Anda di halaman 1dari 27

SEMINAR AKUNTANSI

NAMA: MUSTAQIM BAHRUN

NIM : 90400114121

KELAS : AKUNTANSI C

TUGAS PROPOSAL (INDIVIDU)


PENGARUH KESADARAN WAJIB PAJAK DAN PENGETAHUAN
PERPAJAKAN TERHADAP KEPUTUSAN WAJIB PAJAK
DALAM MENGIKUTI TAX AMNESTY DENGAN SANKSI
PAJAK SEBAGAI VARIABEL MODERATING

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pembangunan sangatlah penting demi terwujudnya keinginan masyarakat dan


bangsa indonesia. Untuk menyelenggarakan pemerintahan dan melaksanakan
pembangunan negara dibutuhkan dana yang sangat besar (Permadi dkk, 2013).
Pada dasarnya ada beberapa sumber yang bisa dijadikan sebagai upaya untuk
pemenuhan kebutuhan tersebut diantaranya adalah pajak, pinjaman dari luar negeri
ataupun investasi pihak ketiga serta sumber lainnya (Kesuma, 2016). pajak
merupakan sumber penerimaan negara yang berperan besar bagi kelangsungan
negara, melalui keadaan disekitar kita seperti pendidikan, kesehatan, dan sarana
umum yang ada (Safrina et al, 2016; Ngadiman dan Huslin, 2015; Permadi et al,
2013). Salah satu penyebab turunnya penerimaan dari sektor pajak adalah
kepatuhan wajib pajak. Masih banyak wajib pajak orang pribadi yang belum
mengetahui tentang pelaporan pajak sehingga menyebabkan rendahnya kepatuhan
pajak (Rahayu, 2017). Rendahnya kepatuhan pajak, banyaknya dana yang terparkir
diluar negeri serta buruknya database perpajakan nasional tentu membutuhkan
suatu langkah besar untuk melakukan reformasi sistem perpajakan nasional
(Bagiada dan Darmayasa, 2016). Berkaitan dengan hal tersebut, terdapat dua jenis
perlawanan yang dilakukan wajib pajak yang dapat menghambat dalam upaya
pemungutan pajak yaitu Perlawanan pasif dan perlawanan aktif (Mardiasmo, 2011;
dalam Kesuma, 2016). Fenomena adanya pola sikap perlawanan ini tercermin dari
tingkat kepatuhan wajib pajak dalam menyampaikan Surat Pemberitahuan (SPT)
yang cenderung mengalami penurunan dan fenomena tersebut juga merupakan
salah satu sebab mengakibatkan tidak maksimalnya pajak yang berhasil
dikumpulkan (Kesuma, 2016),
Hal ini diikuti dengan upaya pemerintah untuk meningkatkan penerimaan dari
sektor pajak dengan melakukan pembaharuan terhadap sikap petugas yang harus
profesional dan transparan, pengabdian yang tinggi dan penyempurnaan peraturan
perundang-undangan pajak dan sistem perpajakan. Salah satunya, dengan
memberlakukan Tax Amnesty (Dewantari et al, 2017). Program amnesty ini
diberlakukan karna beberapa tujuan adalah untuk meningkatkan jumlah penerimaan
di sektor pajak, meningkatkan ekstensifikasi pajak di tahun-tahun berikutnya dan
untuk menambah likuiditas domestik khusunya dari dana reparasi untuk membiayai
pembangunan baik program dan proyek pemerintah maupun investasi swasta
(Trismasari et al, 2017). Selain itu pemberian tax amnesty merupakan upaya
pemerintah menarik dana masyarakat yang selama ini parkir atau berada di
perbankan negara lain (Rahayu, 2017). Tax amnesty juga dilakukan untuk
meningkatkan kepatuhan wajib pajak yang juga dapat dipandang sebagai
rekonsiliasi nasional untuk menghapus masa lalu wajib pajak yang tidak patuh dan
perilaku otoritas pajak yang melanggar aturan (Safrina et al, 2016). Kendati
demikian, kebijakan ini masih perlu diselaraskan dengan instansi penegak hukum
lain. Hal ini terkait dengan pihak-pihak yang dinilai pantas menerima pengampunan
pajak (mardiasmo, 2015; dalam Rahayu, 2017).
Pemerintah pada 2008 dan 2015 lalu pernah melakukan Sunset Policy, yakni
penghapusan sanksi administrasi perpajakan berupa bunga yang pelaksanaannya
berhasil meningkatkan jumlah wajib pajak baru, bertambahnya SPT tahunan, dan
meningkatkan penerimaan PPN (Gunawan dan Sukartha, 2016). Jauh sebelum itu,
pemerintah juga pernah menerapkan amnesti pajak pada tahun 1984 namun
pelaksanaanya tidak efektif karena wajib pajak kurang merespons dan tidak diikuti
dengan reformasi sistem administrasi perpajakan secara menyeluruh (Safrina et al,
2016). Secara historis, sebenarnya kebijakan sunset policy dikeluarkan sebagai
jawaban pemerintah atas permintaan kalangan pengusaha yang menghendaki
diberikannya penghapusan sanksi perpajakan secara menyeluruh (Utami dan
Devano, 2016).
Faktor yang diduga mempengaruhi kemauan wajib pajak dalam mengikuti
tax amnesty adalah kesadaran wajib pajak. Menurut Susmita dan Supadmi (2016)
berdasarkan Theory of Planned Behaviour (TPB) ketentuan perpajakan dapat
dipatuhi oleh seorang individu apabila didalam diri sendiri invididu tersebut
memiliki intention (niat). Teori tersebut menjelaskan niat seorang individu untuk
berperilaku patuh terhadap pajak dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu
behavioral belief, normatif belief, control belief. Upaya peningkatan kesadaran dan
kepedulian harus menjadi perhatian yang utama .
Selanjutnya, faktor yang diduga mempengaruhi kemauan wajib pajak dalam
mengikuti tax amnesty adalah pengetahuan perpajakan. Pengetahuan perpajakan
merupakan suatu hasil tahu dari seseorang yang diperoleh yang melalui hasil
penglihatan dan penginderaan tentang suatu objek yang berhubungan dengan teknis
perpajakan dengan baik (Trisnasari et al, 2017). Penguasaan terhadap peraturan
perpajakan bagi wajib pajak akan meningkatkan kepatuhan kewajiban perpajakan
(Rahayu, 2017). Agar undang-undang dan peraturan tersebut dipatuhi, maka harus
ada sanksi bagi pelanggarnya, demikian halnya untuk hukum pajak. Peraturan
sanksi pajak dibuat untuk meminimalisir tindakan pelanggaran hukum yang
dilakukan baik wajib maupun fiskus (Rahayu, 2017).

