Anda di halaman 1dari 12

MORFOLOGI UMUM SERANGGA

Oleh :
Nama : Nadya Denris Talitha Syarifah
NIM : B1J014120
Rombongan : II
Kelompok :3
Asisten : Karnia Rosmiati

LAPORAN PRAKTIKUM ENTOMOLOGI

KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI


UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS BIOLOGI
PURWOKERTO
2017
I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Serangga merupakan golongan binatang yang terbesar, kira-kira 75% dari


jumlah binatang yang hidup telah diketahui manusia adalah serangga. Serangga
ada yang menguntungkan manusia misalnya lebah, tetapi banyak yang sangat
merugikan karena merusak tanaman dan menyebarkan penyakit manusia dan
binatang ternak. Ukuran serangga cukup beragam, yang terkecil besarnya kurang
dari 0,25 mm, sedangkan yang terbesar mencapai 15-25 cm. Berat rata-rata
serangga tidak melebihi 5,72 gram. Lalat beratnya sekitar 15-30 miligram dan ulat
dewasa berat rata-ratanya 3,5 gram. Serangga mudah sekali menyesuaikan diri
dengan keadaan sekitarnya. Walaupun serangga suka pada tanaman tertentu,
apabila tanaman itu tidak ada ia masih dapat hidup dengan memakan jenis
tanaman lain (Pracaya, 1991).
Serangga hidup di dalam tanah, darat, udara, maupun di air tawar, atau
sebagai parasit pada tubuh makhluk hidup lain, akan tetapi mereka jarang yang
hidup di air laut. Serangga sering juga disebut Heksapoda yang berarti
mempunyai 6 kaki atau 3 pasang (Aziz, 2008). Sebagian besar spesies serangga
memiliki manfaat bagi manusia. Sebanyak 1.413.000 spesies telah berhasil
diidentifikasi dan dikenal, lebih dari 7.000 spesies baru ditemukan hampir setiap
tahun. Tingginya jumlah serangga dikarenakan sernga berhasil dalam
mempertahankan keberlangsungan hidupnya pada habitat yang bervariasi,
kapasitas reproduksi yang tinggi dan kemampuan meyelamatkan diri dari
musuhnya (Borror et al., 1992).
Salah satu alasan mengapa serangga memiliki keanekaragaman dan
kelimpahan yang tinggi adalah kemampuan reproduksinya yang tinggi,
serangga bereproduksi dalam jumlah yang sangat besar dan pada beberapa
jenis spesies bahkan mampu menghasilkan beberapa generasi dalam satu
tahun. Kemampuan serangga lainnya yang dipercaya telah mampu menjaga
eksistensi serangga hingga kini adalah kemampuan terbangnya. Hewan yang
dapat terbang dapat menghindari banyak predator, menemukan makanan dan
pasangan kawin dan menyebar ke habitat baru jauh lebih cepat dibandingkan
hewan lain yang harus bergerak di atas permukaan tanah (Subyanto, 1997).
Serangga memainkan peran penting dalam fungsi ekosistem perairan.
Serangga dapat dijadikan penentu kualitas habitat mereka. Banyak spesies
digunakan sebagai indikator biologis kualitas biologis dan kimiawi lingkungan
mereka. Serangga juga sebagai sumber makanan bagi banyak hewan invertebrata
dan beberapa jenis ikan. Namun, di bidang kesehatan, serangga menyebabkan
banyak gangguan pada manusia terutama spesies pengisap darah seperti nyamuk,
Simulidae dan Tabanidae (Slim et al., 2016).

