Anda di halaman 1dari 18

LAPORAN PENDAHULUAN

KONSEP HIPERTENSI PADA LANSIA

OLEH :

HIKMAH UTARI HIRDITIA


NIM.04064881618042

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SRIWIJAYA
2017
A. Pengertian Hipertensi
Hipertensi dicirikan dengan peningkatan tekanan darah diastolik dan
sistolik yang intermiten atau menetap. Pengukuran tekanan darah serial
150/95 mmHg atau lebih tinggi pada orang yang berusia diatas 50 tahun
memastikan hipertensi. Insiden hipertensi meningkat seiring bertambahnya
usia (Stockslager , 2008).
Hipertensi atau darah tinggi adalah penyakit kelainan jantung dan
pembuluh darah yang ditandai dengan peningkatan tekanan darah. WHO
(World Health Organization) memberikan batasan tekanan darah normal
adalah 140/90 mmHg, dan tekanan darah sama atau diatas 160/95 mmHg
dinyatakan sebagai hipertensi. Batasan ini tidak membedakan antara usia
dan jenis kelamin (Marliani, 2007).
Hipertensi dapat didefinisikan sebagai tekanan darah persisten dimana
tekanan sistoliknya di atas 140 mmHg dan diastolik di atas 90 mmHg. Pada
populasi lansia, hipertensi didefinisikan sebagai tekanan sistolik 160 mmHg
dan tekanan diastolik 90 mmHg (Rohaendi, 2008).

B. Klasifikasi
Hipertensi pada usia lanjut dibedakan atas (Darmojo, 1999) :
a. Hipertensi dimana tekanan sistolik sama atau lebih besar dari 140
mmHg dan / atau tekanan diastolik sama atau lebih besar dari 90
mmHg.
b. Hipertensi sistolik terisolasi dimana tekanan sistolik lebih besar dari
160 mmHg dan tekanan diastolik lebih rendah dari 90 mmHg.
Klasifikasi hipertensi berdasarkan penyebabnya dapat dibedakan menjadi 2
golongan besar yaitu :
a. Hipertensi essensial ( hipertensi primer ) yaitu hipertensi yang tidak
diketahui penyebabnya
b. Hipertensi sekunder yaitu hipertensi yang di sebabkan oleh penyakit
lain
Tingkat hipertensi dan anjuran kontrol (Joint National Commitle, U.S 1992)

Tekanan
Tekanan sistolik
Tigkat diastolik Jadwal kontrol
(mmHg)
(mmHg)
Tingkat I 140-159 90-99
Tingkat II 160-179 100-109 1 bulan sekali
Tingkat III 180-209 110-119 1 minggu sekali
Tingkat IV 210 satau lebih 120 atau lebuh Dirawat RS

C. Etiologi
Meskipun hipertensi primer belum diketahui dengan pasti penyebabnya,
data-data penelitian telah menemukan beberapa faktor yang sering
menyebabkan terjadinya hipertensi. Faktor tersebut adalah sebagai berikut :
1. Faktor keturunan
Dari data statistik terbukti bahwa seseorang akan memiliki
kemungkinan lebih besar untuk mendapatkan hipertensi jika orang tuanya
adalah penderita hipertensi
2. Ciri perseorangan
Ciri perseorangan yang mempengaruhi timbulnya hipertensi adalah:
a. Umur ( jika umur bertambah maka TD meningkat )
b. Jenis kelamin ( laki-laki lebih tinggi dari perempuan )
c. Ras ( ras kulit hitam lebih banyak dari kulit putih )
d. Kebiasaan hidup
Kebiasaan hidup yang sering menyebabkan timbulnya hipertensi adalah :
a. Konsumsi garam yang tinggi (melebihi dari 30 gr)
b. Kegemukan atau makan berlebihan
c. Stress
d. Merokok
e. Minum alcohol
f. Minum obat-obatan ( ephedrine, prednison, epineprin )
Sedangkan penyebab hipertensi sekunder adalah penyakit-penyakit
seperti Ginjal, Glomerulonefritis, Pielonefritis, Nekrosis tubular akut,
Tumor, Vascular, Aterosklerosis, Hiperplasia, Trombosis, Aneurisma,
Emboli kolestrol, Vaskulitis, Kelainan endokrin, DM, Hipertiroidisme,
Hipotiroidisme, Saraf, Stroke, Ensepalitis. Selain itu dapat juga diakibatkan
karena Obatobatan Kontrasepsi oral Kortikosteroid.

