PENDAHULUAN
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
3
Gambar 1. Anatomi Panggul
4
Gambar 2. Pembagian Pelvic
B. Dasar panggul2
Karena manusia berdiri tegak lurus, maka dasar panggul perlu mempunyai
kekuatan untuk menahan semua beban yang diletakan padanya, khususnya isi rongga
perut dan tekanan intaabdominal.Beban ini ditahan oleh lapisan otot-otot dan fasia
yang apabila mengalami tekanan dan dorongan berlebihan atau terus-menerusdapat
timbul prolapsus genitalis.
Pintu bawah panggul terdiri atas diafragma pelvis, diafragma urogenital,
dan lapisan-lapisan otot yang berada diluar(penutup genitalia eksterna).
Diafragma pelvis merupakan penutup bagian bawah dari rongga perut, dan
terbentuk oleh muskulus levator ani dan muskulus koksigeus yang menyerupai sebuah
mangkok serta fasia endopelvik.
Muskulus levator ani ini terbagi menjadi iliokoksigeus, pubokoksigeus, dan
puborektalis, walaupun jauh subdivisinya disebut pubouretralis, dan pubovaginalis
dimana serabut-serabut levator ani berinsersi dalam fasia yang menutupi uretra,
Otot pubokoksigeus berjalan dari permukaan dalam tulang pubis bagian
anterior dan median membentang ke belakang menuju bagian belakang rectum,
setelah mengelilingi rectum dan vagina kembali ke tulang pubis di sisi lain.
5
Bagian lateral dari otot tersebut disebut iliokoksigeus yang membentang dari
spina ischiadika dan arkus tendius yang menutup otot obturatorius interna terus
kebelakang dan berinsersi di pinggir lateral tulang koksigeus dan sacrum bagian
bawah.
Otot levator ani kanan-kiri membentuk levator plate yang kuat sekali dan
terbentang dari titik penggabungannya di belakang hiatus levator dan terus ke
belakang dan berinsersi di tulang koksigeus, central perineal body, dan pada ligament
anokoksigeus.
Di bawah otot levator ani terdapat diafragma urogenital yang menutup hiatus
genitalis, dibentuk oleh aponeurosis muskulus transversus perinei profundus dan
muskulus transversus superfisialisberjalan antara arkus pubis kanan-kiri. Di dalam
sarung aponeurosis itu terdapat muskulus rhabdosfingter urethrae.
Lapisan paling luar (distal) dibentuk oleh muskulus bulbokavernosus yang
melingkari genital eksterna, muskulus perinei transversus superfisialis, muskulus
iskhiokavernosus dan muskulus sfingter ani eksternus.
6
Semua otot dibawah pengaruh saraf motorik dan dapat dikejangkan aktif.
Fungsi otot-otot tersebut diatas adalah sebagai berikut:
Muskulus levator ani berfungsi mengerutkan lumen rectum, vagina, uretra
dengan cara menariknya ke arah dinding tulang pubis, sehingga organ-organ
pelvis di atasnya tidak dapat turun (prolaps), mengimbagkan tekanan
intraabdominal dan tekanan atmosfer, sehingga ligament-ligamen tidah perlu
bekerja mempertahankan letak organ-organ pelvic di atasnya, sebagai
sandaran uterus, vagina bagian atas, rectum dan kantung kemih. Bila otot
levator rusak atau mengalami defek maka ligament seperti ligament kardinale,
sakro uterine mempunyai kerja yang berat.
Diafragma urgenital berfungsi memberi bantuan pada otot levator ani
menahan organ-organ pelvis
Muskulus sfingter ani eksternus diperkuat oleh muskulus levator ani menutup
anus,
Muskulus bulbokavernosus mengecilkan introitus vagina di samping
meperkuat fungsi muskulus sfingter vesisae internus yang terdiri atas otot
polos.
7
Gambar 4. Otot dan Ligament Pelvic
Pada introitus vaginae ditemukan juga bulbus vestibuli yang terdiri atas
jaringan yang mengandung banyak pembuluh darah sehingga dapat membesar jika
pembuluh darah terisi.
8
1. Ligamentum kardinale sinistrum dan dekstrum (Mackenrodt) merupakan
ligamentum yang terpenting untuk mencegah agar uterus tidak turun.
Ligamentum ini terdiri atas jaringan ikat tebal, dan berjalan dari serviks dan
puncak vagina ke arah lateral ke dinding pelvis. Didalamnya ditemukan banyak
pembuluh darah, antara lain vena dan arteri uterina.
2. Ligamentum sakrouterinum sinistrum dan dekstrum, yakni ligamentum yang juga
menahan uterus supaya tidak banyak bergerak, berjalan, melengkung dari bagian
belakang serviks kiri dan kanan melalui dinding rektum ke arah os sakrum kiri
dan kanan.
3. Ligamentum rotundum sinistrum dan dekstrum, yakni ligamentum yang menahan
uterus dalam antefleksi, dan berjalan dari sudut fundus uteri kiri dan kanan ke
daerah inguinal kiri dan kanan.
4. Ligamentum puboservikale sinistrum dan dekstrum, berjalan dari os pubis
melalui kandung kencing, dan seterusnya sebagai ligamentum vesikouterinum
sinistrum dan dekstrum ke serviks.
