PENDAHULUAN
1
dari perencanaan survei geologi berupa peta geologi yang selanjutnya digunakan
untuk mempelajari bagaimana proses geologi yang bekerja pada daerah pemetaan
sehingga dapat merekonstruksi bagaimana pengaruh geologi terhadap daerah yang
dijadikan lokasi pemetaan dan mengetahui dasar pembentukan daerah tersebut
yang erat kaitannya dengan bidang geologi.
Tujuan dari pemetaan ini agar dapat melakukan pemetaan dan
menghasilkan pemahaman mengenai kondisi lapangan, meliputi: jenis litologi,
geomorfologi, stratigrafi, struktur geologi, sejarah geologi dan evaluasi geologi.
2
Jambusari
3
Lokasi Penelitian Kavling 28
Gambar 1.2 Gambar Daerah Penelitian (Google Maps, 5 Mei 2017, 19:37)
4
5. Lunt, P., dan Burgon, G., (2008). Membuat paper tentang The
Pemali Formation Of Central Java And Equivalents: Indicators Of
Sedimentation On An Active Plate Margin.
6. Mulhadiyono, (1973). Membuat paper tentang Petroleum
Possibilities of the Banyumas Area.
5
BAB II
GEOMORFOLOGI
Gambar 2.1 Pembagian Fisiografi Jawa Tengah dan Jawa Timur (Van Bemmlen,
1949)
6
Dokoro di utara Grobogan). Zona Rembang terbagi menjadi dua, yaitu
Antiklinorium Rembang Utara dan Antiklinorium Rembang Selatan
(Van Bemmelen, 1949). Antiklinorium Rembang Selatan juga dikenal
sebagai Antiklinorium Cepu. Kedua zona antiklinorium tersebut
dipisahkan oleh lembah aliran Sungai Lusi di bagian barat, dan lembah
aliran Sungai Kening (anak sungai Bengawan Solo) di bagian timur.
Perbukitan lipatan di Zona Rembang, umumnya tersusun secara
en-echelon ke arah kiri (left stepping), mengindikasikan kontrol patahan
batuan alas (basement faults) geser sinistral berarah timur-timurlaut ke
arah barat-baratdaya yang membentuk Antiklinorium Rembang tersebut
(Husein dkk., 2015). Pola ini dapat diamati pada rangkaian perbukitan
deretan Antiklin Dokoro hingga Antiklin Lodan (baratlaut Tuban) di
Zona Rembang bagian utara dan rangkaian perbukitan deretan Antiklin
Gabus (baratlaut Randublatung) hingga Antiklin Ledok (utara Cepu).
2.1.4. Antiklinorium Bogor-Serayu Utara-Kendeng
Memiliki lebar 30-50 km. Di selatan tegal, zona ini tertutupi oleh
produk gunungapi kwarter dari G. Slamet. Di bagian tengah ditutupi
oleh produk volkanik kwarter G. Rogojembangan, G.Ungaran, dan
G.Dieng. Zona ini menerus ke Jawa Barat menjadi Zona Bogor dengan
batas antara keduanya terletak di sekitar Prupuk, Bumiayu hingga
Ajibarang, persis di sebelah barat G. Slamet, sedangkan ke arah timur
membentuk Zona Kendeng. Zona Antiklinorium Bogor terletak di
selatan Dataran Aluvial Jakarta berupa Antiklinorium dari lapisan
Neogen yang terlipat kuat dan terintrusi. Zona Kendeng meliputi daerah
yang terbatas antara Gunung Ungaran hingga daerah sekitar Purwodadi
dengan singkapan batuan tertua berumur Oligosen-Miosen Bawah yang
diwakili oleh Formasi Pelang.
7
kontras dengan pantai selatan Jawa Barat dan Jawa Timur yang relatif
lebih terjal.