B. Rumusan Masalah

Penelitian ini di latarbelakangi dengan adanya permasalahan yang sering terjadi


dengan pungutan pajak yakni masih banyaknya masyarakat yang tidak mau
memenuhi kewajiban pajaknya, atau dengan kata lain masih banyaknya tunggakan
pajak. Maka dari itu pemerintah berupaya meningkatkan minat wajib pajak agar
dapat memenuhi kewajiban pajaknya dengan cara memberlakukan pengampunan
pajak atau Tax Amnesty. Sebelum diberlakukannya pengampunan pajak ini,
pemerintah berupaya menyadarkan wajib pajak tentang pentingnya membayar
pajak dan mensosialisasikan pengetahuan perpajakan agar dapat mengikuti tax
amnesty.

Berdasarkan uraian pada latar belakang, maka dapat dirumuskan masalah


sebagai berikut :
1. Apakah kesadaran wajib pajak berpengaruh terhadap keputusan wajib pajak
dalam mengikuti tax amnesty?
2. Apakah pengetahuan perpajakan berpengaruh terhadap keputusan wajib
pajak dalam mengikuti tax amnesty?
3. Apakah sanksi pajak dapat memoderasi hubungan kesadaran wajib pajak
terhadap keputusan wajib pajak dalam mengikuti tax amnesty?
4. Apakah sanksi pajak dapat memoderasi hubungan pengetahuan perpajakan
terhadap keputusan wajib pajak dalam mengikuti tax amnesty?
C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah diatas, maka tujuan dari penelitian ini sebagai
berikut:

1. Untuk mengetahui pengaruh kesadaran wajib pajak terhadap keputusan


wajib pajak dalam mengikuti tax amnesty
2. Untuk mengetahui pengaruh pengetahuan perpajakan terhadap keputusan
wajib pajak dalam mengiktui tax amnesty
3. Untuk mengetahui pengaruh pemoderasi sanksi pajak terhadap kesadaran
wajib pajak dengan keputusan wajib pajak dalam mengikuti tax amnesty
4. untuk mengetahui pengaruh pemoderasi sanksi pajak terhadap pengetahuan
perpajakan dengan keputusan wajib pajak dalam mengikuti tax amnesty

D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Teoretis

Dalam penelitian diharapkan dapat menyempurnakan Theory of Planned


Behaviour (TPB), dimana pionir dari teori ini adalah Ajzen (1991). Teori ini
merupakan suatu sikap yang berpengaruh terhadap perilaku dimana proses
pengambilan keputusan yang teliti dan beralasan sebagai perantaranya dan dapat
berdampak pada hal-hal tertentu saja. Teori ini juga berpendapat bahwa individu
akan melakukan apa saja yang dapat menguntungkan dirinya sendiri atau dengan
kata lain teori ini menjelaskan perilaku seseorang berdasarkan niat atau rencana.
Hubungan dari Theory of Planned Behaviour dengan keikutsertaan Program Tax
Amnesty adalah rasionalitas akan mempengaruhi penentuan keputusan wajib
pajak orang pribadi. Dalam konteks ini, wajib pajak orang pribadi akan
mempertimbangkan manfaat atau benefit pajak itu sendiri.
2. Manfaat Praktis

Program Tax Amnesty ini sangat berguna bagi negara karena dengan
diberlakukannya program tersebut akan meningkatkan penerimaan negara.
Penelitian ini diharapkan kepada wajib pajak orang pribadi agar dapat
menentukan keputusan mengenai keikutsertaan dalam program Tax Amnesty
dengan kesadaran pentingnya membayar pajak, mengetahui pengetahuan
perpajakan dan benefit Tax Amnesty tersebut.
II. TINJAUAN TEORETIS

A. Theory of Planned Behaviour

Theory of Planned Behavior (TPB) adalah pengembangan dari Theory of Reasoned


Action (TRA). Teori ini dikembangkan oleh Ajzen (1985) dengan menambahkan sebuah
konstruk yaitu persepsi kontrol keperilakuan (perceived behavioral control) yang
dipersepsikan akan mempengaruhi minat dan perilaku. Konstruk ini ditambahkan di
TPB untuk mengontrol perilaku individual yang dibatasi oleh kekurangan-
kekurangannya dan keterbatasan-keterbatasan dari kekurangan sumber daya yang
digunakan untuk melakukan perilaku (Chau dan Hu, 2002 dalam Jogiyanto, 2007).

Model Theory of Planned Behavior menjelaskan bahwa perilaku yang dilakukan


oleh individu timbul karena adanya minat untuk berperilaku (Arniati, 2010). Minat
berperilaku ditentukan oleh 3 faktor utama yaitu: (1) behavioral beliefs, yaitu keyakinan
individu akan hasil dari suatu perilaku dan evaluasi atas hasil yang diterima (beliefs
strength dan outcome evaluation), (2) normatif beliefs, yaitu keyakinan tentang harapan
normatif dari orang lain dan motivasi untuk memenuhi harapan tersebut (normative
beliefs dan motivation to comply), dan (3) control beliefs, yaitu keyakinan tentang hal-
hal yang mendukung atau menghambat perilaku yang akan ditampilkan (control beliefs)
(Ananggadipa, 2010).

Hambatan yang mungkin timbul pada saat berperilaku dapat berasal dari dalam diri
sendiri maupun dari lingkungan. Secara berurutan, behavioral beliefs menghasilkan
sikap terhadap perilaku positif atau negatif (attitude), control beliefs menghasilkan
perilaku yang ditampilkan (perceived behavioral control), normative beliefs
menghasilkan norma subyektif (subjective norm) (Ajzen, 1991).

B. Kesadaran Wajib Pajak


Kesadaran adalah Keadaan mengetahui, sedangkan perpajakan adalah perihal pajak
sehingga kesadaran wajib pajak adalah keadaan dimana wajib pajak mengetahui perihal
pajak (Jotopurnomo dan Mangoting, 2013). kesadaran menurut (Tarjo dan Sawarjuno,
2005; dalam Trisnasari et al, 2017; Jotopurnomo dan Mangoting, 2013) adalah rasa rela
untuk melakukan sesuatu yang sebagai kewajiban dalam kehidupan masyarakat.
Kesadaran menurut Tarjo dan Sawarjuwono (2005); dalam Trisnasari et al (2017)
adalah rasa rela untuk melakukan sesuatu yang sebagai kewajiban dalam kehidupan
bermasyarakat. Kesadaran perpajakan berkonsekuensi logis untuk wajib pajak, yaitu
kerelaan wajib pajak memberikan konribusi dana untuk pelaksanaan fungsi perpajakan
dengan cara membayar kewajiban pajaknya secara tepat waktu dan jumlah ( Herryanto
dan Toly, 2013).

C. Pengetahuan Perpajakan

Pengetahuan adalah Hasil tahu manusia terhadap sesuatu, segala perbuatan


manusian suatu objek tertentu yang dapat berwujud barang-barang baik lewat akal,
dapat pula objek yang dipahami manusia berbentuk ideal, atau yang bersangkutan
dengan masalah kejiwaan ( Adiatma et al, 2015). Pajak adalah iuran rakyat kepada kas
negara berdasarkan undang-undang dengan tidak mendapatkan jasa timbal yang
langsung dapat ditunjukkan dan digunakan untuk membayar pengeluaran umum
(Mardiasmo, 2009; dalam Rahayu, 2017). Jadi kesimpulannya, pengetahuan perpajakan
adalah kemampuan seorang wajib pajak dalam mengetahui peraturan perpajakan baik
itu soal tarif pajak berdasarkan undang-undang yang akan mereka bayar maupun
manfaat pajak yang akan berguna bagi kehidupan mereka (Utomo, 2011; dalam Rahayu,
2017).