5. Ligamentum latum sinistrum dan dekstrum, yakni ligamentum yang berjalan dari
uterus ke arah lateral, dan tidak banyak mengandung jaringan ikat. Sebetulnya
ligamentum ini adalah bagian peritoneum viserale yang meliputi uterus dan
kedua tuba, dan berbentuk lipatan. Di bagian lateral dan belakang ligamentum ini
ditemukan indung telur (ovarium sinistrum dan dekstrum). Untuk memfiksasi
uterus ligamentum ini tidak banyak artinya.
6. Ligamentum infundibulopelvikum, yakni ligamentum yang menahan tuba
Falopii, berjalan dari arah infundibulum ke dinding pelvis. Di dalamnya
ditemukan urat saraf, saluran-saluran limfe, arteria dan vena ovarika. Sebagai alat
penunjang ligamentum ini tidak banyak artinya.
7. Ligamentum ovarii propium sinistrum dan dektrum, yakni ligamentum yang
menahan tuba Falopii, berjalan dari sudut kiri dan kanan belakang fundus uteri ke
ovarium.
9
Ligamentum-ligamentum dan jaringan-jaringan di parametrium tidak
semuanya berfungsi sebagai penunjang uterus. Terdapat ligamentum-ligamentum
yang mudah sekali dikendorkan, sehingga alat-alat genital mudah berganti posisi.
Ligamentum latum sebenarnya hanya satu lipatam peritoneum yang menutupi uterus
dan kedua tuba, dan terdiri atas mesosalpink, mesovariun, dan mesometrium. Di
lipatam tersebut ditemukan jaringan ikat yang letaknya disebut intraligamenter (di
dalam ruangan ligamentum latum). Ruangan tersebut berhubungan pula dengan
ruangan retroperitoneal yang terdapat di atas otot-otot dasar panggul dan di daerah
ginjal.
10
dihubungkan oleh septum vesiko-uretro-veginale dengan dinding depan vagina. Di
trigonum Lieutaudi bermuara kedua (atau lebih) ureter. Dasar kandung kencing ini
terfiksasi, tidak bergerak atau tidak mengembang seperti bagian atas yang diliputi
oleh serosa. Di septum septum vesiko-uretro-vaginale terdapat fasia yang dikenal
sebagian fasia Halban,
Dinding kandung kencing mempunyai lapisan otot polos yang kuat,
beranyaman seperti anyaman tikar. Selaput kandung kencing di daerah kandung
kencing di daerah trigonum Lieutaudi licin dan melekat pada dasarnya. Pada daerah
kandung kencing dan bagian atas uretra terdapat muskulus lissosfingter, terdiri atas
otot polos, dan berfungsi menutup jalan urine setempat.
Uretra panjangnya 3,5-5 cm berjalan dari kandung kencing kedepan di bawah
dan belakang simfisis, dan bermuara di vulva. Pada wanita yang berbaring arahnya
kurang lebih horisontal. Di sepanjang uretra terdapat muskulus sfingter. Yang terkuat
adalah muskulus lissosfingter dan muskulus rhabdosfingter. Yang terakhir ini adalah
bagian dari diafragma urogenitale.
Rektum
Rektum berjalan melengkung sesuai dengan lengkungan os sakrum, dari atas
ke anus. Antara rektum dan uterus terbentuk ekskavasio rektouterina, terkenal sebagai
kavum Douglasi, yang diliputi oleh peritoneum viserale. Dalam klinik rongga ini
mempunyai arti penting: rongga ini menonjol jika ada cairan (darah atau asites) atau
ada tumor di daerah tersebut. Dasar rongga tersebut terletak 5-6 cm di atas anus.
Anus ditutup oleh muskulus sfingter ani eksternus, diperkuat oleh muskulus
bulbokavernosus, muskulus levator ani, dan jaringan ikat perineum.
