan-sedang : skor 4-6
 Asfiksia berat : skor 0-3
Tabel Penilaian Apgar Score
TANDA 0 1 2
Frekuensi jantung Tidak ada ≤100 ≥100
Usaha bernafas Tidak ada Lambat Menangis kuat
Tonus otot Lumpuh Ekstermitas fleksi sedikit Gerakan Aktif
Refleks Tidak bereaksi Gerakan sedikit Melawan
Seluruh tubuh biru / Tubuh Kemerahan, Seluruh tubuh
Warna Kulit
pucat Ekstermitas Atas Biru kemerahan

2. Pemeriksaan plasenta

Ada pengapuran,nekrosis,berat, dan jumlah korion

3. Pemeriksaan tali pusat

Adanya vena atau arteri, adanya tali simpul atau kelainan lainnya

Pengukuran Antropometri

A. Berat badan

1. Timbang BB

2. Normal : 2500-3500 g
Prematur : < 2500g

Makrosomia : >3500g

B. Panjang badan normal (45-50cm)

C. Kepala :

1. ukur lingkar kepala (33-35cm), lalu bandingkan dengan lingkar dada (30-33cm),

Diameter kepala > 3cm dari dada : hidrosefalus

<3cm : mikrosefalus

2. kaji jumlah dan warna adanya lanugo terutama di daerah bahu dan punggung

3. moulage ( tulang tengkorak yang saling menumpuk pada saat lahir, apakah asimetri atau tidak )

4. Mengukur Lingkar Lengan atas (LILA)


Normalnya 11-15 cm. Untuk LILA pada BBL belum mencerminkan keadaan tumbuh
kembang bayi.

Periksa adanya tauma kelahiran misalnya; caput suksedaneum, sefal hematoma,


perdarahan subaponeurotik/fraktur tulang tengkorak.
Perhatikan adanya kelainan kongenital seperti ; anensefali, mikrosefali, kraniotabes dst.

Wajah
Wajah harus tampak simetris. Terkadang wajah bayi tampak asimetris hal ini dikarenakan
posisi bayi di intrauteri.
Perhatikan kelainan wajah yang khas seperti sindrom down atau sindrom piere robin.
Perhatikan juga kelainan wajah akibat trauma lahir seperti laserasi, paresi N.fasialis.

Mata
Goyangkan kepala bayi secara perlahan-lahan supaya mata bayi terbuka.
Lakukan inspeksi daerah mata. Periksa jumlah, posisi atau letak mata
Perksa adanya strabismus yaitu koordinasi mata yang belum sempurna
Periksa adanya glaukoma kongenital, mulanya akan tampak sebagai pembesaran kemudian
sebagai kekeruhan pada kornea
Katarak kongenital akan mudah terlihat yaitu pupil berwarna putih. Pupil harus tampak bulat.
Terkadang ditemukan bentuk seperti lubang kunci (kolobama) yang dapat mengindikasikan
adanya defek retina
Periksa adanya trauma seperti palpebra, perdarahan konjungtiva atau retina
Periksa adanya sekret pada mata, konjungtivitis oleh kuman gonokokus dapat menjadi
panoftalmia dan menyebabkan kebutaan
Apabila ditemukan epichantus melebar kemungkinan bayi mengalami sindrom down.

Hidung
Kaji bentuk dan lebar hidung, pada bayi cukup bulan lebarnya harus lebih dari 2,5 cm. Bayi
harus bernapas dengan hidung, jika melalui mulut harus diperhatikan kemungkinan ada
obstruksi jalan napas akarena atresia koana bilateral, fraktur tulang hidung atau ensefalokel
yang menonjol ke nasofaring.
Periksa adanya sekret yang mukopurulen yang terkadang berdarah , hal ini kemungkinan
adanya sifilis congenital.
Periksa adanya pernapasa cuping hidung, jika cuping hidung mengembang menunjukkan
adanya gangguan pernapasan.

Mulut
Lakukan Inspeksi apakah ada kista yang ada pada mukosa mulut.
Perhatikan mulut bayi, bibir harus berbentuk dan simetris. Ketidaksimetrisan bibir
menunjukkan adanya palsi wajah. Mulut yang kecil menunjukkan mikrognatia.
·
·
Periksa adanya bibir sumbing, adanya gigi atau ranula (kista lunak yang berasal dari dasar
mulut)
Periksa keutuhan langit-langit, terutama pada persambungan antara palatum keras dan lunak.
Perhatikan adanya bercak putih pada gusi atau palatum yang biasanya terjadi akibat
Epistein’s pearl atau gigi.
Periksa lidah apakah membesar atau sering bergerak. Bayi dengan edema otak atau tekanan
intrakranial meninggi seringkali lidahnya keluar masuk (tanda foote).