Pengetahuan tentang peraturan perpajakan sangat penting untuk menumbuhkan


perilaku patuh karena bagaimana mungkin wajib pajak patuh apabila mereka tidak
mengetahui bagamana peraturan perpajakannya (Susmita dan Supadmi, 2016). Dengan
adanya pengetahuan wajib pajak tentang pajak yang baik akan dapat memperkecil
adanya tax evation (Witono, 2008; dalam Rahayu, 2017). Dengan adanya pengetahuan
perpajakan tersebut akan membantu kepatuhan wajib pajak dalam membayar pajak
sehingga tingkat kepatuhan akan meningkat.

D. Sanksi Pajak

Sanksi adalah suatu tindakan berupa hukuman yang diberikan kepada orang yang
melanggar peraturan (Ngadiman dan Huslin, 2015). Sanksi pajak merupakan jaminan
bahwa ketentuan peraturan perundangan-undangan perpajakan (norma perpajakan) akan
dituruti/ditaati/dipatuhi, dengan kata lain sanksi perpajakan merupakan alat pencegah
agar wajib pajak tidak melanggar norma perpajakan (Mardiasmo, 2009; dalam Rahayu,
2017). Setiap jenis pelanggaran pajak dimulai dari tingkatannya paling kecil sampai
yang paling berat sudah tersedia ancaman sanksinya.

Menurut Nugroho (2006); dalam Susmita dan Supadmi (2016) sanksi perpajakan
yang diterapkan secara tegas oleh pemerintah akan membuat wajib pajak patuh karena
mereka sadar akan adanya hukum perpajakan dan konsekuensi apabila melanggar
hukum tersebut berupa kerugian material. Agar undang-undang dan peraturan tersebut
dipatuhi, maka harus ada sanksi bagi pelanggarnya, demikian halnya untuk hukum
pajak. Peraturan ini tentang sanksi pajak dibuat untuk untuk meminimalisir tindakan
pelanggaran hukum yang dilakukan baik itu wajib maupun fiskas (Rahayu, 2017).

E. Tax Amnesty

Tax Amnesty adalah pengampunan pajak atau adanya penghapusan pajak terutang
dan bebas dari sanksi-sanksi tertentu ( Dewantari et al, 2017). Menurut Gunawan dan
Sukartha (2016) tax amnesty adalah kesempatan terbatas yang diberikan pemerintah
kepada kelompok pembayar pajak tertentu untuk membayar jumlah yang ditetapkan,
sebagai pertukaran atas pengampunan dari kewajiban pajak (termasuk bunga dan
hukuman) yang berkaitan dengan masa pajak sebelumnya, serta kebebasan tuntutan
hukum pidana.

Kebijakan pemerintah di dalam bidang perpajakan memberikan pengampunan pajak


yang seharusnya terutang dengan membayar uang tebusan dengan jumlah tertentu yang
bertujuan untuk memberikan kesempatan bagi wajib pajak yang selama ini tidak
membayar pajak dengan benar (Rahayu, 2017). Pemberian tax amnesty merupakan
upaya pemerintah menarik dana masyarakat yang selama ini parkir diperbankan negara
lain (Safrian et al, 2016)

F. Kesadaran wajib pajak untuk mengikuti Tax Amnesty

Kesadaran wajib pajak untuk memenuhi kewajibannya masih rendah, baik untuk
melaporkan Surat Pemberitahuan (SPT) maupun membayar pajak. Kondisi ini pun yang
membuat penerimaan negara menjadi tidak maksimal (Rahayu, 2017). Susmita dan
Supadmi (2016) menjelaskan bahwa, rendahnya tingkat kepatuhan perpajakan
disebabkan oleh banyaknya masyarakat yang belum memiliki NPWP dan
menyampaikan Surat Pemberitahuan (SPT).

Kesadaran Merupakan hal yang menjadi tumpuan paling utama bagi manusia untuk
melakukan suatu tindakan (Tarjo dan Suwarjono, 2005). Kesadaran wajib pajak orang
pribadi disini dimaksudkan bahwa wajib pajak mengetahui dan memahami bahwa
program Tax Amnesty memberikan banyak manfaat bagi wajib pajak itu sendiri
(Tiraada, 2013).

G. Pengetahuan perpajakan untuk mengikuti Tax Amnesty

Pengetahuan perpajakan adalah kemampuan wajib pajak dalam mengetahui


peraturan perpajakan baik itu soal tarif pajak berdasarkan undang-undang yang akan
mereka bayar maupun manfaat pajak yang akan berguna bagi kehidupan mereka (Ipek,
2012). Tingkat pengetahuan perpajakan yang dimiliki wajib pajak akan mempengaruhi
pengambilan keputusan wajib pajak itu sendiri (Caroko, 2014). Manfaat atau benefiti
tax amnesty itu sendiri akan memberitahukan wajib pajak mengenai manfaat atau jasa
timbal balik yang diberikan tax amnesty (Andreoni, 1991).

Pengetahuan perpajakan merupakan suatu hasil tahu dari seseorang yang diperoleh
yang melalui hasil penglihatan dan penginderaan tentang suatu objek yang berhubungan
dengan teknis perpajakan dengan baik (Trisnasari et al, 2017). Penguasaan terhadap
peraturan perpajakan bagi wajib pajak akan meningkatkan kepatuhan kewajiban
perpajakan (Rahayu, 2017).

H. Kesadaran wajib pajak dan pengetahuan Perpajakan dengan Sanksi Pajak


dalam Meningkatkan Kemauan Mengikuti Tax Amnesty

Sanksi pajak merupakan jaminan bahwa ketentuan peraturan perundang-undangan


perpajakan (norma perpajakan) akan dituruti/ditaati/dipatuhi, dengan kata lain sanksi
perpajakan merupakan alat pencegah wajib pajak tidak melanggar norma perpajakan
(Mardiasmo, 2009; dalam Rahayu, 2017). Setiap jenis pelanggaran pajak mulai dari
yang tingkatannya paling kecil sampai yang paling berat sudah tersedia ancaman
sanksinya.
Penegakkan hukum secara adil oleh aparat pajak diperlukan untuk
menyadarkan bagi wajib pajak yang lalai dalam membayar pajak sehingga
diharapkan mampu mendorong motivasi wajib pajak dalam membayar pajak. Oleh
karena itu, ketegasan sanksi perpajakan sangat diperlukan agar kesadaran
masyarakat dalam membayar pajak dapat meningkat (Hardiningsih, 2011). Agar
undang-undang dan peraturan tersebut dipatuhi, maka harus ada sanksi bagi
pelanggarnya, demikian halnya untuk hukum pajak. Peraturan ini tentang sanksi
pajak dibuat untuk untuk meminimalisir tindakan pelanggaran hukum yang
dilakukan baik itu wajib maupun fiskas (Rahayu, 2017).
I. Penelitian Terdahulu

Menurut hasil penelitian Trisnasari et al (2017) menunjukan bahwa kesadaran wajib


pajak berpengaruh secara positif terhadap kemauan wajib pajak dalam mengikuti tax
amnesty. Hasil tersebut didukung oleh Herryanto dan Toly (2013) juga menyatakan
bahwa kesadaran wajib pajak berpengaruh positif terhadap kemauan wajib pajak dalam
mengikuti tax amnesty. Dari penelitian sebelumnya yang dilakukan Gunawan dan
Sukartha (2016) juga menunjukkan hasil yang sama bahwa kesadaran wajib pajak
berpengaruh positif terhadap kepatuhan wajib pajak dalam membayar pajak.

