Anda di halaman 1dari 17

BAB II

LANDASAN TEORI

A. Tinjauan Pustaka

1. Definisi Nyeri

International Association for Study of Pain (IASP) dalam

Rohkamm (2004) menyatakan bahwa nyeri adalah sensori subyektif

dan emosional yang tidak menyenangkan, yang didapat terkait dengan

kerusakan jaringan aktual maupun potensial, atau menggambarkan

kondisi terjadinya kerusakan. Nyeri menghasilkan suatu keadaan

kompleks dimana ketika sensasi ini berlangsung terus-menerus akan

mengaktivasi jalur nosiseptor sentral. Pada umumnya, rasa nyeri

merupakan mekanisme perlindungan tubuh dari suatu penyakit

sehingga seseorang akan bereaksi dengan memindahkan stimulus nyeri

tersebut. Apabila seseorang tidak memiliki rasa nyeri, keadaan

patologis ini akan dibiarkan begitu saja hingga bertambah buruk

(Ganong, 2005).

2. Patofisiologi Nyeri

Ada tiga jenis rangsang utama yang menstimulasi nyeri yaitu

rangsang mekanis, suhu dan kimiawi. Ketiga rangsang ini melalui

sistem somatosensoris akan ditransmisikan ke sistem saraf pusat

dengan dua jalur: Sistem kolumna dorsalis, untuk rangsang tekan,

diskriminasi dua titik, vibrasi dan posisi keseimbangan; Sistem


5
anterolateralis atau spinothalamus, untuk rangsang nyeri, suhu dan

cahaya. Kedua sistem ini memiliki serabut-serabut neuron: Neuron

pertama, dimana aksonnya berada pada reseptor rangsang; Neuron

kedua, berada di spinal cord (sistem anterolateralis) atau di batang otak

(sistem kolumna dorsalis) dimana aksonnya berjalan menyilang.

Neuron ini akan mentransmisikan rangsang dari neuron pertama

menuju ke thalamus; Neuron ketiga, terletak pada salah satu nuklei

somatosensoris di thalamus; Neuron keempat, terletak pada korteks

somatosensoris (Costanzo, 2006).

Gambar 2.1 Jalur Somatosensoris (Costanzo, 2006)

Penjalaran rasa nyeri melalui jaras rangkap dua, yaitu traktus

neospinotalamikus (rasa nyeri cepat-tajam) dan traktus

paleospinotalamikus (rasa nyeri lambat-kronik). Traktus

neospinotalamikus dijalarkan melalui serabut-serabut tipe A pada


6
kecepatan penjalaran antara 6 sampai 30 m/detik dengan perantara

neurotransmiter glutamat. Sedangkan traktus paleospinotalamikus pada

kecepatan 0,5 sampai 2 m/detik dijalarkan terutama dari serabut tipe C

dengan substansi P sebagai neurotransmiternya (Goetz, 2003).

3. Klasifikasi

Rasa nyeri dapat dibagi menjadi 2 jenis yaitu rasa nyeri cepat

dan rasa nyeri lambat. Bila diberikan stimulus, rasa nyeri cepat timbul

dalam waktu kira-kira 0,1 detik, sedangkan rasa nyeri lambat timbul

setelah 1 detik atau lebih dan kemudian secara perlahan bertambah

(Guyton and Hall, 2007).

Berdasarkan sumber pencetusnya, dapat dibedakan antara nyeri

nosiseptif dan non-nosiseptif. Nyeri nosiseptif adalah nyeri yang

timbul akibat perangsangan pada nosiseptor (reseptor nyeri) baik

berupa rangsang mekanik, suhu maupun kimia. Jenis ini dibedakan

lagi menjadi nyeri somatik dan nyeri viscera. Sedangkan, nyeri non-

nosiseptif dapat dibedakan menjadi nyeri neuropati dan nyeri

psikogenik (Sudoyo et al., 2009).

Terkadang, nyeri dirasakan di tempat lain, bukan di tempat

kerusakan yang sebenarnya, dikenal sebagai nyeri alih (referred pain).