2.1.6. Pegunungan Selatan Jawa
Memanjang di sepanjang pantai selatan Jawa membentuk
morfologi pantai yang terjal. Namun di Jawa Tengah, zona ini terputus
oleh Depresi Jawa Tengah.
2.1.7. Pegunungan Serayu Selatan
Terletak di antara Zona Depresi Jawa Tengah yang membentuk
kubah dan punggungan. Di bagian barat dari Pegunungan Serayu
Selatan yang berarah barat-timur dicirikan oleh bentuk antiklonorium
yang berakhir di timur pada suatu singkapan batuan tertua terbesar di
Pulau Jawa, yaitu daerah Luk Ulo, Kebumen.
8
Bergelombang dan Satuan Morfologi Perbukitan Terjal, dengan pola aliran sungai
umumnya Trelis.
Pengklasifikasian bentang alam dilakukan dengan mengacu pada
parameter parameter relief yang disusun oleh Van Zuidam (1983) (Tabel 2.1)
serta Hidartan dan Handaya (1994). Sedangkan untuk menentukan suatu stadia
daerah (Tabel 2.2) atau stadia sungai (Tabel 2.3) digunakan parameter parameter
yang disusun oleh Nugroho (2001).
Bergelombang/Miring Landai 37 5 50
Bergelombang/Miring 8 13 25 75
9
Terjadi karena pengaruh aktifitas volkanik berupa kepundan, kerucut
semburan, medan lava, medan lahar dan sebagainya yang umumnya
berada pada wilayah gunung api.
Stadia Daerah
Parameter
Muda Dewasa Tua
Sedikit
Relief Maksimum Hampir Datar
Bergelombang
10
Lembah
Bermeander
Bentuk/Pola Sungai Lurus Lurus Bermeander
Komplek
Kerapatan/Anak Sedang/Mulai
Kecil/Jarang Besar/Banyak
Sungai Banyak
11
Gambar 2.2 Klasifikasi Pola Aliran Sungai Berdasarkan Howard (1967)
12
Stadia muda mempunyai ciri-ciri dataran yang masih tinggi dengan
lembah sungai yang relatif curam dengan genetik sungai dominan
konsekuen. Kondisi geologi masih pada tahap awal atau origin.
Stadia dewasa dicirikan dengan relief terbesar atau maksimum dan genetik
sungai sudah mulai berubah menjadi subsekuen. Topografi dari bentang
alam stadia ini dipengaruhi oleh variasi dari batuan, sehingga akan
terbentuk jurang apabila sungai mengalir di batuan yang resisten dan
sebaliknya akan terbentuk lembah sungai berbentuk U atau open valleys
pada batuan yang lemah.
13
Stadia tua dicirikan permukaan relatif datar, terbentuk monadnock dan
peneplan
BAB III
GEOLOGI REGIONAL
14
sikuen batupasir paralik berumur Plio-Plistosen. Formasi Talanggundang terdiri
dari lempung yang merupakan endapan laut berumur Plistosen. Dan terakhir,
lapisan vulkanik dan basalt dari fasies volkanik berumur Kuarter.
15
flysh type yang diindikasikan dari tekstur dan melimpahnya struktur sedimen
turbidit. Formasi ini ditemukan di Sungai Cikaso, Balengbeng 1 dan 2, Ciarus 1,
Pasren (sebelumnya di sebut sebagai Pemali), Pulau Nusakambangan, dan di
Antiklin Sampang. Di daerah Sampang, disebut sebagai horizon napal dan tuf
awal (Harloff, 1993).
16
struktur sedimen sangat sedikit sekali ditemukan di batuan. Lokasi tipe berada di
Gunung Kumbang (Bumiayu).
17
3.2.1. Periode Tektonik Miosen Atas (Mio-Pliosen)
Periode Tektonik Miosen Atas (Mio-Pliosen) dimulai dengan
pengangkatan dan perlipatan sampai tersesarkannya batuan sedimen Paleogen dan
Neogen. Perlipatan yang terjadi berarah relatif barat-timur, sedangkan yang
berarah timurlaut-baratdaya dan baratlaut-tenggara hanya sebagian. Sedangkan
sesar yang terjadi adalah sesar naik, sesar sesar geser-jurus, dan sesar normal.