Hasil penelitian yang dilakukan Ulfa (2015) menunjukkan bahwa pengetahuan


perpajakan berpengarh positif terhadap kepatuhan wajib pajak dalam membayar pajak.
Hasil tersebut didukung oleh Muarifah (2012) juga menyatakan bahwa pengetahuan
perpajakan berpengaruh positif terhadap pembayaran pajak. Penelitian sebelumnya yang
dilakukan Caroko (2014) juga menunjukkan hasil yang sama bahwa pengetahuan
perpajakan berpengaruh positif terhadap kepatuhan pajak. Begitu juga dengan putri
(2015) menyatakan bahwa pengetahuan perpajakan berpengaruh positif terhadap
kamauan membayar pajak. Namun berbeda dengan hasil penelitian Hardiningsih (2011)
bahwa pengetahuan perpajakan tidak berpengaruh positif terhadap kemauan membayar
pajak.

J. Rerangka Teoretis
adanya permasalahan yang sering terjadi dengan pungutan pajak yakni masih
banyaknya masyarakat yang tidak mau memenuhi kewajiban pajaknya, atau dengan
kata lain masih banyaknya tunggakan pajak. Maka dari itu pemerintah berupaya
meningkatkan minat wajib pajak agar dapat memenuhi kewajiban pajaknya dengan cara
memberlakukan pengampunan pajak atau Tax Amnesty. Sebelum diberlakukannya
pengampunan pajak ini, pemerintah berupaya menyadarkan wajib pajak tentang
pentingnya membayar pajak dan mensosialisasikan pengetahuan perpajakan agar dapat
mengikuti tax amnesty. Berdasarkan tinjauan pustaka yang telah diuraikan sebelummya,
maka model rerangka teoretis penelitian ini dapat disampaikan dalam gambar di bawah
ini.

Gambar. 1 Rerangka Teoretis

Kesadaran WP
(X1) Keputusan WP
mengikuti Tax
Amnesty (Y)
Pengetahuan
Perpajakan(X2)

Sanksi Pajak

K. Hipotesis

Kesadaran perpajakan berkonsekuensi logis untuk wajib pajak, yaitu kerelaan wajib
pajak memberikan kontribusi dana untuk pelaksanaan fungsi pajak dengan cara
membayar kewajiban pajaknya secara tepat waktu dan tepat jumlah (Trisnasari et al,
2017). Kesadaran merupakan hal yang menjadi tumpuan utama bagi manusia untuk
melakukan suatu tindakan. Kesadaran wajib pajak disini dimaksudkan bahwa wajib
pajak mengetahui dan memahami bahwa wajib program Tax Amnesty memberikan
banyak manfaat bagi wajib pajak itu sendiri. Ketika masyarakat khususnya wajib pajak
mengetahui dan memahami fungsi, tujuan, dan manfaat Tax Amnesty maka kesadaran
wajib pajak diduga akan mempengaruhi wajib pajak untuk mengikuti Program Tax
Amnesty.

H1 : Kesadaran Wajib Pajak berpengaruh secara positif terhadap keputusan


wajib pajak dalam mengikuti Tax Amnesty
Sebagaian besar pengetahuan manusia diperoleh dari pengalaman diri sendiri atau
pengalaman orang lain. Tingkat pengetahuan perpajakan yang dimiliki wajib pajak akan
mempengaruhi pengambilan keputusan wajib pajak itu sendiri. Pengetahuan perpajakan
disini yaitu wajib pajak memiliki informasi mengenai program Tax Amnesty. Semakin
banyak pengetahuan yang dimiliki wajib pajak maka akan semakin tinggi tingkat
kemauan wajib pajak untuk mengikuti program Tax Amnesty.

H2: Pengetahuan Perpajakan berpengaruh secara positif terhadap keputusan


wajib pajak dalam mengikuti Tax Amnesty
Dengan adanya sanksi perpajakan yang tegas maka akan berpengaruh terhadap
kesadaran wajib pajak itu sendiri. Sanksi perpajakan dikenakan kepada para wajib pajak
orang pribadi yang tidak mematuhi aturan dalam undang-undang perpajakan. Sanksi
yang diberikan kepada wajib pajak orang pribadi yakni berupa sanksi administrasi
seperti bunga,denda, atau pengenaan tarif pajak yang lebih tinggi dan sanksi pidana
(Susmita dan Supadmi, 2016). Sehingga wajib pajak yang sadar dan memahami hukm
perpajakan dengan baik akan berupaya untuk memenuhi segala pembayaran pajak
dibandingkan melanggar karena akan merugikannya secara materiil. Berdasarkan uraian
di atas, maka dapat dirumuskan hipotesis sebagai berikut:

H3: Sanksi pajak memperkuat pengaruh kesadaran wajib pajak terhadap


keputusan wajib pajak dalam mengikuti Tax Amnesty

Pengetahuan tentang peraturan pajak sangat penting untuk menumbuhakn perilaku


patuh. Wajib pajak yang berpengetahuan tentang pajak, secara sadar diri akan patuh
membayar pajak. Sanksi pajak adalah suatu tindakan berupa hukuman yang diberikan
kepada orang yang melanggar peraturan. Dengan adanya sanksi pajak, wajib pajak akan
taat melaksanakan kewajiban perpajakannya dan akan meningkatkan kepatuhan wajib
pajak dalam program Tax amnesty (Rahayu, 2017). Berdasarkan uraian di atas, maka
dapat dirumuskan hipotesis sebagai berikut:
H4: Sanksi pajak memperkuat pengaruh kesadaran wajib pajak terhadap
keputusan wajib pajak dalam mengikuti Tax Amnesty
III. METODOLOGI PENELITIAN