Rasa nyeri alih biasanya dijalarkan ke bagian-bagian tubuh yang

berasal dari segmen embrional (dermatom) yang sama dengan bagian

tubuh dimana nyeri berasal. Hal ini berkaitan erat dengan teori

konvergensi-proyeksi. Menurut teori ini, dua tipe aferen yang masuk ke


7
segmen spinal (satu dari kulit dan satu dari struktur otot dalam atau

viscera) berkonvergensi ke sel-sel proyeksi sensorik yang sama

(misalnya, sel proyeksi spinotalamikus). Karena tidak memiliki cara

untuk mengenali sumber asupan sebenarnya, otak secara salah

memproyeksikan sensasi nyeri ke daerah dermatom (Fields and

Martin, 2001).

Gambar 2.2 Mekanisme Nyeri Alih (Sylvia, 2006)

4. Faktor yang Memengaruhi Persepsi Nyeri

Derajat persepsi nyeri yang dirasakan seseorang dengan yang

lain tentu berbeda-beda dimana dipengaruhi oleh kemampuan otak dan

medulla spinalis dalam menekan rangsang nyeri yang masuk ke dalam

sistem saraf pusat melalui mekanisme yang disebut sistem analgesia.

Sistem ini terdiri atas tiga komponen utama: Area periakuaduktus

grisea dan periventrikuler dari mesencephalon dan bagian atas pons

yang mengelilingi akuaduktus Sylvii dan bagian ventrikel ketiga dan


8
keempat; Neuron-neuron dari daerah ini akan mengirimkan sinyal ke

nukleus rafe magnus, yang merupakan nukleus tipis di garis tengah

yang terletak di bagian bawah pons dan bagian atas medula oblongata,

dan nukleus retikularis paragigantoselularis yang terletak di sebelah

lateral dari medulla; Dari nuklei ini, sinyal-sinyal urutan kedua

dijalarkan ke bawah kolumna dorsolateralis di medulla spinalis menuju

ke kompleks penghambat rasa nyeri di dalam radiks dorsalis medula

spinalis. Pada tempat itu, sinyal analgesia dapat menghambat sinyal

rasa nyeri sebelum dipancarkan ke otak (Guyton and Hall, 2007).

Otak memiliki paling sedikit duabelas bahan opium alami yang

terdapat pada beberapa tempat dalam sistem saraf, dimana semuanya

merupakan hasil pemecahan tiga molekul protein besar: pro-

opiomelanokortin, pro-enkefalin dan pro-dinorfin. Opium alami yang

penting adalah -endorfin, met-enkefalin, leu-enkefalin dan dinorfin

(Guyton and Hall, 2007).

Kedua enkefalin dijumpai di batang otak dan medula spinalis,

-endorfin dapat dijumpai dalam hipotalamus dan kelenjar hipofisis.

Ditemukan juga dinorfin di tempat yang sama dengan enkefalin, tetapi

dengan jumlah yang sangat sedikit (Guyton and Hall, 2007).

9
Gambar 2.3 Sistem Analgesia Otak dan Medula Spinalis (Guyton and Hall,
2007)

5. Pengukuran Nyeri

Seperti halnya penyakit medis lainnya, riwayat dan

pemeriksaan secara detail merupakan kunci untuk memahami keluhan

pasien dan memikirkan rencana terapi. Penilaian nyeri merupakan

permulaan untuk memulai terapi awal yang akan diresepkan, setelah

itu sebaiknya dimodifikasi sesuai dengan respon pasien (Bell et al.,

2004; Breivik et al., 2008). Pada umumnya, ada tiga metode yang

sering digunakan untuk memeriksa intensitas nyeri yaitu Verbal Rating

Scale (VRS), Numerical Rating Scale (NRS) dan Visual Analog Scale

(VAS).