D. Patofisiologi
Mekanisme yang mengontrol konstriksi dan relaksasi pembuluh
darah terletak dipusat vasomotor, pada medulla diotak. Dari pusat vasomotor
ini bermula jaras saraf simpatis, yang berlanjut ke bawah ke korda spinalis
dan keluar dari kolumna medulla spinalis ganglia simpatis di toraks dan
abdomen. Rangsangan pusat vasomotor dihantarkan dalam bentuk impuls
yang bergerak ke bawah melalui system saraf simpatis ke ganglia simpatis.
Pada titik ini, neuron preganglion melepaskan asetilkolin, yang akan
merangsang serabut saraf pasca ganglion ke pembuluh darah, dimana
dengan dilepaskannya noreepineprin mengakibatkan konstriksi pembuluh
darah. Berbagai faktor seperti kecemasan dan ketakutan dapat
mempengaruhi respon pembuluh darah terhadap rangsang vasokonstriksi.
Individu dengan hipertensi sangat sensitiv terhadap norepinefrin, meskipun
tidak diketahui dengan jelas mengapa hal tersebut bisa terjadi.
Pada saat bersamaan dimana sistem saraf simpatis merangsang
pembuluh darah sebagai respons rangsang emosi, kelenjar adrenal juga
terangsang, mengakibatkan tambahan aktivitas vasokonstriksi. Medulla
adrenal mensekresi epinefrin, yang menyebabkan vasokonstriksi. Korteks
adrenal mensekresi kortisol dan steroid lainnya, yang dapat memperkuat
respons vasokonstriktor pembuluh darah. Vasokonstriksi yang
mengakibatkan penurunan aliran ke ginjal, menyebabkan pelepasan rennin.
Renin merangsang pembentukan angiotensin I yang kemudian diubah
menjadi angiotensin II, suatu vasokonstriktor kuat, yang pada gilirannya
merangsang sekresi aldosteron oleh korteks adrenal. Hormon ini
menyebabkan retensi natrium dan air oleh tubulus ginjal, menyebabkan
peningkatan volume intra vaskuler. Semua faktor ini cenderung
mencetuskan keadaan hipertensi.
Sebagai pertimbangan gerontologis dimana terjadi perubahan
structural dan fungsional pada system pembuluh perifer bertanggungjawab
pada perubahan tekanan darah yang terjadi pada usia lanjut. Perubahan
tersebut meliputi aterosklerosis, hilangnya elastisitas jaringan ikat dan
penurunan dalam relaksasi otot polos pembuluh darah, yang pada gilirannya
menurunkan kemampuan distensi dan daya regang pembuluh darah.
Konsekuensinya, aorta dan arteri besar berkurang kemampuannya dalam
mengakomodasi volume darah yang dipompa oleh jantung (volume
sekuncup) mengakibatkan penurunan curang jantung dan peningkatan
tahanan perifer (Smeltzer, 2001).
Pada usia lanjut perlu diperhatikan kemungkinan adanya hipertensi
palsu disebabkan kekakuan arteri brachialis sehingga tidak dikompresi oleh
cuff sphygmomanometer (Darmojo, 1999).