Telinga
Periksa dan pastikan jumlah, bentuk dan posisinya.
Pada bayi cukup bulan, tulang rawan sudah matang.
Daun telinga harus berbentuk sempurna dengan lengkungan yang jelas dibagia atas.
Perhatikan letak daun telinga. Daun telinga yang letaknya rendah (low set ears) terdapat pada
bayi yangmengalami sindrom tertentu (Pierre-robin).
Perhatikan adanya kulit tambahan atau aurikel hal ini dapat berhubungan dengan
abnormalitas ginjal.
Bunyikan bel atau suara. Apabila terjadi refleks terkejut maka pendengarannya baik,
kemudian apabila tidak terjadi refleks maka kemungkinan terjadi gangguan pendengaran.

Leher
Leher bayi biasanya pendek dan harus diperiksa kesimetrisannya. Pergerakannya harus baik.
Jika terdapat keterbatasan pergerakan kemungkinan ada kelainan tulang leher.
Periksa adanya trauma leher yang dapat menyebabkan kerusakan pad fleksus brakhialis
Lakukan perabaan untuk mengidentifikasi adanya pembengkakan.periksa adanya pembesaran
kelenjar tyroid dan vena jugularis
Adanya lipata kulit yang berlebihan di bagian belakang leher menunjukkan adanya
kemungkinan trisomi 21.
Raba seluruh klavikula untuk memastikan keutuhannya terutama pada bayi yang lahir dengan
presentasi bokong atau distosia bahu. Periksa kemungkinan adanya fraktur.

Dada, Paru dan Jantung


Periksa kesimetrisan gerakan dada saat bernapas. Apabila tidak simetris kemungkinan bayi
mengalami pneumotoraks, paresis diafragma atau hernia diafragmatika. Pernapasan bayi
yang normal dinding dada dan abdomen bergerak secara bersamaan. Tarikan sternum atau
interkostal pada saat bernapas perlu diperhatikan. Frekuensi pernapasan bayi normal antara
40-60 kali permenit. Perhitungannya harus satu menit penuh karena terdapat periodic
breathing, dimana pola pernapasan pada neonatus terutama pada premature ada henti nafas
yang berlangsung 20 detik dan terjadi secara berkala. Pada bayi cukup bulan, puting susu
sudah terbentuk dengan baik dan tampak simetris
Payudara dapat tampak membesar tetapi ini normal.
Lakukan palpasi pada daerah dada, untuk menentukan ada tidaknya fraktur klavikula dengan
cara meraba ictus cordis dengan menentukan posisi jantung.
Lakukan Auskultasi paru dan jantung dengan menggunakan stetoskop untuk menlai frekuensi
dan suara napa/jantung. Secara normal frekuensi denyut jantung antara 120-160 x / menit.

Abdomen
Abdomen harus tampak bulat dan bergerak secara bersamaan dengan gerakan dada saat
bernapas. Kaji adanya pembengkakan
Lakukan pemeriksaan pada tali pusat bertujuan untuk menilai ada tidaknya kelainan pada tali
pusat seperti, ada tidaknya vena dan arteri, tali simpul pada tali pusat dan lain-lain.
Jika perut sangat cekung kemungkinan terdapat hernia diafragmatika
Abdomen yang membuncit kemungkinan karena hepato-splenomegali atau tumor lainnya
Jika perut kembung kemungkinan adanya enterokolitis vesikalis, omfalokel atau ductus
omfaloentriskus persisten.
Lakukan Auskultasi adanya bising Usus.
Lakukan perabaan hati, umumnya teraba 2-3 cm di bawah arkus kosta kanan. Limpa teraba 1
cm di bawah arkus kosta kiri.
Lakukan palpasi ginjal, dengan cara atur posisi terlentang dan tungkai bayidi lipat agar otot-
otot dinding perut dalam keadaan relaksasi, batas bawah ginjal dapat di raba setinggi
umbilikus di antara garis tengah dan tepi perut bagian ginjal dapat di raba sekitar 2-3 cm.
Adanya pembesaran pada ginjal dapat di sebabkan oleh neoplasma, kelainan bawaan, atau
trombosis vena renalis

Ekstermitas Atas
Kedua lengan harus sama panjang, periksa dengan cara meluruskan kedua lengan ke bawah
Kedua lengan harus bebas bergerak, jika gerakan kurang kemungkinan adanya kerusakan
neurologis atau fraktur
Periksa jumlah jari. Perhatikan adanya polidaktili atau sidaktili
Telapak tangan harus dapat terbuka, garis tangan yang hanya satu buah berkaitan dengan
abnormaltas kromosom, seperti trisomi 21
Periksa adanya paronisia pada kuku yang dapat terinfeksi atau tercabut sehingga
menimbulkan luka dan perdarahan.

Ekstermitas Bawah
Periksa kesimetrisan tungkai dan kaki. Periksa panjang kedua kaki dengan meluruskan
keduanya dan bandingkan
Kedua tungkai harus dapat bergerak bebas. Kuraknya gerakan berkaitan dengan adanya
trauma, misalnya fraktur, kerusakan neurologis.
Periksa adanya polidaktili atau sidaktili padajari kaki.