11
Gambar 6. Jaringan dan Dinding Penyokong Organ Pelvic
B. ANGKA KEJADIAN
Frekuensi prolapsus genitalia di beberapa negara berbeda, seperti dilaporkan
di klinik d`Gynocologie et Obstetrique Geneva insidensnya 5,7% dan pada periode
yang sama di Hamburg 5,4%, Roma 6,4%. Dilaporkan di Mesir, India, dan Jepang
kejadiannya lebih tinggi, sedangkan pada orang Negro Amerika, Indonesia lebih kecil
angka kejadian pada kasus ini. Pada suku Bantu di Afrika Selatan jarang sekali
terjadi.5
Telah banyak diketahui bahwa faktor predisposisi untuk terjadinya prolapsus
genitalia terutama adalah persalinan pervaginam lebih dari satu kali dan pekerjaan
12
yang menyebabkan tekanan intra abdominal meningkat serta kelemahan dari
ligamentum-ligamentum karena hormonal pada usia lanjut. Trauma persalinan,
beratnya uterus pada trauma persalinan, beratnya uterus pada masa involusi uterus,
mungkin juga sebagai penyebab.Pada suku Bantu involusi uterus lebih cepat terjadi
dari pada orang kulit putih dan juga pulihnya otot-otot dasar panggulnya.Hampir tak
pernah ditemukan subinvolusi uteri pada suku Bantu tersebut.2,3,5
Di Indonesia prolapsus genitalis lebih sering dijumpai pada wanita yang telah
melahirkan, wanita tua yang menopause dan wanita dengan pekerjaan yang cukup
berat. Di Rumah Sakit Dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta dari tahun 1995-2000 telah
dirawat 240 kasus prolapsus genitalia yang mempunyai keluhan dan memerlukan
penanganan terbanyak dari penderita pada usia 60-70 tahun dengan paritas lebih dari
tiga.1
13
Faktor resikonya :
1. Multiparitas
Persalinan yang sering merupakan faktor resiko terbanyak. Sampai saat ini
belum ada penjelasan mengenai apakah karena kehamilan atau nifas itu sendiri yang
menjadi faktor resiko dari prolapsus uteri. Persalinan pervaginam merupakan faktor
risiko yang paling sering dikutip. Tidak ada kesepakatan apakah kehamilan atau nifas
itu sendiri yang merupakan predisposisi untuk disfungsi dasar panggul. Namun
banyak penelitian statistik jelas menunjukkan bahwa persalinan pervaginam ini
meningkatkan kecenderungan seorang wanita untuk mengalami Pelvic Organ
Prolapse (POP). Sebagai contoh, dalam Dukungan Pelvic Organ Study (POSST),
peningkatan paritas dikaitkan dengan peningkatan resiko prolapsus. Selain itu, risiko
POP meningkat 1,2 kali dengan setiap pengiriman vagina. Studi Kohort Keluarga
Berencana Oxford dari 17.000 wanita, menunjukkan bahwa dibandingkan dengan
wanita nullipara, mereka dengan dua kali persalinan mengalami peningkatan resiko
delapan kali lipat di rumah sakit untuk POP. 3,4
Faktor penyebab lainnya :
Makrosomia, kala dua memanjang akibat peregangan otot-otot jalan lahir
yang terlalu lama bisa menjadi factor resiko yang dapat menyebabkan POP. Selain
itu beberapa ahli ginekologi menganggap trauma jalan lahir akibat episiotomi,
laserasi sfingter anal, penggunaan forceps, stimulasi oksitosin berulang, riwayat
operasi pelvis terutama histerektomi juga dapat meningkatkan resiko terjadinya POP
dikemudian hari walaupun hal ini masih menjadi pertimbangan. Asites dan tumor-
tumor di daerah pelvis akan mempermudah terjadinya prolapsus genitalia. Bila
prolapsus uteri dijumpai pada nullipara, faktor penyebab biasanya disebabkan oleh
adanya kelainan bawaan berupa kelemahan jaringan penunjang uterus.1-4
Faktor resiko yang disebutkan di atas tidak secara pasti dapat dibuktikan. Hal
yang masih menjadi kontroversial adalah penanganan kelahiran menggunakan
forceps ntuk mempersingkat kala kedua dan episiotomy. Beberapa ahli menyatakan
14
penggunaan forceps dan episiotomy tidak dianjurkan karena terbukti kurang
bermanfaat dan berpotensi untuk membahayakan ibu dan janin. Pertama, penggunaan
forceps dapat menyebabkan cedera panggul dengan laserasi sfingter anal.Kedua,
Forcep tidak terbukti dalam memperpendek kala dua. Karena alasan inilah,
pengguanaan forceps tidak dianjurkan. Demikian juga, episiotomi tidak terbukti
bermanfaat tetapi dapat menyebabkan laserasi sfingter anal, inkontinensia urin dan
alvi,konstipasi postpartum,dan nyeri postpartum.4.5.6 Namun hal ini masih mejadi hal
yang dipertanyakan karena belum ada panjelasan jelas mengenai hal tersebut.
2. Umur
Usia lanjut juga juga merupakan faktor resiko prolapsus uteri. Pada wanita
yang telah menopause, di samping akibat kurangnya hormon estrogen
(hipoestrogenism) yang dihasilkan oleh ovarium serta karena faktor umur
menyebabkan otot-otot dasar panggul seperti diafragma pelvis, diafragma urogenital
dan ligamentum serta fasia akan mengalami atrofi dan melemah, serta terjadi atrofi
vagina. Keadaan ini akan menyebabkan otot-otot dan fascia tidak dapat melaksanakan
fungsinya dengan baik sebagai alat penyokong organ sehingga menyebabkan
terjadinya prolapsus genitalia.2,4
4. Ras
Telah dibuktikan dalam beberapa penelitian bahwa wanita berkulit hitam, dan
wanita Asia menunjukkan risiko terendah, sedangkan wanita Hispanik tampaknya
memiliki risiko tertinggi. Meskipun perbedaan dalam komponen kolagen telah
dibuktikan antara ras, namun perbedaan tulang panggul dalam settiap ras mungkin
juga berperan.Misalnya, perempuan kulit hitam, umumnya arcus pubis < 90 derajat
15
dan umumnya Bentuk panggulnya adalah android atau antropoid.Bentuk panggul ini
mengurangi resiko untuk terjadinya prolapsus uteri dibandingkan dengan ras Barat
dimana rata-rata bentuk panggulnya ginekoid.