Sesar naik di temukan di daerah barat dan timur daerah ini, dan berarah hampir
barat-timur, dengan bagian selatan relatif naik. Kedua-duanya terpotong oleh
sesar geser. Sesar geser-jurus yang terdapat di daerah ini berarah hampir baratlaut-
tenggara, timurlaut-baratdaya, dan utara-selatan. Jenis sesar ini ada yang
menganan dan ada pula yang mengiri. Sesar geser-jurus ini memotong struktur
lipatan dan diduga terjadi sesudah perlipatan. Sesar normal yang terjadi di daerah
ini berarah barat-timur dan hampir utara-selatan, dan terjadi setelah perlipatan. Di
daerah selatan Pegunungan Serayu terjadi suatu periode transgresi yang diikuti
oleh revolusi tektogenetik sekunder. Periode tektonik ini berkembang hingga
Pliosen, dan menyebabkan penurunan di beberapa tempat yang disertai aktivitas
vulkanik.
18
sesar yang mempunyai ketinggian ratusan meter dan menoreh kawah atau kaldera
gunung api muda, seperti gawir sesar di Gunung Beser, dan gawir sesar pada
kaldera Gunung Watubela.
19
utama (conjugate set of primary shear fractures) yang nantinya mengontrol posisi
aktivitas vulkanik. Pada akhir Paleosen kompresi agak berkurang, hal ini
menyebabkan terjadinya penurunan (subsidence), dan pada kala Eosen endapan
laut dangkal menempati bagian sedimen Paleosen Awal yang telah tererosi.
Selama Oligosen terjadi penurunan muka air laut secara tajam di seluruh
dunia yang menyebabkan erosi pada blok yang paling tinggi dan bersamaan
dengan itu, terendapnya material erosi ini di blok yang lebih rendah (Ratman dan
Robinson, 1996). Sedangkan menurut Martono (1992) gejala tektonik tertua yang
ditemukan di daerah ini ditunjukkan oleh proses pembentukan batuan Paleogen,
yang diduga berlangsung sampai Oligosen. Terjadinya pencampuradukkan
tektonik yang melibatkan berbagai jenis batuan, termasuk sedimen yang sedang
dalam proses pengendapan, memberikan kesan bahwa batuan Paleogen tersebut
terbentuk di dalam zona tunjaman (subduksi). Menurut Van Bemmelen (1949),
pada Oligosen Miosen, geantiklin bagian utara mengalami penurunan yang
terjadi akibat naiknya geantiklin bagian selatan. Penurunan ini terjadi sampai intra
Miosen Tengah, saat itu terjadi reaksi gravitasional yang menyebabkan geantiklin
bagian selatan patah, sayap utara geantiklin tersebut tergelincir ke arah depresi
geosinklin.
Miosen Awal merupakan kala yang tenang dengan penaikan muka air laut
dan pembentukan terumbu di sekitar dan pada bagian blok sesar yang tererosi.