A. Jenis dan Lokasi Penelitian


1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif karena data yang


digunakan dalam penelitian ini menguji beberapa hipotesis yang akan diungkapkan.
Penelitian kuantitatif adalah suatu metode penelitian yang bersifat induktif,
objektif, dan ilmiah dimana data yang diperoleh berupa angka-angka atau
pernyataan-pernyataan yang dinilai, dan dianalisis dengan analisis statik. Adapun
spesifikasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian yang bersifat
deskriptif, karena pendekatan deskriptif yaitu bertujuan untuk mengumpulkan data
sebanyak-banyaknya agar mendapatkan hasil yang mewakili daerah yang luas
penelitiannya.
2. Lokasi Penelitian
Lokasi penelitian ini dilakukan di KPP Pratama di kota Makassar yang
merupakan responden dari penelitian ini yang terletak di Jl. Urip Sumaharjo.
B. Pendekatan Penelitian
Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini yaitu pendekatan deskriptif,
karena pendekatan deskriptif yaitu bertujuan untuk menguji hipotesis atau menjawab
pertanyaan-pertanyaan dari kuesioner yang dibuat peneliti. Dimana penelitian yang
bersifat deskriptif merupakan penelitian yang memberi gambaran secermat mungkin
mengenai suatu individu, keadaan, gejala atau kelompok tertentu. Dengan
menggunakan pendekatan deskriptif diharapkan proses penelitian berjalan lancar dan
tersistematis sehingga memudahkan peneliti dalam pengambilan sampel atau
pengumpulan data.
C. Populasi dan Sampel
Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas objek/subjek yang
mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang diterapkan oleh peneliti untuk
dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya. Populasi didalam penelitian ini
adalah Wajib pajak orang pribadi yang berada di KPP Pratama Makassar Selatan.
Sampel yang digunakan sebanyak 85 kuesioner yang disebar kepada wajib pajak
orang pribadi yang berada di KPP Pratama Makassar Selatan. Peneliti akan
menggunakan pengambilan sampel dengan metode convenience sampling yaitu
pengambilan sampel secara acak. Elemen populasi yang dipilih sebagai subjek
sampel adalah tidak terbatas sehingga peneliti memiliki kebebasan untuk memilih
sampel yang paling cepat dan murah.
D. Jenis dan Sumber Data
Data adalah sekumpulan informasi yang diperlukan untuk pengambilan
keputusan. Data diperoleh dengan mengukur nilai satu atau lebih variabel dalam
sampel atau populasi. Penelitian ini menggunakan jenis data subjek karena data
yang diperoleh berupa sikap dan karakteristik dari sekelompok orang yang menjadi
subjek penelitian (responden). Data subjek yang diperoleh diklasifikasikan
berdasarkan bentuk tanggapan (respon) yang diberikan berasal dari data yang telah
diolah dari jawaban kuesioner yang dibagikan kepada wajib pajak orang pribadi di
KPP Pratama Makassar Selatan. Sumber data dalam penelitian ini adalah data yang
berasal dari jawaban yang telah diisi oleh wajib pajak orang pribadi di KPP
Pratama Makassar Selatan. Adapun jenis dari sumber data, penelitian ini yaitu data
primer, yaitu data yang diperoleh langsung dari sumber atau tempat dimana
penelitian dilakukan. Data primer dalam penelitian ini diperoleh melalui kuesioner
yang dibagikan kepada responden.
E. Metode Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah
menggunakan instrument penelitian yaitu alat bantu yang dipilih dan digunakan
oleh peneliti dalam kegiatannya mengumpulkan agar kegiatan tersebut menjadi
sistematis dan dipermudah olehnya. Dalam memperoleh data-data pada penelitian
ini, peneliti menggunakan penelitian lapangan (field research), yaitu data yang
dikumpulkan melalui kuesioner dengan mengajukan daftar pertanyaan yang sudah
disusun rapi, terstruktur, dan tertulis kepada responden untuk diisi menurut
pendapat pribadi sehubungan dengan masalah yang diteliti dan kemudian untuk tiap
jawaban diberikan nilai (score). Operasional penyebaran kuesioner dilakukan
dengan cara mendatangi responden atau wajib pajak orang pribadi di KPP Pratama
Makassar Selatan.
Adapun kuesioner untuk mengukur variabel Kesadaran Wajib Pajak (X1),
Pengetahuan Perpajakan (X2), Sanksi Pajak (M), dan Keputusan WP dalam
Mengikuti Tax Amnesty (Y). Untuk mengukur pendapat responden digunakan 5
skala likert yaitu mulai angka 5 untuk pendapat sangat setuju (SS) dan angka 1
untuk sangat tidak setuju (STS). Perinciannya adalah sebagai berikut:
Angka 1 = Sangat Tidak Setuju (STS)
Angka 2 = Tidak Setuju (TS)
Angka 3 = Ragu-Ragu (R)
Angka 4 = Setuju (S)
Angka 5 = Sangat Setuju (SS)

F. Teknik Analisis Data


Analisis data merupakan cara yang digunakan untuk mengetahui pengaruh
satu variabel terhadap variabel yang lain, agar data yang dikumpulkan tersebut
dapat bermanfaat maka harus diolah atau dianalisis terlebih dahulu sehingga dapat
dijadikan sebagai acuan dalam mengambil keputusan. Analisis data yang digunakan
dalam penelitian ini adalah analisis statistik yang perhitungannya dilakukan dengan
menggunakan SPSS. Metode analisis data menggunakan uji kualitas data, uji
asumsi klasik, dan uji hipotesis.
1. Uji Kualitas Data
a.) Uji Reabilitas
Pengukuran reliabilitas menggunakan indeks numeric yang disebut
koefisien. Konsep reliabilitas menurut pendekatan ini adalah konsistensi
diantara butir-butir pernyataan atau pernyataan dalam suatu instrumen.
Reliabilitas instrumen diperlukan untuk mendapatkan data sesuai dengan
tujuan pengukuran. Uji reliabilitas adalah pengujian untuk mengukur suatu
kuesioner yang merupakan indikator dari variabel atau konstruk. Suatu
kuesioner dikatakan reliabel atau handal jika jawaban seseorang terhadap
pertanyaan adalah konsisten atau stabil dari waktu ke waktu.