16
Faktor resiko terjadinya prolapsus genitalia antara lain:4
17
Gambar 9. Derajat Prolapsus Uteri
Selain itu dikenal juga pembagian prolapsus uteri menurut Baden-Walker, metode
pemeriksaannya menggunakan pemeriksaan Baden-Walker. Pembagiannya adalah :
1. Stage 0 = Tidak ada prolaps
2. Stage I = Ujung prolaps turun sampai setengah dari introitus
3. Stage II = Ujung prolaps turun sampai introitus
4. Stage III = Ujung prolaps sampai setengahnya diluar vagina
5. Stage IV = Ujung prolaps sampai lebih dari setengahnya ada di luar vagina.
18
Gambar 11. Pembagian Klasifikasi Prolapsus Uteri Menurut Sistem POPQ
19
Di Rumah Sakit Dr. Cipto Mangunkusumo/FK UI pembagian prolapsus uteri
sebagai berikut:2
1. Prolapsus derajat I, bila serviks uteri belum melewati introitus vagina tetapi uterus
terletak di bawah kedudukan normal,
2. Prolapsus uteri derajat II, bila serviks sudah melewati introitus vagina,
3. Prolapsus uteri derajat III, bila seluruh uterus sudah melewati introitus vagina
E. PATOFISIOLOGI
Prolapsus uteri terdapat dalam berbagai tingkatan, dari yang paling ringan
sampai prolapsus uteri totalis. Terutama akibat persalinan, khususnya persalinan
pervaginam yang susah dan terdapatnya kelemahan-kelemahan ligamentum-
ligamentum yang tergolong dalam fascia endopelvis dan otot-otot serta fascia-fascia
dasar panggul. Juga dalam keadaan tekanan intraabdominal yang meningkat dan
kronis akan memudahkan terjadinya penurunan uterus, terutama apabila tonus otot-
otot mengurang seperti pada penderita dalam menopause.2,3
Serviks uteri terletak di luar vagina, akan tergeser oleh pakaian wanita
tersebut dan lambat laun akan menimbulkan ulkus yang disebut dengan ulkus
dekubitus. Jika fascia di bagian depan dinding vagina kendor biasanya akibat trauma
obstetrik maka akan terdorong oleh kandungan kencing sehingga menyebabkan
penonjolan dinding depan vagina ke belakang yang di namakan sistokel. Sistokel
yang pada mulanya hanya ringan saja, dapat menjadi besar karena persalinan
berikutnya yang kurang lancar sehingga akan menyebabkan terjadinya uretrokel.
Uretrokel harus dibedakan dari divertikulum uretra.Pada divertikulum keadaan uretra
dan kandung kencing normal, hanya di belakang uretra ada lubang yang membuat
kantong antara uretra dan vagina. 6,7
Kekendoran fascia di bagian belakang dinding vagina oleh trauma obstetrik
atau sebab-sebab lain dapat menyebabkan turunnya rectum ke depan dan
menyebabkan dinding belakang vagina menonjol ke lumen vagina yang dinamakan
rektokel. Enterokel adalah hernia dari kavum Douglasi. Dinding vagina atas bagian
20
belakang turun dan menonjol ke depan. Kantong hernia ini dapat berisi usus dan
omentum.4
PATHOPHYSIOLOGY PRECIPITATING
PREDISPOSING
FACTORS FACTORS
Pelvic Organ Prolapse
Sex: female pregnancy
Age: y/o PELVIC ORGAN PROLAPSE multiparous women
Elderly/ Increased in intra-abdominal pressure hypoestrogenism
postmenopausal obesity, chronic
women pulmonary disease,
smoking, constipation
stretching and tearing of the endopelvic fascia
pelvic tumors, sacral
and the levator muscles and perineal body
nerve disorders, and
diabetic neuropathy.
sacral back pain with lower abdominal displacement of the rectal pressure
standing discomfort bladder
21
F. GEJALA KLINIS
Gejala-gejala prolapsus genitalia sangat berbeda dan bersifat individual.
Kadangkala penderita yang satu berbeda dengan yang lainnya dan prolapsus genitalia
yang cukup berat dapat tidak mempunyai keluhan apapun, sebaliknya penderita lain
dengan prolapsus yang ringan saja telah mempunyai banyak keluhan. Keluhan-
keluhan yang hampir selalu dijumpai:1,2
1. Perasaan adanya suatu benda yang mengganjal atau menonjol di genitalia
eksterna.
2. Rasa sakit di panggul dan pinggang (backache). Biasanya jika penderita
berbaring, keluhan menghilang atau menjadi kurang.
3. Sistokel yang dapat menyebabkan gejala-gejala:
a. Miksi yang lebih sering dan sedikit-sedikit mula-mula pada siang hari,
kemudian bila lebih berat juga pada malam hari.
b. Perasaan seperti kandung kencing tidak dapat di kosongkan seluruhnya.
c. Stress inkontinensia, yaitu tidak dapat menahan kencing jika batuk,
mengejan. Kadang-kadang dapat terjadi retensio urin pada sistokel yang
besar sekali.
4. Rektokel dapat menjadi gangguan pada defekasi:
a. Obstipasi karena feses berkumpul dalam rongga rektokel.
b. Baru dapat defekasi, setelah diadakan tekanan pada rektokel dari vagina.
5. Prolapsus uteri dapat menyebabkan gejala sebagai berikut:
a. Pengeluaran serviks uteri dari vulva mengganggu penderita waktu berjalan
dan bekerja. Gesekan porsio uteri oleh celana akan menimbulkan lecet
sampai luka dan ulkus dekubitus pada porsio uteri.
b. Leukorea karena kongesti pembuluh darah di daerah serviks dan karena
infeksi serta luka pada porsio uteri.