Orogenesis merupakan ciri-ciri Miosen Tengah, dengan adanya pendesakan
kembali dari selatan, kompresi blok sesar dan sedimen-sedimen yang
menindihnya, aktivitas vulkanik di sepanjang kekar-kekar gerus gunting yang
terbentuk sebelumnya, dan akhirnya pengangkatan. Intensitas orogenesis dan
aktivitas volkanik secara bertahap menurun selama Miosen Tengah dan Akhir dan
berhenti pada awal Pliosen (Ratman dan Robinson, 1996). Menurut Martono
(1992), setelah Oligosen daerah penelitian merupakan cekungan belakang busur
yang menampung sedimen pelitik dari arah benua dan sesekali bahan volkanik
berbutir halus dari arah busur vulkanik. Masa ketenangan tektonik Miosen Awal
ini diikuti oleh periode pengangkatan disertai perlipatan dan penyesaran. Dalam
20
proses perlipatan ini, Formasi Merawu membentuk pola lipatan yang dikendalikan
oleh sesar naik batuan Paleogen yang teraktifkan kembali. Pada akhir Miosen
awal Pliosen kegiatan tektonik mengakibatkan pembentukan busur pulau
gunungapi, kegiatan magmatik ini dikenali dengan terobosan intensif pada
Formasi Merawu, sebagian diantaranya melalui zona sesar dan sumbu lipatan
yang terbentuk sebelumnya. Menurut Condon, Pardyanto, Ketner, Amin, Gafoer,
dan Samodra (1996), pada Miosen Tengah terjadi genang laut dan terendapkannya
Formasi Rambatan serta terjadi penerobosan batuan bersusunan diorit pada akhir
Miosen Tengah.
21
BAB IV
KONDISI UMUM DAERAH PEMETAAN
Bab ini akan menjelaskan kondisi daerah pemetaan yang berskala 1:12.500
dengan menunjukan lokasi daerah pemetaan menggunakan citra landsat, peta
geologi regional, peta geomorfologi, peta struktur geologi, dan peta pola aliran
sungai.
22
Daerah Penelitian Kavling 28
Gambar 4.1 Daerah Penelitian (Google Earth, diakses pada 5, Mei 2017)
Gambar 4.2 Terrain Daerah Pemetaan (Surfer, Data DEM Jawa 2008)
Berdasarkan citra satelit secara umum kondisi permukaan daerah
penelitian merupakan daerah yang mempunyai bentukan lahan morfologi
Struktural, dan Denudasional.
23
Gambar 4.3 Peta Topografi Daerah Pemetaan
24
Berdasarkan Peta Geologi Regional Lembar Banyumas (Asikin, S., dkk,
1992), Pada daerah pemetaan terdapat 3 formasi yang terendapkan dengan arah
Barat-Timur, yaitu : Aluvium (Qa), Dike Basalt (Tpb), Formasi Halang (Tpmh),
Anggota Batupasir Formasi Halang (Tmhs).
Tpb
Pilosen
Tpmh
KETERANGAN
Anggota Batupasir
Tmhs
Tpb Intrusi Basalt Formasi Halang
25
Daerah Penelitian Kavling 28
Gambar 4.5 Peta Geologi Lembar Banyumas Skala 1:100.000
(S. Asikin, A. Handoyo, B.Prasistho dan S. Gafoer. 1992)
Menurut interpretasi peta geomorfologi daerah penelitian memperlihatkan
3 satuan geomorfologi berdasarkan kelerengannya (klasifikasi Van Zuidam,
1985), yaitu : Satuan geomorfologi dataran, satuan geomorfologi perbukitan
bergelombang dan satuan geomorfologi perbukitan terjal. Sungai pada daerah
penelitian ini sendiri terdiri atas sungai yang mempunyai pola Trelis, di mana
polapola ini mencerminkan daerah yang di kontrol oleh struktur geologi.
Sementara stadia daerah penelitian mempunyai bentukan stadia dari muda sampai
dewasa pula. Stadia daerah dapat di cerminkan dari kondisi kontur.
26
B
Gambar 4.6 Peta Pola Aliran Sungai Secara Regional (Geospasial Indonesia)
27
Gambar 4.7 Pola Aliran Sungai Daerah Pemetaan
28
Gambar 4.8 Morfologi Daerah Pemetaan (Klasifikasi Van Zuidam (1985)
29
Selanjutnya kondisi struktur geologi regional pada daerah penelitian
berdasarkan interpretasi dari peta topografi dan peta geologi regional lembar
Banyumas memperlihatkan adanya sesar sinistral di Barat Laut daerah penelitian
serta adanya patahan, lalu digambarkan pula terdapat struktur geologi berupa
antiklin, patahan naik, sinklin, serta sesar sinistral pada bagian Selatan daerah
pemetaan.