B. Tujuan

Tujuan praktikum morfologi umum serangga yaitu menjelaskan


pembagian tubuh serangga secara umum, menjelaskan dan menunjukkan alat-alat
yang terdapat di daerah kaput, menjelaskan dan menunjukkan alat-alat yang
terdapat di daerah toraks, menjelaskan dan menunjukkan alat-alat yang terdapat di
daerah abdomen, membedakan serangga jantan dan betina.
II. TINJAUAN PUSTAKA

Serangga tergolong dalam Filum Arthrophoda, Sub Filum Mandibulata,


Kelas Insecta. Ruas yang membangun tubuh serangga terbagi atas tiga bagian yaitu,
kepala (caput), dada (toraks) dan perut (abdomen). Sesungguhnya serangga terdiri
dari tidak kurang dari 20 segmen. Enam Ruas terkonsolidasi membentuk kepala, tiga
ruas membentuk thoraks, dan 11 ruas membentuk abdomen. Serangga dapat
dibedakan dari anggota Arthropoda lainnya karena adanya 3 pasang kaki (sepasang
pada setiap segmen thoraks) (Jumar, 2000).
Ciri-ciri umum serangga adalah mempunyai appendage atau alat tambahan
yang beruas, tubuhnya bilateral simetri yang terdiri dari sejumlah ruas, tubuh
terbungkus oleh zat khitin sehingga merupakan eksoskeleton. Biasanya ruas-ruas
tersebut ada bagian yang tidak berkhitin, sehingga mudah untuk digerakkan. Sistem
syaraf tangga tali, coelom pada serangga dewasa bentuknya kecil dan merupakan
suatu rongga yang berisi darah (Hadi et al., 2009).
Serangga memiliki skeleton yang berada pada bagian luar tubuhnya
(eksoskeleton). Rangka luar ini tebal dan sangat keras sehingga dapat menjadi
pelindung tubuh, yang sama halnya dengan kulit kita sebagai pelindung luar. Pada
dasarnya, eksoskeleton serangga tidak tumbuh secara terus-menerus. Pada tahapan
pertumbuhan serangga eksoskeleton tersebut harus ditanggalkan untuk
menumbuhkan yang lebih baru dan lebih besar lagi (Hadi et al., 2009).
III. MATERI DAN METODE

A. Materi

1.1. Alat
Alat yang digunakan dalam praktikum morfologi umum serangga yaitu
bak preparat, pinset, dan killing bottle
1.2. Bahan
Bahan yang digunakan dalam praktikum morfologi umum serangga yaitu
belalang (Valanga nigricornis), jangkrik (Gryllus sp.), Chloroform, dan kapas.

B. Metode

1. Kapas ditetesi dengan Chloroform


2. Kapas kemudian dimasukkan ke killing bottle dan preparat dimasukkan ke
killing bottle.
3. Killing bottle ditutup dan ditunggu hingga spesimen mati.
4. Preparat dikeluarkan dari killing bottle dan diletakkan di bak preparat.
5. Preparat kemudian diamati dan digambar.
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil

Gambar 4.1. Belalang Kayu (Valanga nigricornis)

Gambar 4.2 Jangkrik (Gryllus sp.)