6. Enterokel dapat menyebabkan perasaan berat di rongga panggul dan rasa
penuh di vagina.
22
G. DIAGNOSIS
Berdasarkan keluhan-keluhan pada penderita dan pemeriksaan ginekologik
umumnya dengan mudah dapat menegakkan diagnosis prolapsus genitalia.
Dari anamnesis ditanyakan mengenai adanya benda asing yang keluar dai
kemaluan, apakah terasa mengganjal di sekitar kemaluanya, apakah seperti ada suatu
ruangan antara anus dan vagina, apakah menggunakan laxatives secara rutin, apakah
ada low back pain, adakah dispareunia, ataupun inkontenensia dan konstipasi.
Pada sistokel dijumpai pada dinding vagina depan berupa benjolan kistik,
lembek dan tidak nyeri tekan. Benjolan ini bertambah besar jika penderita di suruh
mengejan.Jika dimasukkan ke dalam kandung kencing kateter logam, lalu kateter itu
diarahkan ke dalam sistokel dapat diraba kateter tersebut dekat sekali pada dinding
vagina. Uretrokel letaknya lebih ke bawah dari sistokel, yaitu dekat pada orifisium
uretra eksternum.2,3
Menegakkan diagnosis retrokel sangatlah mudah yaitu ditandainya dengan
menonjolnya rektum ke lumen vagina sepertiga bagian bawah. Penonjolan ini
berbentuk lonjong, memanjang dari proksimal ke distal, kistik dan tidak nyeri.Untuk
memastikan diagnosis jari dimasukkan ke dalam rektum dan selanjutnya dapat diraba
dinding rektokel yang menonjol ke lumen vagina.Enterokel menonjol ke lumen
23
vagina lebih atas dari rektokel. Pada pemeriksaan rektal dinding rektum lurus dan
terdapat benjolan ke arah vagina di atas rektum.2,4
a. Anamnesis
Gejala diperberat saat berdiri atau berjalan dalam waktu lama dan pulih saat
berbaring. Pasien merasa lebih nyaman saat pagi hari, dan gejala memberat saat siang
hari. Gejala-gejala tersebut antara lain:1,5,6
- Pelvis terasa berat dan nyeri pelvis
- Protrusi atau penonjolan jaringan
- Disfungsi seksual seperti dispareunia, penurunan libido, dan kesulitan
orgasme
- Nyeri punggung bawah
- Konstipasi
- Kesulitan berjalan
- Kesulitan berkemih
- Peningkatan frekuensi, urgensi, dan inkontinensia dalam berkemih
- Nausea
24
- Discharge purulen
- Perdarahan
- Ulserasi
b. Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik meliputi pemeriksaan pelvis lengkap, termasuk pemeriksaan
rektovaginal untuk menilai tonus sfingter. Alat yang digunakan adalah spekulum
Sims atau spekulum standar tanpa bilah anterior. Penemuan fisik dapat lebih
diperjelas dengan meminta pasien meneran atau berdiri dan berjalan sebelum
pemeriksaan. Hasil pemeriksaan fisik pada posisi pasien berdiri dan kandung kemih
kosong dibandingkan dengan posisi supinasi dan kandung kemih penuh dapat
berbeda 1-2 derajat prolaps. Prolaps uteri ringan dapat dideteksi hanya jika pasien
meneran pada pemeriksaan bimanual. Evaluasi status estrogen semua pasien. Tanda-
tanda menurunnya estrogen:
o Berkurangnya rugae mukosa vagina
o Sekresi berkurang
o Kulit perineum tipis
o Perineum mudah robek
Pemeriksaan fisik juga harus dapat menyingkirkan adanya kondisi serius yang
mungkin berhubungan dengan prolaps uteri, seperti infeksi, strangulasi dengan
iskemia uteri, obstruksi saluran kemih dengan gagal ginjal, dan perdarahan. Jika
terdapat obstruksi saluran kemih, terdapat nyeri suprapubik atau kandung kemih
timpani. Jika terdapat infeksi, dapat ditemukan discharge serviks purulen.1,5,6
c. Laboratorium
Pemeriksaan ditujukan untuk mengidentifikasi komplikasi yang serius (infeksi,
obstruksi saluran kemih, perdarahan, strangulasi), dan tidak diperlukan untuk kasus
tanpa komplikasi. Urinalisis dapat dilakukan untuk mengetahui infeksi saluran kemih.
25
Kultur getah serviks diindikasikan untuk kasus yang disertai ulserasi atau discharge
purulen. Pap smear atau biopsi mungkin diperlukan bila diduga terdapat keganasan.
Jika terdapat gejala atau tanda obstruksi saluran kemih, pemeriksaan BUN dan kadar
kreatinin serum dilakukan untuk menilai fungsi ginjal.6
d. Radiologi
USG pelvis dapat berguna untuk memastikan prolaps ketika anamnesis dan
pemeriksaan fisik meragukan. USG juga dapat mengeksklusi hidronefrosis. MRI
dapat digunakan untuk menentukan derajat prolaps namun tidak rutin dilakukan.6
H. KOMPLIKASI
Komplikasi yang dapat menyertai prolapsus genitalia adalah:
1. Keratinisasi mukosa vagina dan porsio uteri. Prosidensia uteri disertai dengan
keluarnya dinding vagina (inversio), karena itu mukosa vagina dan serviks uteri
menjadi tebal serta berkerut dan berwarna keputih-putihan.