Spinal
Periksa spina dengan cara menelungkupkan bayi, cari adanya tanda-tanda abnormalitas
seperti spina bifida, pembengkakan, lesung atau bercak kecil berambut yang dapat
menunjukkan adanya abdormalitas medula spinalis atau kolumna vertebra

Genetalia
 Pada bayi laki-laki panjang penis 3-4 cm dan lebar 1-1,3 cm.Periksa posisi lubang
uretra. Prepusium tidak boleh ditarik karena akan menyebabkan fimosis
 Periksa adanya hipospadia dan epispadia
 Skrotum harus dipalpasi untuk memastikan jumlah testis ada dua
 Pada bayi perempuan cukup bulan labia mayora menutupi labia minora
Lubang uretra terpisah dengan lubang vagina
Terkadang tampak adanya sekret yang berdarah dari vagina, hal ini disebabkan oleh
pengaruh hormon ibu (withdrawl bedding)

Anus dan Rectum


 Periksa adanya kelainan atresia ani , kaji posisinya
 Mekonium secara umum keluar pada 24 jam pertama, jika sampai 48 jam belum
keluar kemungkinan adanya mekonium plug syndrom, megakolon atau obstruksi
saluran pencernaan
Kulit
 Perhatikan kondisi kulit bayi.
 Periksa adanya ruam dan bercak atau tanda lahir
 Periksa adanya pembekakan
 Perhatinan adanya vernik kaseosa ( zat yang bersifat seperti lemak berfungsi sebagai
pelumas atau sebagai isolasi panas yang akan menutupi bayi cukup bulan).
 Perhatikan adanya lanugo(rambut halus yang terdapat pada punggung bayi) jumlah yang
banyak terdapat pada bayi kurang bulan daripada bayi cukup bulan.

Refleks-Refleks

Pemeriksaan
Cara Pengukuran Kondisi Normal Kondisi Patologis
Refleks
Berkedip Sorotkan cahaya ke Dijumpai pada tahun Jika tidak di jumpai
mata bayi. pertama menunjukkan
kebutaan.
Tanda babinski Gores telapak kaki Jari kaki mengembang Bila pengembangan
sepanjang tepi luar, di dan ibu jari kaki jari kaki dorsofleksi
ulai dari tumit dorsofleksi, di jumpai setelah umur 2 tahun
sampai umur 2 tahun. adanya tanda lesi
ekstrapiramidal.
Moro’s Ubah posisi dengan tiba- Lengan Ekstensi, jari- Refleks yang menetap
tiba atau pukul jari mengembang kepala lebih 4 bulan adanya
meja/tempat tidur. terlempar ke belakang, kerusakan otak, respon
tungkai sedikit ekstensi, tidak simetris adanya
lengan kembali ke hemiparesis, fraktur
tengah dengan tangan klavikula, atau cidera
menggenggam tulang fleksus brachialis.
belakang dan Tidak ada respons
ekstermitas bawah ekstermitas bawah
ekstens. Lebih kuat adanya dislokasi
selama 2 bulan pinggul atau cidera
menghilang pada umur medulla spinalis.
3-4 bulan.
Mengenggam Letakkan jari di telapak Jari-jari bayi Fleksi yang tidak
(palmar grap’s) tangan bayi dari sisi melengkung di sekitar simetris menunjukkan
ulnar, jika refleks lemah
jari yang di letakkan di adanya paralysis,
atau tidak ada berikan telapak tangan bayi dari refleks menggenggam
bayi botol atau dot, sisi ulnar, refleks ini yang menetap
karena mengjisap akan menghilang dari umur 3- menunjukkan
mengeluarkan refleks. 4 bulan. gangguan serebral
Rooting Gores sudut mulut bayi Bayi memutar kea rah Tidak adanya reflek
garis tengah bibir. pipi yang di gores, menunjukkan adanya
refleks ini menghilang gangguan neurology
pada umur 3-4 bulan. berat
Tetapi bias menetap
sampai umur 12 bulan
khususnya selama tidur.
Kaget (startle) Bertepuk tangan dengan Bayi mengekstensi dan Tidak adanya refleks
keras. memfleksi lengan dalam menunjkkan adanya
berespon terhadap suara gangguan pendengaran
yang keras tangan tetap
rapat, refleks ini akan
menghilang setelah
umur 4 bulan.
Menghisap Berikan bayi botol dan Bayi menghisap dengan Reflek yang lemah atau
dot. kuat dalam berespons tidak ada menunjukkan
terhadap stimulasi, kelambatan
reflek ini menetap perkembangan atau
selama masa bayi dan keadaan neurologi
mungkin terjadi selama yang abnormal
tidur tanpa stimulasi

Ikterus Neonatorum warna kuning pada sclera mata, mukosa, dan kulit oleh karena
peningkatan kadar bilirubin dalam darah (hyperbilirubinemia) yang selanjutnya
menyebabkan peningkatan bilirubin dala cairan luar sel (extracellular fluid)
Secara klinis, ikterus pada neonatus akan tampak bila konsentrasi bilirubin serum >5 mg/dL

Klasifikasi
Terdapat 2 jenis ikterus:
ikterus fisiologis dan patologis
Ikterus fisiologis
Ikterus fisiologis memiliki karakteristik sebagai berikut:
a.Timbul pada hari kedua-ketiga.
b.Kadar bilirubin indirek (larut dalam lemak) tidak melewati 12 mg/dL
pada neonatus cukup bulan dan 10mg/dL pada kurang bulan.
c.Kecepatan peningkatan kadar bilirubin tidak melebihi 5 mg/dL per hari.
d.Kadar bilirubin direk (larut dalam air) kurang dari 1mg/dL.
e.Gejala ikterus akan hilang pada sepuluh hari pertama kehidupan.
f.Tidak terbukti mempunyai hubungan dengan keadaan patologis tertentu.

