LATAR BELAKANG
Meskipun belum memiliki sandaran yuridis formal, akan tetapi dalam praktek peradilan
terutama pada PTUN asas-asas ini telah diterapkan, sebagaimana terlihat pada sebagian
putusan PTUN. Sebenarnya asas-asas ini dapat digunakan dalam praktek peradilan di
Indonesia karena memiliki sandaran dalam pasal 14 ayat (1) UU No. 14 Tahun 1970 tentang
Kekuasaan Pokok kehakiman:
Pengadilan tidak boleh menolak untuk memeriksa dan mengadili sesuatu perkara
yang diajukan dengan dalih bahwa hukum tidak atau kurang jelas, melainkan wajib
memeriksa dan mengadili.
Dengan ketentuan pasal ini maka asas-asas ini memiliki peluang untuk digunakan dalam
proses peradilan administrasi di Indonesia. Seiring dengan perjalanan waktu dan perubahan
politik Indonesia, asas-asas ini kemudian muncul dan dimuat dalam suatu Undang-Undang
yaitu UU No. 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaran Negara yang Bersih dan Bebas dari
Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (KKN). Dengan format yang berbeda dengan AAUPB dari
negeri Belanda, dalam pasal 3 UU No. 28 tahun 1999 disebutkan beberapa asas penyelenggaran
negara yaitu:
1. Asas Kepastian Hukum
2. Asas Tertib Penyelenggaraan Negara
3. Asas Kepentingan Umum
4. Asas Keterbukaan
5. Asas Proporsionalitas
6. Asas Profesionalitas
7. Asas Akuntabilitas
Asas-asas yang tercantum dalam UU No. 28 Tahun 1999 tersebut ditujukan untuk
penyelenggara negara secara keseluruhan, sementara asas- asas dalam AAUPB pada dasarnya
hanya ditujukan pada pemerintah dalam arti sempit, bukan regering atau overheid, yang
mengandung arti pemerintah dalam arti luas. Oleh karena itu, dalam kaitannya dengan proses
peradilan, asas-asas yang terdapat dalam UU No. 28 Tahun 1999 tidak memiliki konsekuensi
hukum yang sama dengan AAUPB, yang secara aktual telah dijadikan sebagai salah satu
penilaian oleh para hakim. Dengan kata lain, asas-asas yang terdapat dalam UU No. 28
Tahun 1999 lebih merupakan jadi etika dalam penyelenggaraan kenegaraan bukan sebagai
kaidah hukum.
Berkenaan dengan ketetapan (beschikking), AAUPB terbagi dalam dua bagian yaitu asas
yang bersifat formal atau prosedural dan asas yang bersifat material. Asas yang bersifat formal
berkenaan dengan prosedur yang harus dipenuhi dalam setiap pembuatan ketetapan, atau asas-
asas yang berkaitan dengan cara-cara pengambilan keputusan seperti asas kecermatan yang
menuntut pemerintah untuk mengambil keputusan dengan persiapan yang cermat, dan asas
permainan yang layak. Menurut Indroharto, asas-asas yang bersifat formal yaitu asas-asas yang
penting artinya dalam rangka mempersiapkan susunan dan motivasi dari suatu beschikking.
Jadi menurut segi lahiriah dari beschikking itu, yang meliputi asas-asas yang berkaitan
dengan proses persiapan dan proses pembentukan keputusan, dan asas-asas yang berkaitan
dengan pertimbangan serta susunan keputusan.
Asas-asas yang bersifat material tampak pada isi dari keputusan pemerintah. Termasuk
kelompok asas yang bersifat material atau substansial ini adalah asas kepastian hukum, asas
persamaan, asas larangan sewenang- wenang, larangan penyalahgunaan kewenangan.
Dari latar belakang tersebut maka rumusan masalah yang akan dibahas yaitu Asas-asas
hukum pemerintahan yang baik.
III. PEMBAHASAN
Seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya, dalam kaitannya dengan proses peradilan, asas-
asas yang terdapat dalam UU No. 28 Tahun 1999 tidak memiliki konsekuensi hukum yang
sama dengan AAUPB, yang secara aktual telah dijadikan sebagai salah satu penilaian oleh
para hakim. Dengan kata lain, asas-asas yang terdapat dalam UU No. 28 Tahun 1999 lebih
merupakan jadi etika dalam penyelenggaraan kenegaraan bukan sebagai kaidah hukum.