2. Dekubitus. Jika serviks uteri terus ke luar dari vagina maka ujungnya bergeser
dengan paha pada pakaian dalam, sehingga hal ini dapat menyebabkan luka dan
radang yang lambat laun dapat menjadi ulkus yang disebut ulkus dekubitus.
Dalam keadaan demikian perlu dipikirkan kemungkinan suatu keganasan, lebih-
lebih pada penderita yang berusia lanjut. Pemeriksaan sitologi biopsi perlu
dilakuakan untuk mendapatkan kepastian akan adanya proses keganasan tersebut.
3. Hipertrofi serviks uteri dan elongasio kolli. Jika serviks uteri turun ke dalam
vagina sedangkan jaringan penahan dan penyokong uterus masih kuat maka
akibat tarikan ke bawah di bagian uterus yang turun serta karena pembendungan
pembuluh darah, maka serviks uteri mengalami hipertrofi dan menjadi panjang
pula. Hal yang terakhir ini dinamakan elongasio kolli. Hipertrofi ditentukan
dengan pemeriksaan pandang dan perabaan. Pada elongasio kolli serviks uteri
pada perabaan lebih panjang dari biasanya.
26
4. Gangguan miksi dan stress inkontinensia. Pada sistokel berat, miksi kadang-
kadang terhalang sehingga kandung kencing tidak dapat dikosongkan
sepenuhnya. Turunnya uterus bisa juga menyempitkan ureter sehingga bisa
menyebabkan hidroureter dan hidronefrosis. Adanya sistokel dapat pula
mengubah bentuk sudut antara kandung kencing dan uretra sehingga dapat
menyebabkan stress inkontinensia.
5. Infeksi saluran kencing. Adanya retensi air kencing akan mudah menimbulkan
infeksi. Sistitis yang terjadi dapat meluas ke atas dan dapat menyebabkan pielitis
dan pielonefritis yang akhirnya keadaan tersebut dapat menyebabkan gagal ginjal.
6. Kemandulan, karena serviks uteri turun sampai dekat pada introitus vagina atau
sama sekali ke luar dari vagina sehingga tidak akan mudah terjadi kehamilan.
7. Kesulitan pada waktu persalinan. Jika wanita dengan prolapsus uteri hamil maka
pada waktu persalinan dapat menimbulkan kesulitan dikala pembukaaan sehingga
kemajuan persalinan jadi terhalang.
8. Hemoroid. Varises yang terkumpul dalam rektokel akan memudahkan terjadinya
obstipasi sehingga lambat laun akan menimbulkan hemoroid.
9. Inkarserasi usus halus. Usus halus yang masuk ke dalam enterokel dapat terjepit
sehingga kemungkinan tidak dapat direposisi lagi. Dalam hal ini perlu dilakukan
laparotomi untuk membebaskan usus yang terjepit tersebut.
I. PENCEGAHAN
Pemendekan waktu persalinan terutama pada saat kala dua dengan
memperbaiki power yaitu memimpin persalinan dengan baik agar penderita dihindari
untuk mengejan sebelum pembukaan lengkap adalah tindakan yang benar, episiotomy
yang benar dipertimbangkan, memperbaiki dan mereparasi luka atau kerusakan jalan
lahir dengan baik, , menghindari paksaan dalam pengeluaran plasenta (perasat Crede),
mengawasi involusi uterus paska persalinan yang tetap baik dan cepat, serta
mencegah atau mengobati hal-hal yang dapat meningkatkan tekanan intraabdominal
seperti batuk-batuk yang kronis. Menghindari mengangkat benda-benda yang berat
27
dan menganjurkan para wanita jangan terlalu banyak punya anak atau terlalu sering
melahirkan.2,4
J. PENATALAKSANAAN
Penatalaksanan pada prolapsus genitalia bersifat individual, terutama pada
mereka yang telah memiliki keluhan dan komplikasi, namun secara umum
penatalaksanan dengan kasus ini terdiri dari dua cara yakni konservatif dan
operatif.2,4,
1. Pengobatan Konservatif
Pengobatan cara ini tidak seberapa memuaskan tetapi cukup membantu para
penderita dengan prolapsus uteri. Cara ini biasanya diberikan pada penderita
prolapsus ringan tanpa keluhan atau pada penderita yang masih ingin mendapatkan
anak lagi atau penderita yang menolak untuk melakukan tindakan operasi atau pada
kondisi yang tidak memungkinkan untuk dilakukan tindakan operasi.
Tindakan yang dapat diberikan pada penderita antara lain:4,5
a. Latihan-latihan otot dasar panggul. Latihan ini sangat berguna pada penderita
prolapsus uteri ringan terutama yang terjadi pada penderita pasca persalinan yang
belum lewat enam bulan. Tujuannya untuk menguatkan otot-otot dasar panggul
dan otot-otot yang mempengaruhi miksi. Latihan ini dilakukan selama beberapa
bulan. Caranya adalah di mana penderita disuruh menguncupkan anus dan
jaringan dasar panggul seperti biasanya setelah buang air besar atau penderita
disuruh membayangkan seolah-olah sedang mengeluarkan air kencing dan tiba-
tiba menghentikannya. Latihan ini bisa menjadi lebih efektif dengan
menggunakan perineometer menurut Kegel. Alat ini terdiri atas obturator yang
dimasukkan ke dalam vagina dan dengan suatu pipa dihubungkan dengan suatu
manometer. Dengan demikian kontraksi otot-otot dasar panggul dapat diukur
kekuatannya.