E. Pathway
F. Tanda dan Gejala
Tanda dan gejala pada hipertensi dibedakan menjadi :
a. Tidak ada gejala
Tidak ada gejala yang spesifik yang dapat dihubungkan dengan
peningkatan tekanan darah, selain penentuan tekanan arteri oleh dokter
yang memeriksa. Hal ini berarti hipertensi arterial tidak akan pernah
terdiagnosa jika tekanan arteri tidak terukur.
b. Gejala yang lazim
Sering dikatakan bahwa gejala terlazim yang menyertai hipertensi
meliputi nyeri kepala dan kelelahan. Dalam kenyataannya ini merupakan
gejala terlazim yang mengenai kebanyakan pasien yang mencari
pertolongan medis.
Menurut Rokhaeni (2001), manifestasi klinis beberapa pasien
yang menderita hipertensi yaitu : Mengeluh sakit kepala, pusing Lemas,
kelelahan, Sesak nafas, Gelisah, Mual Muntah, Epistaksis, Kesadaran
menurun.

G. Pemeriksaan Penunjang
a. Hemoglobin / hematokrit
Untuk mengkaji hubungan dari sel sel terhadap volume cairan (
viskositas ) dan dapat mengindikasikan factor factor resiko seperti
hiperkoagulabilitas, anemia.
b. BUN
Memberikan informasi tentang perfusi ginjal Glukosa
Hiperglikemi (diabetes mellitus adalah pencetus hipertensi) dapat
diakibatkan oleh peningkatan katekolamin (meningkatkan hipertensi)
c. Kalium serum
Hipokalemia dapat megindikasikan adanya aldosteron utama (
penyebab ) atau menjadi efek samping terapi diuretik.
d. Kalsium serum
Peningkatan kadar kalsium serum dapat menyebabkan hipertensi
e. Kolesterol dan trigliserid serum
Peningkatan kadar dapat mengindikasikan pencetus untuk / adanya
pembentukan plak ateromatosa ( efek kardiovaskuler )
f. Pemeriksaan tiroid
Hipertiroidisme dapat menimbulkan vasokonstriksi dan hipertensi
g. Kadar aldosteron urin/serum
Untuk mengkaji aldosteronisme primer ( penyebab )
h. Urinalisa
Darah, protein, glukosa mengisyaratkan disfungsi ginjal dan atau
adanya diabetes.
i. Asam urat
Hiperurisemia telah menjadi implikasi faktor resiko hipertensi
j. Steroid urin
Kenaiakn dapat mengindikasikan hiperadrenalisme
k. IVP
Dapat mengidentifikasi penyebab hieprtensiseperti penyakit
parenkim ginjal, batu ginjal / ureter
l. Foto dada
Menunjukkan obstruksi kalsifikasi pada area katub, perbesaran
jantung
m. CT scan
Untuk mengkaji tumor serebral, ensefalopati
n. EKG
Dapat menunjukkan pembesaran jantung, pola regangan,
gangguan konduksi, peninggian gelombang P adalah salah satu tanda
dini penyakit jantung hipertensi.

H. Penatalaksanaan
Pengelolaan hipertensi bertujuan untuk mencegah morbiditas dan
mortalitas akibat komplikasi kardiovaskuler yang berhubungan dengan
pencapaian dan pemeliharaan tekanan darah dibawah 140/90 mmHg.
Prinsip pengelolaan penyakit hipertensi meliputi :
1. Terapi tanpa Obat
Terapi tanpa obat digunakan sebagai tindakan untuk hipertensi ringan dan
sebagai tindakan suportif pada hipertensi sedang dan berat. Terapi tanpa
obat ini meliputi :
a. Diet
Diet yang dianjurkan untuk penderita hipertensi adalah :
1) Restriksi garam secara moderat dari 10 gr/hr menjadi 5 gr/hr
2) Diet rendah kolesterol dan rendah asam lemak jenuh
3) Penurunan berat badan
4) Penurunan asupan etanol
5) Menghentikan merokok
b. Latihan Fisik
Latihan fisik atau olah raga yang teratur dan terarah yang
dianjurkan untuk penderita hipertensi adalah olah raga yang mempunyai
empat prinsip yaitu: Macam olah raga yaitu isotonis dan dinamis seperti
lari, jogging, bersepeda, berenang dan lain-lain.
Intensitas olah raga yang baik antara 60-80 % dari kapasitas
aerobik atau 72-87 % dari denyut nadi maksimal yang disebut zona
latihan. Lamanya latihan berkisar antara 20 25 menit berada dalam
zona latihan Frekuensi latihan sebaiknya 3 x perminggu dan paling baik
5 x perminggu.
c. Edukasi Psikologis
Pemberian edukasi psikologis untuk penderita hipertensi meliputi :
1) Tehnik Biofeedback
Biofeedback adalah suatu tehnik yang dipakai untuk
menunjukkan pada subyek tanda-tanda mengenai keadaan tubuh yang
secara sadar oleh subyek dianggap tidak normal.
Penerapan biofeedback terutama dipakai untuk mengatasi gangguan
somatik seperti nyeri kepala dan migrain, juga untuk gangguan
psikologis seperti kecemasan dan ketegangan.
2) Tehnik relaksasi
Relaksasi adalah suatu prosedur atau tehnik yang bertujuan
untuk mengurangi ketegangan atau kecemasan, dengan cara melatih
penderita untuk dapat belajar membuat otot-otot dalam tubuh
menjadi rileks
3) Pendidikan Kesehatan ( Penyuluhan )
Tujuan pendidikan kesehatan yaitu untuk meningkatkan
pengetahuan pasien tentang penyakit hipertensi dan pengelolaannya
sehingga pasien dapat mempertahankan hidupnya dan mencegah
komplikasi lebih lanjut.