Ikterus patologis
Ikterus patologis memiliki karakteristik seperti berikut:
a) Ikterus yang terjadi pada 24 jam pertama kehidupan.
b) Ikterus dengan kadar bilirubin melebihi 12mg/dL pada neonates cukup bulan dan
10mg/dL pada neonates lahir kurang bulan/ premature
.
c) Ikterus dengan peningkatan bilirubin lebih dari 5mg/dL per hari.
d) Ikterus yang menetap sesudah 2 minggu pertama.

e) Ikterus yang mempunyai hubungan dengan proses hemolitik, infeksi atau keadaan
patologis lain yang telah diketahui.
f) Kadar bilirubin direk melebihi 1mg/dL.

ETIOLOGI
Penyebab ikterus pada bayi baru lahir dapat berdiri sendiri ataupun dapat disebabkan
oleh beberapa faktor antara lain :
1. Produksi yang berlebihan. Hal ini melebihi kemampuan bayi untuk mengeluarkannya,
misalnya pada hemolisis yang meningkat pada inkompatibilitas darah Rh, AB0,
golongan darah lain, defisiensi enzim G-6-PD, piruvat kinase, perdarahan tertutup dan
sepsis.
2. Gangguan dalam proses uptake dan konjugasi akibat dari gangguan fungsi hepar.
Gangguan ini dapat disebabkan oleh bilirubin, gangguan fungsi hepar, akibat asidosis,
hipoksia dan infeksi atau tidak terdapatnya enzim glukoronil transferase (sindrom
criggler-Najjar). Penyebab lain yaitu defisiensi protein. Protein Y dalam hepar yang
berperan penting dalam “uptake” bilirubin ke sel hepar.
3. Gangguan transportasi karena kurangnya albumin yang mengikat bilirubin. Bilirubin
dalam darah terikat pada albumin kemudian diangkat ke hepar. Ikatan bilirubin
dengan albumin ini dapat dipengaruhi oleh obat misalnya salisilat, sulfafurazole.
Defisiensi albumin menyebabkan lebih banyak terdapatnya bilirubin indirek yang
bebas dalam darah yang mudah melekat ke sel otak.
4. Gangguan ekskresi yang terjadi akibat sumbatan dalam liver (karena infeksi atau
kerusakan sel liver). Gangguan ini dapat terjadi akibat obstruksi dalam hepar atau
diluar hepar. Kelainan diluar hepar biasanya disebabkan oleh kelainan bawaan.
Obstruksi dalam hepar biasanya akibat infeksi atau kerusakan hepar oleh penyebab
lain.

Klasifikasi menurut jenis dari gangguan pada mekanisme peningkatan kadar bilirubin

1. Ikterus Hemolitik/prahepatik
Ikterus hemolitik disebabkan oleh lisis (penguraian) sel darah merah yang berlebihan. Ikterus
hemolitik merupakan penyebab prahepatik karena terjadi akibat faktor-faktor yang tidak harus
berkaitan dengan hati. Ikterus hemolitik dapat terjadi pada destruksi sel darah merah yang
berlebihan dan hati tidak dapat mengkonjugasikan semua bilirubin yang dihasilkan. Ikterus ini
dapat dijumpai pada reaksi transfuse, atau lisis sel darah merah akibat gangguan hemoglobin,
misalnya anemia sel sabit dan talasemia. Destruksi sel darah merah karena proses otoimun yang
dapat menyebabkan ikterus semolitik.
Pada ikterus hemolitik apapun sebabnya, sebagian bilirubin akan terkonjugasi (disebut bilirubin
bebas atau hiperbilirubinemia indirek) akan meningkat.

2. Ikterus Hepatoseluler/hepatik
Penurunan penyerapan dan konjugasi bilirubin oleh hati terjadi pada disfungsi hepatosis dan
disebut ikterus hepatoseluler. Disfungsi hati dapat terjadi apabila hepatosit terinfeksi dan oleh
virus, misalnya pada hepatitis, apabila sel sel hati rusak akibat kanker atau sirosis. Sebagian
kelainan kongenital juga mempengaruhi kemampuan hati untuk menangani bilirubin, Obat-
obatan tertentu termasuk hormone steroid, sebagian anti biotic dan anestetik halotan juga dapat
mengganggu sel hati. Apabila hati tidak dapat mengkonjugasikan bilirubin, kadar bilirubin
terkonjugasi akan meningkat sehingga timbul ikterus.