B. Pembahasan

Ruas yang membangun tubuh serangga terbagi atas tiga bagian yaitu,
kepala (caput), dada (toraks) dan perut (abdomen). Sesungguhnya serangga
terdiri dari tidak kurang dari 20 segmen. Enam Ruas terkonsolidasi membentuk
kepala, tiga ruas membentuk thoraks, dan 11 ruas membentuk abdomen
serangga dapat dibedakan dari anggota Arthropoda lainnya karena adanya 3
pasang kaki (sepasang pada setiap segmen thoraks) (Hadi et al., 2009). Menurut
Sastrodihardjo (1979), pada serangga terjadi tiga pengelompokkan segmen, yaitu
kepala, dada, dan perut, secara umum satu daerah kesatuan ini disebut tagma.
Prostomium (suatu bagian terdepan yang tidak bersegmen) bersatu dengan
kepala sedangkan periprok (bagian terakhir tubuh yang tidak bersegmen) bersatu
dengan perut.
Bagian depan (frontal) apabila dilihat dari samping (lateral) dapat
ditentukan letak frons, clypeus, vertex, gena, occiput, alat mulut, mata majemuk,
mata tunggal (ocelli), postgena, dan antena, Sedangkan toraks terdiri dari
protorak, mesotorak, dan metatorak. Sayap serangga tumbuh dari dinding tubuh
yang terletak dorso-lateral antara nota dan pleura. Umumnya serangga
mempunyai dua pasang sayap yang terletak pada ruas mesotoraks dan metatorak.
Sayap terdapat pola tertentu dan sangat berguna untuk identifikasi (Borror et al.,
1992).
a. Kepala (caput)
Bentuk umum kepala serangga berupa struktur seperti kotak. Kepala
terdapat alat mulut, antenna, mata majemuk, dan mata tunggal (osellus).
Permukaan belalang kepala serangga sebagian besar berupa lubang (foramen
magnum atau foramen oksipilate). Melalui lubang ini berjalan urat-daging, dan
kadang-kadang saluran darah dorsal (Jumar, 2000). Kepala serangga terdiri dari
3 sampai 7 ruas, yang memiliki fungsi sebagai alat untuk pengumpulan
makanan, penerima rangsangan dan memproses informasi di otak. Kepala
serangga keras karena mengalami sklerotisasi.
b. Dada (toraks)
Dasarnya tiap ruas toraks dapat dibagi menjadi tiga bagian. Bagian dorsal
disebut tergum atau notum, bagian ventral disebut sternum dan bagian lateral
disebut Pleuron (jamak: pleura). Sklerit yang terdapat pada sternum dinamakan
sternit, pada Pleuron dinamakan pleurit, dan tergum dinamakan tergit. Pronotum
dari beberapa jenis serangga kadang mengalami modifikasi, seperti dapat terlihat
pada pronotum Ordo Orthoptera yang membesar dan mengeras menutupi hampir
semua bagian protoraks dan mesotoraksnya (Jumar, 2000). Menurut Hadi et al.,
(2009), bagian ini terdiri dari tiga segmen yang disebut segmen yang disebut
segmen toraks depan (protoraks), segmen toraks tengah (mesotoraks) dan
segmen toraks belakang (metatoraks). Sayap pada serangga bersayap timbul
pada segmen meso dan mesotoraks, dan secara kolektif dua segmen ini disebut
juga sebagai pterotoraks. Protoraks dihubungkan dengan kepala oleh leher atau
serviks.
c. Perut (abdomen)
Umumnya abdomen pada serangga terdiri dari 11 segmen. Tiap segmen
dorsal yang disebut tergum dan skleritnya disebut tergit. Sklerit ventral atau
sternum adalah sternit dan sklerit pada daerah lateral atau pleuron disebut
pleurit. Lubang-lubang pernafasan disebut spirakel dan terletak di pleuron. Alat
kelamin serangga terletak pada segmen-segmen ini dan mempunyai kekhususan
sebagai alat untuk kopulasi dan peletakan telur. Alat kopulasi pada serangga
jantan dipergunakan untuk menyalurkan spermatozoa dari testes ke spermateka
serangga betina, bagian ini disebut aedeagus. Bagian pada serangga betina yang
menerima spermatozoa disebut spermateka, di tempat ini sperma dapat hidup
sampai lama dan dikeluarkan sewaktu-waktu untuk pembuahan (Hadi et al.,
2009).
Klasifikasi Valanga nigricornis menurut Pedigo (1989) adalah sebagai
berikut :
Kingdom : Animalia
Phylum : Arthropoda
Class : Insecta
Order : Orthoptera
Family : Acridoidea
Genus : Valanga
Spesies : Valanga nigricornis
Valanga nigricornis memiliki 6 pasang kaki yang terdapat pada bagian
toraks. Bagian-bagian kakinya antara lain adalah, coxa, trochanter, femur, tibia,
tarsus, dan claw. Kaki belakang pada Valanga nigricornis berperan ketika
Valanga nigricornis akan meloncat. Terdapat dua pasang sayap pada toraks.
Sayap paling anterior adalah sayap penutup, dan sayap posterior adalah sayap
sebenarnya (yang digunakan untuk terbang). Pasang sayap pertama berada di
segmen bagian dorsal dari mesotoraks, dan pasang sayap kedua berada di
segmen bagian dorsal dari metatoraks. Bagian abdomen dapat diamati dengan
jelas, terdapat delapan pasang spirakel pada bagian abdomen, spirakel digunakan
untuk respirasi serangga. Ujung dari abdomen terdapat sepasang cercus.
Terdapat segemen yang termodifikasi di bagian posterior yaitu epiprox pada
bagian yang lebih superior, dan paraprox pada bagian yang lebih inferior.
Valanga nigricornis betina memiliki ovipositor pada pangkal abdomen.
Ovipositor berfungsi untuk mengeluarkan telur-telur (Sunarjo, 1991).
Klasifikasi dari jangkrik menurut Jasin (1989) :
Kingdom : Animalia
Filum : Arthropoda
Kelas : Insecta
Ordo : Orthoptera
Famili : Grylludae
Genus : Gryllus
Spesies : Gryllus sp.
Morfologi tubuh jangkrik yaitu terdiri atas tiga bagian utama kepala,
toraks (dada) dan abdomen (perut) serta setiap spesies jangkrik memiliki ukuran
dan warna yang beragam (Borror et al., 1992). Jangkrik jantan dan betina
dewasa dapat dibedakan dari ada atau tidaknya ovipositor pada ujung abdomen
yang mencirikan jangkrik betina. Meskipun secara umum ukuran-ukuran tubuh
jangkrik jantan lebih besar, jangkrik betina memiliki bobot badan lebih tinggi
daripada jantan (Herdiana, 2001).
V. SIMPULAN DAN SARAN