2. Terapi dengan Obat


Tujuan pengobatan hipertensi tidak hanya menurunkan tekanan
darah saja tetapi juga mengurangi dan mencegah komplikasi akibat
hipertensi agar penderita dapat bertambah kuat. Pengobatan hipertensi
umumnya perlu dilakukan seumur hidup penderita.
Pengobatan standar yang dianjurkan oleh Komite Dokter Ahli
Hipertensi ( Joint National Committee On Detection, Evaluation And
Treatment Of High Blood Pressure, Usa, 1988 ) menyimpulkan bahwa
obat diuretika, penyekat beta, antagonis kalsium, atau penghambat ACE
dapat digunakan sebagai obat tunggal pertama dengan memperhatikan
keadaan penderita dan penyakit lain yang ada pada penderita.
Pengobatannya meliputi :
a. Step 1
Obat pilihan pertama : diuretika, beta blocker, Ca
antagonis, ACE inhibitor
b. Step 2
Alternatif yang bisa diberikan : Dosis obat pertama dinaikkan
Diganti jenis lain dari obat pilihan pertama. Ditambah obat ke 2
jenis lain, dapat berupa diuretika , beta blocker, Ca antagonis, Alpa
blocker, clonidin, reserphin, vasodilator
c. Step 3
Alternatif yang bisa ditempuh Obat ke-2 diganti Ditambah
obat ke-3 jenis lain
d. Step 4
Alternatif pemberian obatnya Ditambah obat ke-3 dan ke-4
Re-evaluasi dan konsultasi Follow Up untuk mempertahankan terapi
Untuk mempertahankan terapi jangka panjang memerlukan interaksi
dan komunikasi yang baik antara pasien dan petugas kesehatan (
perawat, dokter ) dengan cara pemberian pendidikan kesehatan.