Terdapat pula intepretasi kelirusan kontur, di mana kelurusan kontur
menandakan atau mengindikasikan terdapatnya struktur stuktur geologi yang
bersifat minor yang merupakan hasil dari gerakan atau tekanan struktur utama
yang terdapat pada pulau jawa.
30
Gambar 4.9 Peta Penyebaran Struktur Geologi Daerah Pemetaan
31
Gambar 4.10 Interpretasi Kelurusan Kontur
32
Gambar 4.11 Peta Rencana Lintasan
33
Pada saat penelitian di lapangan pembuatan lintasan pengamatan
singkapan di dasarkan pada kondisi daerah regional, kondisi batuan regional,
kondisi topografi, kondisi sungai, dan jalan, agar dapat memberikan informasi
yang akurat dan dengan tingkat kemanan yang tinggi. Lintasan tersebut di buat
pada saat sebelum ke lapangan.
Peta rencana lintasan dibuat dengan arah Utara-Selatan dimana lintasan
dibuat searah dengan dip. Terdapat 3 rencana lintasan utama yang berorientasi
utara selatan yang berwarna biru dan terdapat beberapa lintasan tambahan
berwarna merah, yang akan digunakan saat lintasan utama mengalami kendala dan
guna melengkapi data yang tidak tersingkap. Dari pengerjaan lintasan, 1 lintasan
dikerjakan selama 2 hari dimana hari ke-2 dilakukan Tectonic Section (TS).
34
BAB V
METODOLOGI PENELITIAN
35
sistematika pembahasan dalam laporan dan peralatan yang dibutuhkan
pemetaan.
BAB II GEOMORFOLOGI
Pada BAB II, berisi penjelasan tentang kenampakan bentang alam
(geomorfologi) di daerah pemetaan ditunjang oleh kenampakan
geomorfologi secara regional.
BAB III STRATIGRAFI
Pada BAB III, berisi penjelasan tentang runtunan satuan batuan
berurutan dari tua ke muda yang dijumpai di daerah pemetaan yang
ditunjang oleh stratigrafi regional.
BAB IV STRUKTUR GEOLOGI
Pada BAB IV, berisi penjelasan tentang berbagai kenampakan
struktur geologi di daerah pemetaan yang ditinjau dari struktur geologi
regional.
BAB V SEJARAH GEOLOGI
Pada BAB V, menjelaskan tentang setiap aspek dan peristiwa
geologi (satuan batuan dan struktur geologi) yang terjadi di daerah
pemetaan secara kronologis.
BAB VI EVALUASI GEOLOGI
Pada BAB VI, evaluasi geologi berisi penjelasan mengenai
evaluasi geologi (bahan galian dan bencana alam) daerah pemetaan.
BAB VII KESIMPULAN
Pada BAB VII, berisi kesimpulan geologi daerah pemetaan.
DAFTAR PUSTAKA
Berisi semua referensi buku, makalah, dan sumber referensi lain
yang digunakan selama melakukan pemetaan dan menyusun laporan.
LAMPIRAN
Berupa peta, analisis kalsimetri dan analisis petrografi.
5.5. Diagram Alir Pemetaan
36
Gambar 5.1 Diagram Alir Kegiatan Pemetaan
5.6. Waktu
Waktu kegiatan dimulai dari minggu ke tiga bulan April 2017 hingga
minggu keempat bulan Agustus 2017 yang meliputi pembuatan proposal,
persiapan lapangan, melakukan pemetaan di daerah pemetaan. Selanjutnya
dilanjutkan rencana kegiatan pada tahun akademik baru yaitu kegiatan
laboratorium dengan melakukan determinasi umur serta analisa petrografi pada
minggu kedua bulan September 2017 hingga minggu pertama bulan Oktober
2017. Setelah itu dilanjutkan dengan penyusunan laporan geologi daerah
penelitian pada minggu pertama bulan Oktober 2017 hingga minggu pertama
bulan November 2017. Kegiatan terakhir yaitu pelaksanaan Kolokium pada
minggu kedua bulan November 2017.