10
Metode VRS adalah alat ukur yang menggunakan kata sifat

untuk menggambarkan tingkat intensitas nyeri yang berbeda, rentang

dari no pain sampai very severe. Jenis ini mempunyai keterbatasan

di dalam mengaplikasikannya. Beberapa keterbatasan VRS adalah

adanya ketidakmampuan pasien untuk menghubungkan kata sifat yang

cocok untuk tingkat intensitas nyerinya dan ketidakmampuan pasien

yang buta huruf untuk memahami kata sifat yang digunakan

(Williamson and Hoggart, 2004; Hjermstad et al., 2011).

Metode NRS adalah suatu alat ukur yang meminta pasien untuk

menilai rasa nyerinya sesuai dengan tingkat intensitas nyerinya pada

skala numeral dari 0 10 atau 0 100. Angka 0 berarti no pain dan

10 atau 100 berarti severe pain. Skala ini dapat membantu dokter

dalam memberikan pengobatan berikutnya untuk memonitor

keberhasilan terapi (Williamson and Hoggart, 2004; Hjermstad et al.,

2011).

Metode VAS adalah alat ukur intensitas nyeri lainnya, meliputi

10 cm garis, dengan setiap ujungnya ditandai dengan tingkat intensitas

nyeri (ujung kiri diberi tanda no pain dan ujung kanan diberi tanda

bad pain). Pasien diminta untuk menandai disepanjang garis tersebut

sesuai dengan tingkat intensitas nyeri yang dirasakan pasien, kemudian

jaraknya diukur dari batas kiri sampai pada tanda yang diberi oleh

pasien (ukuran milimeter) dan itulah tingkat intensitas nyeri pasien.

Skor tersebut dicatat untuk melihat kemajuan pengobatan/terapi


11
selanjutnya. Secara potensial, VAS lebih sensitif terhadap intensitas

nyeri daripada pengukuran lainnya (Munoz et al., 2004). Namun,

berdasarkan survei yang dilakukan oleh Pain Management Sevice di

Louisiana State University Health Sciences Center, Shreveport

(LSUHSC-S) tahun 2008 menunjukkan bahwa Verbal Rating Scale

menunjukkan korelasi yang sangat kuat dengan Visual Analog Scale

sehingga sering dilakukan kombinasi antarkeduanya.

Gambar 2.4 Berbagai Skala Nyeri (Magrinelli et al., 2013)

6. Anatomi Tulang Punggung

Tulang punggung manusia terdiri dari: Tujuh tulang servikal;

Duabelas tulang thorakal; Lima tulang lumbal; Persatuan lima tulang

yang membentuk tulang sakrum; Tulang koksigeus. Unit dari masing-


12
masing tulang tersebut dikenal dengan istilah vertebra. Vertebra yang

satu dengan yang lainnya dipisahkan oleh diskus intervertebralis,

bersifat fleksibel, yang memungkinkan pergerakan dari tulang

punggung dan berperan sebagai bantalan terhadap tekanan. Di dalam

diskus intervertebralis mengandung dua komponen yaitu annulus

fibrosus dan nukleus pulposus (Haldeman et al., 2002).

Gambar 2.5 Anatomi Tulang Punggung (Bernard, 2011)

Haldeman et al (2002) menyatakan bahwa bangunan vertebra

yang sensitif terhadap rasa nyeri meliputi semua ligamentum, otot dan

tulang, kecuali ligamentum flavum, ligamentum interspinosum dan

diskus intervertebralis. Oleh karena itu, semua proses yang mengenai

struktur tersebut seperti tarikan atau tekanan dapat menimbulkan

keluhan nyeri.

13
Tulang lumbalis dan sakralis merupakan unit struktural dalam

berbagai sikap tubuh dan gerakan. Diskus intervertebralis antara tulang

lumbalis lima sampai sakralis satu atau tulang lumbalis empat dan lima

merupakan titik tumpuan, berkaitan dengan beban yang ditanggung

oleh tulang punggung (Adlia, 2007).