28
b. Stimulasi otot-otot dengan alat listrik. Kontraksi otot-otot dasar panggul dapat
pula ditimbulkan dengan alat listrik, elektrodenya dapat dipasang di dalam
pessarium yang dimasukkan ke dalam liang vagina.
c. Pengobatan dengan pessarium. Pengoabatan dengan pessarium sebetulnya hanya
bersifat paliatif saja, yakni menahan uterus ditempatnya selama alat tersebut
digunakan. Oleh karena itu jika pessarium diangkat maka timbul prolapsus
kembali. Prinsip pemakaian pessarium ialah bahwa alat tersebut mengadakan
tekanan pada dinding vagina bagian atas sehingga bagian dari vagina tersebut
beserta uterus tidak dapat turun dan melewati vagina bagian bawah. Jika
pessarium terlalu kecil atau dasar panggulnya terlalu lemah maka pessarium akan
jatuh dan prolapsus uteri akan timbul kembali. Pessarium yang paling baik untuk
prolapsus genitalia ialah pessarium cicic yang terbuat dari plastik. Jika dasar
panggul terlalu lemah dapat digunakan pessarium Napier. Pessarium ini terdiri
atas suatu gagang (stem) dengan dengan ujung atas suatu mangkok (cup) dengan
beberapa lobang dan diujung bawah terdapat 4 tali. Mangkok ditempatkan di
bawah serviks dan tali-tali dihubungkan dengan sabuk pinggang untuk
memberikan sokongan pada pessarium. Sebagai pedoman untuk mencari ukuran
yang cocok maka diukur dengan jari berupa jarak antara fornik vagina dengan
pinggir atas introitus vagina, kemudian ukuran tersebut dikurangi dengan 1 cm
untuk mendapatkan diameter dari pessarium yang akan digunakan. Pessarium
diberi zat pelicin dan dimasukkan miring sedikit ke dalam vagina. Setelah bagian
atas masuk ke dalam vagina maka bagian tersebut ditempatkan ke forniks vagina
posterior. Kadang-kadang pemasangan pessarium dari plastik mengalami
kesukaran, akan tetapi kesukaran ini biasanya dapat diatasi oleh penderita.
Apabila pessarium tidak dapat dimasukkan sebaiknya digunakan pessarium dari
karet dengan per di dalammnya. Pessarium ini dapat dikecilkan dengan menjepit
pinggir kanan dan kiri antara 2 jari dan dengan demikian lebih mudah
dimasukkan ke dalam vagina. Untuk mengetahui setelah dipasang apakah
ukurannya cocok maka penderita disuruh batuk atau mengejan. Jika pessarium
29
tidak keluar lalu penderita disuruh berjalan-jalan dan apabila ia tidak merasa nyeri
maka pessarium dapat digunakan terus.
Pessarium dapat dipakai selama beberapa tahun, asalkan penderita diawasi
dan diperiksa secara teratur.Pemeriksaan ulang sebaiknya dilakukan 2-3 bulan
sekali.Vagina diperiksa secara inspekulo untuk menentukan ada tidaknya perlukaan,
pessarium lalu dibersihkan dan disterilkan lalu kemudian dipasang kembali.Pada
kehamilan, reposisi prolapsus uteri dengan memasang pessarium berbentuk cincin
dan kalau perlu ditambah tampon kassa serta penderita disuruh tidur mungkin sudah
dapat membantu penderita.Apabila pessarium dibiarkan di dalam vagina tanpa
pengawasan yang teratur, maka dapat menimbulkan komplikasi-komplikasi seperti
ulserasi, terpendamnya sebagian dari pessarium ke dalam dinding vagina, bahkan
dapat terjadi fistula vesikovaginalis atau fistula rektovaginalis.Kontraindikasi
terhadap pemakaian pesarium ialah adanya radang pelvis akut atau subakut serta
adanya keganasan. Sedangkan indikasi penggunaan pessarium antara lain kehamilan,
hingga penderita belum siap untuk dilakukan tindakan operasi, sebagai terapi tes
untuk menyatakan bahwa operasi harus dilakukan, penderita yang menolak untuk
dilakukan tindakan operasi dan lebih suka memilih terapi konservatif serta untuk
menghilangkan keluhan yang ada sambil menunggu suatu operasi dapat dilakukan.
30
Gambar 14. Jenis-jenis Pessarium
2. Pengobatan Operatif
Prolapsus uteri biasanya disertai dengan adanya prolapsus vagina, sehingga
jika dilakukan pembedahan untuk prolapsus uteri maka prolapsus vagina perlu
ditangani pula secara bersamaan.Ada kemungkinan terdapat prolapsus vagina yang
membutuhkan pembedahan, padahal tidak ada prolapsus uteri atau prolapsus uteri
yang ada belum perlu dilakukan tindakan operasi. Indikasi untuk melakukan operasi
pada prolapsus vagina ialah jika didapatkan adanya keluhan pada penderita.2,7
Di bawah ini akan dibicarakan terapi pembedahan pada jenis-jenis prolapsus
genitalis.2,6
a. Sistokel
Operasi yang lazim dilakukan ialah kolporafi anterior.