5.7. Rencana
5.7.1. Rencana Umum
37
Waktu kegiatan pemetaan lapangan dimulai dari tanggal 22 Juli 2017
hingga 24 Agustus 2017. Kegiatan yang di lakukan dalam tanggal tersebut yaitu
meliputi keberangkatan pada tanggal 22 Juli 2017. Pada hari berikutnya akan
disusul dengan kegiatan persiapan dan bimbingan awal oleh dosen pembimbing,
kegiatan ini juga meliputi Post test, dan pencarian tempat tinggal selama kegiatan
pemetaan berlansung. Kegiatan selanjutnya merupakan kegiatan observasi
lapangan yang mencakup pencatatan dan pengamatan kondisi geologi di lapangan,
dimana kegiatan tersebut di perkirakan selesai dalam waktu 21 hari. Waktu efektif
lapangan di lakukan antara 5 - 6 hari dengan 1 - 2 hari di isi dengan pembuatan
laporan harian untuk dosen wali dan bimbingan dengan asisten dosen
pembimbing. Kegiatan tersebut berlangsung dari berlansung mulai tanggal 17
Agustus 2017 hingga 23 Agustus 2017. Setelah semua data lapangan di dapatkan
dan semua lintasan terselesaikan maka dilanjutkan dengan pembuatan laporan
detail hasil dari penelitian (observasi) lapangan berupa laporan geologi yang
meliputi laporan geomorflogi, pembuatan peta geologi, laporan peta geologi ,
laporan peta lintasan dan atributnya, dan pola aliran sungai, di mana seluruh
laporan tersebut di harapkan selesai tanggal 24 Agustus 2017. Dalam pembuatan
laporan ini juga diharapkan adanya bimbingan akhir oleh dosen pembimbing agar
mendapatkan hasil yang maksimal sebelum melakukan presentasi hasil "Pemetaan
Geologi Lapangan. Dan hari terakhir merupakan presentasi hasil "Pemetaan
Geologi Lapangan" yang telah di lakukan dalam 1 bulan penuh.
38
DAFTAR PUSTAKA
Asikin. S., Handoyo. B.Prasistho., dan S. Gafoer., 1992, Peta Geologi Lembar
Banyumas Jawa. Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi, Bandung
Asikin, S., 1992. Diktat Struktur (Tektonik) Indonesia. Kelompok Bidang
Keahlian (KBK) Geologi Dinamis, Jurusan Teknik Geologi ITB.
Asikin, S., 2007. Central Java, Indonesia A Terra Incognita In Petroleum
Exploration: New Considerations on the Tectonic Evolution and
Petroleum Implications. Indonesian Pet. Assoc., 31st Annual Convention
Proceeding.
Bemmelen, R.W Van. 1949. The Geology of Indonesia Vol. I A General Geology :
The Hague, Batavia.
Budiyani, A, Sri., at al., 2003, The Collision of The East Java Microplate and Its
Implication for Hydrocarbon occurrences in the East Java Basin,
39
Indonesian Petroleum Association, Proceeding Ann.Conv.29th.
Lunt, P., dan Burgon, G., 2008, The Pemali Formation Of Central Java And
Equivalents: Indicators Of Sedimentation On An Active Plate Margin.
Journal of Asian Earth Sciences.
-. Modul Pemetaan Geologi., Jurusan Teknik Geologi Fakultas Teknologi
Kebumian dan Energi Universitas Trisakti., Jakarta.
Badan Informasi Geospasial (http://www.big.go.id/)
40