AAUPB merupakan konsep terbuka dan lahir dari proses sejarah sehingga terdapat rumusan
beragam mengenai asas-asas tersebut. Macam-macam AAUPB tersebut adalah sebagai berikut:
1. Asas Kepastian Hukum
Asas kepastian hukum mempunyai dua aspek, yang satu lebih bersifat hukum material,
yang lain bersifat formal. Aspek hukum material terkait erat dengan asas kepercayaan. Dalam
banyak keadaan asas kepastian hukum menghalangi badan pemerintahan untuk menarik
kembali suatu keputusan atau mengubahnya untuk kerugian yang berkepentingan. Dengan kata
lain, asas ini menghendaki dihormatinya hak yang telah diperoleh seseorang berdasarkan suatu
keputusan pemerintah, meskipun keputusan itu salah. Jadi demi kepastian hukum, setiap
keputusan yang dikeluarkan oleh pemerintah tidak untuk dicabut kembali. Adapun aspek yang
bersifat formal dari asas kepastian hukum membawa serta bahwa ketetapan yang memberatkan
dan ketentuan yang terkait pada ketetapan-ketetapan yang menguntungkan, harus disusun
dengan kata-kata yang jelas. Asas kepastian hukum memberi hak kepada yang berkepentingan
untuk mengetahui dengan tepat apa yang dikehendaki dari padanya. Unsur ini memegang peran
misalnya pada pemberian kuasa surat-surat perintah secara tepat dan tidak mungkin adanya
berbagai tafsiran yang dituju harus dapat terlihat, kewajiban- kewajiban apa yang dibebankan
kepadanya.
2. Asas Keseimbangan
Asas ini menghendaki adanya keseimbangan antara hukuman jabatan dan kelalaian atau
kealpaan seorang pegawai. Asas ini menghendaki pula adanya kriteria yang jelas mengenai jenis-
jenis atau kualifikasi pelanggaran atau kealpaan yang dilakukan oleh seseorang sehingga
memudahkan penerapannya dalam setiap kasus yang ada dan seiring dengan persamaan
perlakuan serta sejalan dengan kepastian hukum.
IV. PENUTUP
A. Kesimpulan
Meskipun belum memiliki sandaran yuridis formal, akan tetapi dalam praktek
peradilan terutama pada PTUN asas-asas ini telah diterapkan, sebagaimana terlihat pada
sebagian putusan PTUN. Sebenarnya asas-asas ini dapat digunakan dalam praktek
peradilan di Indonesia karena memiliki sandaran dalam pasal 14 ayat (1) UU No. 14
Tahun 1970 tentang Kekuasaan Pokok kehakiman: Pengadilan tidak boleh menolak
untuk memeriksa dan mengadili sesuatu perkara yang diajukan dengan dalih bahwa
hukum tidak atau kurang jelas, melainkan wajib memeriksa dan mengadili. Dengan
ketentuan pasal ini maka asas-asas ini memiliki peluang untuk digunakan dalam proses
peradilan administrasi di Indonesia. Asas-asas ini kemudian muncul dan dimuat dalam
suatu Undang-Undang yaitu UU No. 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaran Negara
yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (KKN), di mana menurut
Pasal 3 disebutkan beberapa asas penyelenggaran negara yaitu: Asas Kepastian Hukum;
Asas Tertib Penyelenggaraan Negara; Asas Kepentingan Umum; Asas Keterbukaan;
Asas Proporsionalitas; Asas Profesionalitas; Asas Akuntabilitas.
B. Saran
Dalam proses keadilan diharapkan kedepannya selalu memegang semua asas tersebut dalam
menangani semua perkara di peradilan agar bisa terwujudnya keadilan.
DAFTAR PUSTAKA
Marbun, S.F., 1988, Peradilan Tata Usaha Negara, Liberty, Yogyakarta. Muchsan, 1982,
Pengantar Hukum Administrasi Negara Indonesia, Liberty, Yogyakarta.
Purbopranoto, Koentjoro., 1978, Beberapa Catatan Hukum Tata Pemerintahan dan
Peradilan Administrasi Negara, Alumni, Bandung,