b.) Uji Validasi


Uji validitas dimaksudkan untuk mengukur kualitas kuisioner yang
digunakan sebagai instrumen penelitian sehingga dapat dikatakan instrumen
tersebut valid. Suatu kuisioner dapat dikatakan valid jika pernyataan pada
kuesioner mampu mengungkapkan sesuatu yang akan diukur oleh
kuesioner tersebut. Kriteria yang digunakan valid atau tidak valid adalah jika
korelasi antara skor masing-masing butir pertanyaan dengan total skor
mempunyai tingkat signifikansi dibawah <0,05 maka butir pertanyaan tersebut
dapat dikatakan valid, dan jika korelasi skor masing-masing butir pertanyaan
dengan total skor mempunyai tingkat signifikansi diatas >0,05 maka butir
pertanyaan tersebut tidak valid.
2. Uji Asusmsi Klasik
a.) Uji Normalitas
Uji Normalitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi
variabel pengganggu atau residual memiliki distribusi nowmal. Ada dua cara
untuk mendeteksi apakah residual berdistribusi normal atau tidak yaitu dengan
analisis grafik atau uji statistik. Uji normalitas bertujuan untuk menguji apakah
dalam model regresi, variabel terikat dan variabel bebas keduanya mempunyai
distribusi normal atau tidak. Untuk mendeteksi apakah residul berdistribusi
normal atau tidak yaitu dengan melihat normal probability plot yang
membandingkan distribusi kumulatif dari distribusi normal.
Normalitas dapat dideteksi dengan melihat penyebaran data (titik) pada
sumbu diagonal dari grafik. Jika data (titik) menyebar disekitar garis dianonal
dan mengikuti arah garis diagonal maka menunjukkan pola distribusi normal
yang mengindikasikan bahwa regresi memenuhi asumsi normal.
b.) Uji Multikolonieritas
Uji multikolonieritas bertujuan untuk menguji apakah model regresi
ditemukan adanya korelasi antar variabel bebas (independen). Model regresi
yang baik seharusnya tidak terjadi korelasi diantara variabel independen. Jika
variabel independen saling berkorelasi, maka variabel-variabel ini tidak
orthogonal. Variabel orthogonal adalah variabel independen yang nilai korelasi
antar sesama variabel independen sama dengan nol.
c.) Uji Heteroskendastisitas
Uji heteroskedastisitas bertujuan menguji apakah dalam model regresi
terjadi ketidaksamaan variance dari residual satu pengamatan ke pengamatan
yang lain. Jika variance dari residual daru pengamatan ke pengamatan lain
tetap, maka disebut homoskedastisitas dan jika berbed disebut
heteroskedastisitas. Model regresi yang baik adalah yang homoskedastisitas
atau tidak terjadi heteroskedastisitas. Kebanyakan data crossection
mengandung situasi heteroskedastisitas karena data ini menghimpun data yang
mewakili berbagai ukuran (kecil, sedang, dan besar).
d.) Uji Autokorelasi
Uji autokorelasi adalah menguji ada tidaknya korelasi antara kesalahan
penganngu pada periode t dengan t-1 pada persamaan regresi linier. Untuk
mendiagnosis adanya autokorelasi dalam suatu model regresi dilakukan
melalui uji Durbin Watson. Uji Durbin Watson hanya digunakan untuk
autokorelasi tingkat satu dan mesyaratkan adanya intercept (konstanta) dalam
model regresi dan tidak ada variabel lagi diantara variabel bebas.
3. Uji Hipotesis
Pengujian hipotesis dilakukan dengan menggunakan uji koefisien
determinasi, uji statistik t, dan uji statistik F. Uji koefisien determinasi yaitu
mengukur seberapa jauh kemampuan model dalam menerangkan variasi
variabel dependen. Uji signifikansi parameter individual (uji statistik t)
digunakan untuk menguji hubungan masing-masing variabel independen dan
variabel depende, uji signifikansi simultan (uji statistik F) menunjukkan apakah
semua variabel independen yang dimasukkan dalam model mempunyai
pengaruh secara bersama-sama terhadap variabel dependen.
a.) Analisis Koefisien Determinasi
Setelah koefisien korelasi diketahui, maka langkah selanjutnya adalah
menghitung koefisien determinasi, yaitu untuk mengetahui seberapa besar
pengaruh variabel X terhadap variabel Y. Koefisien determinasi (R2) pada
intinya mengukur seberapa jauh kemampuan model dalam menerangkan
variasi variabel dependen. Nilai koefisien determinasi antara nol dan satu. Nilai
R2 yang kecil berarti kemampuan variabel-variabel independen dalam
menjelaskan variasi variabel dependen sangat terbatas. Nilai yang mendekati
satu bararti variabel-variabel independen memberikan hampir semua informasi
yang dibutuhkan untuk memprediksi variabel dependen. Adapun rumus
koefisien determinasi adalah sebegai berikut :
Kd = Rs2 .100%
Keterangan :
Kd = Koefisien determinasi atau seberapa jauh perubahan
variabel terikat
Rs = Korelasi product moment

Kriteria untuk analisis koefisien determinasi adalah :


Pedoman untuk Memberikan Interpretasi Koefisien Korelasi
Interval Koefisien Tingkat Hubungan
0,00 0,199 Sangat rendah
0,20 0,399 Rendah
0,40 0,599 Sedang
0,60- 0,799 Kuat
0,80 1,000 Sangat kuat

b.) Uji Regresi Secara Simultan (Uji Statistik F)


Uji F dilakukan untuk mengetahui pengaruh variabel-variabel
independen secara simultan (bersama-sama) terhadap variabel dependen.
Untuk mengetahui variabel-variabel independen secara simultan
mempengaruhi variabel dependen, dilakukan dengan membandingkan p-valueI
pada kolom sig. dengan tingkat signifikansi yang digunakan sebesar 0,05. Jika
p-value > derajat keyakinan (0,05) maka H1 dan H2 ditolak. Artinya variabel
independen secara bersama-sama tidak mempengaruhi variabel dipenden
secara signifikan, begitupun sebaliknya. Demikian juga untuk F hitung dan F
tabel. Jika F hitung > F tabel maka H1 dan H2 diterima. Artinya variabel
independen secara bersama-sama mempengaruhi variabel dependen secara
signifikan, begitu pula sebaliknya.
c.) Uji Regresi Secara Parsial (Uji Statis t)
Uji t dilakukan untuk mengetahui besarnya masing-masing variabel
independen secara individual terhadap variabel dependen. Untuk mengetahui
ada tidaknya pengaruh masing-masing variabel independen secara individual
terhadap variabel dependen, dilakukan dengan membandingkan p-value pada
kolom sig. masing-masing variabel independen dengan tingkat signifikan yang
digunakan 0,05. Jika p-value > derajat keyakinan (0,05) maka H1 dan H2
ditolak. Artinya tidak ada pengaruh signifikan dari variabel independen secara
individual terhadap variabel dependen, begitupun sebaliknya. Demikian juga
untuk membandingkan t hitung dengan t tabel. Jika t hitung > t tabel maka H1
dan H2 diterima. Artinya ada pengaruh signifikan dari variabel independen
secara individual terhadap variabel dependen, begitupun sebaliknya.
d.) Analisis Regesi Linear Berganda
Pengujian hipotesis terhadap pengaruh variabel independen terhadap
variabel dependen dilakukan dengan menggunakan analisis regresi linier
berganda. Analisis regresi digunakan untuk memprediksi pengaruh lebih
dari satu variabel bebas terhadap satu variabel tergantung, baik secara
parsial maupun simultan. Analisis ini untuk menguji hipotesis 1 sampai 4.
Rumus untuk menguji pengaruh variabel independen terhadap variabel
dependen yaitu :

Y= + 1X1 + 2X2 + e
Keterangan:
Y = Keputusan Wajib pajak dalam Mengikuti Tax Amnesty
= Konstanta
X1 = Kesadaran Wajib Pajak
X2 = Pengetahuan Perpajakan
1- 2 = Koefisien regresi berganda
e = error term
e.) Moderated Regression Analysis (MRA)
Untuk menguji variabel moderating, digunakan Uji Interaksi. Uji
interaksi atau sering disebut dengan Moderated Regression Analysis (MRA)
merupakan aplikasi khusus regresi berganda linear di mana dalam persamaan
regresinya mengandung unsur interaksi (perkalian dua atau lebih variabel
independen). Bentuk persamaannya adalah sebagai berikut :