3. Ikterus Obstruktif/pasca hepatik


Sumbatan terhadap aliran empedu keluar hati atau duktus biliaris disebut ikterus obstruktif.
Ikterus obstruktif dianggap berasal intrahepatik apabila disebabkan oleh sumbatan aliran empedu
melintasi duktus biliaris. Obstruksi intra hepatik dapat terjadi apabila duktus biliaris tersumbat
oleh batu empedu atau tumor.
Pada kedua jenis obstruksi tersebut, hati tetap mengkonjugasikan bilirubin, tetapi bilirubin tidak
dapat mencapai usus halus. Akibatnya adalah penurunan atau tidak adanya ekskresi urobilinogen
di tinja sehingga tinja berwarna pekat. Bilirubin terkonjugasi tersebut masuk ke aliran darah dan
sebagian besar di ekskresikan melalui ginjal sehingga urin berwarna gelap dan berbusa. Apabila
obstruksi tersebut tidak di atasi maka kanalikulus biliaris di hati akhirnya mengalami kongesti
dan rupture sehingga empedu tumpah ke limfe dan aliran darah.

Metabolisme bilirubin

Untuk mendapat pengertian yang cukup mengenai masalah ikterus pada


neonatus, perlu diketahui tentang metabolisme bilirubin pada janin dan neonatus.
Perbedaan utama metabolisme adalah bahwa pada janin melalui plasenta dalam
bentuk bilirubin indirek.
Metabolisme bilirubin mempunyai tingkatan sebagai berikut :

1. Produksi
Sebagian besar bilirubin terbentuk sebagai akibat degradasi hemoglobin
pada sistem retikuloendotelial (RES). Tingkat penghancuran hemoglobin ini pada
neonatus lebih tinggi dari pada bayi yang lebih tua. Satu gram hemoglobin dapat
menghasilkan 35 mg bilirubin indirek. Bilirubin indirek yaitu bilirubin yang
bereaksi tidak langsung dengan zat warna diazo (reaksi hymans van den bergh),
yang bersifat tidak larut dalam air tetapi larut dalam lemak

2. Transportasi
Bilirubin indirek kemudian diikat oleh albumin sel parenkim hepar
mempunyai cara yang selektif dan efektif mengambil bilirubin dari plasma.
Bilirubin ditransfer melalui membran sel ke dalam hepatosit sedangkan albumin
tidak. Didalam sel bilirubin akan terikat terutama pada ligandin , glutation S-
transferase B) dan sebagian kecil padaγ (protein glutation S-transferase lain dan
protein Z. Proses ini merupakan proses dua arah, tergantung dari konsentrasi dan
afinitas albumin dalam plasma dan ligandin dalam hepatosit. Sebagian besar
bilirubin yang masuk hepatosit di konjugasi dan di ekskresi ke dalam empedu.
Dengan adanya sitosol hepar, ligadin mengikat bilirubin sedangkan albumin tidak
Pemberian fenobarbital mempertinggi konsentrasi ligadin dan memberi tempat
pengikatan yang lebih banyak untuk bilirubin.

3. Konjugasi
Dalam sel hepar bilirubin kemudian dikonjugasi menjadi bilirubin
diglukosonide. Walaupun ada sebagian kecil dalam bentuk monoglukoronide.
Glukoronil transferase merubah bentuk monoglukoronide menjadi diglukoronide.
Pertama-tama yaitu uridin di fosfat glukoronide transferase (UDPG : T) yang
mengkatalisasi pembentukan bilirubin monoglukoronide.
Sintesis dan ekskresi diglokoronode terjadi di membran kanilikulus.
Isomer bilirubin yang dapat membentuk ikatan hidrogen seperti bilirubin natural
IX dapat diekskresikan langsung kedalam empedu tanpa konjugasi. Misalnya
isomer yang terjadi sesudah terapi sinar (isomer foto).

4. Ekskresi
Sesudah konjugasi bilirubin ini menjadi bilirubin direk yang larut dalam
air dan di ekskresi dengan cepat ke sistem empedu kemudian ke usus. Dalam usus
bilirubin direk ini tidak diabsorpsi; sebagian kecil bilirubin direk dihidrolisis
menjadi bilirubin indirek dan direabsorpsi. Siklus ini disebut siklus enterohepatis. Pada neonatus
karena aktivitas enzim B glukoronidase yang meningkat, bilirubin
direk banyak yang tidak dirubah menjadi urobilin. Jumlah bilirubin yang
terhidrolisa menjadi bilirubin indirek meningkat dan tereabsorpsi sehingga siklus
enterohepatis pun meningkat.