A. Simpulan

Berdasarkan hasil dan pembahasan, maka dapat disimpulkan bahwa :


1. Morfologi serangga secara umum dapat dibagi atas kaput, thorax dan
abdomen.
2. Bagian caput serangga terdiri atas beberapa mata ocelli, sepasang mata faset,
sepasang antena, dan organ mulut, bagian thorax terdapaat sayap dan tiga
pasang kaki serta bagian abdomen terdapat alat kelamin serangga dan alat
pernafasan tambahan serangga.
3. Serangga betina memiliki ovipositor pada ruas terakhir abdomen, sedangkan
serangga jantan tidak memiliki ovipositor.

B. Saran

Sebaiknya preparat diperbanyak agar mengetahui perbedaan morfologi dari


beberapa serangga
DAFTAR REFERENSI

Aziz. 2008. Alam pun Bertasbih. Jakarta : Balai Pustaka.


Borror, D.J., C. A, Triplehom, N. F. Johnson. 1992. An Introduction to the Study of
Insect. Harcourt Brace Collage Publishers.
Hadi, H.M., Udi, T., & Rully, R. 2009. Biologi Insekta Entomologi. Yogyakarta:
Graha Ilmu.
Herdiana, D. 2001. Pengaruh pakan terhadap performa tiga jenis jangkrik lokal.
Skripsi. Fakultas Peternakan. Bogor : Institut Pertanian Bogor.

Jasin, M. 1989. Biologi Umum Untuk Perguruan Tinggi. Surabaya : Bina


Pustakatama.
Jumar, 2000. Entomologi Pertanian. Jakarta : Rineka Cipta.
Pedigo, L. P. 1989. Entomology and Pest Management. New York : Macmillan
Publishing Company.
Pracaya. 1991. Hama dan Penyakit Tanaman. Jakarta : Penebar Swadaya.
Sastrodihardjo, S. 1979. Pengantar Entomologi Terapan. Bandung : Penerbit ITB

Slim, M., N, Zouaki., H, Lougraimzi., L, Elghali., L, Zidane & M, Fadli. 2016.


Diversity, Composition and Systematic Structure of the Terrestrial
Entomofauna of a Ramsar site: The Biological Reserve of Sidi Boughaba,
Mehdia (Morocco). Journal of Entomology and Zoology Studies, 4(4) pp. 705-
712.
Subyanto. 1997. Kunci Determinasi Serangga. Yogyakarta : Penerbit Kanisius.
Sunarjo, P. I. 1991. Biologi dan Ekologi Serangga. Pusat Antar Universitas Bidang
Ilmu Hayati. Bandung : ITB.

Anda mungkin juga menyukai