Y= + 1X1 + 2X2 + 3X3 + 4X1X3+ 5X2 X3 + e

Keterangan:
Y = Keputusan Wajib pajak dalam mengikuti Tax Amnesty
= Konstanta
X1 = Kesadaran Wajib Pajak
X2 = Pengetahuan Perpajakan
X3 = Sanksi Pajak
X1X3X2X3 = Interaksi antara Kesadaran Wajib pajak,
Pengetahuan Perpajakan dengan Sanksi Pajak.
1- 5 = Koefisien regresi berganda
e = error term
G. Definisi Operasional
1. Variabel Independen (X)
a) Kesadaran Wajib Pajak (X1)
Kesadaran adalah Keadaan mengetahui, sedangkan perpajakan
adalah perihal pajak sehingga kesadaran wajib pajak adalah keadaan dimana
wajib pajak mengetahui perihal pajak (Jotopurnomo dan Mangoting, 2013).
kesadaran menurut (Tarjo dan Sawarjuno, 2005; dalam Trisnasari et al,
2017; Jotopurnomo dan Mangoting, 2013) adalah rasa rela untuk melakukan
sesuatu yang sebagai kewajiban dalam kehidupan masyarakat. Variabel
Kesadaran wajib pajak dalam penelitian ini diukur dengan menggunakan
skala likert (likert scale) yang mengukur sikap dengan menyatakan setuju
atau ketidaksetujuannya terhadap subyek, obyek atau kejadian tertentu.
Skala ini menggunakan lima angka penilaian yaitu : (1) sangat setuju, (2)
setuju, (3) ragu-ragu atau netral, (4) tidak setuju dan (5) sangat tidak setuju.
Variabel ini terdiri atas beberapa indikator, diantaranya:
1) Pengetahuan
2) Pemahaman
3) Pembiayaan
4) Melaporkan
5) Kewajiban
b) Pengetahuan Perpajakan (X2)
Pengetahuan adalah Hasil tahu manusia terhadap sesuatu, segala
perbuatan manusian suatu objek tertentu yang dapat berwujud barang-
barang baik lewat akal, dapat pula objek yang dipahami manusia berbentuk
ideal, atau yang bersangkutan dengan masalah kejiwaan ( Adiatma et al,
2015). Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan undang-
undang dengan tidak mendapatkan jasa timbal yang langsung dapat
ditunjukkan dan digunakan untuk membayar pengeluaran umum
(Mardiasmo, 2009; dalam Rahayu, 2017). Jadi kesimpulannya, pengetahuan
perpajakan adalah kemampuan seorang wajib pajak dalam mengetahui
peraturan perpajakan baik itu soal tarif pajak berdasarkan undang-undang
yang akan mereka bayar maupun manfaat pajak yang akan berguna bagi
kehidupan mereka (Utomo, 2011; dalam Rahayu, 2017). Variabel
Pengetahuan Perpajakan dalam penelitian ini diukur dengan menggunakan
skala likert (likert scale) yang mengukur sikap dengan menyatakan setuju
atau ketidaksetujuannya terhadap subyek, obyek atau kejadian tertentu.
Skala ini menggunakan lima angka penilaian yaitu : (1) sangat setuju, (2)
setuju, (3) ragu-ragu atau netral, (4) tidak setuju dan (5) sangat tidak setuju.

Variabel ini terdiri atas beberapa indikator, diantaranya:

1) Ketentuan
2) Fungsi
3) Sistem
4) Kesadaran
5) Keharusan
2. Variabel Moderasi (M)
Variabel moderasi dalam penelitian ini adalah sanksi pajak. Sanksi
perpajakan diharapkan dapat memberi keyakinan dan kesadaran bahwa Tax
Amnesty ialah program pemerintah yang dapat membantu penerimaan negara dan
memberikan Benefit kepada wajib pajak itu sendiri. Sanksi adalah suatu tindakan
berupa hukuman yang diberikan kepada orang yang melanggar peraturan
(Ngadiman dan Huslin, 2015). Sanksi pajak merupakan jaminan bahwa ketentuan
peraturan perundangan-undangan perpajakan (norma perpajakan) akan
dituruti/ditaati/dipatuhi, dengan kata lain sanksi perpajakan merupakan alat
pencegah agar wajib pajak tidak melanggar norma perpajakan (Mardiasmo, 2009;
dalam Rahayu, 2017). Setiap jenis pelanggaran pajak dimulai dari tingkatannya
paling kecil sampai yang paling berat sudah tersedia ancaman sanksinya. Menurut
Nugroho (2006); dalam Susmita dan Supadmi (2016) sanksi perpajakan yang
diterapkan secara tegas oleh pemerintah akan membuat wajib pajak patuh karena
mereka sadar akan adanya hukum perpajakan dan konsekuensi apabila melanggar
hukum tersebut berupa kerugian material. Agar undang-undang dan peraturan
tersebut dipatuhi, maka harus ada sanksi bagi pelanggarnya, demikian halnya
untuk hukum pajak. Peraturan ini tentang sanksi pajak dibuat untuk untuk
meminimalisir tindakan pelanggaran hukum yang dilakukan baik itu wajib
maupun fiskas (Rahayu, 2017). Variabel Sanksi Pajak dalam penelitian ini diukur
dengan menggunakan skala likert (likert scale) yang mengukur sikap dengan
menyatakan setuju atau ketidaksetujuannya terhadap subyek, obyek atau kejadian
tertentu. Skala ini menggunakan lima angka penilaian yaitu : (1) sangat setuju, (2)
setuju, (3) ragu-ragu atau netral, (4) tidak setuju dan (5) sangat tidak setuju.
Variabel ini terdiri atas beberapa indikator, diantaranya:
1) Administrasi
2) Pidana
3) Ketegasan
4) Paksaan
5) Peraturan
3. Variabel Dependen (Y)
Tax Amnesty adalah pengampunan pajak atau adanya penghapusan pajak
terutang dan bebas dari sanksi-sanksi tertentu ( Dewantari et al, 2017). Menurut
Gunawan dan Sukartha (2016) tax amnesty adalah kesempatan terbatas yang
diberikan pemerintah kepada kelompok pembayar pajak tertentu untuk membayar
jumlah yang ditetapkan, sebagai pertukaran atas pengampunan dari kewajiban
pajak (termasuk bunga dan hukuman) yang berkaitan dengan masa pajak
sebelumnya, serta kebebasan tuntutan hukum pidana. Kebijakan pemerintah di
dalam bidang perpajakan memberikan pengampunan pajak yang seharusnya
terutang dengan membayar uang tebusan dengan jumlah tertentu yang bertujuan
untuk memberikan kesempatan bagi wajib pajak yang selama ini tidak membayar
pajak dengan benar (Rahayu, 2017). Pemberian tax amnesty merupakan upaya
pemerintah menarik dana masyarakat yang selama ini parkir diperbankan negara
lain (Safrian et al, 2016). Variabel Tax Amnesty dalam penelitian ini diukur
dengan menggunakan skala likert (likert scale) yang mengukur sikap dengan
menyatakan setuju atau ketidaksetujuannya terhadap subyek, obyek atau kejadian
tertentu. Skala ini menggunakan lima angka penilaian yaitu : (1) sangat setuju, (2)
setuju, (3) ragu-ragu atau netral, (4) tidak setuju dan (5) sangat tidak setuju.
Variabel ini terdiri atas beberapa indikator, diantaranya:
1) Peningkatan
2) Kepatuhan
3) Mendorong
4) Transisi
5) Kewajiban
DAFTAR PUSTAKA
Adiatma, Adetya Erlian., Siti Ragil Handayani, dan Kadarisman Hidayat. 2015.
Pengaruh Edukasi, Sosialisasi, dan Himbauan Terhadap Kepatuhan Wajib
Pajak Dalam Melaporkan SPT Tahunan Pajak Penghasilan (Studi Pada Wajib
Pajak Orang Pribadi Yang Terdaftar Di Kantor Pelayanan Pajak Pratama
Malang Utara). Jurnal Perpajakan (JEJAK), 8(1): 1-8.
Ajzen, I. 1991. The Theory of Planned Behavior. Organizational Behavior and Human
Decision Processes, 50: 179-211.
Bagiada, I Made dan I Made Darmayasa. 2016. Tax Amnesty Upaya Membangun
Kepatuhan Sukarela. Simposium Nasional Akuntansi Vokasi V: 1-24.
Dewantari, Desak Putu Ayu Diah., Gde Emi Sulindawati, dan Anantawikrama Tungga
Atmajaya. 2017. Implikasi dan Evaluasi Program Pengampunan Pajak (Tax
Amnesty) Pada Tingkat Penerimaan Pajak Pada Wilayah Kerja Kantor
Pelayanan Pajak Pratama Singaraja. e-Journal S1 Ak Universitas Pendidikan
Ganesha, 7(1).
Gunawan, Andri dan I Made Sukartha. 2016. Pengaruh Persepsi Tax Amnesty,
Pertumbuhan Ekonomi dan Transformasi Kelembagaan Direktorat Jenderal
Pajak Pada Penerimaan Pajak. E-Jurnal Akuntansi Universitas Udayana, 17(3):
2036-2060.
Hardiningsih, Pancawati. 2011. Faktor-faktor yang mempengaruhi kemauan membayar
pajak. Jurnal, 3(1).
Herryanto, Marisa dan Agus Arianto Toly. 2013. Pengaruh Kesadaran Wajib Pajak,
Kegiatan Sosialisasi Perpajakan, Dan Pemeriksaan Pajak Terhadap Penerimaan
Pajak Penghasilan Di KPP Pratama Surabaya Sawahan. Tax & Accounting
Review, 1(1): 124-135.
Ipek, Selcuk dkk. 2012. Considerations of taxpayers according to situation of benefiting
from tax amnesty; An Empirical Research. International Journal of Business
and Social Science, 3(13).
Jogiyanto, H.M. 2007. Sistem Informasi Keperilakuan. Tax & Accounting Review,
2(8).
Jotopurnomo, Cindy dan Yenni Mangoting. 2013. Pengaruh Kesadaran Wajib Pajak,
Kualitas Pelayanan Fiskus, Sanksi Perpajakan, Lingkungan Wajib Pajak
Berada Terhadap Kepatuhan Wajib Pajak Orang Pribadi Di Surabaya. TAX &
ACCOUNTING REVIEW, 1(1): 49-54.
Kesuma, Agus Iwan. 2016. Pengampunan pajak (Tax Amnesty) Sebagai Upaya
Optimalisasi Fungsi Pajak. Jurnal Ekonomi Keuangan dan Manajemen, 12(2):
270-280.
Ngadiman dan Daniel Huslin. 2015. Pengaruh Sunset Policy, Tax Amnesty, dan Sanksi
Pajak Terhadap Kepatuhan Wajib Pajak. Jurnal Akuntansi, 19(2): 225-241.
Permadi, Tedi., Azwir Nasir, dan Yuneita Anisma. 2013. Studi Kemauan Membayar
Pajak Pada Wajib Pajak Orang Pribadi Yang Melakukan Pekerjaan Bebas
(Kasus Pada KPP Pratama Tampan Pekanbaru). JURNAL EKONOMI, 21(2): 1-
18.
Putri. Christella Pradista Riyana. 2015. Analisis Pengaruh Kesadaran Wajib Pajak,
Pengetahuan Perpajakan, Sosialisasi Perpajakan dan Pelayanan Fiskus terhadap
Kepatuhan Wajib Pajak Hotel Melati Di Kota Yogyakarta. Jurnal Universitas
Atma Jaya Yogyakarta.
Rahayu, Nurulita. 2017. Pengaruh Pengetahuan Perpajakan, Ketegasan Sanksi Pajak,
dan Tax Amnesty Terhadap Kepatuhan Wajib Pajak. Akuntansi Dewantara,
1(1): 15-30.
Safrina, Noor., Akhmad Soehartono, dan Muhammad Noer. 2016. Analisis Penerapan
Amnesty Pajak Terhadap Praktik Akuntansi Dalam Rangka Peningkatan
Penerimaan Negara. Prosiding Seminar Nasional ASBIS:234-248.
Susmita, Putu Rara dan Ni Luh Supadmi. 2016. Pengaruh Kualitas Pelayanan, Sanksi
Perpajakan, Biaya Kepatuhan Pajak, dan Penerapan E-Filling pada Kepatuhan
Wajib Pajak. E-Jurnal Akuntansi Universitas Udayana, 14(2): 1239-1269.
Tarjo dan Suwarjuwono Tjiptohadi. 2005. Kepercayaan wajib pajak terhadap Fiskus,
kesadaran wajib pajak terhadap pentingnya membayar pajak, rekayasa
akuntansi dan kepatuhan wajib pajak. Jurnal Manajemen, Akuntansi dan
Bisnis, 3(2).
Tiraada, Tryana A.M. 2013. Kesadaran perpajakan, sanksi pajak, sikap fiskus terhadap
kepatuhan WPOP diKabupaten Minahasa Selatan. Jurnal.
Trisnasari, Ayu Tut Sukma., Edy Sujana, dan Nyoman Trisna Herawati. 2017. Pengaruh
kesadaran Wajib Pajak, Sosialisasi Perpajakan dan Pengetahuan Perpajakan
Terhadap Kemauan Wajib Pajak Dalam mengikuti Program Tax Amnesty
(Studi Kasus pada wajib pajak orang pribadi pada KPP Pratama Singaraja). E-
Jurnal S1 Ak Universitas Pendidikan Ganesha, 7(1).
Ulfa, Istika Herliana. 2015. Pengaruh kesadarn, pengetahuan perpajakan dan sikap
wajib pajak terhadap kepatuhan wajib pajak pekerjaan bebas di Kpp pratama
semarang timur. Jurnal Akuntansi.
Utami, Cindy Dwi, S.E. dan Sony Devano, S.E., M.Ak, A.k. 2016. Pengaruh Persepsi
wajib pajak atas penerapan penghapusan sanksi admnistrasi tahun 2015
terhadap niat kepatuhan perpajakan. Simposium Nasional Akuntansi XIX: 1-26.

Anda mungkin juga menyukai