Konsep Keperawatan
A. Pengkajian
Pengkajian secara Umum
1. Identitas Pasien
Hal-hal yang perlu dikaji pada bagian ini yaitu antara lain: Nama, Umur,
Jenis Kelamin, Pendidikan, Pekerjaan, Agama, Status Mental, Suku,
Keluarga/orang terdekat, alamat, nomor registrasi.
2. Riwayat atau adanya factor resiko
a. Riwayat garis keluarga tentang hipertensi
b. Penggunaan obat yang memicu hipertensi
3. Aktivitas / istirahat
a. Kelemahan,letih,napas pendek,gaya hidup monoton.
b. Frekuensi jantung meningkat
c. Perubahan irama jantung
d. Takipnea
4. Integritas ego
a. Riwayat perubahan kepribadian, ansietas, depresi, euphoria
atau marah kronik.
b. Faktor faktor stress multiple (hubungan, keuangan yang
berkaitan dengan pekerjaan).
5. Makanan dan cairan
a. Makanan yang disukai, dapat mencakup makanan tinggi garam,
tinggi lemak, tinggi kolesterol (seperti makanan yang
digoreng,keju,telur)gula-gula yang berwarna hitam, kandungan
tinggi kalori.
b. Mual, muntah.
c. Perubahan berat badan akhir-akhir ini (meningkat atau
menurun).
6. Nyeri atau ketidak nyamanan
a. Angina (penyakit arteri koroner /keterlibatan jantung)
b. Nyeri hilang timbul pada tungkai.
c. Sakit kepala oksipital berat seperti yang pernah terjadi
sebelumnya.
d. Nyeri abdomen.
Pengkajian Persistem
1. Sirkulasi
a. Riwayat hipertensi, ateroskleorosis, penyakit jantung koroner
atau katup dan penyakit cerebro vaskuler.
b. Episode palpitasi,perspirasi.
2. Eleminasi
a. Gangguan ginjal saat ini atau yang lalu seperti infeksi atau
obtruksi atau riwayat penyakit ginjal masa lalu.
3. Neurosensori
a. Keluhan pusing.
b. Berdenyut, sakit kepala subokspital (terjadi saat bangun dan
menghilang secara spontan setelah beberapa jam).
4. Pernapasan
a. Dispnea yang berkaitan dengan aktifitas/kerja
b. Takipnea, ortopnea, dispnea noroktunal paroksimal.
c. Batuk dengan/tanpa pembentukan sputum.
d. Riwayat merokok
B. Diagnosa Keperawatan
1. Nyeri berhubungan dengan peningkatan tekanan vascular Cerebral
2. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan umum
3. Curah Jantung, resiko tinggi terhadap hipertensi berhubungan
dengan peningkatan afterload, vasokontriksi
4. Nutrisi , perubahan lebih dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan kebutuhan metabolic
5. Koping individu tidak efektif berhubungan dengan system
pendukung yang tidak adekuat
6. Kurang pengetahuan berhubungnya dengan kurang informasi atau
keterbatasan kognitif
C. Intervensi
Dx 1 : Nyeri berhubungan dengan peningkatan tekanan vascular
Cerebral
1. Intervensi : Mempertahankan tirah baring selama fase akut
Rasional : Meminimalkan stimulasi/meningkatkan relaksasi
2. Intervensi : Berikan tindakan non farmakologi untuk
menghilangkan sakit kmepala, misalnya kompres dingin pada
dahi, pijat punggung dan leher, tenang, redupkan lampu kamar,
tekhnik relaksasi.
Rasional : tindakan yang menurunkan tekanan vascular serebral
dan yang memperlambat atau memblok respons simpatis efektif
dalam menghilangkan sakit kepala dan komplikasinya
3. Intervensi : Hilangkan atau minimalkan aktivitas fase kontriksi
yang dapat meningkatkan sakit kepala, misalnya mengejam saat
bab, batuk panjang, membungkuk
Rasional : aktivitas yang meningkatkan vasokontriksi
menyebabkan sakit kepala pada adanya peningkatan tekanan
vascular cerebral

Dx 2 : Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan


umum
1. Intervensi : kaji respon pasien terhadap aktivitas, perhatikan
frequency nadi lebih dari 20 kali per menit diatas frequency
istirahat : peningkatan tekan darah yang nyata selama atau
sesudah aktivitas ( tekanan sistolik meningkat 40 mmhg atau
tekanan diastolic meningkat 20 mmhg) dispnea atau nyeri dada :
kelemahan dan keletihan yang belebihan :pusing atau pingsan.
Rasional : menyebutkan parameter membantu dalam mengkaji
respon fisiologi terhadap stress, aktivitas bila ada merupakan
indikator dari kelebihan kerja yang berkaitan dengan tingkat
aktivitas.
2. Intervensi : instruksikan pasien tentang teknik penghematan
energy, misalnya menggunakan kursi saat mandi,duduk saat
menyisir rambut atau menyikat gigi,melakukan aktivitas dengan
perlahan.
Rasional : teknik memghemat energy mengurangi penggunaan
energy, juga membantu keseimbangan antara suplai dan
kebutuhan oksigen.