7. Low Back Pain

Data Provinsi Jawa Tengah melaporkan dari kunjungan pasien

di beberapa rumah sakit, sekitar 40% orang menderita nyeri punggung

(Meliawan,2009). Beberapa faktor risiko yang berpotensi

menyebabkan nyeri punggung bawah adalah usia, jenis kelamin,

pekerjaan, Indeks Massa Tubuh (IMT), aktifitas fisik, merokok,

riwayat cedera punggung dan riwayat keluarga. Pada umumnya, low

back pain disebabkan oleh multifaktor, dapat dilihat dari aspek

mekanik dan kinetik (Paliyama, 2004).

Apabila dilihat dari aspek mekanik misalnya akibat obesitas,

kehamilan, duduk terlalu lama atau sering memakai sepatu hak tinggi

sehingga menyebabkan titik pusat berat badan bertambah. Aspek

kinetik berkaitan erat dengan posisi tubuh yang salah saat mengangkat

beban berat dan akibat adanya kelainan pada struktur tulang punggung

misalnya skoliosis, spina bifida atau adanya degenerasi diskus

intervertebralis (Paliyama, 2004).

Sikap duduk atau berdiri dengan fleksi 10o-15o ke arah depan

akan memberikan beban yang berlebihan pada diskus intervertebralis.


14
Gerakan pinggang yang terlalu mendadak atau berlebihan melampaui

kekuatan otot-otot penyangga tulang vertebra akan menyebabkan

spasme otot, yang juga memicu kejadian low back pain (Paliyama,

2004).

8. Tatalaksana

Tatalaksana adekuat pada kasus ini bertujuan antara lain untuk

mengatasi nyeri, meningkatkan lingkup gerak sendi, memperbaiki

kekuatan otot dan meningkatkan atau mempertahankan fungsi

(Paliyama, 2004). American Academy of Orthopaedic Surgeons

(AAOS) tahun 2013 menyatakan bahwa beberapa hal yang dapat

dilakukan antara lain konsumsi obat pereda nyeri, terapi modalitas

(misalnya kompres hangat atau dingin, stimulasi listrik, massage,

ultrasound), penggunaan korset, traksi, yoga atau tindakan

pembedahan. Dalam penelitian ini menggunakan terapi TENS, IR dan

edukasi proper body mechanic.

Transcutaneous Electrical Nerve Stimulation (TENS)

merupakan suatu metode stimulasi listrik untuk mengatasi nyeri.

Stimulasi listrik dilakukan dengan menggunakan intensitas frekuensi

yang berbeda, frekuensi tinggi (60-200 Hz) dan frekuensi rendah (<10

Hz). Stimulasi frekuensi tinggi atau dikenal juga sebagai metode

konvensional memiliki efek terapi yang lebih singkat dibandingkan

stimulasi frekuensi rendah (acupuncture-like). Mekanisme kerja

TENS antara kedua frekuensi tersebut berbeda satu sama lain.


15
Frekuensi rendah akan menstimulasi endorfin otak yang berperan

sebagai opioid alami, sedangkan frekuensi tinggi menstimulasi

penutupan pain gate yang menyebabkan terganggunya impuls nyeri

ke otak (DeSantana et al., 2008).

Infra Red (IR) yaitu salah satu terapi panas yang diinduksi

gelombang elektromagnetik sepanjang 7700-4juta A. Berdasarkan

panjang gelombang, dapat dibedakan menjadi dua jenis, yaitu:

Gelombang panjang (deep) memiliki panjang gelombang 12000-

150000 A, penetrasinya pada lapisan superfisial epidermis sekitar 0,5

mm; Gelombang pendek (superficial) memiliki panjang gelombang

7700-12000 A, penetrasinya sampai subkutan. Pada beberapa keadaan

sebaiknya diberikan terapi Infra Red superficial dahulu untuk

menghindari kerusakan lebih lanjut pada struktur dalam (Singh, 2005).

Terapi ini bekerja dengan cara menstimulasi nitric oxide, suatu

molekul berukuran kecil dalam tubuh yang memiliki peran penting

dalam proses penyembuhan. Nitric oxide akan meningkatkan aliran

darah ke area yang cedera dan secara tidak langsung menghambat

proses inflamasi di area tersebut. Relaksasi otot juga akan lebih mudah

dicapai bila jaringan otot dalam keadaan hangat (Gale and Rothbart,

2006).