5. Metabolisme bilirubin pada janin dan neonates


Pada likuor amnion yang normal dapat ditemukan bilirubin pada
kehamilan 12 minggu, kemudian menghilang pada kehamilan 36-37 minggu. Pada
inkompatibilitas darah Rh, kadar bilirubin dalam cairan amnion dapat dipakai
untuk menduga beratnya hemolisis. Peningkatan bilirubin amnion juga terdapat
pada obstruksi usus fetus. Bagaimana bilirubin sampai ke likuor amnion belum
diketahui dengan jelas, tetapi kemungkinan besar melalui mukosa saluran nafas
dan saluran cerna. Produksi bilirubin pada fetus dan neonatus diduga sama
besarnya tetapi kesanggupan hepar mengambil bilirubin dari sirkulasi sangat
terbatas. Demikian pula kesanggupannya untuk mengkonjugasi. Dengan demikian
hampir semua bilirubin pada janin dalam bentuk bilirubin indirek dan mudah
melalui plasenta ke sirkulasi ibu dan diekskresi oleh hepar ibunya. Dalam keadaan
fisiologis tanpa gejala pada hampir semua neonatus dapat terjadi akumulasi
bilirubin indirek sampai 2 mg%. Hal ini menunjukkan bahwa ketidakmampuan
fetus mengolah bilirubin berlanjut pada masa neonatus. Pada masa janin hal ini
diselesaikan oleh hepar ibunya, tetapi pada masa neonatus hal ini berakibat
penumpukan bilirubin dan disertai gejala ikterus. Pada bayi baru lahir karena
fungsi hepar belum matang atau bila terdapat gangguan dalam fungsi hepar akibat
hipoksia, asidosis atau bila terdapat kekurangan enzim glukoronil transferase atau
kekurangan glukosa, kadar bilirubin indirek dalam darah dapat meninggi.
Bilirubin indirek yang terikat pada albumin sangat tergantung pada kadar albumin
dalam serum. Pada bayi kurang bulan biasanya kadar albuminnya rendah sehingga
dapat dimengerti bila kadar bilirubin indek yang bebas itu dapat meningkat dan
sangat berbahaya karena bilirubin indirek yang bebas inilah yang dapat melekat
pada sel otak. Inilah yang menjadi dasar pencegahan ‘kernicterus’ dengan
pemberian albumin atau plasma. Bila kadar bilirubin indirek mencapai 20 mg% pada umumnya
kapasitas maksimal pengikatan bilirubin oleh neonates yang mempunyai kadar albumin normal
telah tercapai.

Patofisiologi

Peningkatan kadar bilirubin tubuh dapat terjadi pada beberapa keadaan.


Kejadian yang sering ditemukan adalah apabila terdapat penambahan beban
bilirubin pada sel hepar yang terlalu berlebihan. Hal ini dapat ditemukan bila
terdapat peningkatan penghancuran eritrosit, polisitemia, memendeknya umur
eritrosit janin/bayi, meningkatnya bilirubin dari sumber lain, atau terdapatnya
peningkatan sirkulasi enterohepatik.
Gangguan ambilan bilirubin plasma juga dapat menimbulkan peningkatan
kadar bilirubin tubuh. Hal ini dapat terjadi apabila kadar protein Y berkurang atau
pada keadaan proten Y dan protein Z terikat oleh anion lain, misalnya pada bayi.
dengan asidosis atau dengan anoksia/hipoksia. Keadaan lain yang memperlihatkan
peningkatan kadar bilirubin adalah apabila ditemukan gangguan konjugasi hepar
(defisiensi enzim glukoranil transferase) atau bayi yang menderita gangguan
ekskresi, misalnya penderita hepatitis neonatal atau sumbatan saluran empedu
intra/ekstra hepatik.
Pada derajat tertentu, bilirubin ini akan bersifat toksik dan merusak
jaringan tubuh. Toksisitas ini terutama ditemukan pada bilirubin indirek yang
bersifat sukar larut dalam air tapi mudah larut dalam lemak. Sifat ini
memungkinkan terjadinya efek patologik pada sel otak apabila bilirubin tadi dapat
menembus sawar darah otak. Kelainan yang terjadi pada otak ini disebut
kernikterus atau ensefalopati biliaris. Pada umumnya dianggap bahwa kelainan
pada susunan saraf pusat tersebut mungkin akan timbul apabila kadar bilirubin
indirek lebih dari 20 mg/dl. Mudah tidaknya bilirubin melalui sawar darah otak
ternyata tidak hanya tergantung dari tingginya kadar bilirubin tetapi tergantung
pula pada keadaan neonatus sendiri. Bilirubin indirek akan mudah melalui sawar
daerah otak apabila pada bayi terdapat keadaan imaturitas, berat lahir rendah,
hipoksia, hiperkarbia, hipoglikemia, dan kelainan susunan saraf pusat yang terjadi
karena trauma atau infeksi.