DX 3 : Curah Jantung, resiko tinggi terhadap hipertensi


berhubungan dengan peningkatan afterload, vasokontriksi
1. Intervensi: pantau TD.ukur pad kedua tangan atau paha untuk
evaluasi awal.gunakan ukuran manset yang tepat dan teknik
yang akurat.
Rasional : perbandingan dari tekanan memberikan gambaran
yang lebih lengkap tentang keterlibatan/bidang masalah
vascular. Hipertensi berat diklasifikasikan pada orang dewasa
sebagai peningkatan tekanan diastolic sampai 130, hasil
pengukuran diastolic diatas 130 dipertimbangkan sebagai
penigkatan pertama, kemudian maligna. Hipertensi sistolik
juga merupakan faktor resiko yang di tentukan untuk penyakit
cerebrovaskular dan penyakit iskemi jantung bila tekanan
diastolic 90-115.
DX 4 : Nutrisi , perubahan lebih dari kebutuhan tubuh
berhubungan dengan kebutuhan metabolic
1. Intervensi : kaji pemahaman pasien tentang hubungan langsung
antara hipertensi dan kegemukan.
Rasional : kegemukan adalah resiko tambahan pada tekanan
darah tinggi karena disproporsi antara kapasitas aorta dan
peningkatan curah jangtung berkaitan dengan peningkatan
masa tubuh.
2. Intervensi : bicarakan pentingnya menurunkan masukan kalori
dan membatasi masukan lemak,garam,dan sesuai indikasi.
Rasional : kesalahan kebiasaan makan menunjang terjadinya
ateroskelorosis dan kegemukan yang merupakan predesposisi
untuk hipertensi dan komplikasinya misalnya stroke,penyakit
ginjal,gagal jantung. Kelebihan memasukkan garam
memperbanyak volume cairan intravascular dan dpat merusak
ginjal yang lebih memperburuk hipertensi.

DX 5 : Koping individu tidak efektif berhubungan dengan


system pendukung yang tidak adekuat
1. Intervensi : Kaji keefektifan strategi koping dengan
mengobservasi perilaku, misalnya kemampuan menyatakan
perasaan dan perhatian, keinginan berpartisipasi dalam rencana
pengobatan
Rasional : Mekanisme adaptif perlu untuk mengubah pola
hidup seseorang, mengatasi hipertensi kronik dan
mengintegrasikan terapi yang diharuskan ke dalam kehidupan
sehari-hari
2. Intervensi : Bantu pasien untuk mengidentifikasi stressor
spesifik dan kemungkinan strategi untuk mengatasinya
Rasional : Pengenalan terhadap stressor adalah langkah
pertama dalam mengubah respons seseorang terhadap stressor
3. Intervensi : Libatkan pasien dalam perencanaan perawatan dan
beri dorongan partisipasi maksimum dalam rencana pengobatan
Rasional : Keterlibatan memberikan pasien perasaan control
diri yang berkelanjutan, memperbaiki keterampilan koping,
dan dapat meningkatkan kerja sama dalam regimen terapeutik
4. Intervensi : Catat laporan gangguan tidur, peningkatan
keletihan, kerusakan konsentrasi, peka rangsang, penurunan
toleransi sakit kepala ketidakmampuan untuk
mengatasi/menyelesaikan masalah
Rasional : Menifestasi mekanisme koping maladaptive mungkin
merupakan indicator marah yang ditekan dan diketahui telah
menjadi penentu utama TD diastolic