Postur tubuh yang salah apabila dipertahankan dalam jangka

waktu yang lama akan menimbulkan strain atau regangan pada

ligamentum dan menyebabkan kelelahan pada otot. Edukasi proper


16
body mechanic adalah mengenai cara bagaimana memposisikan tubuh

dengan baik dan benar saat melakukan pergerakan, dimaksudkan untuk

mencegah cedera tulang punggung, mempercepat penyembuhan tulang

punggung yang cedera atau mencegah risiko cedera di kemudian hari

apabila cedera saat ini sudah teratasi. Program edukasi tulang

punggung merupakan salah satu bentuk manajemen nyeri punggung

bawah yang paling penting saat ini. Dengan program ini terbukti gejala

nyeri akan berkurang sehingga produktifitas dapat dipertahankan

(Perry and Potter, 2005; Vitriana, 2010).

17
Tabel 2.1 Proper Body Mechanic untuk Beberapa Aktivitas (CMC/D-HK, 2014)

Aktivitas LAKUKAN JANGAN LAKUKAN


Mengangkat Mengangkat atau membawa Menjauhkan benda dari
/membawa benda dekat tubuh. tubuh
benda Letakkan titik tumpu pada Mengangkat benda
lutut, bukan punggung. dengan posisi kedua
Pertimbangkan kekuatan tungkai lurus
diri Mengangkat beban terlalu
berat

Duduk Menjaga telinga, bahu dan Duduk lesu bersandar


panggul tetap dalam garis pada kursi.
vertikal Duduk tanpa sandaran
Duduk dengan lipatan kain punggung
tebal atau sandaran lain Duduk terlalu lama
yang menopang tulang Sambil menyilangkan
punggung kaki.
Regangkan kaki dan
berjalan sebentar setelah 30
menit duduk
Panggul dan lutut
membentuk sudut 90o

Berdiri Berdiri dengan Berdiri dalam waktu yang


meregangkan kaki secara lama tanpa merubah
bergantian tiap beberapa posisi
menit Berdiri untuk
Bekerja pada ketinggian mengerjakan sesuatu
yang sesuai dengan yang yang terletak lebih rendah
dikerjakan (tulang punggung
cenderung
membungkuk)/ terlalu
tinggi (memaksa bahu
terangkat melebihi batas)

Tidur Menggunakan kasur dengan Tidur di atas kasur yang


ketebalan yang sesuai atau terlalu empuk
menambahkan papan di Tidur atau berbaring di
bawah kasur tempat tidur terlalu lama
Tidur berbaring dengan Tidur dengan posisi perut
tambahan bantal di bawah di bawah
lutut/ tidur menyamping
dengan bantal di antara
kedua lutut

18
Gambar 2.6 Posisi Tubuh yang Baik (St. Josephs Healthcare Hamilton, 2010)

19
B. Kerangka Pemikiran

Faktor risiko :

1. Usia 6. Aktifitas fisik


2. Jenis kelamin 7. Merokok
3. Obesitas 8. Riwayat cedera punggung
4. Genetik 9. Tingkat pendidikan
5. Pekerjaan 10. Psikologis

proper body
Kesalahan postural Penyakit terkait vertebra
mechanic

Perangsangan serabut- Teregangnya otot


serabut tipe A

Faktor perancu: TENS IR

a. Emosi Nyeri Spasme


b. Subjektivitas
c. Derajat kerusakan
- edu Faktor perancu:
Low Back Pain
1) Approach terapis
2) Edukasi
: tidak diteliti - edu

: diteliti

Bagan 2.1 Kerangka Pemikiran

20
C. Hipotesis

Ada perbedaan Visual Analog Scale (VAS) terapi TENS dan IR

dengan TENS, IR dan proper body mechanic pada pasien low back pain di

RSUD Dr Moewardi Surakarta.

21

Anda mungkin juga menyukai