Setelah diadakan sayatan pada dinding vagina depan lalu dilepaskan dari
kandung kencing dan uretra, lalu kandung kencing didorong ke atas dan fascia
puboservikalis sebelah kiri dan kanan dijahit di garis tengah. Sesudah dinding vagina
yang berlebihan dibuang maka dinding vagina yang terbuka ditutup kembali.
Kolporafi anterior dilakukan pula pada uretrokel. Kadang-kadang tindakan operasi
ini tidak mencukupi pada sistokel dengan stress inkontinensia yang berat.
31
b. Rektokel
Pada kaus ini operasi yang dilakukan disebut dengan kolpoperineoplastik.Di
mana mukosa dinding belakang vagina disayat dan dibuang berbentuk segitiga
dengan dasarnya batas antara vagina dan perineum dan dengan ujungnya pada batas
atas rektokel.Sekarang fascia rektovaginalis dijahit di garis tengah dan kemudian
muskulus levator ani kiri dan kanan didekatkan di garis tengah. Luka pada dinding
vagina dijahit, demikian pula otot-otot perineum superfisialis sebelah kanan dan kiri,
lalu dihubungkan di garis tengah dan akhirnya luka pada kulit perineum dijahit.
c. Enterokel
Sayatan pada dinding belakang vagina diteruskan ke atas sampai ke serviks
uteri. Setelah hernia enterokel yang terdiri atas peritoneum dilepaskan dari dinding
vagina lalu peritoneum ditutup dengan jahitan setinggi mungkin. Sisanya dibuang dan
di bawah jahitan itu ligamentum sakrouterina kiri dan kanan serta fascia endopelvik
dijahit di garis tengah.
d. Prolapsus uteri
Seperti telah diterangkan di atas bahwa indikasi untuk melakukan operasi
pada prolapsus uteri tergantung dari beberapa faktor, seperti umur penderita,
kemungkinannya untuk masih mendapatkan anak lagi atau untuk mempertahankan
uterus, tingkatan prolapsus uteri dan adanya keluhan yang ditemukan pada penderita.
32
dilakukan pula kolporafi anterior dan kolpoperineoplastik.Amputasi serviks
dilakukan untuk memendekkan servik yang memanjang (elongasio kolli).
33
c) Histerektomi pervaginam
Operasi ini tepat untuk dilakukan pada prolapsus uteri dalam tingkatan yang
lebih lanjut dan pada wanita yang telah menopause.Setelah uterus diangkat, puncak
vagina digantungkan pada ligamentum rotundum kanan dan kiri, bagian atas pada
ligamentum infundebulopelvikum, kemudian tindakan operasi dilanjutkan dengan
melakukan kolporafi anterior dan kolpoperineorafi untuk mencegah terjadinya
prolapsus vagina dikemudian hari.
d) Kolpoklesis
Pada waktu obat-obat serta pemberian anestesi dan perawatan pra dan pasca
tindakan operasi belum baik untuk perempuan tua yang seksual tidak aktif lagi dapat
dilakukan operasi sederhana dengan menjahitkan dinding vagina depan dengan
dinding bagian belakang, sehingga lumen vagina tertutup dan uterus terletak di atas
vagina. Akan tetapi tindakan operasi jenis ini tidak akan memperbaiki sistokel atau
rektokel sehingga akan dapat menimbulkan inkotinensia urin. Obstipasi serta keluhan
pada prolapsus uteri lainnya juga tidak akan hilang pada tindakan ini.
34
e) Purandare
Purandare adalah operasi yang ditujukan bagi nulipara yang mengalami
prolaps uteri. Yang mempunyai dinding abdomen yang baik. Pada operasi ini, uterus
digantungkan dari ligamentum latum ke fascia muskulus rektus abdominis
menggunakan pita mersilene. Operasi efektif selama dinding abdomen masih kuat.
Ketika dinding abdomen tidak kuat, prolaps uterus dapat terjadi kembali.
K. PROGNOSIS
Bila prolaps uteri tidak ditatalaksana, maka secara bertahap akan memberat.
Prognosis akan baik pada pasien usia muda, dalam kondisi kesehatan optimal (tidak
disertai penyakit lainnya), dan Indeks Masa Tubuh ( IMT ) dalam batas normal.
Prognosis buruk pada pasien usia tua, kondisi kesehatan buruk, mempunyai gangguan
sistem respirasi (asma, PPOK), serta IMT diatas batas normal. Rekurensi prolaps
uteri setelah tindakan operasi sebanyak 16%.5
35
BAB IV
KESIMPULAN
36
DAFTAR PUSTAKA
3. Decherrney AH, Goodwin, TM, et al. Current Diagnosis and Treatment. New
York: The McGraw hill, 2007:720-734
4. Schorge J et al. Williams Gynecology. United States: The McGraw hill, 2008:
chapter 24
6. Thomson JD. Surgical techniques for pelvic organ prolapse. In: Bent AE,
Ostergard DR, Cundiff GW, et al, eds. Ostergards urogynecology and pelvic
floor dysfunction. 5th ed. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins,2003.
37