DX 6 : Kurang pengetahuan berhubungnya dengan kurang


informasi atau keterbatasan kognitif
1. Intervensi : Kaji kesiapan dan hambatan dalam belajar,
termasuk orang terdekat
Rasional : Kesalahan konsep dan menyangkal diagnose karena
perasaan sejahtera yang sudah lama dinikmati mempengaruhi
minat pasien/orang terdekat untuk mempelajari penyakit,
kemajuan, dan prognosis. Bila pasien tidak menerima realitas
bahwa membutuhkan pengobatan kontinu, maka perubahan
perilaku tidak akan dipertahankan.
2. Intervensi : Tetapkan dan nyatakan batas TD normal. Jelaskan
tentang hipertensi dan efeknya pada jantung, pembuluh darah,
ginjal dan otak
Rasional : Memberikan dasar untuk pemahaman tentang
peningkatan TD dan mengklarifikasi istilah medis yang sering
digunakan. Pemahaman bahwa TD tinggi dapat terjadi tanpa
gejala adalah ini untuk memungkinkan pasien melanjutkan
pengobatan meskipun ketika merasa sehat
3. Intervensi : Hindari mengatakan TD normal dan gunakan
istilah terkontrol dengan baik saat menggambarkan TD
pasien dalam batas yang diinginkan
Rasional : Karena pengobatan untuk hipertensi adalah
sepanjang kehidupan, maka dengan penyampaian ide
terkontrol akan membantu pasien untuk memahami
kebutuhan untuk melanjutkan pengobatan/medikasi
4. Intervensi : Bantu pasien dalam mengidentifikasi faktor-faktor
risiko kardiovaskular yang dapat diubah misalnya obesitas, diet
tinggi lemak jenuh, dan kolesterol, pola hidup monoton,
merokok, dan minum alcohol( lebih dari 60cc/hari dengan
teratur), pola hidup penuh stress.
Rasional : Faktor-faktor resiko ini telah menunjukkan
hubungan dalam menunjang hipertensi dan penyakit
kardiovaskular serta ginjal.
D. Evaluasi
1. Pasien melaporkan nyeri/ketidaknyamanan hilang atau terkontrol
2. Pasien berpartisupasi dalam aktivitas yang diinginkan/diperlukan
3. Pasien berpartisipasi dalam aktivitas yang menurunkan tekanan
darah atau beban kerja jantung.
4. Menunjukkan perubahan pola makan ( misalnya pilihan makan,
kuantitas,dan sebagainya), mempertahankan berat badan yang
diinginkan dengan pemeliharaan kesehatan optimal.
5. Mengidentivikasi perilaku koping efektif dan konsekuensinya
6. Pasien menyatakan pemahaman tentang proses penyakit dan
regimen pengobatan
DAFTAR PUSTAKA

Agus Purwadianto (2000), Kedaruratan Medik: Pedoman Penatalaksanaan


Praktis, Binarupa Aksara, Jakarta.
Callahan, Barton, Schumaker (1997), Seri Skema Diagnosis dan Penatalaksanaan
gawat Darurat Medis, Binarupa Aksara, Jakarta.
Carpenito Lynda Juall (2000), Diagnosa Keperawatan: Aplikasi Pada Praktek
Klinik, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta.
Decker DL. (1990). Social Gerontology an Introduction to Dinamyc of Aging.
Little Brown and Company. Boston
Doenges marilynn (2000), Rencana Asuhan Keperawatan: Pedoman Untuk
Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien, Penerbit Buku
Kedokteran EGC, Jakarta.

Evelyn C.pearce (1999), Anatomi dan Fisiologi Untuk Paramedis, Penerbit PT


Gramedia, Jakarta.
Gallo, J.J (1998). Buku Saku Gerontologi Edisi 2. Aliha Bahasa James Veldman.
EGC. Jakarta
Guyton and Hall (1997), Buku Ajar: Fisiologi Kedokteran, Penerbit Buku
Kedokteran EGC, Jakarta.
Hudak and Gallo (1996), Keperawatan Kritis: Pendekatan Holistik, Penerbit
Buku Kedokteran EGC, Jakarta.
Lueckenotte.A.G. (1996). Gerontologic Nursing. Mosby Year Book. Missouri
Nugroho.W. (2000). Keperawatan Gerontik. Gramedia. Jakarta

Anda mungkin juga menyukai