Penatalaksanaan
I. Pendekatan menentukan kemungkinan penyebab
Menetapkan penyebab ikterus tidak selamanya mudah dan membutuhkan
pemeriksaan yang banyak dan mahal, sehingga dibutuhkan suatu pendekatan
khusus untuk dapat memperkirakan penyebabnya. Pendekatan yang dapat
memenuhi kebutuhan itu yaitu menggunakan saat timbulnya ikterus seperti yang
dikemukakan oleh Harper dan Yoon 1974, yaitu :
A. Ikterus yang timbul pada 24 jam pertama
Penyebab ikterus yang terjadi pada 24 jam pertama menurut besarnya
kemungkinan dapat disusun sebagai berikut :
- Inkompatibilitas darah Rh, ABO atau golongan lain.
- Infeksi intrauterin (oleh virus, toksoplasma, lues dan kadang-kadang bakteri).
- Kadang-kadang oleh defisiensi G-6-PD.
Pemeriksaan yang perlu diperhatikan yaitu :
− Kadar bilirubin serum berkala
− Darah tepi lengkap
− Golongan darah ibu dan bayi
− Uji coombs
− Pemeriksaan penyaring defisiensi enzim G-6-PD, biakan darah atau biopsi
hepar bila perlu.

B. Ikterus yang timbul 24- 72 jam sesudah lahir "


− Biasanya ikterus fisiologis
− Masih ada kemungkinan inkompatibilitas darah ABO atau Rh atau
golongan lain. Hal ini dapat diduga kalau peningkatan kadar bilirubin cepat,
misalnya melebihi 5 mg%/24 jam.
− Defisiensi enzim G-6-PD juga mungkin
− Polisitemia
− Hemolisis perdarahan tertutup (perdarahan subaponeurosis, perdarahan
hepar subkapsuler dan lain-lain).
− Hipoksia.
− Sferositosis, eliptositosis dan lain-lain.
− Dehidrasi asidosis.
− Defisiensi enzim eritrosit lainnya.
Pemeriksaan yang perlu dilakukan adalah bila keadaan bayi baik dan
peningkatan ikterus tidak cepat, dapat dilakukan pemeriksaan daerah tepi,
pemeriksaan kadar bilirubin berkala, pemeriksaan penyaring enzim G-6-PD dan
pemeriksaan lainnya bila perlu.
C. Ikterus yang timbul sesudah 72 jam pertama sampai akhir minggu pertama
- Biasanya karena infeksi (sepsis).
- Dehidrasi asidosis.
- Difisiensi enzim G-6-PD.
- Pengaruh obat.
- Sindrom Criggler-Najjar.
- Sindrom Gilbert.

D. Ikterus yang timbul pada akhir minggu pertama dan selanjutnya


- Biasanya karena obstruksi.
- Hipotiroidisme.
- “breast milk jaundice
"- Infeksi.
- Neonatal hepatitis.
- Galaktosemia.
- Lain-lain.

Pemeriksaan yang perlu dilakukan :


- Pemeriksaan bilirubin (direk dan indirek) berkala.
- Pemeriksaan darah tepi.
- Pemeriksaan penyaring G-6-PD.
- Biakan darah, biopsi hepar bila ada indikasi.
- Pemeriksaan lainnya yang berkaitan dengan kemungkinan penyebab.

Penyinaran dapat dilakukan dengan:


1. Pertimbangkan terapi sinar pada:
- NCB (neonatus cukup bulan) – SMK (sesuai masa
kehamilan) sehat : kadar bilirubin total > 12 mg/dL
- NKB (neonatus kurang bulan) sehat : kadar bilirubin total >
10 mg/dL
2. Pertimbangkan tranfusi tukar bila kadar bilirubin indirek > 20
mg/dL
3. Terapi sinar intensif
- Terapi sinar intensif dianggap berhasil, bila setelah ujian
penyinaran kadar bilirubin minimal turun 1 mg/dL.

Dapat diambil kesimpulan bahwa ikterus baru dapat dikatakan fisiologis


sesudah observasi dan pemeriksaan selanjutnya tidak menunjukkan dasar
patologis dan tidak mempunyai potensi berkembang menjadi ‘kernicterus’. Ikterus
yang kemungkinan besar menjadi patologis yaitu :
1. Ikterus yang terjadi pada 24 jam pertama.
2. Ikterus dengan kadar bilirubin melebihi 12,5 mg% pada neonatus cukup
bulan dan 10 mg% pada neonatus kurang bulan
3. Ikterus dengan peningkatan bilirubin-lebih dari 5 mg%/hari.
4. Ikterus yang menetap sesudah 2 minggu pertama.
5. Ikterus yang mempunyai hubungan dengan proses hemolitik, infeksi atau
keadaan patologis lain yang telah diketahui.
6. Kadar bilirubin direk melebihi 1 mg%.

Pencegahan
Ikterus dapat dicegah dan dihentikan peningkatannya dengan :
1. Pengawasan antenatal yang baik.
2. Menghindari obat yang dapat meningkatkan ikterus pada bayi pada masa
kehamilan dan kelahiran, misalnya sulfafurazole, novobiosin, oksitosin dan
lain-lain.
3. Pencegahan dan mengobati hipoksia pada janin dan neonatus.
4. Penggunaan fenobarbital pada ibu 1-2 hari sebelum partus.
5. Iluminasi yang baik pada bangsal bayi baru lahir.
6. Pemberian makanan yang dini.
7. Pencegahan infeksi.
Mengatasi hiperbilirubinemia
Mempercepat proses konjugasi, misalnya dengan pemberian fenobarbital.
Obat ini bekerja sebagai ‘enzyme inducer’ sehingga konjugasi dapat dipercepat.
Pengobatan dengan cara ini tidak begitu efektif dan membutuhkan waktu 48 jam
baru terjadi penurunan bilirubin yang berarti. Mungkin lebih bermanfaat bila
diberikan pada ibu kira-kira 2 hari sebelum melahirkan.
Memberikan substrat yang kurang untuk transportasi atau konjugasi.
Contohnya yaitu pemberian albumin untuk mengikat bilirubin yang bebas.
Albumin dapat diganti dengan plasma dengan dosis 15-20 ml/kgBB. Albumin
biasanya diberikan sebelum tranfusi tukar dikerjakan oleh karena albumin akan
mempercepat keluarnya bilirubin dari ekstravaskuler ke vaskuler sehingga
bilirubin yang diikatnya lebih mudah dikeluarkan dengan tranfusi tukar.
Pemberian glukosa perlu untuk konjugasi hepar sebagai sumber energi.

Melakukan dekomposisi bilirubin dengan fototerapi. Walaupun fototerapi


dapat menurunkan kadar bilirubin dengan cepat, cara ini tidak dapat
menggantikan tranfusi tukar pada proses hemolisis berat. Fototerapi dapat
digunakan untuk pra dan pasca-tranfusi tukar.
Tranfusi tukar
Pada umumnya tranfusi tukar dilakukan dengan indikasi sebagai berikut :
− Pada semua keadaan dengan kadar bilirubin indirek 20 mg%
− Kenaikan kadar bilirubin indirek yang cepat, yaitu 0,3-1 mg%/jam.
− Anemia yang berat pada neonatus dengan gejala gagal jantung.
− Bayi dengan kadar hemoglobin talipusat < 14 mg% dan uji Coombs direk
positif.
Sesudah tranfusi tukar harus diberi fototerapi. Bila terdapat keadaan
seperti asfiksia perinatal, distres pernafasan, asidosis metabolik, hipotermia, kadar
protein serum kurang atau sama dengan 5 g%, berat badan lahir kurang dari 1.500
gr dan tanda-tanda gangguan susunan saraf pusat, penderita harus diobati seperti
pada kadar bilirubin yang lebih tinggi berikutnya.

Pengobatan umum
Bila mungkin pengobatan terhadap etiologi atau faktor penyebab dan
perawatan yang baik. Hal lain yang perlu diperhatikan yaitu pemberian makanan
yang dini dengan cairan dan kalori cukup dan iluminasi kamar bersalin dan
bangsal bayi yang baik.
Tindak lanjut
Bahaya hiperbilirubinemia yaitu ‘kernicterus’. Oleh karena itu terhadap
bayi yang menderita hiperbilirubinemia perlu dilakukan tindak lanjut sebagai
berikut :
1. Penilaian berkala pertumbuhan dan perkembangan
2. Penilaian berkala pendengaran
3. Fisioterapi dan rehabilitasi bila terdapat gejala sisa

Prognosis
Hiperbilirubinemia baru akan berpengaruh buruk apabila bilirubin indirek
telah melalui sawar darah otak. Pada keadaan ini penderita mungkin menderita
kernikterus atau ensefalopati biliaris. Gejala ensefalopati biliaris ini dapat segera
terlihat pada masa neonatus atau baru tampak setelah beberapa lama kemudian.
Pada masa neonatus gejala mungkin sangat ringan dan hanya memperlihatkan
gangguan minum, latergi dan hipotonia. Selanjutnya bayi mungkin kejang, spastik
dan ditemukan epistotonus. Pada stadium lanjut mungkin didapatkan adanya
atetosis disertai gangguan pendengaran dan retardasi mental di hari kemudian.
Dengan memperhatikan hal di atas, maka sebaiknya pada semua penderita
hiperbilirubinemia dilakukan pemeriksaan berkala, baik dalam hal pertumbuhan
fisis dan motorik, ataupun perkembangan mental serta ketajaman pendengaran.

Komplikasi
Bahaya hiperbilirubinemia adalah kern icterus. Kern icterus atau ensefalopati
bilirubin adalah sindrom neurologis yang disebabkan oleh deposisi bilirubin
tidak terkonjugasi (bilirubin tidaklangsung atau bilirubin indirek) di basal
ganglia dan nucleibatang otak. Patogenesis kern icterus bersifat
multifaktorial dan melibatkan interaksi antara kadar bilirubin indirek,
pengikatan oleh albumin, kadar bilirubin yang tidak terikat, kemungkinan
melewati sawar darah otak, dan suseptibilitas saraf terhadap cedera.
Kerusakan sawar darah otak, asfiksia, dan perubahan permeabilitas sawar
darah otak mempengaruhi risiko terjadinya kern icterus.

Anda mungkin juga menyukai